oleh:
Bayu R. Sanjaya 1406594410
Fahrul Islam 1406520702
Mayumi Nitami 1406521005
Puri Wulandari 1406595086
Sifa Fauzia 1406521346
PENDAHULUAN
Indonesia secara geografis dan demografis rentan terhadap terjadinya bencana alam
dan bencana non alam, termasuk potensi bencana akibat konflik sosial. Kejadian bencana
mengakibatkan korban bencana harus mengungsi dengan segala keterbatasan. Kondisi ini
dapat berdampak pada perubahan status gizi korban bencana khususnya kelompok rentan
yaitu bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lanjut usia (Kemenkes RI, 2012)
Dampak akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai sarana
dan prasarana fisik seperti permukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum dan sarana
transportasi serta fasilitas umum lainnya. Salah satu permasalahan yang sampai saat ini
masih dihadapi dalam upaya penanggulangan bencana terutama untuk memenuhi
kebutuhan dasar bagi masyarakat dan korban bencana adalah kebutuhan pangan,
khususnya yang terkait dengan pemenuhan nilai gizi yang memenuhi standar
minimal terutama pada kelompok rentan akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan,
terputusnya jalur distribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan sanitasi lingkungan
yang buruk (Kemenkes RI, 2012).
1.3 Tujuan
Mengetahui dan memahami upaya penanganan dan pengamanan ketersedian pangan saat
bencana
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pra Bencana
Penanganan gizi pada pra bencana pada dasarnya adalah kegiatan antisipasi terjadinya
bencana dan mengurangi risiko dampak bencana. Kegiatan yang dilaksanakan antara
lain sosialisasi dan pelatihan petugas seperti manajemen gizi bencana, penyusunan
rencana kontinjensi kegiatan gizi, konseling menyusui, konseling Makanan Pendamping
Air Susu Ibu (MP-ASI), pengumpulan data awal daerah rentan bencana, penyediaan
bufferstock MP-ASI, pembinaan teknis dan pendampingan kepada petugas terkait
dengan manajemen gizi bencana dan berbagai kegiatan terkait lainnya.
Situasi keadaan darurat bencana terbagi menjadi 3 tahap, yaitu siaga darurat, tanggap
darurat dan transisi darurat.
1) Siaga Darurat
Siaga darurat adalah suatu keadaan potensi terjadinya bencana yang ditandai
dengan adanya pengungsi dan pergerakan sumber daya. Kegiatan penanganan gizi
pada situasi siaga darurat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dapat
dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat.
2) Tanggap Darurat
a. Memberikan makanan yang bertujuan agar pengungsi tidak lapar dan dapat
mempertahankan status gizinya.
a) Tempat pengolahan
c) Petugas pelaksana
f) Cara mengolah
g) Cara distribusi
C) Menghitung proporsi status gizi balita kurus (BB/TB <-2SD) dan jumlah ibu
hamil dengan risiko KEK (LILA <23,5 cm).
a. Situasi Serius (Serius Situation), jika prevalensi balita kurus ≥15% tanpa
faktor penyulit atau 10-14,9% dengan faktor penyulit. Pada situasi ini
semua korban bencana mendapat ransum dan seluruh kelompok rentan
terutama balita dan ibu hamil diberikan makanan tambahan (blanket
supplementary feeding).
c. Situasi Normal, jika prevalensi balita kurus <10% tanpa faktor penyulit
atau <5% dengan faktor penyulit maka dilakukan penanganan penderita
gizi kurang melalui pelayanan kesehatan rutin.
Apabila ditemukan balita sangat kurus dan atau terdapat tanda klinis gizi
buruk segera dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan untuk mendapat
perawatan sesuai Tatalaksana Anak Gizi Buruk.
a. Khusus anak yang menderita gizi kurang perlu diberikan makanan tambahan
disamping makanan keluarga, seperti kudapan/jajanan, dengan nilai
energi350 kkal dan protein 15 g per hari.
d. Pemberian vitamin A biru (100.000 IU) bagi bayi berusia 6-11 bulan; dan
kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak berusia 12-59 bulan, bila
kejadian bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian
kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka balita tersebut tidak
dianjurkan lagi mendapat kapsul vitamin A.
