Anda di halaman 1dari 28

BAB I

I. PENDAHULUAN

Perdarahan saluran cerna merujuk pada perdarahan yang terjadi pada saluran
gastrointestinal yang dimulai dari mulut hingga usus besar. Hal ini adalah keadaan
darurat yang berpotensi mengancam nyawa dan tetap menjadi penyebab umum rawat
inap. Insiden perdarahan saluran cerna atas (PSMBA) adalah sekitar 100 kasus per
100.000 penduduk per tahun.(1)

Derajat perdarahan memiliki rentang dari hampir tidak terdeteksi (jumlah darah
sangat sedikit) hingga bersifat akut, masif dan mengancam jiwa. Perdarahan
mikroskopik dalam waktu lama menyebabkan terjadinya kehilangan zat besi,
menyebabkan anemia. Pada kejadian akut, perdarahan masif mengarah hipovolemia,
syok dan bahkan kematian.
Perdarahan bisa terjadi sepanjang saluran gastrointestinal, tetapi umumnya dibagi:
- Perdarahan saluran cerna bagian atas (PSMBA) ; lokasinya antara mulut dan
ligamentum treitz, yakni esofasgus, lambung (gaster), duodenum dan sepertiga
proximal jejunum.
- Perdarahan saluran cerna bagian bawah (PSMBB) ; lokasinya ligamentum treitz
hingga anus
Perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian atas setidaknya 4 kali lebih
sering terjadi daripada saluran cerna bagian bawah dan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas. Angka kejadian mortalitas dari PSMBA ini 6 – 10% dari keseluruhan. (1)

II. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI

Ulkus peptik

Merupakan yang paling sering pada PSMBA, berkisar 21% – 40% pada semua
kasus perdarahan. Data saat ini terjadi terjadi penurunan insidensi perdarahan yang
disebabkan ulcer, kemungkinan karena terapi eradikasi Helicobacter pylori . Infeksi
H pylori dan penggunaan yang lama obat anti inflamasi non steroid (NSAID)
penyebab utama ulkus peptik dan mengarah ke perdarahan ulkus.(2)

Ulkus duodenum lebih sering daripada ulkus gaster dengan infeksi H. pylori, tetapi
insidensi perdarahan pada keduanya sama. Penelitian awal menunjukkan infeksi H.
pylori lebih rendah pada perdarahan ulkus (71%) daripada ulkus non perdarahan
(93%). Namun perkiraan saat ini mengatakan bahwa perbedaan tersebut terjadi
karena kurangnya sensitifitas biopsy pada perdarahan ulkus akut. Mekanisme
kemungkinannya peningkatan angka false negatif adanya perubahan PH karena darah,
sifat alkalin yang tinggi menjadikan hasil false negatif yang tinggi pula. (3)

Anti inflmasi non steroid (NSAID), termasuk aspirin menjadi penyebab terbanyak
berikutnya pada PSMBA. Meskipun kebanyakan NSAID yang dikaitkan dengan
ulkus terjadi asimtomatik dan tidak terjadi perdarahan, pasien usia tua dengan riwayat
perdarahan ulkus memiliki resiko yang tinggi terjadinya perdarahan kembali
(rebleeding)pada penggunaan NSAID yang lama. Sebuah penelitian prospektif pada
pasien usia >65 tahun mendapat NSAID yang lama untuk pengobatan arthritis dan
aspirin dosis rendah meningkatkan resiko komplikasi saluran cerna termasuk
PSMBA. Aspirin dosis 75-300 mg diketahui meningkatkan 2 hingga 3 kali resiko
perdarahan saluran cerna. Faktor lain memberatkan perdarahan adalah lamanya
pemberian obat, dosis, riwayat injuri sebelumnya saluran gastrointestinal karena
NSAID, riwayat ulkus peptikum karena infeksi H. pylori dan penggunaan yang
bersamaan kortikosteroid, antikoagulan, ataupun bifosfonat. Pada beberapa pasien
predisposisi genetik memiliki andil perdarahan oleh karena NSAID. Polimorfisme
sitokrom p450 (CYP) 2C9 menunda metabolism beberapa NSAID sehingga efek
induksi makin panjang.(3)
Mekanisme infeksi H. pylori pada pasien pengguna NSAID masih kontroversial.
Beberapa penelitian menduga infeksi H. pylori dan penggunaan NSAID independen
dan faktor sinergis perdarahan ulkus. Penelitian metas analisis eradikasi H. pylori
pada pengguna NSAID sebelum dimulai inisiasi NSAID mengurangi terjadinya ulkus
peptikum. Meta analisis berikutnya menyimpulkan resiko ulkus peptikum meningkat
secara signifikan pada pasien terinfeksi H. pylori yang mengkonsumsi NSAID lama
dibandingkan dengan penggunaan NSAID tanpa infeksi. Bagaimanapun ulkus lebih
sering terjadi pada pasien terinfeksi H. pylori dibandingkan tanpa infeksi terlepas
pada penggunaan NSAID.

