Anda di halaman 1dari 28

BAB I

LAPORAN KEGIATAN PENKES KESEHATAN GIGI


PADA ANAK USIA SEKOLAH

1. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan secara
keseluruhan. Kesehatan gigi juga merupakan salah satu komponen kesehatan secara
menyeluruh dan tidak tidak dapat diabaikan terutama pada tingkat sekolah dasar
(Depkes RI, 2004, cit. Pahrurrazi, 2009). Masa anak usia sekolah merupakan masa
untuk meletakkan landasan kokoh bagi terwujudnya manusia yang berkualitas dan
kesehatan merupakan faktor penting yang menentukan kualitas sumber daya manusia
(Depkes RI, 1996).

Penyakit gigi dan mulut sangat mempengaruhi derajat kesehatan, proses tumbuh
kembang, bahkan masa depan anak. Anak-anak menjadi rawan kekurangan gizi
karena rasa sakit pada gigi dan mulut menurunkan selera makan mereka. Kemampuan
belajar anak pun akan menurun sehingga akan berpengaruh pada prestasi belajar
(Zatnika, 2009). Tingginya angka caries dan rendahnya status kebersihan mulut
merupakan permasalahan kesehatan gigi dan mulut yang sering dijumpai pada
kelompok usia anak.

Gigi merupakan organ yang penting bagi manusia, karena awal dari proses
pencernaan berasal dari mulut dengan bantuan gigi untuk menghaluskan makanan
yang masuk. Kerusakan yang terjadi pada gigi dapat mempengaruhi organ tubuh lain,
dan menyebabkan terganggunya aktivitas sehari – hari. Faktor – faktor yang
menyebabkan kerusakan gigi dapat berasal dari makanan, minuman, ataupun
lingkungan. Beberapa orang berpendapat bahwa makanan atau minuman yang
dikonsumsi tidak akan berbahaya bagi kesehatan gigi. Tetapi setelah di telusuri lebih
jauh, hal kecil seperti itu justru menjadi alasan terbesar terjadinya kerusakan pada gigi
seperti karies gigi atau gigi berlubang.

Karies gigi (gigi berlubang) merupakan hal yang paling sering di rasakan, baik bagi
orang dewasa maupun anak – anak. Tetapi pada umumnya, penyakit ini menyerang
sebagian besar anak – anak. Penyebabnya adalah kebiasaan anak – anak
1
mengkonsumsi makanan yang manis, dan tidak langsung membersihkan mulut. Selain
masalah di atas, kerusakan gigi pada anak – anak juga dapat disebabkan karena
kesibukan orang tua dan kurangnya perhatian orang tua mengenai perawatan gigi
yang baik pada anak. Hal ini didukung kurangnya pengetahuan orang tua dalam
memberikan pengarahan tentang bagaimana cara menyikat gigi dengan benar.

WHO (1995, cit. Departemen Kesehatan RI, 2008) memiliki target pencapaian gigi
sehat yaitu 90% anak umur 5 tahun bebas karies serta tingkat keparahan kerusakan
gigi (indeks DMF-T) pada anak umur 12 tahun sebesar 1. Oleh karenanya program
promotif dan preventif lebih ditekankan dalam penanggulangan masalah kesehatan
gigi. Indicator lain dinyatakan oleh Departemen Kesehatan (2000) yaitu untuk target
tahun 2010 indeks DMF-T anak kelompok usia 12 tahun ≤ 2, dan PTI (Performed
Treatment Indeks) sebesar 20%. Indikator ini menggambarkan motivasi anak untuk
menumpatkan giginya dalam upaya mempertahankan gigi permanennya.

Hasil Riskesdas (2007) melaporkan bahwa prevalensi caries gigi di Indonesia adalah
sebesar 45,5 dengan penjabaran prevalensi karies untuk kelompok usia 12 tahun
sebesar 36,1% dengan DMF-T 0,91, kelompok usia 35-44 tahun prevalensi caries
gigi mencapai 80,5 dengan DMF-T 4,46 sedangkan usia di atas 65 tahun dengan
prevalensi karies sebesar 94,4% dan DMF-T 18,33. Data tersebut menunjukkan
bahwa prevalensi karies cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya umur
yang berarti adanya kecenderungan penurunan status kesehatan gigi dengan
meningkatnya umur. Maka perlu dilakukan tindakan pencegahan dan perawatan
sedini mungkin (Sriyono, 2009).

Kegiatan pengumpulan data yang dilakukan mulai tanggal 21 Juni-23 Juni 2019 yang
dilakukan di Kp Ranca Waru RW 008 Desa Sukamekarsari Kec kalang Anyar
menunjukkan jumlah seluruh anak usia sekolah 6-12 tahun berjumlah 80 anak. Dari
hasil sampling 40 anak didapatkan 19 anak mengalami gigi berlubang dan hitam. Hal
ini mungkin diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan tentang cara menggosok gigi
yang baik dan benar pada anak usia sekolah yang berada di Kp Ranca Waru RW 008
Desa Sukamekarsari Kec kalang Anyar. Selain akibat dari kurangnya pengetahuan
tentang cara menggosok gigi yang baik dan benar, faktor makanan yang sering
dikonsumsi oleh anak usia sekolah juga berpengaruh terhadap kesehatan gigi pada
2
anak. Jenis makanan yang dikonsumsi tidak disertai dengan kebiasaan menggosok
gigi setelah mengkonsumsi juga dapat memicu terjadinya gigi berlubang.

2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dilakukan upaya promosi dan prevensi
kesehatan dengan mengadakan kegiatan penyuluhan Kesehatan Gigi tentang caries
gigi dan cara menggosok gigi dengan benar, di Kp. Rancawiru Rw 008 Rt 001 dan Rt
002 Desa Sukamekarsari Kecamatan Kalanganyar Kabupaten Lebak tahun 2019.

