Anda di halaman 1dari 14

RESPON PETANI ATAS KEMISKINAN STRUKTURAL

(Kasus Desa Perkebunan dan Desa Hutan)

Heru Purwandari
Staf Pengajar pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Email:heru purwandari@yahoo.com

ABSTRACT

Governmental development paradigm during the time in bearing with experienced resources
management had marginalized and impoverished certain groups in the society. This condition
make a structural poverty which emergence from inequality resources access between elite and
peasant. Inequality cause the marjinalization of the society, and its implication to the
empowerment of the society itself. Respon of the structural poverty has shown through two
community are forest village and plantation village. That communities have different
characteristic and the implications different too. But, the goal of respons have a same is out
from structural condition.

Key Words: structural poverty, inequality access resources, respons of structural poverty

PENDAHULUAN mengevaluasinya), serta struktur peran


Pembahasan kemiskinan struktural rakyat dalam perencanaan, pengambilan
menjadi penting dalam kaitannya dengan keputusan dan implementasi (KIKIS,
upaya mengatasi ketimpangan yang selama 2000a).
ini terjadi pada masyarakat kelas bawah. Bagi masyarakat, paradigma yang
Kondisi ini terjadi pada hampir sebagian dipilih pemerintah berakibat pada
besar sektor produksi di Indonesia. berkurangnya kemandirian petani secara
Kemiskinan struktural pada masyarakat desa ekonomi yang secara lebih jauh
hutan dan masyarakat desa perkebunan mengakibatkan masyarakat kehilangan hak
diawali oleh paradigma pengelolaan (akses dan kontrol) menguasai dan
sumberdaya alam yang berhaluan mengelola hutan. Kedua paradigma diatas
kapitalisme dimana materi menjadi ukuran juga menyebabkan erosi solidaritas, rasa
keberhasilan, serta paradigma yang kekeluargaan yang lebih jauh menyebabkan
mengatakan bahwa negara sama dengan ketidakberdayaan melawan intervensi
pemerintah sehingga pengelolaan namun juga memiliki sisi positif yaitu
sumberdaya alam oleh negara diartikan peningkatan kapasitas (keterampilan) dalam
sebagai pengelolaan sumberdaya alam oleh upaya mendorong perubahan. Kondisi diatas
pemerintah (government based resource memicu reformasi sosial kelas menengah
management). misalnya PT, LSM, kelas menengah kota,
Pendekatan tersebut berdampak tidak media massa, pengusaha dan birokrat untuk
saja pada pemerintah melainkan juga pada menghilangkan segala bentuk ketimpangan
masyarakat. Dampak yang terjadi pada yang terjadi.
pemerintah dapat ditinjau pada dua sisi yaitu Banyak kasus yang menunjukkan
kebijakan dan perilaku. Kebijakan-kebijakan bahwa perbedaan persepsi dapat
yang ada baik berupa hukum perundang- menyebabkan konflik. Pemerintah sering
undangan dan program-program yang menganggap hutan sebagai kekayaan alam
dilakukan berakar pada dua paradigma yang sangat potensial untuk menghasilkan
diatas. Dari sisi perilaku, ada tiga hal yang uang negara oleh karena itu penguasaan
bisa dilihat yaitu persepsi pemerintah terhadap hutan adalah mutlak oleh negara
terhadap kemampuan masyarakat cenderung dan pengelolaannya pun semata-mata demi
bersifat rendah tolok ukur (bagaimana kepentingan negara (nasional). Berbeda
mengevaluasi kinerja dan siapa yang dengan anggapan masyarakat lokal tentang

24 J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011


hutan dimana makna hutan sebagai public Sebagai komunitas yang tinggal pada
property menyebabkan setiap orang dua kondisi alam yang berbeda namun
memiliki tanggung jawab yang sama dengan ciri kemiskinan struktural yang sama
terhadap keberadaan dan kelangsungan dalam konteks penyebab kemiskinan yang
fungsi hutan tersebut, sekaligus setiap orang berbeda, menarik untuk dikaji lebih jauh
juga memiliki hak yang sama pula untuk tentang: bagaimana bentuk kemiskinan
mengambil manfaat dari hutan, khususnya struktural yang dialami oleh masyarakat
untuk kepentingan subsistensi mereka. pada komunitas desa perkebunan dan
Bagi masyarakat yang berada pada komunitas desa hutan, bagaimana kaitan
kawasan perkebunan, kemiskinan struktural struktur masyarakat dengan kemiskinan
muncul dengan dibuktikan melalui struktural, dan bagaimana respons
terpuruknya perekonomian masyarakat yang masyarakat terhadap kemiskinan struktural
semula memiliki akses terhadap sumberdaya yang terjadi.
lahan. Sebagai akibat pengambilalihan lahan
secara paksa oleh perkebunan, kehidupan TINJAUAN PUSTAKA
petani menjadi menurun sekaligus Memahami kemiskinan struktural
memunculkan ketimpangan akses merupakan upaya untuk memahami struktur
sumberdaya lahan. Sejarah kemiskinan masyarakat. Hal tersebut berimplikasi pada
demikian telah dipotret dalam tulisan akumulasi fokus kajian pada bagaimana
Tauchid (1953) ketika Indonesia lepas dari struktur masyarakat dapat melahirkan
penjajahan kolonial dan masuk pada era kondisi kemiskinan struktural. Untuk
Republik. memperoleh gambaran yang jelas tentang
Lain halnya yang terjadi pada konteks kemiskinan struktural yang muncul pada
kehutanan dan perkebunan, penciptaan komunitas petani sekaligus respons yang
kemiskinan terhadap komunitas ditimbulkannya, perlu pemahaman teori-
dipertahankan sebagai upaya menciptakan teori yang akan dipaparkan di bawah ini.
ketergantungan masyarakat lokal terhadap
pemilik modal sekaligus mempertahankan Petani : Tinjauan Kasus
status quo agar pemenuhan tenaga kerja Dasar teoritis yang berupaya
masih dapat diakses dari masyarakat lokal. membedakan petani dengan komunitas lain
Masyarakat sekitar perhutani/kehutanan dan dapat diperoleh dari tulisan Eric Wolf
perkebunan tetap diposisikan sebagai kaum (1985). Dalam bukunya, Wolf
marjinal yang tidak memiliki kemampuan menggambarkan petani sebagai orang desa
melepaskan diri dari ikatan. Melalui posisi yang bercocok tanam. Jadi siapapun
tersebut, komunitas dijauhkan dari kelompok masyarakat yang melakukan
kesadaran kritis yang dianggap mampu usaha pertanian dapat dikategorikan sebagai
membawa sosialisasi terbentuknya jaringan petani. Dalam kasus buruh tani, Yunus
dengan orang di luar komunitasnya. Nasution menggambarkan bahwa buruh tani
Fokus kajian ini akan diarahkan untuk berposisi sebagai kelas pekerja yang
melihat kemiskinan struktural yang terjadi “setengah” petani. Sehingga penekanan
pada dua komunitas yaitu masyarakat gerakan yang dilakukan aktivis LSM adalah
dalam/sekitar hutan yang didefinisikan melaksanakan landreform atas inisiatif
sebagai masyarakat lokal/adat/asli yang masyarakat sendiri. Mereka memiliki
berdomisili di dalam/sekitar hutan secara kesadaran sebagai kelas petani dan bukan
turun temurun dan menjadi bagian dari kelas buruh.
ekosistem, budaya, sosial, religi dengan Petani Jawa memiliki karakteristik
hutan. Komunitas lain yang juga tak kalah yang khas yakni pelapisan sosial tradisional
menariknya adalah komunitas desa berdasarkan kriteria kepemilikan atas tanah.
perkebunan. Masyarakat yang dianalisis Kriteria kepemilikan tanah telah menjadi
pada kasus ini adalah masyarakat yang dasar bagi berbagai klasifikasi struktur
masih tinggal disekitar perkebunan, menjadi warga desa di Jawa. Klasifikasi itu
buruh perkebunan sekaligus melakukan kemudian membedakan warga desa menjadi:
kegiatan pertanian pada kawasan yang 1. Kelompok warga desa inti (bakul, gogol
ditetapkan oleh perkebunan. atau pribumi) sebagai keturunan para