Varises esophagus

Data dari dua rumah sakit besar menyatakan bahwa varises esophagus adalah
penyebab kedua terbanyak pada PSMBA. Varises esophagus terjadi sekitar 50%
pasien dengan sirosis, dan perdarahan variseal rata-rata 5% - 15% pertahun
tergantung pada derajat penyakit hati yang diderita. Varises gastroesofageal terjadi
karena keadaan hipertensi portal segmental maupun sistemik mengarahkan obstruksi
vena porta oleh karena sirosis hati. Varises berkembang menekan vena portal
sehingga hipertensi. Mortalitas dalam 6 minggu sekitar 15% - 25% dan perdarahan
ulang lambat (dalam 1 -2 tahun dari episode inisial) terjadi 60% - 70% pada pasien
yang tidak menerima profilaksis.
Beberapa faktor klinis dan fisiologis berhubungan dengan perdarahan variseal
penderita end-stage liver disease. Meskipun varises dapat terjadi pada sepanjang
saluran cerna tetapi yang paling sering pada penderita penyakit hati adalah di sekitar
distal esophagus, lambung dan rectum. Gastroesofageal junction memiliki jaringan
ikat yang paling tipis sehingga memungkinkan terjadinya varises dan perdarahan.
Faktor utama berhubungan dengan varises esophagus termasuk besar kecilnya ukuran
dan penampakan varises, meningkatnya derajat disfungsi hati dan riwayat perdarahan
variseal sebelumnya.

Stress-related mucosal damage

tress related mucosal damage (SRMD) dan perdarahan karenanya terjadi pada
sebagian besar PSMBA akut dengan penyakit kritis, berkisar 1,5% - 8,5%. Dua
penyebab utama resiko perdarahan yang banyak pada pasien dengan penyakit kritis
adalah ventilasi mekanik lebih dari 48 jam dan koagulopati dengan platelet
<50.000/mm3 dan atau international normalize ratio (INR) >1,5. Faktor lain trauma
pembedahan, gagal organ, sepsis, luka bakar berat, dan neurologi injuri. Tambahan
lain yakni antikoagulan, kotikosteroid dosis tinggi dan perwatan intensive (ICU) yang
lama meningkatkan resiko SRMD pada pasien dengan penyakit kritis.

PSMBA lain yang jarang terjadi

Robeknya Mallory-Weiss pada mukosa longitudinal di distal esophagus dan


proksimal gaster. Robekan ini mengakibatkan perdarahan dari arteri submukosal.
Insidensi robek Mallory-Weiss pada PSMBA sekitar 5%. Kejadiannya berhubungan
dengan peninggian mendadak tekanan intra abdomen, merobek mukosa gaster olek
karena distensi. Yang mempercepat resikonya adalah muntah, mengejan, batuk,
kejang, cegukan, resusitasi kardiopulmonari, trauma abdomen, dan persiapan
kolonoskopi. Faktor resiko lainnya konsumsi alkohol berlebihan, diabetik
ketoasidosis, dan hernia hiatal. Penyakit ini sering terjadi pada usia 30 – 50 tahun
dan pria lebing sering terkena.

PSMBA karena tumor malignan di saluran gastrointestinal kurang dari 3% total kasus
PSMBA. Perdarahan terjadi pada stage lanjut malignansi ketika tumor tumbuh dan
membutuhkan suplai darah mengakibatkan ulserasi pada mukosa ataupun erosi pada
pembuluh darah tersebut.

Lesi Dieulafoy bersifat congenital dari dilatasi arteri submukosal yang memiliki
ulkus, berlokasi di gaster bagian atas dekat dengan gastrosofageal junction,
meskipun dapat juga terjadi di tempat lain di saluran cerna. Factor pencetus
perdarahan di lesi ini tidak sepenuhnya diketahui, tetapi perdarahan biasanya terjadi
pada pria dengan kondisi kardiovaskular, hipertensi, penyakit ginjal kronik, diabetes
ataupun konsumsi alcohol. Angka kejadian berkisar 2% - 5% kasus PSMBA berat.

