I. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini, mahasiswa dapat mengetahui cara membuat
sediaan injeksi emulsi/suspensi dan mengetahui metode-metode pembuatan
injeksi Testosteron.
II. Teori
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik
yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun nonpatogen (tidak menimbulkan
penyakit), baik dalm bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun
dalam bentuk spora (dalam keadaan statis, tidak dapat berkembang biak, tetapi
meliputi diri dengan lapisan pelindung yang kuat).
Tidak semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat
dalam usus yang dapat membusukkan sisa makanan yang tidak diserap oleh
tubuh. Mikroba yang patogen misalnya Salmonella typhosa yang menyebabkan
penyakit typus.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruangan/benda menjadi
steril. Sedangkan sanitasi adalah suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi
sehat.
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Pada prinsip ini termasuk sediaan parenteral mata
dan iritasi. Sedian parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk
obat terbgi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membrane
mukosa. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang
paling efisien, yakni membrane kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas
dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksis, dan harus mempunyai
tingkat kemurnian tinggi atau luar biasa. Semua komponen dan proses yang
terlibat dalam penyediaan dalam produk ini harus dipilih dan dirancang untuk
1
menghilangkan semua jenis kontaminasi apakah fisik, kimia, mikrobiologis.
(Lachman hal 1292)
Tujuan obat dibuat steril (seperti injeksi) karena berhubungan langsung
dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain dimana pertahanan
terhadap zat asing tidak selengkap yan berada di saluran cerna/ gastrointestinal,
mislanya hati yang dapat berfungsi untuk menetralisir/menawarkan racun
(detoksifikasi).
Diharapkan dengan steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam
hal ini tidak berlaku relative steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan steril
atau tidak steril. Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik/injeksi,
tablet implant, tablet hipodermik dan sediaan untuk mata seperti tetes mata, cuci
mata dan salep mata.
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara
parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek ke dalam atau melalui
kulit atau selaput lendir.
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam
bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan
dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan
parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c),
intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan
sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya
tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam
pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak
larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari
fase dispersi yang dikontrol dengan hati – hati. Demikian pula obat yang
diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan
larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf
terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).
Produk parenteral, selain diusahakan harus steril juga tidak boleh
mengandung partikel yang memberikan reaksi pada pemberian juga diusahakan
2
tidak mengandung bahan pirogenik. Bebas dari mikroba (steril) dapat dilakukan
dengan cara sterilisasi dengan pemanasan pada wadah akhir, namun harus diingat
bahwa ada bahan yang tidak tahan terhadap pemanasan. Untuk itu dapat
dilakukan tehnik aseptis atau menggunakan beberapa metode sterilisasi lainnya.
Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan
sediaan, baik secara fisik maupun kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan
efektivitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak
berwarna atau kekuningan, untuk memungkinkan memeriksa isinya. Jenis gelas
yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan parenteral biasanya dinyatakan dalam
masing-masing monografi. (Ansel, 1989).
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus hati-hati untuk
menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) mensyaratkan pula tiap wadah akhir injeksi harus diamati satu
persatu secara fisik. Kemudian, kita harus menolak tiap wadah yang menunjukkan
pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual.
Monografi Umum
Testosteron/Testosteron Propionat
Mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0% 3-
Oxoandrost-4-en-17β-yl propanoate (bahan kering). (European Pharmacopeia,
2005. Hal : 2545)
Rumus Kimia C22H32O3
Struktur Kimia
BM 344,49
Pemerian Hablur atau serbuk hablur, putih atau putih krem, tidak
berbau dan stabil di udara. (FI IV hal : 775).
3
Bubuk putih atau hampir putih atau kristal tak
berwarna, praktis tidak larut dalam air, bebas larut
dalam aseton, dalam alkohol dan dalam methanol,
larut dalam minyak lemak. (British Pharmacopeia,
2009)
Kelarutan Tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam
dioksan, dalam eter dan dalam pelarut organic lain,
larut dalam minyak nabati. (FI IV hal : 775)
Larut dalam oleum arachidis (1:35) (Martindale, ed 28.
Hal: 1435)
Titik Leleh 119° - 123°C. (British Pharmacopeia, 2009)
Penggunaan Pengobatan hipogonadisme membutuhkan hingga 50
mg dua kali atau 3 kali seminggu. Untuk perawatan
paliatif dari operasi neoplasma payudara 100 sampai
300 mg seminggu diberikan dalam dosis terbagi.