3. Tujuan
a. Tujuan Umum :
Setelah dilakukan penyuluhan tentang caries gigi dan cara menggosok gigi, seluruh
anak usia sekolah di Kp Ranca Waru RW 008 Desa Sukamekarsari Kec kalang
Anyar mengetahui cara menggosok gigi yang baik dan benar.
b. Tujuan Khusus :
a. Kognitif
1) Anak mampu memelihara kesehatan gigi dan mulut
2) Anak mampu mempraktekan cara menggosok gigi yang benar
3) Anak mampu mengetahui tujuan menggosok gigi
4) Anak mampu mengetahui waktu menyikat gigi yang tepat.
5) Anak mengetahui waktu yang tepat untuk melakukan menggosok gigi
6) Anak mampu menjelaskan pengertian karies gigi dengan benar.
7) Anak mampu menjelaskan akibat gigi berlubang
8) Anak mampu menyebutkan pencegahan karies gigi dengan benar.
9) Anak mampu menyebutkan cara penanggulangan gigi berlubang
b. Afektif
Anak bersedia melakukan pencegahan dan perawatan gigi.
c. Psikomotorik
Anak mampu mempraktekkan cara menggosok gigi dengan benar.
4. Rancangan Kegiatan
1. Topik
Pendidikan Kesehatan Caries Gigi dan Cara Menggosok Gigi dengan Benar

3
2. Sasaran
Anak usia sekolah dasar di Kp Ranca Waru RW 008 Desa Sukamekar Sari Kec
kalang Anyar berjumlah 30 orang
3. Media
 Video
 LCD
 Leaflet
 Pantom Gigi
 Sikat Gigi
 Pasta Gigi
 Gelas kumur
 Tissue
4. Metode
 Ceramah dan presentasi
 Pemutaran video
 Tanya jawab
 Demonstrasi
5. Waktu dan Tempat
Hari/tanggal : Jumat, 05 Juli 2019
Waktu : Pukul 15.00-16.00 WIB
Tempat : Rumah Kader Ibu Bayi di Rt/Rw 002/008 Desa
Sukamekarsari Kecamatan Kalanganyar Kabupaten Lebak.

5. Setting Tempat

4
KETERANGAN :

= Peserta

= Fasilitator

= Pembawa Acara

= Co Leader

= Leader

= Presenter

= Observer

= Pembimbing

6. Pengorganisasian kegiatan ( Mahasiswa Stikes Pertamedika)


1. Pembimbing : Rian Agus Setiawan, S.Kep., Ns
2. Leader : Suwandi
Tugas :
a. Menyiapkan proposal penyuluhan
b. Menyiapkan tujuan dan peraturan sebelum kegiatan dimulai
c. Memberikan reinforcement positif terhadap peserta
d. Menetralisir bila masalah timbul dalam kegiatan
3. Co Leader : Agustiadi Fahri B dan Nelly Suspriyaningsih
Tugas :
a. Membantu leader selama jalannya kegiatan
5
b. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader
c. Mengingatkan leader tentang waktu dan apabila terjadi penyimpangan rencana
kegiatan
4. Fasilitator : Sri Rahayu, Elly Nuraeni, Feni Feriawati, Ila Fadilah, Toton
Hartono, Ida Farida, Amelia, Iis Setiasih, Ulfah Masfufah
Tugas :
a. Menyediakan fasilitas selama kegiatan berlangsung
b. Membantu leader memfasilitasi peserta untuk berperan aktif dalam kegiatan
5. Observer : Aisyah, Yulianti
Tugas :
a. Mengobservasi jalannya proses kegiatan
b. Mencatat perilaku verbal dan non verbal peserta selama kegiatan berlangsung
6. Dokumentasi : Asep Purkoni dan Rifki Agus Irawan
Tugas :
a. Mendokumentasikan selama acara berlangsung
7. Pembawa Acara : Rina Nurfitasari
Tugas :
a. Mengatur acara selama pelaksanaan kegiatan
b. Membuka dan menutup kegiatan
8. Presenter : Elti Septriani
Tugas :
a. Bertanggung jawab untuk mempresentasikan atau memaparkan isi, maksud
dan tujuan penyuluhan

7. Susunan Acara
WAKTU ACARA PENANGGUNGJAWAB
15.00 – 15.05 Acara Pembukaan Pembawa acara
15.05 – 15.20 Pelaksanaan/ penyampaian Materi Panita
15.20– 15.30 Evalusi Panitia
Tanya jawab
15.30 – 15.55 Demonstrasi cara menggosok gigi Panitia
dengan benar
15.55-16.00 Penutup Panitia

6
8. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Persiapan (Struktural)
a. Peserta penyuluhan hadir ke tempat penyuluhan
b. Tempat penyelenggaraan penyuluhan telah disiapkan
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya.
d. Persiapan media: Infocus, leaflet, phantom gigi, sikat gigi, pasta gigi, gelas
kumur, handuk kecil, video pembelajaran
e. Persiapan materi: materi disiapkan dalam bentuk makalah, ditulis, dan
dibuatkan leaflet dengan ringkas, menarik, lengkap mudah dimengerti oleh
sasaran penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
a. Anak - anak datang dalam penyuluhan
b. Anak - anak memperhatikan penjelasan penyuluh
c. Media dapat digunakan secara efektif
d. Pendidikan kesehatan dapat dilaksanakan sesuai waktu yang ditentukan
e. Anak - anak dapat mengikuti penyuluhan sampai selesai
3. Evaluasi Hasil
a. Kognitif
 Anak mampu memelihara kesehatan gigi dan mulut.
 Anak mampu mempraktekan cara menggosok gigi yang benar.
 Anak mampu mengetahui tujuan menggosok gigi.
 Anak mampu mengetahui waktu menyikat gigi yang tepat.
 Anak mengetahui waktu yang tepat untuk melakukan menggosok gigi.
 Anak mampu menjelaskan pengertian karies gigi dengan benar.
 Anak mampu menjelaskan akibat gigi berlubang.
 Anak mampu menyebutkan pencegahan karies gigi dengan benar.
 Anak mampu menyebutkan cara penanggulangan gigi berlubang.
b. Afektif
Anak bersedia melakukan pencegahan dan perawatan gigi.
c. Psikomotorik
Anak mampu mempraktekkan cara menggosok gigi dengan benar.