J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011 25


perintis dan pembuka desa. Kelompok HPH dan HTI, dalam banyak hal
ini memiliki rumah serta kewajiban mengakibatkan terputusnya masyarakat
penuh sebagai warga desa. lokal dengan hutan.
2. Indung, yaitu mereka yang memiliki Kapitalisme yang dimaksud dalam hal
sebidang tanah pertanian atau rumah ini adalah kapitalisme warisan kolonialisme.
tetapi tidak kedua-duanya. Indung Berbeda dengan kapitalisme di Amerika dan
memiliki hak dan kewajiban terbatas. Eropa, kapitalisme Indonesia yang tumbuh
3. Nusuo, tlosor atau bujang. Kelompok ini dengan ciri pinggiran menciptakan
tidak memiliki tanah ataupun rumah. diferensiasi sosial, yang merupakan
Mereka bertempat tinggal di pekarangan konsekuensi perkembangan kapitalisme. Sisi
orang lain, bekerja sebagai penyewa lain dari hukum akumulasi modal dari
tanah, petani kecil. kapitalisme adalah berlangsungnya
Pelapisan tersebut berpengaruh pada proletarisme petani (proses pemisahan
pengambilan keputusan ketika komunitas petani dari alat produksinya, yakni tanah,
mengalami permasalahan baik intern menuju terbentuknya buruh).
maupun ekstern. Tampak bahwa pelapisan Intervensi kapitalisme klasik
didasarkan pada kepemilikan tanah yang membawa pengaruh yang berbeda atas
menunjukkan bahwa tanah menjadi sebuah respon yang muncul pada masyarakat
sesuatu yang sangat dihargai secara materiil perkebunan dan kehutanan. Pada masyarakat
maupun secara moral. Tidak memiliki tanah kehutanan, respon lebih kearah bagaimana
secara lebih jauh akan mengakibatkan mereka dapat akses terhadap pengelolaan
kondisi masyarakat yang bersangkutan sumberdaya alam yang ada di sekitar
kehilangan ciri pedesaan. Dalam mereka. Pada masyarakat desa hutan yang
penelitiannya, Pelzer (1991) bahkan berada di dalam kawasan maupun diluar
menemukan sengketa yang terjadi antara kawasan hutan, pola kepemilikan lahan
pengusaha perkebunan melawan petani dari masih tetap dipertahankan namun respon
zaman Belanda sampai dilakukannya yang timbul tidak terlalu radikal, meskipun
nasionalisasi berakar pada masalah tanah. perjuangan diarahkan tidak saja pada
pengelolaan sumberdaya alam namun juga
Kapitalisme dalam konteks kehutanan dan pada perjuangan aspek legalitas lahan yang
perkebunan mereka tempati. Persoalan yang khas adalah
Ciri khas kapitalisme adalah masyarakat desa hutan biasanya terlibat
penguasaan modal oleh kapitalis, sementara benturan tentang garis batas antara lahan
tanah dan tenaga kerja sebagai faktor milik adat dan lahan milik kehutanan.
produksi terpisah satu sama lain. Berbeda dengan desa perkebunan,
Kapitalisme dalam dua bentuk yaitu kapitalisme yang muncul memiliki ciri
kapitalisme swasta dan kapitalisme negara seperti yang diungkapkan Wiradi (1999),
memberi pengaruh yang berbeda terhadap yaitu:
keberadaan masyarakat petani. Kapitalisme 1. Sistem ekonomi perkebunan besar
swasta bercirikan bahwa modal dimiliki ditopang oleh dominasi pemikiran
swasta dan didalamnya terdapat mekanisme bahwa ekspor komoditi pertanian harus
pasar. Kapitalisme negara ditunjukkan oleh diprioritaskan demi pertumbuhan
fakta bahwa modal dimiliki oleh negara ekonomi nasional
sedangkan ketersediaan tenaga kerja berasal 2. Perkebunan besar menguasai tanah yang
dari masyarakat tanpa upah. luasnya tak terbatas, atau tak dibatasi
Pendekatan pengelolaan sektor 3. Kebutuhan tenaga kerja sangat besar,
kehutanan yang berparadigma ekofasis jauh melebihi suplai tenaga kerja yang
memungkinkan akumulasi modal pada ada di pasar
pihak-pihak yang berada pada kelompok 4. Karena itu diciptakan mekanisme „extra
elit. Kecenderungan tersebut didukung oleh pasar’ atau „non pasar‟ (budak belian,
kepentingan politik negara yang membuka kuli kontrak, transmigrasi, dan
keran investasi dalam sektor kehutanan. sejenisnya)
Bukti empiris membuktikan bahwa ketika 5. Pengelolaan perkebunan besar sangat
kebijakan kehutanan diluncurkan, semisal ketat, dan cenderung bengis.

26 J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011


6. Birokrasi perkebunan besar tidak Kemiskinan dan kemiskinan
terjangkau oleh kontrol sosial, karena struktural dapat dikaji melalui unsur-unsur
perkebunan besar merupakan „enclave‟ sosial yang pokok dalam masyarakat yang
yang terisolasi dari masyarakat (kecuali menurut Soekanto meliputi: kelompok
tebu, di Jawa) sosial, kebudayaan, lembaga sosial,
Ciri kapitalisme menyebabkan stratifikasi sosial, dan kekuasaan dan
masyarakat tersingkir dari lahannya, wewenang. Dari sana kita dapat memperoleh
kehilangan mata pencaharian hidup sehingga gambaran bagaimana bagian-bagian dalam
masyarakat cenderung termarjinalisasi. struktur tersebut menjadi penting untuk
menggambarkan terjadinya kemiskinan
Kemiskinan Struktural struktural.
Kemiskinan diartikan sebagai kondisi Kemiskinan struktural akan
tidak terpenuhinya kebutuhan asasi atau ditunjukkan melalui unsur-unsur pokok
esensial sebagai manusia seperti kebutuhan tersebut dimana ketika kemiskinan struktural
subsistensi, afeksi, keamanan, identitas, terjadi pada masyarakat, terdapat perubahan
proteksi, kebebasan, partisipasi, dan waktu kondisi yang terjadi disebabkan masyarakat
luang. Berbeda dengan konsep kemiskinan harus mampu beradaptasi dengan kondisi
struktural yang diartikan sebagai kondisi yang ada. Masuknya unsur asing yang
kemiskinan yang timbul sebagai akibat menjadi penyebab kemiskinan struktural
struktur sosial yang rumit yang membawa pengaruh kepada pola adaptasi
menyebabkan masyarakat termarjinalisasi yang harus mereka terapkan.
dan sulit memperoleh akses terhadap
berbagai peluang.

