BLOK MUSKULOSKELETAL
Kontributor
1. dr. Charles A. Simanjuntak, Sp.OT
2. dr. Humaryanto, Sp.OT
3. dr. Budi Justisia, Sp.OT
4. dr. Apriyanto, Sp.BS
5. dr. Ali Imran, Sp.Rad
6. dr. Attiya Rahmah, Sp.S
7. dr. Nadrizal, Sp.PD
8. dr. Fairuz Quzwain, Sp.PA
9. dr. Sotianingsih, Sp.PK
10. dr. Ainur Rofiq, Sp.F
11. dr. Amelia Dwi Fitri M. Med. Ed
12. dr. Nyimas Natasha A.S, M.Pd.Ked
13. dr. Frizky Arlind
14. dr. Rita Halim
15. dr. Attiya Istarini
16. dr. Citra Maharani
17. dr. Anati Purwakanthi
18. dr. Esa Indah Ayudia
Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat,
bimbingan, petunjuk dan kekuatan-Nya kepada kita semua, atas telah diselesaikannya Buku
Modul Keterampilan Klinis Blok Muskuloskeletal Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi.
Keterampilan klinis adalah salah satu kompetensi yang perlu dilatih sejak awal hingga akhir
pendidikan dokter secara berkesinambungan. Dalam melaksanakan praktik, lulusan dokter
harus menguasai keterampilan klinis untuk mendiagnosis maupun melakukan
penatalaksanaan masalah kesehatan. Buku Modul ini berisi penjabaran keterampilan klinis
yang harus dikuasai oleh mahasiswa Kedokteran khususnya sistem Muskuloskeletal yang
mengacu pada Standar Kompetensi Dokter yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
Dengan disusunnya buku Modul ini diharapkan mahasiswa memiliki bekal keterampilan klinis dalam
menyelesaikan Blok Muskuloskeletal khususnya keterampilan dengan tingkat kemampuan 4.
Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap semua pihak yang telah
bekerja keras dalam penyusunan Buku Modul Blok Muskuloskeletal ini. Kami menyadari
bahwa Buku Modul ini masih jauh dari sempurna, karena itu akan selalu disempurnakan
secara berkala berdasarkan masukan dari berbagai pihak maupun dari bukti-bukti empiris.
Semoga buku modul ini bermanfaat dalam upaya peningkatan mutu pendidikan Kedokteran
dan pencapaian pelayanan kesehatan yang bermutu, efisien, efektif, adil dan merata.
Terima Kasih.
Kontributor................................................................................................................. 2
Kata Pengantar .......................................................................................................... 3
Daftar Isi ..................................................................................................................... 4
Daftar Kompetensi .................................................................................................... 5
Pemeriksaan fisik orthopedi ...................................................................................... 8
Keterampilan klinis jahit luka ................................................................................... 44
Pemasangan Bidai/Splint ........................................................................................... 63
Transportasi pasien .................................................................................................... 71
Integrated Patient Management................................................................................... 74
Berdasarkan SKDI (Standar Kompetensi Dokter Indonesia) 2012, ada beberapa level
kompetensi yang harus dipenuhi oleh mahasiswa kedokteran untuk menjadi seorang dokter.
Pada blok Muskuloskeletal ini, berikut adalah daftar standar kompetensi terkait.
3. RENCANA PEMBELAJARAN
Keterampilan pemeriksaan orthopedi akan dilaksanakan selama dua sesi terbimbing diruang
skills lab, masing masing sesi dilaksanakan 150 menit (3 x 50 menit) dengan jumlah
mahasiswa 10 orang perkelompok.