7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. Materi Penyuluhan
A. Pengertian Kesehatan Gigi
Menjaga kesehatan gigi dan mulut sejak dini penting untuk anak-anak karena
kesehatan pada anak merupakan faktor penting dalam pertumbuhannya dan
perkembangan anak itu sendiri.
Menurut pernyataan dari Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), kesehatan adalah
keadaan fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara lengkap dan bukan hanya
sekedar tidak mengidap penyakit atau kelemahan.
Kesehatan gigi dan mulut adalah suatu keadaan dimana gigi dan mulut berada dalam
kondisi bebas dari adanya bau mulut, kekuatan gusi dan gigi yang baik, tidak adanya
plak dan karang gigi, gigi dalam kadaan putih dan bersih serta memliki kekuatan yang
baik.

a. Manfaat Menjaga Kebersihan Gigi


1. Agar terhindar dari kerusakan gigi
2. Dapat memelihara gigi dengan baik
b. Menyikat gigi yang benar
1. Waktu menyikat gigi : menyikat gigi sebaiknya dilakukan pada saat setelah
makan pagi dan menjelang tidur pada malam hari. Setelah sarapan pagi
Sebelum tidur malam
2. Lamanya menyikat gigi dianjurkan selama 3-5 menit.

3. Menggunakan pasta gigi yang mengandung flour.

4. Cara menyikat gigi


1) Permukaan luar
Bulu sikat membentuk sudut 45 derajat, dimulai dari batas antara gusi
dengan gigi lalu lakukan gerakan memutar perlahan.

8
2) Permukaan dalam
Sikat gigi di arahkan ke atas dan gunakan ujung bulu sikat untuk
membersihkan bagian dalam, gigi depan bawah dan kebalikan untuk gigi
depan atas. Untuk gigi belakang permukaan dalam dibersihkan dengan
cara yang sama dengan membersihkan permukaan dalam dibersihkan
dengan cara yang sama dengan membersihkan permukaan luar.

3) Permukaan atas
Permukaan oklusal (atas gigi) dibersihkan dengan gerakan maju mundur.
Jangan lupa sikat juga permukaan lidah

c. Penyebab gigi rusak


a. Makan dan minum panas dan dingin secara bergantian dalam satu waktu,
b. Tidak membersihakan gigi setelah makan gula, coklat, cuka

9
d. Akibat bila tidak rajin sikat gigi
a. Bau mulut

b. Gigi berlubang

c. Sakit gigi

e. Perawatan yang baik untuk gigi


a. Sikat gigi setelah makan dan sebelum tidur
b. Menghindari hal-hal yang merusak gigi
c. Periksa ke dokter gigi setiap 6 bulan

B. Karies gigi
1. Pengertian Karies Gigi
Karies gigi adalah suatu proses penghancuran setempat jaringan kalsifikasi yang
dimulai pada bagian permukaan gigi melalui proses dekalsifikasi lapisan email gigi
yang diikuti oleh lisis struktur organik secara enzimatis sehingga terbentuk kavitas
(lubang) yang bila
didiamkan akan menembus email serta dentin dan dapat mengenai bangian pulpa
(Dorland, 2010).
Karies gigi merupakan proses kerusakan gigi yang dimulai dari enamel terus ke
dentin. Proses tersebut terjadi karena sejumlah faktor (multiple factors) di dalam
rongga mulut yang berinteraksi satu dengan yang lain. Faktor-faktor tersebut meliputi
faktor gigi,
mikroorganisme, substrat dan waktu (Chemiawan, 2004).