III. GAMBARAN KLINIS

Evaluasi pasien dengan gambaran PSMBA meliputi riwayat penyakit,


pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium dan menentukan status derajat
dan tingkat urgensi perdarahan. Penaksiran awal digunakan untuk
mengidentifikasi pasien resiko tinggi yang mendapat intervensi yang cepat dan
tepat untuk meminimalisir morbiditas dan mortalitas.
Gambaran klinis yang paling sering dari PSMBA ini adalah hematemesis
(30% dari semua pasien) dan /melena (20% dari semua pasien). Sekitar
50%pasien dengan gejala klinis hematemesis dan melena dan hingga 5% pasien
dengan gejala klinis hematochezia, kehilangan darah yang cepat dan dalam
jumlah yang banyak. Hematemesis diindikasikan adanya perdarahan bagian
proksimal ligament Treitz, meskipun pada beberapa kasus turut terlibat usus halus
ataupun kolon bagian kanan.(4),(11)
Pasien dengan ulkus peptic, nyeri epigastrik ataupun nyeri perut kuadran
kanan atas sering menyertai perdarahan akut. Pasien dengan robek Mallory-
Weiss, muntah, ataupun batuk diawali dengan hematemesis. Pasien jaundice,
lemah, fatig, anorexia, dan ascites mungkin mengalami suatu perdarahan variceal.
Pada pasien dengan perdarahan oleh karena keganasan di saluran cerna memiliki
simtom dysfagia, penurunanan berat badan dan cachexia.
Riwayat penyakit sebelumnya, termasuk episode PSMBA dapat
mengidentifikasi kondisi medis yang berhubungan dengan perdarahan sehingga
dapat langsung diterapkan manajemen perdarahan. Sebanyak 60% pasien dengan
riwayat PSMBA mengalami perdarahan ulang dari lesi sebelumnya yang
teridentifikasi. Riwayat pemakaian obat juga penting untuk mengetahui
perdarahan saluran cerna karena obat. Obat anti inflamasi non-steroid,
antiplatelet, dan obat-obatan yang berhubungan dengan esofagitis dapat
teridentifikasi sehingga terapi obat dapat dimodifikasi dengan tepat.

Pemeriksaan laboratorium (cth, darah lengkap, pemeriksaan kimia klinik


serum, tes fungsi hati, tes fungsi perdarahan) digunakan untuk menilai derajat
perdarahan. Pasien dengan hipovolemia yang disebabkan perdarahan yang cepat
dan banyak memerlukan resusitasi cairan untuk menjaga kestabilan hemodinamik
dan mencegah shock. Simtom adanya dugaan perdarahan yang hebat yakni terjadi
hipotensi ortostatik, pusing, angina, jantung berdebar hebat, dan ekstremitas
dingin/basah. Pasien resiko tinggi perdarahan ulang dan mortalitas meningkat
pada usia tua, penyakit kronik berat yang menyertai, shock dan koagulopati.

Endoskopi

Meskipun 80% PSMBA sembuh spontan tanpa pengobatan, 20% akan


berulang. Pasien dengan resiko perdarahan yang ringan dapat dilakukan rawat
jalan, tetapi kebanyakan pasien harus diendoskopi dalam 24 jam untuk
mengidentifikasi perdarahan, melihat predictor perdarahan ulang dan kebutuhan
intervensi endoskopi. Kumbah lambung dilakukan pada beberapa pasien untuk
menyingkirkan bahan partikulat, darah segar dank lot sebelum endoskopi. Sebagai
tambahan, kumbah lambung digunakan ketika pada kasus yang masih tidak jelas
pada pasien hematemesis yang masih berlangsung perdarahan sehingga akan lebih
baik jika dilakukan endoskopi dini.(5)

Kumbah lambung akan bermanfaat dilakukan pada pasien dengan


hemodinamik stabil tanpa hematemesis, adanya darah segar di aspirat nasogastrik
tube memprediksi lesi yang berat. Meskipun data mengarahkan endoskopi dini
aman dan efektif untuk pasien dengan berbagai resiko, namun endoskopi harus
ditunda pada pasien beresiko tinggi termasuk sindrom koroner akut ataupun
suspek perforasi. Kriteria Forrest(6)
Arteriografi