3) Transisi Darurat
Transisi darurat adalah suatu keadaan sebelum dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Kegiatan penanganan gizi pada situasi transisi darurat disesusaikan dengan situasi dan
kondisi yang ada, dapat dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat.
3. Pasca Bencana
Pada program bantuan pangan selama bencana, diperlukan adanya proritas dalam
managemen bantuan pangan. Program bantuan pangan tersebut menurut PAHO (tanpa
tanggal) diantaranya :
2. Membuat perkiraan awal kebutuhan pangan penduduk yang terkena bencana, dengan
mempertimbangkan karakteristik demografis.
3. Mengidentifikasi stok pangan, (stok makanan di tempat lain di negeri ini, organisasi
bantuan makanan, dll), transportasi, penyimpanan, dan distribusi.
4. Menjamin keamanan dan kesesuaian makanan lokal dan persediaan makanan yang
diterima.
5. Memantau situasi pangan dan gizi, sehingga pasokan dan penjatahan makanan dapat
dimodifikasi sesuai dengan perubahan kondisi.
Makanan harus menjadi bagian dari pola pangan penduduk. Jumlah makanan
dalam ransum harus tergantung pada tahap krisis dan sumber daya yang tersedia.Untuk
periode minggu atau bahkan bulan, dan sementara korban tergantung secara eksklusif atau
hampir secara eksklusif pada bantuan pangan, jatah pangan harus bertujuan untuk
menyediakan 1.700-2.000 Kcal per orang/hari. Pada kelompok penduduk yang berisiko
kekurangan gizi, diberikan 3 atau 4 kg makanan per orang per minggu. Yang penting
pada tahap ini adalah memberikan jumlah makanan yang cukup energi, bahkan jika itu
bukan diet seimbang. Untuk waktu singkat 1700 Kcal harian akan mencegah kerusakan
parah status gizi, dan kelaparan (PAHO, tanpa tanggal).
4. Jatah mentah (makanan) diberikan selama periode waktu tertentu (misalnya selama
seminggu).
2.3 Keamanan pangan
Jumlah ketersediaan pangan dalam bencana mempunyai faktor risiko yang berasal
dari karakteristik agronomi (hasil produk pertanian), sistem agraria (metode bertani,
teknologi pertanian, kepemilikan lahan) dan merupakan faktor struktural serta faktor
situasional seperti musim, dan dinamika ekonomi (ketersediaan bibit, pupuk, alat
pertanian, stok pangan, harga pangan), berlaku pula pada produk peternakan, dan
perikanan (Purwana, 2011).
Kualitas makanan harus dijamin keamanannya mulia dari tahap produksi, seperti
bebas pestisida, bahan kimia beracun, bakteri patogen, hormon, toksin, dan parasit.
Kontaminasi pada tahap ini dapat menyebabkan masalah pada konsumen, yaitu korban
bencana (Purwana, 2011).
2. Pengawas dapur umum, koki dan personil tambahan harus dilatih dalam kebersihan
pribadi dan prinsip persiapan makanan yang aman.
3. Pengawas dapur umum harus dilatih untuk dapat mengenali potensi bahaya dan
menerapkan langkah-langkah keamanan pangan yang tepat; kebersihan pribadi personel
yang terlibat dalam persiapan makanan harus dipantau.
4. Petugas dan relawan menyiapkan makanan tidak boleh menderita sakit dengan salah
satu gejala berikut: sakit kuning, diare, muntah, demam, sakit tenggorokan (demam),
tampak terinfeksi lesi kulit (bisul, luka, dll), atau keluarnya cairan dari telinga, mata
atau hidung.
5. Harus ada petugas kebersihan untuk menjaga dapur dan sekitarnya bersih; mereka harus
terlatih dan pekerjaan mereka diawasi dan harus ada fasilitas yang memadai untuk
limbah pembuangan.
6. Air dan sabun harus disediakan untuk kebersihan pribadi, dan deterjen untuk
membersihkan peralatan dan permukaan yang juga harus dibersihkan dengan air
mendidih atau agen pembersih, misalnya pemutih.