10
Karies gigi adalah suatu proses kronis, regresif yang dimulai dengan larutnya mineral
email, sebagai akibat terganggunya kesimbangan antara email dan sekelilingnya yang
disebabkan oleh pembentukan asam microbial dari substrat (medium makanan bagi
bakteri) yang dilanjutkan dengan timbulnya destruksi komponen-komponen organic
yang akhirnya terjadi kavitas (pembentukan lobang) (Kennedy, 2002)
Menurut Martariwansyah 2008, Gigi berlubang atau karies adalah penyakit jaringan
keras gigi akibat aktivitas bakteri sehingga terjadilah (melunaknya) jaringan keras gigi
yang diikuti terbentuknya saliva (rongga). Bakteri tersebut mampu meragikan gula
dalam karbohidrat sehingga menghasilkan asam yang dapat menurunkan pH rongga
mulut.
Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan
demineralisasi permukaan gigi terus membesar. Kesimpulannya, karies gigi atau gigi
berlubang hanya terjadi jika semua faktor tersebut saling mempengaruhi seperti
bakteri, gula, waktu dan juga gigi.
2. Patofisiologi Karies Gigi
Karies gigi bisa terjadi apabila terdapat empat faktor utama yaitu gigi, substrat,
mikroorganisme, dan waktu. Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa
dan glukosa yang dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga
pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam tempo 3-5 menit. Penurunan pH yang
berulang-ulang dalam waktu tertentu mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi
(Kidd, 2012).
Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan gigi. Plak terbentuk
dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti musin, sisa-sisa sel jaringan
mulut, leukosit, limposit dan sisa makanan serta bakteri. Plak ini mula-mula
terbentuk, agar cair yang lama kelamaan menjadi kelat, tempat bertumbuhnya bakteri
(Suryawati, 2010).
Selain karena adanya plak, karies gigi juga disebabkan oleh sukrosa (gula) dari sisa
makanan dan bakteri yang menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam
laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan
demineralisasi email yang berlanjut menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan
demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum
sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam
proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi
sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang
11
makroskopis dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai, yang terlihat hanya
lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan
membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima
(lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin
merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru setelah terjadi
kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam,
tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit,
dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan lima (Suryawati, 2010).
Patofisiologi karies gigi menurut Miller, Black dan William adalah awalnya asam ( )
terbentuk karena adanya gula (sukrosa) dan bakteri dalam plak (kokus). Gula
(sukrosa) akan mengalami fermentasi oleh bakteri dalam plak hingga akan terbentuk
asam ( ) dan dextran. Desxtran akan melekatkan asam ( ) yang terbentuk pada
permukaan email gigi. Apabila hanya satu kali makan gula (sukrosa), maka asam ( )
yang terbentuk hanya sedikit. Tapi bila konsumsi gula (sukrosa) dilakukan berkali-
kali atau sering maka akan terbentuk asam hingga pH mulut menjadi ±5 (Chemiawan,
2004).
Asam ( ) dengan pH ±5 ini dapat masuk ke dalam email melalui ekor enamel port
(port d’entre). Tapi permukaan email lebih banyak mengandung kristal fluorapatit
yang lebih tahan terhadap serangan asam sehingga asam hanya dapat melewati
permukaan email dan akan masuk ke bagian bawah permukaan email. Asam yang
masuk ke bagian bawah permukaan email akan melarutkan kristal hidroksiapatit yang
ada.
Apabila asam yang masuk kebawah permukaan email sudah banyak, maka reaksi akan
terjadi berulang kali. Maka jumlah Ca yang lepas bertambah banyak dan lama
kelamaan Ca akan keluar dari email. Proses ini disebut dekalsifikasi, karena proses ini
terjadi pada bagian bawah email maka biasa disebut dekalsifikasi bagian bawah
permukaan. Ringkasan terjadinya karies gigi menurut Schatz (Chemiawan, 2004) :
Sukrosa + Plak = Asam
Asam + Email = Karies
3. Etiologi Terjadinya Karies Gigi
Ada yang membedakan faktor etiologi dengan faktor risiko karies yaitu etiologi
adalah faktor penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis
normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor risiko karies adalah
faktor modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm dan dapat
12
mempermudah terjadinya karies. Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian
saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang
terjadi selama beberapa kurun waktu. Karies dinyatakan sebagai penyakit
multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya
karies (Chemiawan, 2004).

Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial yang disebabkan


faktor host, agen, substrat dan waktu (Chemiawan, 2004).
a. Faktor Host Atau Tuan Rumah
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah
terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur
enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat
rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah
tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang
kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu
perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan
kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat,
fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami
mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan
sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan
kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal
enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi pada anak-anak
lebih mudah terserang karies dari pada gigi orang dewasa. Hal ini disebabkan
karena enamel gigi mengandung lebih banyak bahan organik dan air
sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit. Selain itu, secara kristalografis
kristal-kristal gigi pada anak-anak tidak sepadat gigi orang dewasa. Mungkin
13
alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-
anak (Chemiawan, 2004).
b. Faktor Agen Atau Mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan terjadinya
karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan
mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk
dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.
Mikroorganisme yang menyebabkan karies gigi adalah kokus gram positif,
merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans,
Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan Streptokokus salivarius serta
beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan
adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies, jumlah laktobasilus
pada plak gigi berkisar 10.000-100.000 sel/mg plak. Walaupun demikian,
Streptokokus mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena
Streptokokus mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten
terhadap asam) (Chemiawan, 2004).
c. Faktor Substrat Atau Diet
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri
dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk
memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya
karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi
karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi,
sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan
protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini
penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting
dalam terjadinya karies gigi (Chemiawan, 2004).
d. Faktor Waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan (Chemiawan, 2004).