Arterografi adalah tindakan invasive dengan zat kontras yang dapat


dengan cepat mengidentifikasi lesi perdarahan, ketika perdarahannya 0.5 mL/min
atau lebih besar. Pada PSMBA, arteriografi ini dapat mendeteksi adanya
ekstravasasi sampai 61% kasus. Dapat mendeteksi lokasi yang tidak terjadi
perdarahan seperti angiodysplasia, tumor ataupun lesi inflamasi (7). Arteriografi
juga menjadi diagnosis penting pada perdarahan oleh karena gastritis terutama
pada pasien di ICU. Setelah sumber perdarahan diketahui, intervensi transkateter
selanjutnya seperti embolisasi dapat dilakukan. Namun demikian pada
penggunaan arteriografi dapat mengakibatkan nefrotoksisitas, tromboemboli, dan
perdarahan bisa saja terjadi namun tidak sering. Kontraindikasi meliputi penyakit
jantung kongesti, infark jantung yang baru, insufisiensi ginjal, dan kehamilan.(8)

CT Angiografi (CTA)

CTA tidak rutin dilakukan pada pasien denga PSMBA. Tetapi penelitian terbaru
menyatakan bahwa CTA bermanfaat dalam mendeteksi lesi yang tidak ditemukan
via endoskopi.(9)
Asesmen

Untuk skala prognostik digunakan kriteria gejala klinis, laboratorium dan


dan endoskopi untuk menetukan tingkatan pasien dari resiko rendah hingga tinggi
terjadi perdarahan ulang dan mortalitasnya. Skala prognostik digunakan untuk
identifikasi awal dan manajemen yang tepat pada pasien resiko tinggi.

Skor resiko Blatchford adalah stratifikasi resiko yang dapat secara akurat
mengidentifikasi pasien menggunakan variable laboratorium dan klinis. Skor tersedia
0 – 23. Skor 0 mengindikasikan pasien dengan resiko rendah dengan negative
prediktif value 100% tidak terjadi perdarahan ulangan dan perawatan yang dilakukan
adalah rawat jalan serta indikasi endoskopi yang tidak mendesak. Skor 1 atau lebih
identifikasi pasien resiko tinggi dan skor >6 memerlukan intervensi seperti transfuse
darah ataupun endoskopi. meskipun dinilai secara eksternal, skor resiko Blatchford
sangat bermanfaat terutama dlam mengidentifikasi resiko rendah sehingga perhatian
dapat lebih ditekankan pada pasien resiko tinggi (skor 1 – 23).
Skala Rockall (table 1 – 2) membuat kriteria berdasarkan gejala klinis dan
endoskopi dalam memprediksi resiko perdarahan ulang dan mortalitas, dan sudah
diuji di beberapa rumah sakit. System skornya bervariasi 0 – 11, dengan nilai yang
lebih tinggi indikasi resiko tinggi dan skor 2 ataupun kurang indikasi resiko rendah
perdarahan ulang dan kematian. Dibandingkan skala prognostik endoskopi, sistem
Skala Rockall menghasilkan diagnosis yang lebih akurat. Baik Blatchford dan Skala
Rockall berguna untuk prognostic pada pasien dengan PSMBA akut dan mungkin
mengurangi kebutuhan intervensi dini pada pasien resiko rendah perdarahan
ulang.(10)

IV. GAMBARAN LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan meliputi pemeriksaan darah lengkap,


faktor koagulasi, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal. Pemeriksaan darah lengkap
penting untuk menilai derajat kehilangan darah pada pasien dengan perdarahan.
Darah lengkap sebaiknya diperiksa secara berkala selama perdarahan.
Pemeriksaan prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT)
dan International Normalize Ratio (INR) untuk melihat ada tidaknya koagulopati.
Koagulupati yang terjadi dapat karena konsumtiv dan berhubungan dengan
trombositopenia.
Jumlah platelet kurang dari 50 dengan perdarahan akut yang aktif memerlukan
transfuse platelet dan fresh frozen plasma (FFP). Adanya koagulopati bias menjadi
marker adanya penyakit hati lanjut. Protrombin Time (PT) digunakan pada skor
Child-Pugh. Peningkatan aminotransferase level akibat hepatocelular injury.
Peningkatan alkaline fosfatas (ALP) dan gamma-glutamyl transpeptidase adalah
indikasi penyakit hati kolestatik
Perpanjangan PT berdasarkan INR > 1.5 kali berarti terjadi gangguan hati yang
moderat.
Kadar fibrinogen kurang dari 100 mg/dL juga mengindikasikan penyakit hati
lanjut karena berkurangnya fungsi hati. Adanya darah dalam saluran cerna dapat
meningkatkan kadar Blood Urea Nitrogen (BUN). Rasio BUN – kreatinin meningkat
pada pasien PSMBA. Rasio > 36 pada pasien tanpa insufisiensi ginjal diperkirakan
mengalami PSMBA