Testosterone propionate juga diberikan sebagai tablet
bukal pada dosis 5-20 mg per hari. Dosis 200 mg
sehari diebrikan untuk operasi payudara neoplasma
wanita menopause. Tablet bukal kadang digunakan
untuk pembesaran payudara postpartum dalam dosis
40 mg sehari. (Martindle, 1982. Hal: 1438)
Wadah Dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda,
terlindung dari cahaya. (FI IV hal 775)
Simpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya (Martindale, 1982. Hal: 1438)
Incompatibilitas Dengan alkali dan senyawa oksidator (Martindale,
1982. Hal: 1438)
Daftar Obat Obat keras sediaan injeksi
Pemerian Suspensi i.m
Stabilitas Testosteron OTT dengan alkali dan zat pengoksidasi
4
pH 4-7,5
Pengawet Dalam suasana air, fenilmerkuri nitrat 0,001%
Stabilisator Dapar pH 4-7,5 (digunakan dapar fosfat pH 7)
Zat pensuspensi Tylose 0,1%
Natrii Dihydrogen Phosphas (FI III hal 409)
BM 156,01
Pemerian Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur puti, tidak
berbau dan asin
Kelarutan Larut dalam 1 bagian air, sangat mudah larut dalam
etanol 95%
pH 4,1-4,5
BJ 1,915 g/mol
Sterilisasi Autoklaf atau penyaringan
Incompatibilitas Incomp dengan bahan-bahan alkali dan karbonat,
larutannya bersifat asam dan melepaskan CO2 dari
karbonat. Hindari pemberian dengan aluminium, Ca
atau Mg dalam bentuk garam karena dapat berikatan
dengan fosfat dan mengganggu absorpsinya pada
saluran pencernaan. Interaksi antara Ca dan fosfat
membentuk kalsium fosfat yang tidak larut dan
mengendap.
Kestabilan Stabil secara kimia pada pemanasan 100°C, bentuk
dihidrat kehilangan seluruh air kristalisasinya. Pada
pemanasan lebih lama melebur dengan peruraian pada
205°C membentuk hidrogen pirofosfat
(Na2H2P2O7) dan pada 250°C meninggalkan residu
akhir natrium metafosfat (NaPO3).
Penyimpanan Tertutup rapat, ditempat sejuk dan kering
Kegunaan Sebagai larutan penyangga, zat tambahan
5
Dinatrii Hidrogen Phosphas (FI III hal 227)
BM 358,14
Pemerian Serbuk hablur putih atau hampir putih, tidak berbau,
rasa asin. Dalam udara kering merapuh
Kelarutan Sangat mudah larut dalam air, air panas, praktis tidak
larut dalam etanol 95%
pH 9,0-9,4
Sterilisasi Autoklaf atau penyaringan
Incompatibilitas Incomp dengan alkaloid antipirin, kloralhidrat, asetat,
pirogalol, resorsinol, striknin, Ca glukonat.
Stabilitas Anhidratnya higroskopis. Pada pemanasan 100°C
kehilangan air kristalnya. Pada suhu 400°C berubah
menjadi pirofosfat (Na4PO7), laruran berairnya stabil.
Penyimpanan Tertutup rapat, ditempat sejuk dan kering
Kegunaan Sebagai larutan penyangga, zat tambahan
Fenil Merkuri Nitrat (HOPE 6th, hal 496)
Rumus Molekul C12H11Hg2NO4
Berat Molekul 634,45
Pemerian Terdiri dari senyawa fenilmerkuri hidroksida dan fenil
merkuri nitrat dalam jumlah molekul yang sama dan
berupa serbuk kristal, putih dengan aromanya yan
ringan.
Kelarutan Mudah larut dalam gliserin, larut dalam minyak lemak,
agak sukar larut dalam air, dan praktis tidak larut
dalam etanol
Titik leleh 187-190°C
Penyimpanan Tertutup rapat, terlindung dari cahaya ditempat sejuk
dan kering
Khasiat Sebagai bahan pengawet dan antiseptic
6
Tylose (HOPE 6th, hal 118)
Pemerian Hablur berwarna putih, hampir putih, tidak berbau,
rasa asin. Dalam udara kering merapuh
Kelarutan Praktis tidak larut dalam aseton, etanol, eter, dan
toluene, mudah tercampurkan dengan air
pH 6-8,5
BJ 0,52 g/cm3
Titik leleh 227°C
Penyimpanan Tertutup rapat, terlindung dari cahaya ditempat sejuk
dan kering
Kegunaan Sebagai bahan pengawet dan antiseptik
Natrii Chloridum (FI ed.III hal 403)
Natrium klorida mengandung tidak kurang dari 99,5% NaCl, dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan.