14
4. Tanda dan gejala
Seseorang sering tidak menyadari bahwa ia menderita karies gigi sampai penyakit
berkembang lama. Tanda awal dari lesi karies adalah sebuah daerah yang tampak
berkapur dipermukaan gigi yang menandakan adanya demineralisasi. Daerah ini
dapat menjadi tampak coklat dan membetuk lubang. Proses tersebut dapat kembali
keasal atau refersible, namun ketika lubang sudah terbentuk maka mengkilat dapat
menandakan karies. Daerah coklat pucat menandakan adanya karies yang aktif.
Bila enamel dentin telah rusak, lubang semakin tampak. Daerah yang terkena akan
berubah warna dan menjadi lunak ketika disentuh. Karies kemudian menjalar ke
saraf gigi, terbuka, dan akan terasa nyeri. Nyeri dapat bertambah hebat dengan panas,
suhu yang dingin dan makanan atau minuman yang manis. Karies gigi dapat
menyebabkan nafas tak sedap dan pengecapan yang buruk.
Karies gigi biasanaya mulai pada fisura permukaan oklusi, gigi mulai lesi yang abru
terjadi tidak dapat didiagnosa memulai inspeksi, lesi tersebut biasanya dideteksi
dengan pemeriksaan fisura yang terkena.
Gejala karies gigi sebagai berikut :
a. Nyeri baru timbul jika pembusukan sudah mencapai dentin
b. Nyeri yang timbul telah mencapai pulpa
c. Nyeri saat dipakai menggigit karena bakteri masuk ke pulpa dan pulpa mati
5. Faktor Risiko Terjadinya Karies Gigi
Faktor risiko karies gigi adalah faktor-faktor yang memiliki hubungan sebab akibat
terjadinya karies gigi atau faktor yang mempermudah terjadinya karies gigi.
Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies gigi,
kurangnya penggunaan fluor, oral higiene yang buruk, jumlah bakteri, saliva serta
pola makan dan jenis makanan (Sondang, 2008).
1. Pengalaman Karies Gigi
Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti adanya hubungan antara
pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Prevalensi
karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi permanen (Sondang,
2008).
2. Kurangnya Penggunaan Fluor
Ada berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja fluor berkaitan dengan
pengaruhnya pada gigi, salah satunya adalah pemberian fluor secara teratur dapat
mengurangi terjadinya karies karena dapat meningkatkan remineralisasi. Tetapi,
15
jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan
pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor karena pemasukan fluor
yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis (Farsi, 2007).
3. Oral Hygiene yang Buruk
Kebersihan mulut yang buruk akan mengakibatkan persentase karies lebih tinggi.
Untuk mengukur indeks status kebersihan mulut, digunakan Oral Hygiene Index
Simplified (OHI-S) dari green dan vermillon. Indeks ini merupakan gabungan
yang menetukan skor debris dan deposit kalkulus baik untuk semua atau hanya
untuk permukaan gigi yang terpilih saja. Debris rongga mulut dan kalkulus dapat
diberi skor secara terpisah. Salah satu komponen dalam terjadinya karies adalah
plak bakteri pada gigi. Peningkatan oral hygiene dapat dilakukan dengan teknik
flossing untuk membersihkan plak yang dikombinasikan dengan pemeriksaan
gigi yang teratur, merupakan suatu hal yang penting dalam meningkatkan
kesehatan gigi. Selain itu penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor dapat
mencegah terjadinya karies. Pemeriksaan gigi yang teratur tersebut dapat
membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi
karies. Kontrol plak yang teratur dan pembersihan gigi dapat membantu
mengurangi insidens karies gigi. Bila plaknya sedikit, maka pembentukan asam
akan berkurang dan karies tidak dapat terjadi (Ireland, 2006).
4. Jumlah Bakteri
Segera setelah lahir, terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis
bakteri. Bayi yang telah memiliki S.mutans dalam jumlah yang banyak saat
berumur 2 dan 3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi untuk
mengalami karies pada gigi desidui (Sondang, 2008).
5. Saliva
Selain memiliki efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa
makanan di dalam mulut. Aliran rata-rata saliva meningkat pada anak-anak
sampai berumur 10 tahun. Namun setelah dewasa hanya terjadi sedikit
peningkatan. Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas
karies akan meningkat secara signifikan (Sondang, 2008).
Selain itu saliva berperan dalam menjaga kelestarian gigi. Banyak ahli
menyatakan, bahwa saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies, ini
terbukti pada penderita Xerostomia (produksi ludah yang kurang) dimana akan
timbul kerusakan gigi menyeluruh dalam waktu singkat (Behrman, 2002).
16
Saliva disekresi oleh 3 pasang kelenjar saliva besar yaitu glandula parotid, glandula
submandibularis, dan glandula sublingualis, serta beberapa kelenjar saliva kecil.
Sekresi kelenjar anak-anak masih bersifat belum konstan, karena kelenjarnya
masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan. Saliva berfungsi sebagai
pelicin, pelindung, penyangga, pembersih, pelarut dan anti bakteri. Saliva
memegang peranan lain yaitu dalam proses terbentuknya plak gigi, saliva juga
merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang
berhubungan dengan karies gigi. Sekresi air ludah yang sedikit atau tidak ada sama
sekali memiliki prosentase karies yang tinggi (Sondang, 2008).
PH saliva normal, sedikit asam yaitu 6,5. Secara mekanis saliva berfungsi untuk
membasahi rongga mulut dan makanan yang dikunyah. Enzim-enzim mucine,
zidine, dan lysozyme yang terdapat dalam saliva, mempunyai sifat bakteriostatis
yang dapat mencegah aktifitas bakteri mulut (Chemiawan, 2004).
Berikut peranan aliran saliva dalam memelihara kesehatan gigi :
a) Aliran saliva yang baik akan cenderung membersihkan mulut termasuk
melarutkan gula serta mengurangi potensi kelengketan makanan. Dengan kata
lain, sebagai pelarut dan pelumas.
b) Aliran saliva memiliki efek buffer (menjaga supaya suasana dalam mulut tetap
netral), yaitu saliva cenderung mengurangi keasaman plak yang disebabkan oleh
gula.
c) Saliva mengandung antibodi dan anti bakteri, sehingga dapat mengendalikan
beberapa bakteri di dalam plak. Namun jumlah saliva yang berkurang akan
berperan sebagai pemicu timbulnya kerusakan gigi (Chemiawan, 2004).
6. Pola Makan dan Jenis Makanan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal dari pada
sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Anak dan makanan
jajanan merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan. Anak memiliki kegemaran
mengkonsumsi jenis jajanan secara berlebihan, setiap kali seseorang mengonsumsi
makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat (tinggi sukrosa) maka
beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan memulai memproduksi
asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah
makan (Sondang, 2008).
Sehari-hari banyak dijumpai anak yang selalu dikelilingi penjual makanan jajanan,
baik yang ada di rumah, di lingkungan tempat tinggal hingga di sekolah. Anak
17
yang sering mengkonsumsi jajanan yang mengandungi gula, seperti biskut,
permen, es krim memiliki skor karies yang lebih tinggi di bandingkan dengan anak
yang mengonsumsi jajanan nonkariogenik seperti buah-buahan (Sondang, 2008).
Frekuensi makan dan minum tidak hanya menimbulkan erosi, tetapi juga kerusakan
gigi atau karies gigi. Konsumsi makanan manis pada waktu senggang jam makan
akan lebih berbahaya daripada saat waktu makan utama. Di antara periode makan,
saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Tetapi
apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka
enamel gigi tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan
sempurna sehingga terjadi karies (Sondang, 2008).
6. Prevalensi Karies Gigi pada Anak
Usia 5-12 tahun merupakan kelompok usia yang rentan terhadap karies. Anak-anak
lebih cenderung suka terhadap makanan yang mengandung banyak gula, sedangkan
gula merupakan sumber diet terbesar yang dapat menyebabkan karies. Kebiasaan
makan diantara waktu makan juga sangat berpengaruh terhadap karies pada anak-
anak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa banyaknya
asupan gula harian lebih besar hubungannya dibanding dengan frekuensi makan
makanan yang mengandung gula. Hubungan gula dalam snack dengan karies lebih
besar dibanding total diet karena snack lebih sering dimakan dalam frekuensi tinggi
dan makanan kariogenik yang sering dimakan di antara dua waktu makan yang
mempunyai ciri-ciri pH rendah, mengandung gula tinggi dan lengket. Hampir semua
anak menyukai makanan minuman kariogenik yang merupakan faktor resiko
terhadap karies. Selain itu, anak-anak juga cenderung malas membersihkan rongga
mulutnya sehingga plak dapat dengan mudah terbentuk yang akhirnya menyebabkan
karies (Hamrun, 2009).
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Joshi (2005) di India dari total populasi anak
usia 6-12 tahun sebanyak 150 orang, diperoleh kejadian karies lebih tinggi pada laki-
laki yaitu 80% sedangkan perempuan 73%.
Hal ini terjadi karena perempuan lebih memiliki keinginan untuk menjaga
kebersihannya. Kejadian karies gigi lebih banyak ditemukan pada anak-anak usia
sekolah dasar. Usia yang paling rentan terhadap kejadian gigi berlubang antara 4-10
tahun yaitu pada gigi primer, sedangkan pada gigi sekunder antara usia 12-18 tahun
(Wong, dkk 2009).