Kemiskinan Kepedulian kelas


struktural menengah

Kapitalisme Kesadaran
politik

Pengorganisasian
diri

Gambar. 1 Terjadinya Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural yang terjadi termarjinalisasi dan dalam posisi struktur


pada dua komunitas dipicu oleh adanya sosial yang timpang sehingga mereka dalam
kapitalisme yang merasuki seluruh sektor, kondisi miskin dan dimiskinkan.
diantaranya adalah sektor perkebunan dan Respon diwujudkan dalam bentuk
kehutanan. Kemiskinan struktural akan konsolidasi petani dalam wilayahnya
berbeda bentuk tergantung dari struktur termasuk juga konsolidasi kekuatan untuk
sosial masyarakat dan juga tergantung pada melawan kondisi yang disebabkan oleh
pihak penguasa yang bermain dalam faktor struktural. Lahirnya pengorganisasian
komunitas tersebut. Respon atas kemiskinan petani berbeda-beda terkait dengan bentuk
struktural diilhami oleh kondisi masyarakat kemiskinan yang mereka alami.
dimana mereka dalam kondisi

J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011 27


Kemiskinan Struktural: Kasus memiliki alternatif pekerjaan di luar
Perkebunan dan Kehutanan pertanian karena kedekatannya dengan
Kasus Kemiskinan Struktural Perkebunan daerah perkotaan.
Buruh perkebunan adalah petani yang Petani yang semula memiliki tanah,
termarjinalisasi sehingga banyak LSM menjadi tidak punya. Kapitalisme
memfokuskan perhatian pada masalah tanah menumbuhkan kelas-kelas sosial. Polarisasi
ditambah dengan ciri kesadaran buruh tani petani masih menyisakan celah untuk
yang mengarah sebagai petani, bukan buruh. mencari makan (petani atau masyarakat
Buruh tani muncul sebagai akibat dari pedesaan masih dapat memenuhi kebutuhan
ketidakadilan penguasaan berbagai sumber subsistensinya) mengakibatkan sulit
agraria. Buruh tani diklasifikasikan sebagai munculnya kesadaran kelas petani. Jika pun
landless, yaitu petani yang tidak memiliki ada, kesadaran yang muncul belum bersifat
lahan. kesadaran struktural (suatu kesadaran bahwa
Kasus buruh perkebunan tidak terlalu masalah mereka disebabkan oleh adanya
berbeda dengan kasus buruh tani. Beberapa struktur dan mekanisme sosial yang tidak
memang bekerja di perkebunan sebagai adil akibat pilihan model pembangunan
buruh perkebunan. Namun hampir sebagian ekonomi-politik dari negara). Kemiskinan
besar penduduk mengelola lahan di sekitar yang mereka pahami lebih berangkat dari
perkebunan yang tidak digarap. Kondisi kesadaran akan nasib, kebodohan, budaya
demikian berimplikasi kepada struktur yang tidak sesuai dengan semangat modern
masyarakat yang cenderung berbasis dan kemalasan dari petani itu sendiri.
pertanian. Tulisan Nurjaya (2001) membuktikan hal
tersebut dimana didalamnya digambarkan
Struktur Masyarakat
Golongan miskin cenderung berada bahwa komunitas desa hutan (magersari)
pada daerah dengan kondisi alam yang rata- membentuk sikap pasrah dan nrimo yang
rata tidak mendukung. Kebanyakan dari secara moral dikembangkan dari generasi
petani yang hidup dalam kondisi geografis ke generasi.
tersebut memilih untuk bertahan tanpa Struktur masyarakat pedesaan yang
pernah berupaya merubah nasib misalnya dicirikan oleh mata pencaharian petani
dengan cara pindah ke daerah lain. Dalam tanaman pangan, ketetanggaan berdasarkan
kondisi demikian, lahan menjadi satu- teritori dan tinggal dekat, budaya tolong
satunya sandaran hidup dan sumber menolong, pertanian sawah sehingga ekologi
penghasilan. Ketika lahan tersebut diambil sawah menghasilkan bentuk interaksi
alih oleh golongan lain yang terjadi adalah manusia dengan lingkungannya yang
petani kehilangan sumber hidupnya. Pada berlangsung sangat intensif sepanjang tahun.
kurun waktu tertentu mereka dapat bertahan Sistem Sosial dan Tradisi Lokal
karena masih dapat bekerja pada perusahaan Kehidupan petani sebelum terjadi
perkebunan yang mengambil alih lahan „penjabelan‟ sebenarnya sangat dinamis
tersebut. Namun di sisi lain, romantisme dengan karakteristik sosial yang tumbuh dan
kehidupan sebelum lahan tercabut dari berkembang. Sebelum para petani Dusun
tangan mereka memicu keinginan untuk Gambar melakukan penanaman kebun,
kembali memperjuangkan lahan yang biasanya didahului dengan sebuah upacara
sesungguhnya berada sangat dekat. adat sederhana yang ditujukan untuk
Terkait dengan kondisi geografis, menghormati leluhur dan sekaligus
beberapa penelitian menunjukkan bahwa memohon restu sang pencipta agar tanaman
secara ekonomi, petani yang tinggal di membuahkan hasil yang melimpah. Upacara
daerah up land (dataran tinggi) cenderung diikuti berbagai kesenian. Pada saat
lebih miskin dibanding petani yang tinggal pemanenan, dilakukan upacara sebagai
di daerah low land (dataran rendah). Petani terima kasih atas anugerah.
di dataran tinggi rata-rata tidak memiliki Kelembagaan dalam bentuk lumbung
alternatif mata pencaharian selain mengolah padi dibangun untuk menampung hasil
lahan yang dimilikinya. Berbeda dengan panenan petani dan upaya menghindari
petani yang berada di dataran rendah yang paceklik. Namun akibat masukya