7. Makanan harus disimpan dalam wadah yang akan mencegah kontaminasi oleh hewan
pengerat, serangga, atau lainnya hewan
Banyak bakteri tidak menyebabkan penyakit, namun bakteri patogen tersebar luas
pada tanah, air, hewan, dan manusia. Bakteri tersebut disebarkan melalui tangan, kain
pengelap, dan perkakas dapur. Jika makanan dan bakteri bersentuhan, maka akan
mencemari makanan dan mengakibatkan keracunan makanan. Langkah-langkah dalam
menjaga kebersihan pangan (WHO, 2006) antara lain:
Makanan mentah seperti daging, hasil olahan ayam, dan makanan laut serta sisa air
dan lendirnya mengandung bakteri berbahaya yang bisa mencemari makanan lain saat
penyediaan dan penyimpanan makanan. Langkah-langkah dalam memisahkan makanan
mentah dari makanan matang antara lain:
1. Memisahkan makanan mentah seperti ayam, daging, dan makanan laut daripada
makanan yang telah dimasak
2. Menggunakan perkakas dapur yang berbeda seperti pisau dan talenan untuk
menyediakan makanan mentah
2. Suhu didih untuk makanan yang direbus harus mencapai suhu 70oC. Bagi daging dan
hasil ayam, pastikan air rebusan terlihat jernih dan bukan berwarna merah jambu.
Sebaiknya gunakan termometer masak untuk mengukur suhu.
Pada suhu kamar, bakteri akan bereproduksi dengan cepat. Pertumbuhan bakteri
akan melambat atau terhenti pada suhu dibawah 5oC atau lebih dari 60oC. Langkah-
langkah peyimpanan makanan pada suhu aman antara lain:
1. Jangan meletakkan makanan lebih dari dua jam pada suhu kamar
2. Simpan makanan yang telah dimasak namun cepat rusak pada lemari pendingin (simpan
pada suhu di bawah 5oC).
Bahan mentah termasuk air dan es dapat terkontaminasi oleh bakteri patogen dan
bahan kimia berbahaya. Racun dapat terbentuk dari makanan yang rusak dan berjamur.
Memilih bahan baku dan pelakuan sederhana seperti mencuci dan mengupas kulitnya
dapat mengurangi pencemaran makanan. Langkah-langkah penggunaan air dan bahan
baku aman antara lain:
1. Gunakan air yang bersih atau telah diberi perlakuan agar air aman.
3. Pilihlah cara pengolahan yang menghasilkan makanan yang aman, seperti susu yang
telah dipasteurisasi.
2. Sedikit atau tidak perlu dimasak (makanan yang mudah dikonsumsi), tidak perlu
pendingin, atau air
3. Memenuhi kebutuhan bayi atau anggota keluarga lain yang memiliki diet khusus
5. Makanan tidak asin atau pedas, karena makanan ini meningkatkan kebutuhan air
minum, yang mungkin dalam suplai air minum sedikit
1. Bencana dapat dengan mudah mengganggu pasokan makanan setiap saat, jadi perlu
perencanaan untuk memiliki suplai makanan minimal 3 hari.
2. Makanan kaleng dan makanan kering akan tetap segar selama 2 tahun.
4. Jauhkan makanan dari produk minyak bumi, seperti bensin, minyak, cat, dan pelarut.
Beberapa produk makanan menyerap bau dari produk minyak bumi tersebut..
5. Lindungi makanan dari tikus dan serangga. makanan yang disimpan dalam kotak atau
kertas karton dapat bertahan lebih lama jika dibungkus dengan tebal atau disimpan
dalam wadah kedap udara.
6. Berikan tanggal pada semua item makanan. Gunakan dan ganti makanan sebelum
kehilangan kesegaran.