18
7. Penilaian Karies Gigi
Untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut dalam hal ini karies gigi digunakan
nilai indeks. Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu
golongan/kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat
digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari yang
ringan sampai berat. Untuk mendapatkan data tentang status karies seseorang
digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam
(Herijulianti, 2002).
a. Indeks DMF-T
Indeks DMF-T adalah indeks untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut dalam
hal karies gigi permanen. Karies gigi umumnya disebabkan karena kebersihan
mulut yang buruk, sehingga terjadilah akumulasi plak yang mengandung berbagai
macam bakteri. DMF-T merupakan singkatan dari Decay Missing Filled-Teeth
(Herijulianti, 2002).
Nilai DMF-T adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi dengan karies pada
seseorang atau sekelompok orang. Angka D (decay) adalah gigi yang berlubang
karena karies gigi, angka M (missing) adalah gigi yang dicabut karena karies gigi,
angka F (filled) adalah gigi yang ditambal karena karies dan dalam keadaan baik
(Amaniah, 2009).
Nilai DMF-T adalah penjumlahan D+ F+ T. Indikator utama pengukuran DMF-T
menurut WHO adalah pada anak usia 12 tahun, yang dinyatakan dengan indeks
DMF-T yaitu ≤ 3, yang berarti pada usia 12 tahun jumlah gigi yang berlubang (D),
dicabut karena karies gigi (M), dan gigi dengan tumpatan yang baik (F), tidak lebih
atau sama dengan 3 gigi per anak (Amaniah, 2009).
Rumus yang digunakan untuk menghitung DMF-T :
DMF-T = D + M + F
DMF-T rata-rata = Jumlah D + M + F/ Jumlah orang yang diperiksa
Kategori DMF-T menurut WHO :
0,0 – 1,1 = sangat rendah
1,2 – 2,6 = rendah
2,7 – 4,4 = sedang
4,5 – 6,5 = tinggi
6,6 > = sangat tinggi (Amaniah, 2009).

19
b. Indeks DEF-T Untuk Gigi Sulung
Indeks ini sama dengan DMF-T hanya saja indeks DEF-T digunakan untuk gigi
sulung. E disini maksudnya eksfoliasi, yaitu jumlah gigi sulung yang hilang karena
karies atau harus dicabut karena karies. Namun dalam beberapa penelitian
eksofoliasi tidak digunakan (DF-T) karena mencegah kemungkinan terjadinya
kesalahan, sebab apakah pada eksfoliasi tersebut gigi responden benar-benar hilang
karena karies atau bukan. Pada gigi sulung sering kali gigi hilang karena faktor
resobsi fisiologis atau trauma. Rumus untuk DEF-T sama dengan yang digunakan
pada DMF-T (Radiah, 2013).
8. Pencegahan Karies Gigi
Menurut Mansjoer (2009), penatalaksanaan pencegahan karies gigi dilakukan dengan:
a. Perawatan mulut
Perawatan mulut dilakukan dengan mempraktekan intruksi berikut :
1. Sikatlah gigi sekurang-kurangnya 2 kali sehari pada waktu- waktu yang tepat,
yaitu : waktu sesudah makan, sebelum tidur ditmabah dengan sesudah bangun
tidur
2. Pilihlah sikat gigi yang berbulu halus, permukaan datar dan kepala sikat kecil
3. Gunakan dental glos (benang gigi) sedikitnya satu kali sehari.
4. Gunakan pencuci mulut anti plak yang mengandung antibiotic, enzim, dan
antiseptic
5. Untuk anak yang masih kecil dan belum dapat mengunakan sikat gigi dengan
benar, dapat digunaka kain bersih yang tidak terlalu tipis untuk membersihkan
bagian depan dan belakang gigi, gusi serta lidah. Cara mempergunakan yaitu
dengan melilitkan pada jari kemudian digosokkan pada gigi.
6. Kunjungi dokter sedikitnya 6 bulan sekali atau bila mengalami pengelupasan
gigi, luka oral yang menetap lebih dari 2 minggu.
b. Diet
Karies dapat dicegah dengan menurunkan jumlah gula dalam makanan yang
dikonsumsi. Hindari kebiasaan makan makanan yang merusak gigi (permen,
coklat, dan lain sebagainya) dan membiasakan mengkonsumsi makanan yang
menyehatkan gigi (buah dan sayur)
c. Flouridasi
Dilakukan dengan memungkinkan dokter gigi memberikan sel dental pada gigi,
menambahkan floiuride pada suplai air minum dirumah. Karies gigi dapat
20
dihindari atau dicegah apabila anak melakukan perawatan gigi dengan benar
setelah mengkonsumsi makanan kariogenik.