Prasesi (Workplan )
Daftar pertanyaan yang diberikan pada mahasiswa ( minimal 5 pertanyaan )
1. Point apa saja yang dinilai dalam pemeriksaan orthopedi umum?
2. Apa saja yang diperiksa pada pemeriksaan regional bahu?
3. Bagaimana cara mengukur discrepency?
4. Pemeriksaan untuk menilai stabilitas postural?
5. Sebutkan macam-macam cara berjalan (gait)
Sesi kedua :
Pada sesi kedua akan dilaksanakan evaluasi dengan cara masing-masing mahasiswa akan
diberikan skenario klinis dan mahasiswa diharapkan mampu melakukan keterampilan
pemeriksaan fisik dengan benar sesuai dengan dengan checklist yang sudah diajarkan pada
sesi pertama dengan alokasi waktu 10 - 13 menit tiap mahasiswa dan diakhir sesi instruktur
memberikan feedback
4. TINJAUAN TEORI
Pemeriksaan fisik sebenarnya sudah dimulai ketika penderita datang ke dokter dengan
mengamati penampakan umum penderita, raut muka, cara berjalan, cara duduk dan cara tidur,
proporsi tinggi badan terhadap anggota tubuh lainnya, keadaan simetris bagian tubuh kiri dan
kanan, cara berjalan dan tingkah laku, ekspresi wajah, kecemasan serta reaksi emosional
lainnya untuk melihat aspek-aspek emosional dan somatis dari penderita.
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang paling penting dalam memperkuat penemuan-
penemuan yang berhasil kita dapatkan dari riwayat dan anamnesis yang telah kita buat dan
menambah atau mengurangi pilihan diagnosis yang dapat kita lakukan .
a. Inspeksi (Look)
Inspeksi sebenarnya telah dimulai ketika penderita memasuki ruangan periksa. Pada inspeksi
secara umum diperhatikan raut muka penderita apakah kesakitan; bentuk tubuh penderita
apakah normal, athletik, pendek, bongkok, miring ;dan cara berjalan, cara duduk serta cara
tidur
Cara berjalan (gait)
Gait perlu diperhatikan pada waktu penderita berdiri dan berjalan. Cara berjalan sekurang-
kurangnya 20 langkah. Apabila penderita mengalami nyeri pada panggul atau panggul tidak
stabil, biasanya penderita menggunakan tongkat pada sisi yang sebaliknya.
Ada beberapa jenis karakteristik cara berjalan:
1. Cara berjalan antalgik, yaitu cara berjalan dengan berupaya mengurangi berat untuk
mengurangi nyeri
2. Cara berjalan kaki pendek
3. Cara berjalanTrendelenburg
Inspeksi pada anggota gerak dilakukan secara sistematik dan perhatian terutama ditujukan
pada :
a. Kulit, meliputi warna kulit dan tekstur kulit.
b. Jaringan lunak yaitu pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen, jaringan lemak, fasia,
kelenjar limfe.
c. Tulang dan Sendi
d. Sinus dan jaringan parut
Apakah sinus berasal dari permukaan saja, dari dalam tulang atau dalam sendi.
Apakah jaringan parut berasal dari luka operasi, trauma atau supurasi.
d. Pergerakan (Move)
Pada pergerakan sendi dikenal dua istilah pergerakan yang aktif merupakan pergerakan sendi
yang dilakukan oleh penderita sendiri dan pergerakan pasif yaitu pergerakan sendi dengan
bantuan pemeriksa.
Pada pergerakan dapat diperoleh informasi mengenai:
a. Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif
Apakah gerakan ini menimbulkan rasa sakit
Apakah gerakan ini disertai dengan adanya krepitasi
b. Stabilitas sendi
Terutama ditentukan oleh integritas kedua permukaan sendi dan keadaan ligamen yang
mempertahankan sendi. Pemeriksaan stabilitas sendi dapat dilakukan dengan memberikan
tekanan pada ligamen dan gerakan sendi diamati.
c. Pemeriksaan ROM (Range of Join Movement)
Pemeriksaan batas gerakan sendi harus dicatat pada setiap pemeriksaan ortopedi yang
meliputi batas gerakan aktif dan batas gerakan pasif.