28 J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011


kapitalisme, kelembagaan ini musnah karena Hubungan patron-klien dalam
petani tidak memiliki hasil panenan yang berbagai bentuk tetap mencirikan bahwa
dapat disimpan. diantara keduanya ada aliran jasa sebagai
Pengambilalihan lahan tidak hanya syarat moral hubungan tersebut.
merusak tatanan kehidupan alam, namun Penghidupan subsistensi dasar, jaminan
juga tatanan sosial rakyat. Masyarakat tidak krisis subsistensi, perlindungan, makelar dan
memiliki kemampuan mengembangkan pengaruh, dan jasa patron kolektif
kebudayaan atau mempertahankan tradisi merupakan arus patron terhadap klien.
yang selama ini menjadi bagian kehidupan Dalam keterbatasan aliran jasa, agak sulit
sosial warga. Perangkat dusun seperti untuk mendefinisikan arus klien ke patron.
kamituwo dan jagabaya tidak diangkat Namun satu hal yang dapat ditemukan pada
secara demokratis melainkan ditunjuk dan arus ini adalah prinsip perbandingan antara
diangkat oleh NV Gambar dan harus jasa yang diterima dari patron dengan jasa
memberikan keberpihakannya pada yang diberikan oleh klien.
perkebunan. Hubungan patron-klien yang
terbentuk baik antara petani dengan
Munculnya Kemiskinan Struktural
perkebunan merupakan bentuk ikatan
Perkebunan
tradisional yang penting bagi para petani,
Ciri kapitalisme perkebunan yang
ikatan-ikatan ini cenderung mengurangi arti
dikemukakan oleh Wiradi menciptakan
sosial dari ikatan horisontal antar petani.
dominasi pemerintah dalam hal ini
Pola keseluruhannya seperti pada feodalisme
perkebunan, sehingga akses masyarakat
Eropa Barat, berupa kaum tani yang
terhadap sumberdaya lahan tidak lagi
terpecah-pecah yang terikat secara vertikal
sebebas ketika lahan tersebut masih dimiliki
oleh kesetiaan terhadap kaum agraris elit
oleh petani. Ketika lahan sudah tidak lagi
yang merupakan partisipan aktif dalam
menjadi milik masyarakat, ketika itu pulalah
sebuah orde politik oligarkhis (Scott, 1993).
kemiskinan muncul. Sebagai akibat
Lebih lanjut Scott memaparkan bahwa
keberadaan perkebunan yang menunjukkan
dalam hubungan patron-klien, perlawanan
kekuasaannya, masyarakat tidak memiliki
timbul dari hal-hal yang spesifik dari kaum
peluang bekerja. Mereka kemudian menjadi
tani berupa pajak, akses terhadap lahan,
buruh di tanahnya sendiri dan berada
distribusi panen, dsb. Dalam hubungan
dibawah kekuasaan perkebunan sehingga
pertukaran, pelanggaran terhadap kebutuhan
kehidupan petani cenderung termarjinalisasi.
minimum akan melemahkan legitimasi dari
Senada dengan yang digambarkan
kelas patron dan memberikan basis moral
Scott (1993) bahwa kondisi demikian
bagi kaum tani untuk melawan elit agraris.
menciptakan pola hubungan patron-klien
Dari sisi masyarakat perkebunan
dimana petani seolah-olah diberi
banyak contoh kasus kemiskinan struktural
perlindungan, pekerjaan, bantuan yang
muncul sebagai akibat dari pengambilalihan
bersifat moral, dan lain-lain. Pelajaran masa
lahan secara paksa oleh perkebunan. Kondisi
silam tentang hubungan patron-klien yang
masyarakat setelah lahan dibawah
terbukti menciptakan ketergantungan yang
kekuasaan NV Gambar menjadi tidak
kuat antara klien terhadap patronnya
menentu. Mata pencaharian yang semula
merupakan sebuah nilai yang direfleksikan
petani dipaksa untuk menjadi buruh tani
kembali dalam bentuk lain oleh perkebunan.
dengan upah yang jauh di bawah standar.
Masyarakat tersebut seolah-olah diposisikan
Kesempatan bekerja hanya diperuntukkan
sebagai komunitas yang tidak memiliki
bagi warga yang tidak melakukan
posisi tawar untuk menentukan nasibnya.
pembangkangan terhadap perkebunan.
Terbukti bahwa sekian lama perjalanannya,
Masyarakat dihadapkan pada pilihan tinggal
komunitas tidak mampu menciptakan
di sekitar kawasan perkebunan dengan
struktur baru dalam sistem kehidupannya.
menerima resiko bekerja pada perkebunan
Mereka tetap „dikondisikan‟ dan
atau keluar dari kawasan tersebut untuk
„mengkondisikan‟ diri dalam bentuk
kemudian bekerja di sektor lain. Pilihan
keterikatan.
tersebut bukan pilihan yang mudah, karena
ketika petani memilih untuk tetap tinggal

J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011 29


maka resiko berada di bawah kekuasaan elit baru semakin tidak memperjelas posisi
perkebunan akan muncul, sedangkan jika mereka dalam masalah pertanahan. Apalagi
petani keluar dari wilayah perkebunan, semenjak dikeluarkannya kebijakan agar
petani tidak siap menghadapi pekerjaan yang tanah harus memiliki sertifikat yang
sama sekali asing dari dunianya. menuntut untuk dicantumkannya nama
Kondisi tersebut akhirnya pribadi. Berbeda dengan kepemilikan
menyebabkan petani menjadi berdasarkan komunal. Tanah komunal tidak
termarjinalisasi, berada di atas tanahnya mengenal kepemilikan pribadi melainkan
namun tidak menjadi penguasa diatas milik seluruh anggota masyarakat adat
tanahnya. sehingga tidak memakai sertifikat seperti
yang diwajibkan oleh pemerintah.
Kasus Kemiskinan Struktural Masyarakat Dampaknya kemudian adalah tanah-tanah
Kehutanan adat kemudian tergusur bahkan ada yang
diakui sebagai tanah negara.
Struktur Masyarakat
Secara jelas diungkapkan dalam
Dengan sistem ekonomi subsisten,
berbagai penelitian bahwa Orang Katu saat
masyarakat adat sangat tergantung hidupnya
ini sudah jarang membuka hutan primer
pada alam terutama untuk meneruskan
untuk kepentingan perladangan. Mereka
hidupnya pada apa yang tersedia di alam.
umumnya kembali memanfaatkan lopo ntua
Mereka hidup menyatu dengan alam seperti
atau lopo lehe untuk dijadikan ladang. Pola
masyarakat adat Anak Dalam yang masih
tenurial yang dikembangkan tidak dengan
bermata pencaharian berburu. Setiap
melakukan praktek jual beli. Petani yang
masyarakat adat mempunyai pengetahuan
tidak memiliki lahan atau kekurangan
lokal dalam memperlakukan alam dan
dipinjami lahan, sehingga stratifikasi sosial
mempunyai sanksi-sanksi tertentu jika
tidak tampak. Dengan sistem penguasaan
sampai merusak alam. Begitu juga halnya
lahan seperti itu tidak ada praktek jual beli
masalah tanah yang didalamnya masih
tanah antar sesama terlebih dengan orang
terdapat aturan-aturan tertentu mengenai
luar. Cara ini menyebabkan peralihan hak
pertanahan.
atas tanah kepada orang lain tidak terjadi.
Bagi masyarakat adat, tanah
Sistem ini berandil besar dalam melestarikan
mempunyai makna yang kompleks. Selain
lingkungan hutan disekitarnya karena tidak
bermakna sosio ekonomis juga bermakna
terjadinya pembukaan lahan baru di kawasan
religius. Dalam hal penggunaan dan
konservasi.
pengelolaan umumnya mereka tidak
Bentuk akses masyarakat terhadap
mengenal kepemilikan individu. Pada kasus
pengelolaan hutan dilakukan oleh komunitas
masyarakat kehutanan lazim dikenal adalah
enclave melalui tahapan-tahapan tertentu.
penggunaan dan pengelolaan secara
Sebagai komunitas yang berada di dalam
komunal yang disebut hak ulayat. Menurut
hutan, pilihan-pilihan untuk menciptakan
konsep ini semua anggota masyarakat
alternatif ekonomi agak sulit digambarkan.
diperbolehkan untuk mempergunakan tanah
Kondisi dan sarana serta prasarana yang
tersebut secara bersama-sama dengan
mendukung pilihan untuk bekerja pada
anggota masyarakat lainnya dengan maksud
sektor lain lebih sulit untuk dilakukan.
untuk keberlangsungan hidupnya. Namun
Beratus-ratus tahun komunitas yang
kasus lain menunjukkan bahwa ada konsep
hidup di dalam hutan membuktikan
kepemilikan jika seseorang sudah membuka
kemampuan mereka dalam mengelola
lahan. Sedangkan hutan yang belum dibuka
sumber daya agraria, yang berlandaskan
tetap menjadi milik komunal dengan prinsip
pada rasionalitas ekonomi, budaya, hukum,
public property.
ekologi, bahkan politik mereka sendiri.
Saat Orde lama berkuasa, pemerintah
Penting untuk dilihat pemahaman mereka
mengeluarkan UUPA No 5 tahun 1960.
dalam hal sistem land tenure dan pola-pola
Dalam UU ini pemerintah mengakui hak
penggunaan sumbedaya agraria.
ulayat masyarakat adat meskipun tidak
Pengalaman komunitas ini merupakan
terekspresikan secara jelas. Tetapi UU
contoh pandangan ekologi sosial yang
agraria yang dibuat oleh pemerintah Orde
menganggap penjaga terbaik hutan-hutan