C. Menggosok Gigi
Menyikat gigi merupakan tindakan mekanis yang dilanjutkan untuk membersihkan
gigi dari sisa-sisa makanan, mencegah terjadinya akumulasi plak di daerah gigi dan
gusi serta berfungsi memijat gusi (Sriyono, 2009). Pada dasarnya bersikat gigi yang
betul adalah menyikat semua permukaan gigi sampai bersih dan plak juga hilang
sempurna. Kemiringan bulu sikat gigi sebesar 450 pada daerah kantong gusi bertujuan
untuk membantu bulu sikat gigi masuk ke dalam kantong gusi sehingga pembersihan
gusi dan gigi lebih maksimal. Setelah menyikat gigi, kemudian sikat juga lidah karena
permukaan lidah rata sehingga bisa menyimpan sisa-sisa makanan yang menimbulkan
bau mulut. Berkumur sekali saja untuk membantu flour yang terdapat pada pasta gigi
tetapi tertinggal lebih lama di dalam gigi dan rongga mulut (Machfoedz, 2008).

Menyikat gigi yang benar dilakukan dengan teknik memutar minimal 15 detik untuk
setiap gigi, menggunakan pasta gigi yang mengandung fluoride. Lakukan pula
gerakan vertikal untuk mengangkat kotoran dari sela-sela gigi. Gunakan dental floss
dan mouthwash agar mulut lebih bersih dan segar. Jangan lupa bersihkan pula lidah
dengan scrub khusus

Menurut, Depkes (2017) frekuensi menyikat gigi paling tepat adalah menyikat gigi
setiap kali selesai makan (sarapan, makan siang, dan makan malam). Berbagai
penelitian memperlihatkan bahwa masa 20-30 menit setelah kita menyantap makanan
mengandung karbohidrat (mengandung gula) merupakan saat yang sangat rentan
untuk terjadinya kerusakan gigi. Penyikatan gigi pada saat derajat keasaman dalam
mulut dalam tingkat kritis, ini akan menambah kerusakan permukaan gigi. Jadi jangan
menyikat gigi segera setelah makan tetapi harus di tunggu sampai lewat masa penting
sesudah makan, yaitu sekitar setengah jam sesudah makan (Sriyono, 2009).

Menggosok gigi yang baik yaitu dengan gerakan yang pendek dan lembut serta
dengan tekanan yang ringan, pusatkan pada daerah yang terdapat plak yaitu di tepi
gusi (perbatasan gigi dan gusi), permukaan kunyah gigi dimana terdapat celah-celah
yang sangat kecil dan sikat gigi yang paling belakang (Rhamadhan, 2010).
Menggosok gigi harus memiliki pegangan yang lurus dan memiliki bulu yang cukup

21
kecil untuk menjangkau semua bagian mulut. Menggosok gigi harus diganti setiap 3
bulan. Cara menggosok gigi yang baik adalah membersihkan seluruh bagian gigi,
gerakan vertical, berputar dan bergerak lembut (Wong, 2008)

22
BAB III
EVALUASI KEGIATAN

A. Evaluasi
Kegiatan penyuluhan kesehatan gigi dilaksanakan pada hari jumat tanggal 05 Juli
2019 di Rumah Kader Ibu Bayi di Rt/Rw 002/008 Desa Sukamekarsari Kecamatan
Kalanganyar Kabupaten Lebak. Dalam kegiatan penyuluhan kesehatan gigi ini
dihadiri oleh 46 anak usia sekolah. Materi penyuluhan disampaikan oleh mahasiswa
praktik kelompok III Keperawatan Komunitas sesuai dengan susunan acara yang telah
dibuat dalam proposal sebelumnya, namun waktu dimulai pukul 15.30 WIB. Selama
acara berlangsung suasana begitu hangat dan menyenangkan karena respon para
peserta begitu antusias terhadap pelaksanaan kegiatan penyuluhan kesehatan gigi,
melalui penyuluhan ini para peserta kegiatan aktif bertanya dan mengekspresikan
perasaan masing-masing.
Dalam pelaksanaan kegiatan ini juga kami kelompok III menemukan beberapa
kendala yaitu :
1. Fasilitas yang kurang memadai seperti sound system pada saat pemutaran video
cara menggosok gigi dengan benar tidak ada suaranya.
2. Lingkungan atau situasi ruangan yang cukup panas yang berpengaruh terhadap
tingkat konsentrasi para peserta dalam menyimak atau memperhatikan materi
yang di sampaikan.
3. Peserta yang datang melebihi dari peserta yang diundang.
4. Acara dilakukan di rumah kader bukan di sekolah karena sekolah SD sedang
libur.
5. Waktu penyuluhan kesehatan (durasi waktu) lebih lama dari yang diperkirakan
karena antusiasnya anak-anak usia sekolah yang melakukan demonstrasi sikat
gigi.
Untuk mengatasi masalah yang terjadi tersebut, maka pemecahannya adalah sebagai
berikut:
1. Mengadakan kegiatan untuk menarik perhatian siswa dengan menggunakan
media pembelajaran diberikan misalnya, leaflet, phantom gigi, sikat gigi, snack
makanan dan mainan.
2. Mengadakan tanya jawab seputar kesehatan gigi dan mulut serta peserta
diharapkan mendemonstrasikan bagaimana cara menyikat gigi dengan benar

23
3. Memberikan hadiah-hadiah agar mendapatkan perhatian dan timbal balik dari
peserta.