MANAJEMEN PSMBA

Rekomendasi konsensus internasional untuk manajemen medis pasien nonvariceal


PSMBA, yang diperbarui tahun 2010, termasuk beberapa perubahan. Pasien dengan
hemodinamik yang tidak stabil membutuhkan resusitasi yang adekuat sehingga dapat
mengurangi mortalitas dan morbiditas dengan mengurangi resiko infark jantung.
kolloid ataupun kristaloid harus diberikan untuk memperthankan tekanan darah;
transfuse darah harus dimulai demi mengkompensasi adanya perdarahan, perdarahan
yang banyak, ataupun iskemia jantung. Konsensus menyarankan transfuse darah pada
pasien dengan hb 7 g/dL ataupun lebih rendah; tetapi pada beberapa pasien nilai
tersebut dapat lebih tinggi, yakni pasien usia tua dan pada kasus penyakit penyerta
lainnya. Untuk pasien dengan koagulopati, produk darah yang sesuai harus diberikan.

Endoskopi

Prosedur endoskopi dapat digunakan untuk indikasi prognostik sesuai yang


digambarkan dengan klasifikasi Forrest. Perdarahan yang menyembur dan mengalir
indikasi klas I dan disebut perdarahan akut. Klas II indikatornya pembuluh darah
yang tampak tetapi tidak terjadi perdarahan, adanya klot, dan tampak bekas
perdarahan adalah tanda perdarahan baru. Klas III indikatornya dasar ulkus yang
bersih adalah lesi tanpa perdarahan aktif. Dasar lesi yang bersih dan ulkus yang datar
berarti resiko rendah perdarahan ulang (5% - 10%). Pasien ini diterapi dengan obat-
obatan. Adanya bekuan darah pada dasara ulkus besar kemungkinan terjadi
perdarahan ulang (22%) dan membutuhkan intervensi endoskopi. pasien dengan
pembuluh darah yang kelihatan tapi tidak berdarah atau tidak terjadi perdarahan aktif
bermakna resiko perdarahan yang paling tinggi (43% - 55%), harus segera dikirim ke
ICU untuk perawatan yang tepat.
Intervensi endoskopi adalah metode pilihan untuk mengontrol perdarahan aktif
saluran cerna. Intervensi hemostatik endoskopi secara signifikan mengurangi tingkat
perdarahan ulang, pembedahan dan mortalitas terutama pada pasien PSMBA non
variceal. Intervensi endoskopi bisa digunakan sebagai mono terapi ataupun
dikombinasikan dengan prosedur medis lainnya. Intervensi ini termasuk :
pemasangan klip, injeksi epinefrin, elektrokoagulasi, ligasi, dan terapi laser.

Perdarahan variceal esofagus adalah komplikasi fatal dari penyakit hati terminal.
Mortalitasnya bervariasi ; pada perdarahan pertama perdarahan esofagus berkisar
20% - 35% dan sekitar 30% pada perdarahan ulang. Pada pasien dengan sirosis
dengan gejala muntah darah, pemberian antibiotik diberikan pada awal pengobatan
karena hampir 20% pasien dengan sirosis yang dirawat inap terinfeksi bakteri dan
50% berikutnya akan terinfeksi dari rumah sakit.
BAB II
KESIMPULAN

Perdarahan saluran cerna merujuk pada perdarahan yang terjadi pada saluran
gastrointestinal yang dimulai dari mulut hingga usus besar. Derajat perdarahan memiliki rentang
dari hampir tidak terdeteksi (jumlah darah sangat sedikit) hingga bersifat akut, masif dan
mengancam jiwa.

Perdarahan saluran cerna bagian atas (PSMBA) ; lokasinya antara mulut dan ligamentum
treitz, yakni esofasgus, lambung (gaster), duodenum dan sepertiga proximal jejunum. Gambaran
klinis yang paling sering dari PSMBA ini adalah hematemesis (30% dari semua pasien) dan
/melena (20% dari semua pasien). Sekitar 50%pasien dengan gejala klinis hematemesis dan
melena dan hingga 5% pasien dengan gejala klinis hematochezia, kehilangan darah yang cepat
dan dalam jumlah yang banyak

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan meliputi pemeriksaan darah lengkap, faktor


koagulasi, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Fallah MA, Prakash C, Edmundowicz S: Acute gastrointestinal bleeding. Med Clin North
Am 2000 Sep; 84(5): 1183-208

2. Sung JJ, Chan FK, Chen M, Ching JY, Ho KY, Kachintorn U, et al. Asia Pacific
Working Group consensus on non-variceal upper gastrointestinal bleeding. Gut
2011;60:1170-7.