RM/BM 58,44
Rumus Molekul NaCl
Pemerian Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur
putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2.7 bagian air mendidih
dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol, sukar larut
dalam etanol.
Aplikasi Untuk pembuatan larutan isotonic intravena dan preparat
sediaan mata dengan konsentrasi kurang dari 0,9%
(Handbook of Pharmaceutical Excipient 6nded : 637-639)
Higroskopisitas Higroskopis diatas 75% kelembapan relatif (Handbook of
Pharmaceutical Excipient 6nded : 637-639)
Titik Leleh 804°C
OTT larutan natrium klorida bersifat korosif dengan besi,
membentuk endapan bila beraksi dengan perak, garam
7
merkuri, agen oksidasi kuat pembebas klorine dari larutan
asam sodium klorida.
Stabilitas larutan sodium klorida stabil tetapi dapat menyebabkan
perpecahan partikel kaca dari tipe tertentu wadah kaca.
Larutan cair ini dapat disterilkan dengan cara autoklap atau
filtrasi. Dalam bentuk padatan stabil dan harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat, sejuk dan tempat kering.
Densitas 1,2 g/cm3 untuk larutan cair (Handbook of Pharmaceutical
Excipient 6nded : 637-639)
Khasiat Sumber ion klorida dan ion natrium
Aqua Pro Injectionum (a.p.i)
Air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling kembali, disterilkan
dengan cara A atau C.
Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan Dapat bercampur dengan pelarut polar dan elektrolit
Aplikasi Dapat digunakan sebagai air untuk sediaan injeksi
OTT dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan
zat tambahan lainnya yang mudah terhidrolisis (mudah
terurai dengan adanya air atau kelembaban).
Stabilitas Air stabil dalam setiap keadaan
Penyimpanan Dalam wadah dosis tunggal, botol kaca atau plastik, tidak
lebih besar dari 1 liter (FI ed.IV hal 112)
Khasiat Air untuk injeksi
8
- Batang pengaduk
- Tutup vial (karet)
- Mortir dan stamper
B. Bahan
- Testosteron
- NaH2PO4
- Na2HPO4
- NaCl
- Fenil Merkuri Nitrat
- Tylose
- Aqua Pro Injection
IV. Metode
A. Sterilisasi
1. Alat-alat
No Alat Sterilisasi Waktu
1 Vial 10 ml Oven 170°C 30’
2 Beaker glass Oven 170°C 30’
3 Corong dan kertas saring Autoklaf 121°C 15’
4 Kaca arloji Api langsung 20’
5 Spatel logam Api langsung 20’
6 Batang pengaduk Api langsung 20’
7 Tutup vial (karet) Autoklaf 115-116°C 30’
8 Mortir dan stamper Dibakar 20’
2. Sediaan Obat
Pembawa obat suspense disterilkan dengan autoklaf 121°C selama 15-30
menit
9
B. Formula Lengkap
1. Formula
Testosteron 10mg/ml
Injeksi dalam Vial 10 ml No. I
2. Formula Lengkap
Testosteron 1%
NaH2PO4 0,32%
Na2HPO4 0,568%
NaCl 0,46%
Fenil merkuri nitrat 0,001%
Tylose 0,1%
Aqua Pro Injection ad 10 ml
C. Perhitungan Tonisitas
Untuk suspensi tidak memiliki tonisitas
D. Perhitungan Bahan
- Perhitungan Bahan untuk 10 ml
1
Testosteron = 100 × 10 = 0,1 𝑔 = 100𝑚𝑔
0,32
NaH2PO4 = × 10 = 0,032𝑔 = 32𝑚𝑔
100
0,568
Na2HPO4 = × 10 = 0,0568 𝑔 = 56,8 𝑚𝑔
100
0,46
NaCl = × 10 = 0,046 𝑔 = 46 𝑚𝑔
100
0,001
Fenil merkuri nitrat = × 10 = 0,0001 𝑔 = 0,1 𝑚𝑔
100
0,1
Tylose =100 × 10 = 0,01 𝑔 = 10 𝑚𝑔
10
0,32
NaH2PO4 = × 1 = 0,0032𝑔 = 3,2 𝑚𝑔
100
0,568
Na2HPO4 = × 1 = 0,00568 𝑔 = 5,68 𝑚𝑔
100
0,46
NaCl = × 1 = 0,0046 𝑔 = 4,6 𝑚𝑔
100