Alat evaluasi:
1. Apa itu karies gigi?
2. Sebutkan pencegahan karies gigi?
3. Kapan waktu yang tepat untuk menggosok gigi ?

Berdasarkan hasil nilai pre test dari 46 peserta yang menjawab pertanyaan dengan
benar sebanyak 30%
Berdasarkan hasil nilai post test dari 46 peserta yang menjawab pertanyaan dengan
benar sebanyak 65%
Berdasarkan hasil nilai di atas didapatkan kenaikan tingkat pengetahuan sebesar 35%
dari 46 peserta yang mengikuti kegiatan penyuluhan kesehatan gigi tentang caries gigi
dan cara menggosok gigi dengan benar.

B. Tim Pelaksana ( Mahasiswa Stikes Pertamedika)


1. Pembimbing : Rian Agus Setiawan, S.Kep., Ns
2. Leader : Suwandi
Tugas :
a. Menyiapkan proposal penyuluhan
b. Menyiapkan tujuan dan peraturan sebelum kegiatan dimulai
c. Memberikan reinforcement positif terhadap peserta
d. Menetralisir bila masalah timbul dalam kegiatan
3. Co Leader : Agustiadi Fahri B dan Nelly Suspriyaningsih
Tugas :
a. Membantu leader selama jalannya kegiatan
b. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader
c. Mengingatkan leader tentang waktu dan apabila terjadi penyimpangan rencana
kegiatan
4. Fasilitator : Sri Rahayu, Elly Nuraeni, Feni Feriawati, Ila Fadilah, Toton
Hartono, Ida Farida, Amelia, Iis Setiasih, Ulfah Masfufah
Tugas :
a. Menyediakan fasilitas selama kegiatan berlangsung
24
b. Membantu leader memfasilitasi peserta untuk berperan aktif dalam kegiatan
5. Observer : Aisyah, Yulianti
Tugas :
a. Mengobservasi jalannya proses kegiatan
b. Mencatat perilaku verbal dan non verbal peserta selama kegiatan berlangsung
6. Dokumentasi : Asep Purkoni dan Rifki Agus Irawan
Tugas :
a. Mendokumentasikan selama acara berlangsung
7. Pembawa Acara : Rina Nurfitasari
Tugas :
a. Mengatur acara selama pelaksanaan kegiatan
b. Membuka dan menutup kegiatan
8. Presenter : Elti Septriani
Tugas :
a. Bertanggung jawab untuk mempresentasikan atau memaparkan isi maksud
dan tujuan penyuluhan

9. Presenter : Elti Septriani


Bertanggung jawab untuk mempresentasikan atau memaparkan isi maksud dan
tujuan penyuluhan

C. Pengorganisasian Kegiatan
1. Waktu
a. Hari/ tanggal : Jumat, 05 Juli 2019
b. Jam : Pukul 15.30 – 16.30 WIB
c. Acara : 60 menit
d. Tempat : Rumah Kader Ibu Bayi di Rt/Rw 002/008 Desa
Sukamekarsari Kecamatan Kalanganyar Kabupaten Lebak
e. Jumlah peserta : 46 anak

2. Media
 Video
 LCD
 Leaflet
 Pantom Gigi
25
 Sikat Gigi
 Pasta Gigi
 Gelas kumur
 Tissue
3. Metode
 Ceramah dan presentasi
 Pemutaran video
 Tanya jawab
 Demonstrasi
 Tempat Kegiatan

D. Susunan Acara
WAKTU ACARA PENANGGUNGJAWAB
15.30 – 15.35 Acara Pembukaan Pembawa acara
15.35 – 15.55 Pelaksanaan/ penyampaian Materi Panita
15.55-16.05 Evalusi Panitia
Tanya jawab
16.05 – 16.25 Demonstrasi cara menggosok gigi Panitia
dengan benar
16.25-16.30 Penutup Panitia

26
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Adanya peningkatan pengetahuan peserta tentang kesehatan gigi.
2. Dari hasil kegiatan penyuluhan kesehatan gigi tentang caries gigi dan cara
menggosok gigi dengan benar, tingkat pemahaman peserta cukup baik peserta
mampu melakukan redemonstrasi cara menggosok gigi dengan baik.

B. Saran
1. Pencapaian kesehatan gigi yang optimal dapat dicapai jika dilakukan pencegahan
penyakit gigi sejak usia dini.
2. Orang tua berperan aktif dalam memonitor pemeliharaan kesehatan gigi anak.
3. Orang tua diharapkan mampu melaksanakan dan meningkatkan upaya promotif
dan preventif.

27
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. Riset Kesehatan Dasar, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan:
2008.

Riyanti, E & Saptarini, R. 2012. Upaya Peningkatan Kesehatan Gigi dan Mulut melalui
Perubahan Perilaku Anak. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2011/09/pustaka_unpad_Upaya-Peningkatan-Kesehatan-Gigi-dan-
Mulut-Melalui-Perubahan.pdf, diakses 19 September 2016.

fitriyani. 2009. “Tingkat Pengetahuan Mengenai Menggosok Gigi Pada Siswa-Siswi Kelas Iv
Sd Kelurahan Cirendeu”. Skripsi. Program Studi Pendidikan DokterFakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Price dan Wilson (2006). Patofisologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Vol 2.
Jakarta:EGC
Wahit Iqbak Mubarak, dkk. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2.Jakarta: EGC
Doengoes, M.E, dkk.1999. rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Penatalaksanaan Perawatan Pasien Pasien, edisi3, Jakarta:EGC

28

Anda mungkin juga menyukai