3. Papatheodoridis GV, Sougioultzis S, Archimandritis AJ. Effect of Helicobacter pylori


and nonsteroidal anti-inflammatory drugs on peptic ulcer disease; a systematic review.
Clin Gastroenterol Hepatol 2006;4:130-42.

4. Capell SM, Friedel D, Initial management of acute upper gastrointestinal bleding : From
initial evaluation up to gastrointestinal endoscopy . Med clin N Am 92;2008:491-509.

5. Erhunwunsee L, Denadayalan SAL. Urgent work up for upper gastrointestinal bleeding;


Gastrointestinal bleeding; A practical Approach to diagnosis and management.2010

6. Forrest JA, Finalyson N and Swarnan DJ. Endoscopy in gastrointestinal bleeding.


Lancet.1974;ii;394-397
7. Concha R, Amaro R, Barkin J, et al. Obscure gastrointestinal bleeding; Diagnostic and
therapeutic approach. J clin gastroentrol.2007;413:242-251.

8. Miller M and Smith YP. Angiographic diagnosis and endovascular management of non
variceal gastrointestinal hemorrhage. Gastroenterol. Clin NA 2005 ; 34 ; 735-752.

9. Ettore GC, Francisco G, Gambba APIcal CT Angiography in Gastrointestinal bleeding of


obscure origin. Am J Roentgenol 1997 ; 168 ; 727-731.
10. Rockall TA, Logan RF, Devlin HB, et al. Risk assessr gastrointestinal hemorrhage. Gut
1997; 38 ; 316-321.

11. Capell MS and Friedel D. Acute non variceal upper gastrointestinal bleeding ; endoscopic
diagnosis and therapy. Med Clin NA 2008 ; 92 ; 511-550.
LAPORAN KASUS

Nama pasien : Ny. MS

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 61 thn

Status perkawinan : Menikah

Suku / Bangsa : Batak

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Jl. Tanjung Pinggir desa pondok sayur pematang siantar

Tanggal Masuk : 25 Maret 2014

Anamnesa

Keluhan Utama : Muntah darah

Telaah : Hal ini dialami os sejak 3 hari yang lalu dengan muntah berwarna merah
kehitaman, volume 200-300 cc/x muntah. Frekuensi 3 -4 x/ hari selama 3 hari
ini. BAB hitam (+) 3 hari ini. Os sebelumnya dirawat di rs luar dan telah
mendapat transfuse darah sebanyak 6 kantung. Riwayat konsumsi obat
penghilang nyeri (+), riwayat konsumsi jamu-jamuan (+). Demam (-), batuk (-
), riwayat DM (-) , riwayat hipertensi (-), BAK (+) normal.

RPT : Tidak jelas

RPO : Tidak jelas


Status Present

Sensorium : CM

Tek. Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 68x/mnt

Respiratory rate : 20 x/mnt

Temp : 36.5 0C

Pemeriksaan Fisik

Kepala

Mata : oedema (-), conjunctiva palpebra inferior pucat (+), sclera icterus (-)

Hidung : Berdarah (-)

Mulut :Gusi bengkak (-), berdarah (-)

Wajah : Oedema (-), Hematoma (-), Purpura (-), Pucat (+), Petechie

Leher : Pembesaran kel Lymph (-), Petechie (-)

Thorax

Inspeksi : Simetris kanan/kiri (+) respiratory rate : 20x / menit, regular (-) ptechie (-)
Purpura (-) Ekimosis (-) Hematoma (-)

Palpasi : Nyeri tekan pada manubrium sterni (-)

Perkusi : batas paru hati : ICR V/VI

Abdomen

Inspeksi : Pelebaran pembuluh vena (-), spider (-) petechie (-), purpura (-) hematoma
(-), membesar (-)

Palpasi : Soepel (+), Undulasi (-) Hepar : Tidak teraba, Limfa : tidak teraba, Ginjal Sulit
dinilai

Auskultasi : peristaltic (+)

Ekstremitas bawah
Inspeksi : Petechie (-), Hematoma (-), purpura (-), ekimosis (-), oedem (-), ikterus (-),
deformitas (-)

Palpasi : Pembesaran kelenjar inguinal (-), nyeri tekan (-)

Ano genital : Tidak dijumpai kelainan

Diagnosa Sementara : PSMBA ec. gastritis erosiva + anemia ec perdarahan

Diagnosa Banding : PSMBA ec. Stress ulcer

ec Ulkus bleeding

Anjuran : Darah Lengkap

Urine rutin
Feses rutin
Fungsi hati
Fungsi ginjal
Elektrolit
Kgd ad random
EKG
Foto thorax