30 J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011


adalah masyarakat di sekitar hutan. Sebagai menegaskan pemilikan tanah secara
paralelnya adalah pandangan ekopopulis permanen. Praktek lain adalah tukar
yang menghargai pengalaman dan menukar lahan garapan (akibat sistem
pengetahuan masyarakat di sekitar hutan. perladangan berpindah) dengan lahan yang
Gambaran kehidupan Orang Katu dapat berdekatan dengan tempat tinggal.
dilihat melalui berbagai kelembagaan yang
Corak pertanian
terbentuk.
Pertanian yang dominan dilakukan
Sistem land tenure Orang Katu adalah berladang tentunya yang
Komunitas Orang Katu berada di dilakukan pada zonasi yang telah ditetapkan.
dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu Perbedaan zonasi berpengaruh pada
(TNLL) Sulawesi Tengah. Dalam komunitas komoditas yang mereka tanam. Artinya,
ini pembagian zonasi menunjukkan status mereka telah memahami betul kondisi lahan
kepemilikan komunitas atas tanah. yang benar-benar produktif untuk tanaman
Pemilikan tersebut dimulai ketika seseorang tertentu. Pola perladangan berpindah yang
membuka hutan (pandulu) untuk dijadikan dilakukan membutuhkan waktu sekitar 9-12
ladang (hinoe). Secara sosial budaya proses tahun. Praktik perladangan yang dilakukan
membuka hutan merupakan dasar dari menunjukkan bahwa kebutuhan lahan
pemilikan tanah, maka sangat penting mereka relatif konstan (tetap). Selain
memahami bagaimana komunitas ini berladang, Orang Katu juga menerapkan
mengelompokkan hutan dan kegunaan pertanian bersawah dan tanaman keras.
hutan. Seiring dengan perkembangan pengetahuan,
Bagi Orang Katu, cara lain untuk Orang Katu berusaha untuk membangun
memperoleh hak atas tanah adalah melalui persawahan dengan menggunakan teknologi
warisan orang tua. Pola pewarisan dilakukan yang sederhana baik dalam hal teknologi
secara adil tanpa membedakan jenis pengolahan tanah maupun pengadaan sarana
kelamin. Anak laki-laki dan perempuan irigasi.
mendapat hak yang sama. Dalam banyak Mata pencaharian Orang Katu
kasus, anak yang dalam kehidupan sehari- dilakukan melalui konsep harmonisasi
harinya sangat banyak mengurusi atau dengan alam dan lingkungan. Harmonisasi
merawat orang tua kerap memperoleh tanah yang mereka ciptakan telah menimbulkan
yang lebih luas. Biasanya anak semacam ini imajinasi dan kearifan tersendiri sehingga
tinggal bersama orang tua dan umumnya menimbulkan peradaban besar untuk tidak
sudah berkeluarga. Keputusan orang tua semena-mena dengan alam.
memberi lahan yang lebih luas tidak menjadi
Pembagian kerja: kolektivitas kelompok
persoalan bagi anak lain.
Aspek yang paling penting dalam
Jika dalam perkawinan terjadi
kehidupan Orang Katu adalah mereka
perceraian atau kematian sedangkan salah
memiliki semangat kolektif/kelompok yang
satunya menikah lagi maka lahan hasil
sangat kuat. Hampir semua kegiatan
perkawinan pertama akan diwariskan kepada
ekonomi dan sosial Orang Katu dilandasi
anak hasil perkawinan pertama. Sedangkan
dengan semangat ini. Semangat Orang Katu
pasangan baru akan membuka lahan kembali
dilembagakan dalam kelompok-kelompok
untuk kemudian nantinya akan diwariskan
kerja. Orang Katu membagi diri mereka ke
kepada anak dari hasil perkawinan kedua.
dalam 4 (empat) jenis kelompok kerja yaitu;
Pembagian tanah atas dasar warisan nilai-
kelompok kerja yang didasarkan pada rumah
nilai budaya ini sangat egaliter dan universal
tangga/kepala keluarga; kelompok kerja ibu;
sifatnya.
kelompok kerja bapak; dan kelompok kerja
Praktek pinjam meminjam tanah
pemuda. Kelompok-kelompok ini
berlaku di komunitas ini terbatas pada tanah
mengerjakan banyak hal antara lain
yang ditanami dengan tanaman semusim.
berladang, bersawah, memungut hasil hutan,
Untuk tanah yang ditanami tanaman keras
membangun rumah, melakukan kebaktian,
tidak berlaku hal demikian. Bagi Orang Katu
dan memberikan pelayanan makanan dan
dengan menanam tanaman keras seperti kopi
akomodasi terhadap setiap pengunjung.
dan coklat, hal tersebut sekaligus
Kecuali memungut hasil hutan dan