Setiap sendi mempunyai nilai batas gerakan normal yang merupakan patokan untuk gerakan
abnormal dari sendi. Dikenal beberapa macam gerakan pada sendi, yaitu : abduksi, adduksi,
ekstensi, fleksi, rotasi eksterna, rotasi interna, pronasi, supinasi, fleksi lateral, dorso fleksi,
plantar fleksi, inversi dan eversi.
d. Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi pada bidang bedah ortopedi jarang dilakukan dan biasanya dilakukan
bila ada krepitasi misalnya pada fraktur atau mendengar bising fistula arteriovenosa.
Sumber: xxxxxxx
Sumber: xxxxxxx
Kekuatan
Kekuatan otot servikoskapula dan otot torakoskapula
Uji elevasi skapula, retraksi skapula, abduksi-rotasi skapula
Otot skapulo-humeral (mengontrol pergerakan sendi glenohumeral) yaitu pergerakan
abduksi 180°, adduksi 75°, fleksi 180°, ekstensi 60°, rotasi lateral 80°, rotasi medial 80°.
Sendi akromioklavikular
Pemeriksaaan pembengkakan, rasa panas, nyeri, nyeri bila digerakkan dan stabilitas.
Sendi sternoklavikula
Pemerikasaan pembengkakan, rasa panas, nyeri, nyeri bila digerakkan dan stabilitas.
2. bahu.
Pemeriksaan ini penting untuk menerangkan gejala yang tidak ditemukan pada pemeriksaan
lokal.
Pemeriksaan meliputi :
Pemeriksaan leher dengan pleksus brakialis
Toraks, jantung dan pleura
Abdomen dan lesi subdiafragma
3. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum bagian tubuh lainnya.
Gerakan sendi bahu
Pada pemerikasaan sendi bahu sangat penting diketahui berapa besar gerakan yang terjadi
pada sendi glenohumeral dan berapa besar gerakan rotasi skapula. Untuk membedakannya
maka pemeriksa perlu memegang atau memfiksasi bagian bawah skapula. Dalam keadaan
normal gerakan sendi bahu berupa abduksi yang terjadi dari sebagian sendi glenohumeral dan
sebagian dari rotasi sendi skapula sendiri. Kelainan pada sendi bahu akan memberikan
hambatan pada gerakan sendi glenohumeral tetapi tidak pada gerakan skapula.
Pemeriksaan klinik rutin gangguan lengan bawah, pergelangan tangan dan jari-jari
Pemeriksaan local lengan bawah,pergelangan tangan dan jari-jari
Inspeksi : kontur tulang Palpasi : suhu kulit
Kontur jaringan lunak kontur tulang
Warna dan tekstur kulit kontur jaringan lunak
Adanya jaringan parut dan sinus nyeri local
2. Sendi metakarpopalangeal
Pada sendi metakarpopalangeal ibu jari dan jari-jari terdapat gerakan fleksi dan gerakan
ekstensi sebesar 90.
3. Sendi interfalangeal
Pada sendi interfalangeal ibu jari dan jari-jari hanya terdapat gerakan fleksi dan gerakan
ekstensi.
5. Pemeriksaan Lutut
Stabilitas lutut sangat ditentukan oleh ligamentum dan otot kuadrisep. Otot kuadrisep
yang kuat dapat mengontrol stabilitas lutut walupun terdapat keregangan dari ligamen.
Pergerakan (aktif dan pasif dan dibandingkan dengan sisi yang normal)
Pergelangan kaki - Inversi-adduksi
- Plantar fleksi - Eversi-abduksi
- Ekstensi (dorsofeksi) Sendi midtarsal
Sendi subtalar - Inversi-adduksi
Kekuatan
Setiap otot harus diuji dan dibandingkan dengan sisi yang sebelah.
Stabilitas
Integritas ligamen khususnya ligamentum lateral dari pergelangan kaki
2. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan anggota tubuh lainnya untuk menentukan apakah gejala yang terjadi merupakan
manifestasi dari suatu penyakit sistemik tubuh.