0,001
Fenil merkuri nitrat = × 1 = 0,00001 𝑔 = 0,01 𝑚𝑔
100
0,1
Tylose = 100 × 1 = 0,001 𝑔 = 1 𝑚𝑔
E. Penimbangan
Formula Lengkap Satuan Dasar Volume Produksi
Bahan
10 ml 1 ml 15 ml
Testosteron 100 mg 10 mg 150 mg
NaH2PO4 32 mg 3,2 mg 48 mg
Na2HPO4 56,8 mg 5,68 mg 85,2 mg
NaCl 46 mg 4,6 mg 69 mg
Fenil merkuri nitrat 0,1 mg 0,001 mg 0,15 mg (3 tetes)
Tylose 10 mg 1 mg 15 mg
11
F. Prosedur Pembuatan
1. Larutkan NaH2PO4 dalam sebagian aqua pro injeksi
2. Larutkan Na2HPO4 dalam sebagian aqua pro injeksi
3. Kedua larutan tersebut dicampur
4. Larutkan NaCl dalam sebagian a.p.i, kemudian dicampurkan ke larutan
(3)
5. Ditambahkan larutan fenil merkuri nitrar ke larutan (4)
6. Cek Ph = 5
7. Larutan disaring, filtrate pertama dibuang
8. Campurkan tylose yang telah dikembangkan ke larutan (7), kemudian
masukkan dalam vial ad kan sampai 15 ml
9. Disterilkan dalam autoklaf 121°C selama 15 menit (jam 10.30 s/d 10.45)
10. Disuspensikan testosterone sedikit demi sedikit dengan larutam (9) secara
aseptik.
11. Dimasukkan dalam vial, tambahkan larutan (9) ad 10,5 ml
V. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu membuat sediaan injeksi suspensi
testosterone. Pemilihan testosterone sebagai zat aktif karena walaupun tidak larut
dalam air, alkohol maupun minyak nabati, akan tetapi testosterone dapat dibuat
larutan suspense. Seperti kita tahu sediaan berupa suspense dalam air atau minyak
rute pemberian obat yaitu secara intramuscular atau melalui otot. Berbeda dengan
intravena yang disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah, berupa larutan
isotonis atau hipertonis. Apabila ketika cairan hipertonis atau hipotonis
diinjeksikan ke dalam darah maka akan terjadi krenasi pada darah. Apabila hal
ini terjadi dalam tubuh, maka sel darah merah dalam tubuh akan pecah dan dapat
menyebabkan kematian.
Injeksi testosterone memiliki konsentrasi 10mg/ml yang bertujuan untuk
memenuhi kekurangan tubuh terhadap hormone testosterone. Berdasarkan
literature, testosterone memiliki pH stabil antara 4-7,5. pH optimal untuk darah
atau cairan tubuh yang lain adalah 7,4 dan disebut isohidri. Karena tidak semua
12
bahan obat steril pada pH cairan tubuh, pH harus berada di antara rentang 4-7,5
bertujuan untuk mencegah terjadinya rangsangan/rasa sakit pada saat disuntikan.
Sediaan injeksi intra muscular dengan zat aktif testosterone dalam bentuk
larutan suspensi tidak perlu pengisotonis karena sediaan tersebut mengandung zat
pensuspensi.
Bahan tambahan yang digunakan pada pembuatan injeksi suspense ini,
diantaranya fenil merkuri nitrat, NaCl, tylose, Na2HPO4 dan NaH2PO4.
Penambahan fenil merkuri nitrat berfungsi sebagai pengawet untuk mencegah
perkembangan mikroorganisme dan menjaga kesterilan sediaan obat. NaCl
banyak digunakan dalam berbagai foormulasi farmasetik parenteral dan
nonparenteral dimana khususnya digunakan sebagai bahan pengisotonis karena
mempunyai tekanan osmosis yang sebanding dengan larutan NaCl 0,9%. Karena
sediaan yang dibuat dengan suspense maka tylose sendiri digunakan sebagai agen
viskositas atau suspending agent. Sedangkan Na2HPO4 dana NaH2PO4 digunakan
dalam berbagai macam formulasi farmasi sebagai buffer atau zat pendapar.