J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011 31


pembangunan rumah, kelompok ibu terlibat kasus kehutanan, hal tesebut dibuktikan
dalam kerja-kerja diatas. melalui:
Ketika membuka ladang maka tenaga 1. Bidang politik hukum: adanya rasa takut
kerja akan diambil dari kelompok-kelompok dalam mengekspresikan kepentingan
tadi untuk kemudian bekerja secara gotong masyarakat lokal, tertutupnya akses
royong. Pemilik tanah akan memberi informasi, hilang atau ditutupnya akses
imbalan kepada kelompok dalam bentuk masyarakat terhadap hutan (informasi,
uang tunai atau natura namun tidak ada kebijakan, dll), tertutupnya akses dalam
istilah upah. Bantuan kelompok juga proses pengambilan keputusan,
diberikan kepada seseorang yang telah perampasan hak individu dan kolektif,
memberikan hewan piaraan untuk pengabaian pengetahuan lokal,
kepentingan Orang Katu secara keseluruhan. perampasan hak akses pada sumber daya
Bantuan tersebut diberikan dalam bentuk hutan atau agraria, pengabaian hukum
tenaga jika orang yang bersangkutan hendak adat dan institusi adat, dan hilangnya
membuka ladang, sawah atau membangun sumber-sumber pemenuhan kebutuhan
rumah. pokok.
2. Bidang ekonomi; kehilangan mata
Munculnya Kemiskinan Struktural
pencaharian, kemiskinan tidak bisa
Akar masalah yang menimbulkan
memenuhi kebutuhan pokok, tidak
kemiskinan struktural adalah tertutupnya
punya lahan untuk bertani, hilangnya
akses informasi kebijakan tentang
sumber penghidupan masyarakat lokal,
sumberdaya hutan kepada masyarakat adat.
dll
Masalah tersebut memunculkan isu strategis
3. Bidang sosial budaya, menurunnya rasa
yakni membangun kembali nilai-nilai
solidaritas, persaudaraan, dan rasa
budaya yang berkembang, perubahan
senasib, menurunnya rasa penghargaan
kebijakan konservasi, kultur perhutani
dan kebersamaan, keharusan mengganti
menutup akses terhadap pemanfaatan
mata pencaharian, dan kehilangan hutan
sumberdaya hutan, serta adanya eksploitasi
rimba
terhadap sumberdaya hutan.
Kemiskinan yang muncul tersebut
Ketika keputusan penetapan kawasan
membuktikan bahwa pengaruh intervensi
taman nasional, kondisi masyarakat berubah.
pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya
Mereka dilarang mengambil sumberdaya
hutan sama sekali tidak menjadikan
hutan yang selama ini mereka gunakan
segalanya menjadi lebih baik. Masyarakat
sebagai sumber mata pencaharian dan
lokal yang selama ini memperoleh
mempertahankan hidup. Mengambil kayu
pemenuhan kebutuhan dari hutan merasa
sudah tidak bisa dilakukan karena akan
disingkirkan dengan kebijakan-kebijakan
dikenakan sanksi oleh pemerintah, sehingga
yang ada. Kemiskinan yang timbul
kondisi Orang Katu terpuruk. Sejak
merupakan kemiskinan yang diciptakan oleh
penetapan kawasan hutan menjadi kawasan
penguasa (negara).
suaka margasatwa pun (sebelum kemudian
ditetapkan sebagai taman nasional), Orang
Respon Atas Kemiskinan Struktural
Katu sudah dibatasi aksesnya untuk
Perebutan sumber daya alam dan
memasuki wilayah-wilayah hutan. Petugas
interaksi antar stake holder memicu lahirnya
kehutanan menekan penduduk untuk tidak
gerakan sosial yang merupakan upaya
melakukan kegiatan perburuan dan melarang
pemenuhan tuntutan keadilan bagi golongan
mereka memanfaatkan hasil hutan baik kayu
yang merasa tersisihkan. Secara umum,
maupun non kayu. Akibatnya sudah dapat
tampak adanya pola pengorganisasian
dipastikan bahwa sejak tahun 1973
masyarakat yang cenderung berkembang
masyarakat mengalami kekurangan akibat
sebagai akibat dari dua faktor yakni gejala
tertutupnya sumber kehidupan mereka
kerusakan lingkungan terutama karena
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
tindakan manusia terhadap lingkungannya
Kemiskinan struktural masyarakat
yang semakin eksploitatif dan semakin
hutan terjadi pada berbagai sektor yaitu
sempitnya kesempatan kerja di pedesaan.
politik hukum, ekonomi, sosial budaya. Pada
Dua hal tersebut memicu kesadaran petani

32 J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011


dan alur pemikiran kritis bahwa kondisi kondisi tersebut, masyarakat kemudian
tersebut harus disikapi secara bersama-sama berusaha untuk memperjuangkan lahan yang
dan dalam bentuk perjuangan. dimilikinya.
Baik struktur masyarakat kehutanan
maupun perkebunan, kemiskinan struktural Perlawanan dalam Diam
menghasilkan reaksi petani berupa gerakan Sebelum masyarakat mengenal apa
perlawanan dalam tujuan mendobrak yang disebut gerakan petani dan membentuk
ketimpangan akses yang terjadi pada jaringan, masyarakat melakukan perlawanan
komunitas tani. Gerakan perlawanan tersembunyi terhadap penguasa atau
diwujudkan melalui pembentukan organisasi pengusaha yang menjadi musuh mereka.
tani dimana melalui organisasi yang Perlawanan dilakukan tidak dengan cara
terbentuk petani dapat mengembangkan bentrokan fisik, namun lebih kearah
jejaring sosial dengan cara membentuk perlawanan halus, misalnya dalam bentuk
aliansi dengan institusi yang diharapkan tidak mematuhi peraturan, membantu bandit
dapat menjadi katalis bagi terciptanya sosial, perlawanan dalam diam atau
kesamaan akses serta hilangnya perlawanan dalam kepatuhan.
ketimpangan sosial. Model perlawanan tersebut pada
beberapa kasus muncul, misalnya pada
Persoalan agraria sebagai akar konflik komunitas Mikung di Tasikmalaya,
Dalam kegiatan usaha tani, melakukan perlawanan tersembunyi melalui
pengelolaan lahan (tanah) merupakan salah sindiran halus, ungkapan cemoohan terhadap
satu objek kelembagaan yang penting karena penguasa desa yang hanya dimengerti oleh
merupakan salah satu input produksi. Selain kelompok miskin (Samandawai, 2001).
itu menurut Sajogyo (1983), lahan bagi Upaya sabotase yang diwujudkan
petani adalah modal (asset) sumber nafkah berimplikasi terhadap pembangunan yang
yang menentukan posisi rumah tangga selalu mengalami hambatan. Sikap dan
petani dalam pelapisan masyarakat desa. perilaku perlawanan yang dilakukan petani
Modal lahan menentukan kemampuan dinilai pemerintah merupakan wujud dari
jangkauan petani terhadap pangan, kebodohan, kurangnya pendidikan,
perumahan, pendidikan dan unsur ketidakmengertian terhadap pembangunan,
kesejahteraan. Bahkan menurut Soemardjan atau sikap kolot yang tidak mau menerima
(1980) ketimpangan distribusi penguasaan kemajuan.
lahan merupakan sumber utama kemiskinan Sektor kehutanan juga memperlihat-
struktural didalam masyarakat yang kan akibat dari ketidakadilan dalam
bersangkutan (Fadjar, dkk). pengelolaan dan pembagian hasil.
Nasib petani relatif belum berubah Ketidakadilan tersebut direspon dengan
semenjak kolonialisme dimana petani hanya berbagai perlawanan halus melalui protes-
merupakan objek eksploitasi yang terjadi protes sosial masyarakat desa hutan. Protes-
dalam berbagai cara produksi. Cara produksi protes sosial muncul dengan berbagai
yang eksploitatif ini pada tingkat masyarakat varian, mulai dari saminisme, hidden
membangun apa yang biasa disebut sebagai transcript (perlawanan terselubung seperti
diferensiasi sosial. Diferensiasi sosial adalah menggunakan olok-olok atau
proses penggolongan didalam masyarakat pembangkangan) hingga banditisme hutan
berdasarkan penguasaan terhadap alat-alat (Awang, 2003).
produksi dan modal, termasuk tanah
didalamnya (Arif dalam Fauzi, 2003). Terbentuknya organisasi: ‘mengorganisir
Persoalan-persoalan kemiskinan, diri’ atau ‘diorganisir oleh kelompok elit’
ketimpangan sosial, dan ketidakadilan dalam Pengorganisasian sosial pertanian di
konteks negara dan bangsa Indonesia yang Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir
sangat kaya dengan sumber-sumber agraria didorong oleh dua faktor yaitu:
berpangkal pada adanya ketimpangan 1. Gejala kerusakan lingkungan terutama
struktur penguasaan sumber-sumber agraria karena tindakan manusia terhadap
yang secara sengaja dibiarkan berkembang lingkungannya yang makin eksploitatif
di dalam kehidupan bernegara. Dipicu oleh