Menyiapkan makanan setelah bencana atau keadaan darurat mungkin sulit karena
kerusakan rumah dan hilangnya suplai listrik, gas, dan air. Ketersediaan peralatan berikut
akan membantu untuk menyiapkan makanan dengan aman (CDC, 2014) :
1. Peralatan memasak
5. Aluminium foil
7. Bahan bakar untuk memasak, seperti arang. (Jangan membakar arang di dalam ruangan
karena asap yang dihasilkan dapat mematikan bila terkonsentrasi di dalam ruangan).
1. Letak Dapur Umum dekat dengan posko atau penampungan supaya mudah dicapai atau
dikunjungi oleh korban
2. Lokasi atau tempat pendistribusian yang aman dan mudah dicapai oleh korban
3. Waktu pendistribusian yang kosisten dan tepat waktu, misalnya dilakukan 2 kali
sehari,makan pagi/siang dilaksanakan jam 10.00 s/d 12.00 wib, makan sore/malam jam
16.00 s/d 17.00 wib
4. Pengambilan jatah seyogyanya diambil oleh kepala keluarga atau perwakilan sesuai
dengan kartu distribusi yang sah
5. Pembagian makanan bisa mengunakan daun, piring, kertas atau sesuai dengan
pertimbangan aman, cepat, praktis, dan sehat.
Nomor dapur :……………………………………………….
Nomor kode DU :……………………………………………….
Nama kepala keluarga:………………………………………….........
Jumlah jiwa :………………………………………………
Alamat/lokasi/pos :……………………………………………....
1. Penyelengaraan Dapur Umum PMI dilaksanakan pada situasi jika tidak memungkinkan
diberikan bantuan bahan mentah
2. Sampai dengan hari ketiga adalah untuk memberikan bantuan makanan kepada seluruh
korban bencana yang dilaporkan
3. Untuk hari keempat sampai dengan ketujuh pemberian bantuan makanan sudah dapat
dimulai dengan selektif; bantuan makanan hanya diberikan kepada korban yang benar-
benar membutuhkan
4. Apabila setelah tujuh hari ternyata korban bencana belum dapat menjalankan fungsi
sosialnya seperti semula dan masih memerlukan bantuan, pemberian bantuan
berikutnya diusahakan dalam bentuk bahan mentah yang sesuai dengan prisip bantuan
PMI
5. Bantuan dari PMI diberikan dalam bentuk tahap darurat paling lama berlangsung selama
14 hari, jika situasi dan kondisi masih dalam keadaan darurat dan disertai dukungan
sarana dana yang memadai, atas permintaan dan sesuai kemampuan PMI, pemberian
bantuan dapat melampaui masa 14 hari tersebut.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ketika terjadi bencana, perlua ada bantuan pangan. Bantuan pangan bertujuan
untuk mencegah kekurangan gizi pada penduduk yang terkena bencana. Selain bantuan
pangan, perlu adanya managemen suplai makanan untuk memastikan keamanan dan
mencegah penularan penyakit melalui makanan.
CDC. 2014. Food and Water: Preparing for a Disaster or Emergency. Diunduh pada
tanggal 2 Maret 2015 dari
http://www.emergency.cdc.gov/disaster/foodwater/prepare.asp
Kemenkes RI. 2012. Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana. Direktorat
Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Nurhayati. Tanpa tanggal. Konsep Dasar, Klasifikasi dan Karakteristik Katering Pelayanan
Lembaga. Diunduh pada tanggal 1 Maret 2015 dari
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUAR
GA/196710051993022-AI_NURHAYATI/Handout_1._KPL.pdf
PAHO. Tanpa tanggal. Food and Nutrition in Disasters. Diunduh pada tanggal 3 Maret
2015 dari
http://www.paho.org/disasters/index.php?option=com_content&view=article&id=
553%3Anutrition-and-food-safety-in-emergency-situations-
incap&Itemid=663&lang=en
WHO. 2005. Ensuring Food Safety in the Aftermath of Natural Disasters. Diunduh pada
tanggal 2 Maret 2015 dari
http://www.searo.who.int/entity/emergencies/documents/guidelines_for_health_e
mergency_fsadvice_tsunami.pdf
http://alumnipmrsmkn1garut.blogspot.com/2012/03/dapur-umum.html di akses
tanggal 3 Maret 2015 pukul 11.48 wib.