Merupakan dapar umum yang digunakan untuk menjaga pH dan stabilitas. Dapar
fosfat sebagai pembawa yang dapat memberikan stabilitas terbesar dengan aksi
fisiologisnya.
Pada proses pembuatannya, pertama tama larutkan dan campurkan bahan
bahan tmabhan untuk disterilkan dalam autoklaf dimana Na2HPO4 dan NaH2PO4
dilarutkan dalam sebagian aqua pro injeksi. Lalu larutakn NaCl dengan sebagian
aqua pro injeksi lalu campurkan dengan larutan campuran dari Na2HPO4 dan
NaH2PO4, kemudian tambahkan larutan fenil merkuri nitrat sebnayak 3 tetes. Cek
pH larutan dengan range 4-7,5, hasil dari cek pH larutan tersebut adalah 5. Saring
larutan dan filtrate pertama dibuang. Campurkan tylose ke dalam larutan yang
sudah disaring, masukkan ke dalam vial ad kan sampai 15 ml. sterilkan dalam
autoklaf dengan suhu 121°C selama 15 menit. Untuk menghindari rusaknya zat
aktif, maka jangan emmasukkan testosterone pada saat setelah diangkat dari
autoklaf. Suspensikan testosterone dalam larutan secara aseptik, lalu masukkan
ke dalam wadah vial sebanyak 10,5 ml dan di tutup menggunakan tutup karet dan
juga alucap.
13
Volume yang dimasukkan ke dalam vial tidak 10 ml, Karena untuk
mengantisipasi larutan yang tertinggal pada vial pada saat pengambilan cairan.
Volume yang ditambahkan berdasarkan dengan tabel volume tambahan yang
dianjurkan untuk sediaan parenteral dalam farmakope Indonesia edisi IV halaman
1044, jadi volume yang dimasukkan ke dalam vial berjumlah 10,5 ml. jika
dimasukkan ke dalam vial 10 ml dikhawatirkan volume cairan yang diambil tidak
tepat 10 ml, sehingga dapat berpengaruh pada dosis yan diberikan.
Pada praktikum ini dilakukan metode sterilisasi aseptis. Dimana
berdasarkan literature resmi bahwa testosterone tidak tahan terhadap pemanasan
dan aka terurai, sehingga dengan pertimbangan tersebut dilakukan dengan metode
aseptis. Metode aseptis dibuat dengan menjaga kemungkinan terkontaminasinya
sediaan dengan mikroorganisme pada saat pembuatan. Pada pembuatan injeksi
dengan metode sterilisasi aseptis kemungkinan sediaan terkontaminasi dengan
mikroorganisme harus diperkecil untuk menjaga agar sediaan yan dihasilkan
nantinya tetap dalam keadaan steril.
Wadah yang digunakan adalah vial kaca bening. Hal ini salah karena
sediaan ini harus terlindungi cahaya untuk menghindari kerusakan sediaan oleh
cahaya dengan adanya proses oksidasi. Seharusnya wadah yang digunakan adalah
vial berwarna coklat karena testosterone inkompatibilitasnya terhadap senyawa
oksidator atau dapat teroksidasi terhadap cahaya.
Setalah sediaan di tutup, lalu dilakukan evaluasi. Evaluasi yang dilakukan
yaitu test kebocoran dengan cara sediaan di balikkan, lalu dilihat apakar ada
cairan yang keluar atau tidak. Hasil praktikum kali ini setelah dilakukan evaluasi
kebocoran, hasilnya tidak terdapat kebocoran atau keluarnya cairan dari wadah
(vial).
14
Ditjen POM.1975.FARMAKOPE INDONESIA EDISI III. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
Ditjen POM. 1995. FARMAKOPE INDONESIA EDISI IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Lachman L, Lieberman HA, Kaning JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Edisi Ketiga. Vol III. Diterjemahkan oleh Siti SUyatmi. Jakarta: UI
Press.
Martindale . 1982. Direction of the Council of The Pharmaceutical Society of
Great Britain.The Extra Pharmacopoeia Twenty eight Edition. London : The
Pharmaceutical Press.
Rowe, Raymond. C, Sheskey, Paul J, and Owen Sian C. 2006. Handbook of
Pharmaceutical Excipient. Fifth edition. Pharmaceutical Press : London.
15