J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011 33


dan semakin sempitnya kesempatan menerangkan bahwa interaksi manusia
kerja di pedesaan. dengan sumberdaya alam di Indonesia
2. Munculnya kesadaran masyarakat atas terkait dengan faktor sistem ekologi, pola
hak-haknya terhadap sumberdaya yang kepemilikan, dukungan organisasi luar
ada di sekitarnya yang bermuara kepada komunitas, keberadaan lembaga adat dan
tuntutan pengakuan hak ulayat kepada perilaku pasar. Pada komunitas masyarakat
pemerintah. perkebunan dan kehutanan faktor-faktor
Dalam komunitasnya, masyarakat tersebut berbeda cirinya sehingga
mengembangkan konsolidasi untuk melawan melahirkan proses pengorganisasian yang
struktur yang memarjinalkan kehidupan berbeda.
mereka. Perlawanan dalam diam, dalam Peran kelompok elit desa yang
berbagai bentuknya menunjukkan bahwa merupakan pendiri desa sekaligus pernah
sesunguhnya anggota komunitas mampu memiliki lahan yang luas dalam
mengorganisir diri dalam struktur memunculkan gagasan tentang perlawanan
masyarakat yang kuat. Kepemimpinan lokal mendapat tanggapan yang positif dari
dan kelompok elit mampu menggerakkan masyarakat. Kondisi tersebut ditambah
anggota komunitas untuk melakukan dengan masukan dari golongan warga yang
sabotase-sabotase, perlawanan halus yang telah memiliki kesadarn akan pendidikan
menunjukkan bahwa mereka tidak tinggal sehingga kritis dalam mengajukan pendapat.
diam dalam situasi terjajah. Kesadaran kritis Seperti halnya tulisan Amin, (1988) bahwa
bisa didapat dari kelompok elit mereka. setiap mayarakat terdapat kelompok-
Coba lihat di kelompok elit dan hubungan kelompok elit yang mempunyai pengaruh
sosial di pedesaan dan sangat berarti bagi masyarakatnya.
Dalam konteks perlawanan fisik dan Pendapat, keputusan dan tindakan mereka
organisasi yang lebih terstruktur, organisasi mempunyai akibat yang penting dan
petani lebih dipengaruhi oleh masuknya menentukan. Elit ini terdapat dalam agama,
idealisme yang biasanya datang dari NGO‟s politik, ekonomi, militer, adat dan
atau pihak lain. Petani terlibat dengan sebagainya. Pada dua komunitas perbedaan
jaringan bisa karena mereka berusaha ada pada golongan kelompok elit yang
membuat aliansi dengan pihak lain. Dalam dimaksud. Untuk kasus desa perkebunan,
konteks ini, petani memainkan peran kelompok elit yang berupaya
pemimpin lokal untuk dapat menentukan membangkitkan kesadaran adalah kelompok
tujuan bersama. Inisiatif membentuk agama dan politik, sedangkan pada kasus
jaringan juga bisa muncul dari kepedulian masyarakat desa hutan, kelompok elit
NGO‟s dalam membantu perjuangan petani. yangberperan lebih pada pemuka adat.
Tipe organisasi yang muncul
Varian tipe organisasi berdasarkan
dipengaruhi oleh sistem ekologi yang ada
komunitas
pada struktur dasar masyarakat pekebunan
Kasus pengorganisasian di desa
yakni berciri ekologi sawah dengan ciri-ciri:
perkebunan memiliki tipe organisasi sosial
1. Dalam ekologi sawah interaksi manusia
pertanian yang didukung oleh sistem
dengan lingkungannya berlangsung
agribisnis pertanian pangan, di daerah
sangat intensif sepanjang tahun.
sekitar perkotaan dan daerah padat
2. Ada hubungan sosial berdasarkan
penduduk, budaya organisasi sosial relatif
keterikatan antar petani dengan sumber
kuat, dan didukung oleh lembaga-lembaga
air irigasi.
lokal, nasional, dan internasional. Organisasi
3. Kepemilikan jelas (kepemilikan
sosial pertanian seperti ini memerlukan
individu), masyarakat memiliki petok
dukungan pengembangan kapasitas
D, yaitu bukti pembayaran pajak
berorganisasi serta pengembangan
Warga komunitas perkebunan
kemampuan teknik-teknik pemulihan
memperjuangkan hak atas tanah melalui
kesuburan.
cara-cara yang lebih keras, berangkat dari
Alasan petani mengorganisir
tercerabutnya keteraturan yang biasa mereka
sekaligus diorganisir oleh orang lain
jalani. Prinsip modal sosial tetap digunakan
disebabkan beberapa hal. Banyak literatur
dimana dalam kasus konflik, petani

34 J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011


membangun strategi yaitu melibatkan kerjasama antara dua atau lebih individu.
berbagai stake holder dari mulai lapisan atas Doktrin dimasukkan sebagai unsur pengikat
hingga lapisan bawah. Strategi yang dalam hubungan timbal balik dalam upaya
diterapkan adalah serangan langit dan mempererat makna resiprokal. Pada kasus
serangan akar rumput. Serangan langit masyarakat kahutanan (Orang Katu),
merupakan pekerjaan perwakilan perjuangan program pemerintah tentang taman nasional
yang memfokuskan kegiatan pada level direspon dengan melakukan konsolidasi
lobbying. Serangan ini dilakukan mulai dari antar warga. Salah satu kegiatan yang
birokrasi paling rendah hingga tingkat pusat. dilakukan adalah membuat pemetaan
Sedangkan serangan akar rumput partisipatif dan rekognisi. Orang Katu
lebih ditujukan pada strategi memperkuat menganggap bahwa peniadaan hak-hak
basis perjuangan petani lokal yang ditujukan tenurial tersebut harus dilawan dengan akal
untuk meyakinkan akan kebenaran sehat. Membangkitkan akal sehat dan
perjuangan, memperkuat pemahaman pengetahuan Orang Katu tentang hak
keluarga rakyat petani akan hak-haknya tenurialnya dilakukan dengan cara membuat
secara dialogis, memperkuat keberadaan peta partisipatif yang berisi pola kekuasaan
tradisi komunal (kebersamaan) yang sempat mereka atas ruang. Peta mental (cognitive
dihancurkan, menggalang kawan serta maps) yang selama ini menjadi pengetahuan
menciptakan kepedulian atas nasib petani. Orang Katu menggambarkan di mana lokasi
Tipe organisasi sosial pertanian pada mereka berladang, tempat berburu,
komunitas kehutanan memiliki varian yang pengambilan kayu, tempat tumbuhnya
lebih banyak, diantaranya perbedaan tanaman obat, dsb. Orang Katu mulai
karakteristik etnis, ekologi, keterbatasan membentuk jaringan kepercayaan dengan
lahan, berkembang karena tuntutan unsur luar dalam hal ini LSM untuk dapat
pemulihan ekologi dan peningkatan membuat peta partisipatif.
kesejahteraan penduduk, didukung oleh
Dampak terhadap struktur sosial
organisasi/LSM lokal, organisasi adat dan
Perubahan yang justru terlihat pada
organisasi birokrasi lokal. Organisasi sosial
kasus petani Blitar adalah ketika tanahnya
pertanian seperti ini membutuhkan
berhasil diduduki. Kelembagaan mulai
pendampingan dalam hal sistem agroforestri
dimunculkan dalam bentuk kegiatan
berskala kecil/individual.
pengajian yang didalamnya disisipkan kajian
Untuk kasus masyarakat kehutanan,
atau diskusi rutin tentang perkembangan
pengorganisasian yang dilakukan memiliki
kasus tanah. Meskipun saat ini mereka sudah
karakteristik seperti di bawah ini:
berhasil menduduki lahan garapan namun
1. Bentuk pengorganisasian bervariasi,
banyaknya ancaman menjadikan petani
tergantung pada proses-proses yang
waspada terhadap segala kemungkinan yang
terjadi antara negara dan masyarakat
mungkin timbul.
2. Dalam konteks batas hutan negara dan
Warga Dusun Gambar sepakat untuk
lahan masyarakat jelas, melahirkan
mengadakan pemilihan perangkat dusun
organisasi formal, misalnya KTH.
baru secara demokratis. Perangkat Dusun
Dalam konteks dimana batas-batas
Gambar ini secara fungsional berbeda peran.
antara hutan negara dan lahan
Kamituwo adalah tetua dusun yang memiliki
masyarakat tidak jelas, hubungan sosial
tugas untuk memimpin dusun, Jagabaya
lebih didasarkan pada ikatan adat atau
bertugas mengamankan situasi keamanan
kemungkinan munculnya hubungan
dan ketertiban dusun. Rukun warga adalah
sosial disosiatif antara negara dan
perangkat yang membantu tugas kamituwo
masyarakat
untuk keperluan pengaduan-pengaduan
3. Kepemilikan lahan bersifat komunal,
rakyat, dan DPRD (Dewan Perwakilan
milik adat atau komunitas
Rakyat Dusun) Gambar yang merupakan
Dalam menciptakan gerakan, petani
perwakilan dusun tertinggi yang bertugas
menggunakan prinsip modal sosial yang
mengawasi, memberi masukan maupun
diperkenalkan oleh Fukuyama (2001).
teguran kepada kamituwo, jagabaya, dan
Modal sosial didefinisikan sebagai norma
rukun warga.
informal yang membina hubungan