Hasil Laboratorium IGD tgl 25 Maret 2014

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Hb 9.40 11.7 – 15.5

Eritrosit (106/mm3) 3.51 4.20 – 4.87

Leukosit (x 103mm3) 5.25 4.5 – 11.0

Hematokrit (%) 29.30 38 – 44

Trombosit ( x 103mm3) 63 150 – 450

MCV (fl) 83.50 85 – 95

MCH (pg) 26.80 28 – 32


MCHC (g%) 32.10 33 – 35

RDW (%) 16.80 11.6 – 14.8

Hitung Jenis

Neutrofil (%) 70.40 37 – 80

Limfosit (%) 8.80 20 – 40

Monosit (%) 10.90 2–8

Eosinofil (%) 9.70 1–6

Basofil (%) 0.200 0–1

FAAL HEMOSTASIS

PT + INR

WAKTU PROTROMBIN

Kontrol 12.8 detik

Pasien 13.5 detik

INR 1.03

APTT

Kontrol 31.0 detik

Pasien 21.6 detik

Waktu Trombin

Kontrol 14.2 detik

Pasien 17.2 detik

KIMIA KLINIK

Glukosa darah (sewaktu) 103.10 < 200 mg/dl

Ureum 45.60 < 50 mg/dl

Kreatinin 0.88 0.50 – 0.90 mg/dl

Elektrolit

Natrium (Na) 45.6 135 – 155 mEq/L


Kalium 3.6 3.6 – 5.5 mEq/L

Klorida 107 96 – 106 mEq/L

Follow Up tanggal 26 Maret 2014

S : BAB hitam (+)

O: Sens : CM,

TD : 120/80 mmHg,

HR : 68 x/menit,

RR : 20 x/menit,

Temp : 36,5 C

A: PSMBA ec Gastritis Corosiva

DD : 1. PSMBA ec Ulcus Bleeding

2. PSMBA ec Varises bleeding

3. PSMBA ec Sirosis Hepatis

: Anemia ec Perdarahan

DD : 1. Anemia ec Penyakit kronis

2. Anemia ec deff Fe

: Trombositopenia ec Comsumption Coagulapathy

DD : Trombositopenia ec Viral Infection

P: - Tirah baring
- NGT terpasang
- Diet Sonde via NGT
- IVFD NaCl 0.9 % 20 tetes/menit
- Inj. Ozid 40 mg/12 jam (H1)
- Inj. Transamin 500 mg/8 jam
- Paracetamol 500 mg (k/p)
-

Anjuran : - Cek Anemia profil, reticulosit count, Morfologi darah tepi, LFT, HBsAg, Anti HCV, Albumin,

Globulin, INR, FR

- Konsul GEH
- Konsul HOM

Tambahan diagnose : Trombositopenia ec : - intra….