J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011 35


Setelah mengefektifkan perangkat tidak semata-mata faktor nasib melainkan
baru, rakyat petani kini juga menghidupkan karena struktur sosial masyarakat yang tidak
kembali tradisi lama seperti lumbung desa, mendukung. Respon tersebut diwujudkan
kesenian tradisional, upacara-upacara atau dalam bentuk perlawanan mandiri
selametan dusun. Tradisi ini memiliki nilai komunitas dan dalam perjalanannya
strategis dalam rangka memperkuat barisan didukung oleh pihak lain yang memiliki
solidaritas keluarga petani. kepedulian terhadap perjuangan petani
Pada kasus masyarakat hutan,
perjuangan petani bermuara pada diakuinya
keberadaan komunitas tersebut meskipun DAFTAR PUSTAKA
baru pada tingkat lokal (Kepala Balai TNLL
mengakui keberadaan Orang Katu). Orang Awang, San Afri. 2003. Politik Kehutanan
Katu diperbolehkan mengelola hutan Masyarakat. Yogyakarta: CCSS.
sekaligus tinggal dalam kawasan TNLL
dengan menyusun konsep manajemen yang De Soto, Hernando. 2001. The Mystery of
jelas yang berbasis resources management. Capital: With Capitalism Triumph
Komunitas lokal berusaha mengembangkan in the West and Fails Everywhere
prinsip-prinsip pengelolaan tenurialnya Else. London: Black Swan.
sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.
Patut digarisbawahi adalah masyarakat di Eric wolf. 1985 Petani: Suatu Tinjauan
dalam maupun luar hutan merupakan entitas Antropologis. Jakarta: CV.
yang mandiri, dengan demikian memerlukan Rajawali.
wacana kebijakan tersendiri
Fadjar, U., dkk. 2002. Penduduk, Kebun
KESIMPULAN Karet dan Kemiskinan. Bogor: LRPI.
Kemiskinan struktural tak dapat
Faudji, Noer. 2003. Bersaksi untuk
dipungkiri muncul pada berbagai sisi
Pembaharuan Agraria: dari
kehidupan masyarakat. Kondisi ini dipicu
Tuntutan Lokal Hingga
oleh struktur masyarakat yang memberi
Kecenderungan Global.
peluang terciptanya ketimpangan akses
Yogyakarta: Insist Press.
terhadap sumberdaya yang dilakukan oleh
kelompok elit. Kondisi tersebut memicu
Fukuyama, Francis. 2001. Social Capital,
termarjinalisasinya masyarakat tertentu
Civil Society And Development.
sehingga mereka tidak memiliki posisi tawar
Third World Quarterly, Vol 22, No
terhadap berbagai situasi yang muncul.
1, pp 7– 20, 2001.
Dalam konteks masyarakat desa
perkebunan dan desa hutan, kemiskinan
Kartasubrata, Junus. 1999. Masyarakat di
diciptakan melalui paradigma pengelolaan
Dalam dan Sekitar Hutan:
sumberdaya alam yang tidak berbasis
Beberapa Studi Kasus di Jawa dan
masyarakat lokal. Paradigma yang dipilih
Luar Jawa. Proceedings Kongres
pemerintah tersebut memberi peluang kaum
Kehutanan Indonesia. Buku VI
kapitalis untuk semakin kokoh menancapkan
Sidang Kelompok V Sumber Daya
kekuasaanya diatas posisi masyarakat.
Manusia. Jakarta: Yayasa Sarana
Dalam berbagai bentuknya, kondisi tersebut
Wana Jaya.
menghasilkan keterpurukan dikalangan
petani.
Kikis. 2000a. Agenda Penanggulangan
Respon yang muncul sebagai akibat
Kemiskinan Struktural. Focal Point
kondisi tersebut adalah penggalangan
Masyarakat Hutan. KIKIS-KPSHK-
kekuatan yang dilakukan anggota komunitas
The Ford Foundation. Laporan
melalui peran kelompok elit. Kelompok elit
Dialog Kemiskinan. Jawa Barat.
disini diartikan sebagai golongan dalam
masyarakat yang lebih dahulu mendapat
Kikis. 2000b. Agenda Penanggulangan
kesadaran bahwa kemiskinan yang muncul
Kemiskinan Struktural. Focal Point

36 J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011


Masyarakat Lahan Kering. LP2ES-
Mataram, The Ford Foundation. Scott, James C. 1993. Perlawanan Kaum
Laporan Dialog Kemiskinan Bali. Tani. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Nurjaya, IN. 2001. Magersari: Studi Kasus
Pola Hubungan Kerja Penduduk Scott, James C. 1994. Moral Ekonomi
setempat dalam Pengusahaan Petani. Terj. Jakarta: LP3ES.
Hutan. Disertasi. UI. Depok.
Soekanto, S. 1983. Beberapa Teori
Pelzer, Karl. Z. 1991. Sengketa Agraria: Sosiologi Tentang Struktur
Pengusaha Perkebunan Melawan Masyarakat. Jakarta: CV. Rajawali.
Petani. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan. Sitorus, MTF. 2002. Lingkup Agraria dalam
Menuju Keadilan Agraria: 70
Perdana, Herlambang. 1999. Serangan Akar Tahun Gunawan Wiradi. Bandung:
rumput di kaki Gunung Kelud dalam Akatiga.
buletin petani. Edisi No. 2/1,
Desember 1999. Suhendar, Endang., Yohana Budi Winarni.
1997. Petani dan Konflik Agraria.
Samandawai, Sofwan. 2001. Mikung: Bandung: Akatiga.
Bertahan dalam Himpitan (Kajian
Masyarakat Marjinal di Tauhid, M. 1953. Masalah tanah:
Tasikmalaya). Bandung: Yayasan sebagai masalah penghidupan
Akatiga. dan kemakmuran rakjat
Indonesia.
Sangiaji, Arianto. 2002. Politik Konservasi
Orang Katu di Behoa Kakau.
Bogor: KpSHK.

J-SEP Vol 5 No. 2 Juli 2011 37

Anda mungkin juga menyukai