Viral infection
Bleeding Time : 3 menit

Hasil Laboratorium IGD tgl 26 Maret 2014

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Hb 9.30 11.7 – 15.5

Eritrosit (106/mm3) 3.45 4.20 – 4.87

Leukosit (x 103mm3) 3.50 4.5 – 11.0

Hematokrit (%) 28.80 38 – 44

Trombosit ( x 103mm3) 53 150 – 450

MCV (fl) 83.50 85 – 95

MCH (pg) 27.00 28 – 32

MCHC (g%) 32.30 33 – 35

RDW (%) 16.60 11.6 – 14.8

Hitung Jenis

Neutrofil (%) 62.30 37 – 80

Limfosit (%) 12.00 20 – 40


Monosit (%) 11.70 2–8

Eosinofil (%) 13.70 1–6

Basofil (%) 0.300 0–1

FAAL HEMOSTASIS

Ferritin 92.77 ng/mL Adult : 15-300

Besi (Fe/Iron) 32 mg/dL 67-157

TIBC 310 ug/dL D1

IMUNOSEROLOGI

HEPATITIS

HBsAg Negatif Negatif

HEPATITIS C

Anti HCV Negatif Negatif

KIMIA KLINIK

HATI

Billirubin Total 0.42 mg/dL <1

Billirubin Direk 0.23 mg/dL 0-0.2

Fosfatase Alkali (ALP) 67 U/L 35-104

AST/SGOT 32 U/L < 32

ALT/SGPT 17 U/L < 31

Protein Total 6.0 g/dL 6.4-8.3

Albumin 3.0 g/dL 3.4-4.8

Globulin 3.0 g/dL 2.6-3.6

URINALISIS

URINE LENGKAP

Warna Kuning Keruh Kuning

Glukosa Negatif Negatif


Negatif Bllirubin Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

Berat Jenis 1.010 1.005-1.03

pH 7.0 5-8

Protein Negatif Negatif

Urobilinogen Positif

Nitrit Negatif Negatif

Darah Negatif Negatif

SEDIMEN URINE

Eritrosit 0-1 <3

Leukosit 0-2 <6

Epitel 5-7

Casts Negatif Negatif

Kristal Negatif

TINJA

Makroskopik

Warna Coklat

Konsistensi Lembek

Darah Positif Negatif

Lendir Negatif Negatif

Mikroskopik

Telur cacing Negatif Negatif

Amoeba Negatif Negatif

Eritrosit 5-10

Leukosit 1-3
Follow Up tanggal 27 Maret 2014

S : BAB hitam (+)

O : Send : CM, TD : 110/70 mmHg, HR : 76 x/menit, RR : 20 x/menit, Temp : 36,5 C

A : PSMBA ec Gastritis Corosiva

DD : 1. PSMBA ec Ulcus Bleeding

2. PSMBA ec Varises bleeding

3. PSMBA ec Sirosis Hepatis

: Anemia ec Perdarahan

DD : Anemia ec Penyakit kronis

Anemia ec deff Fe

: Trombositopenia ec Comsumption Coagulapathy

DD : Trombositopenia ec Viral Infection

P: - Tirah baring

- NGT terpasang
- Diet Sonde via NGT
- IVFD NaCl 0.9 % 20 tetes/menit
- Inj. Ozid 40 mg/12 jam (H2)
- Inj. Transamin 500 mg/8 jam
- Paracetamol 500 mg (k/p)

Anjuran : USG Abdomen

Gastroscopy

Follow Up GEH

S : BAB hitam (+)

O : Send : CM, TD : 110/70 mmHg, HR : 76 x/menit, RR : 20 x/menit, Temp : 36,5 C

A : PSMBA ec Gastritis Corosiva + Anemia ec Perdarahan

DD : 1. PSMBA ec Ulcus Bleeding DD : Anemia ec Penyakit kronis


2. PSMBA ec Varises bleeding Anemia ec deff Fe

3. PSMBA ec Sirosis Hepatis

: Trombositopenia ec Comsumption Coagulapathy

DD : Trombositopenia ec Viral Infection

P: - Tirah baring
- Diet M2
- IVFD NaCl 0.9 % 20 tetes/menit
- Inj. Ozid 40 mg/12 jam (H1)
- Inj. Transamin 500 mg/8 jam
- Paracetamol 500 mg (k/p)
- Terapi lain sesuai ruangan

Anjuran : - LFT Lengkap


- USG Abdomen
- Gastroscopy

Laporan Endoskopi : - Varises Esofagus (+) F1, L1, CB (+), CRS (+)

Mukosa Lambung Hiperemis (Gastritis Antrum)

Laporan USG Abdomen : Sirosis Hepatis stadium Decompensata

Laporan Hasil Foto toraks PA : Atherosclerosis Aorta + Dilatasi Aorta

Follow Up tanggal 28 Maret 2014

S : BAB hitam (-)

O : Send : CM, TD : 120/70 mmHg, HR : 72 x/menit, RR : 20 x/menit, Temp : 35,8 C

A : SH Stad DC + Post PSMBA ec Varises bleeding + Anemia ec Perdarahan

P: - Tirah baring
- Diet M2
- IVFD NaCl 0.9 % 20 tetes/menit
- Inj. Ozid 40 mg/12 jam (H3)
- Propanolol 2 x 10 mg
- Spirinoloacton 1 x 100 mg
- Sistenol 500 mg (k/p)
Anjuran : Ligasi Varises oesophagus
+ IVFD D5 % 10 tetes/menit

Follow Up tanggal 29 Maret 2014

S : BAB hitam (-)

O : Send : CM, TD : 120/70 mmHg, HR : 72 x/menit, RR : 20 x/menit, Temp : 35,8 C

A : SH Stad DC + Post PSMBA ec Varises bleeding + Anemia ec Perdarahan

P: - Tirah baring
- NGT terpasang
- Diet M2
- IVFD D 5% 10 tetes/menit
- Inj. Ozid 40 mg/12 jam (H3)  off
- Propanolol 2 x 10 mg
- Spirinoloacton 1 x 100 mg
(+) Ciprofloksasin 2 x 500 mg

Pasien PBJ Tanggal 29 Maret 2014

Anda mungkin juga menyukai