5 SKENARIO KLINIS
Tn. Mahmud 60 tahun datang ke poli Bedah dengan keluhan nyeri di pangkal paha
kanannya setelah jatuh terpeleset 2 jam lalu dikamar mandi, nyeri bertambah bila digerakkan.
Tn. Mahmud masih bisa berjalan tetapi dengan sedikit pincang. Dari pemeriksaan fisik
orthopedi didapatkan nyeri tekandi regio femoralis dextra, tidak ada deformitas dan range of
movement terbatas.
6. REFERENSI
1. Apley, Graham,,Solomon Louis. Buku AjarOrthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi
ke 7.1995. Jakarta : Widya Medika
2. Buckup. Clinical Test for Musculosceletal System. 2008.Thieme
3. Rasjad, Chaeruddin. Pengantar ilmu bedah Orthopedi. Edisi 2. 2003. Makassar :
Bintang Lamumpatue
NILAI
NILAI
NILAI
NILAI
NILAI
NILAI
NILAI
assessment of menisci
No. KRITERIA SKOR
0 1 2 3
1 Pemeriksa menjalin sambung rasa dengan memberi salam,
memperkenalkan diri, menerangkan secara singkat
pemeriksaan yang akan dilakukan dan menyebutkan tujuan
pemeriksaan..
2 Pemeriksa meminta pasien untuk berbaring
terlentang/duduk dan rileks
3 Melakukan inspeksi pada lutut dan membandingkan
keduanya.
Menilai ada tidaknya perubahan warna, sikatriks, atrofi
otot, deformitas/bentuk asimetris, efusi,
pembengkakan/massa/benjolan, fistula.
NILAI
NILAI
NILAI
3. RENCANA PEMBELAJARAN
Keterampilan jahit luka ini akan dilaksanakan selama dua sesi terbimbing diruang skills lab,
masing masing sesi dilaksanakan 150 menit (3 x 50 menit) dengan jumlah mahasiswa 10
orang perkelompok.
Sesi pertama :
1. Mahasiswa akan diperkenalkan dengan instrument bedah minor yang akan
dipergunakan pada keterampilan klinis jahit luka
2. Instruktur akan menjelaskan dan mendemonstrasikan prosedur kerja keterampilan jahit
luka sesuai dengan checklist di depan kelas
3. Mahasiswa akan melakukan diskusi dengan instruktur mengenai keterampilan jahit luka
yang belum dimengerti oleh mahasiswa
4. Masing-masing mahasiswa akan mencoba melakukan keterampilan jahit luka dan
instruktur akan memberikan feedback
Sesi kedua :
Pada sesi kedua akan dilaksanakan evaluasi dengan cara masing-masing mahasiswa akan
diberikan skenario klinis dan mahasiswa diharapkan mampu melakukan keterampilan jahit
luka dengan benar sesuai dengan dengan checklist yang sudah diajarkan pada sesi pertama
dengan alokasi waktu 10 - 13 menit tiap mahasiswa dan diakhir sesi instruktur memberikan
feedback
4. TINJAUAN TEORI
2. Gunting
Pada dasarnya gunting mengkombinasikan antara aksi mengiris dan mencukur. Mencukur
membutuhkan aksi tekanan halus yang saling bertentangan antara ibu jari dan anak jari
lainnya. Gerakan mencukur ini biasanya dilakukan oleh tangan dominan yang bersifat tidak
disadari dan berdasarkan insting. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis pada kedua
lubang gunting. Hal ini akan menyebabkan jari telunjuk menyokong instrumen pada waktu
memotong sehingga kita dapat memotong dengan tepat. Selain itu, penggunaan ibu jari dan
jari telunjuk pada lubang gunting biasanya pengontrolannya berkurang. Jenis-jenis gunting
berdasarkan objek kerjanya, yakni gunting jaringan (bedah), gunting benang, gunting perban
dan gunting iris.
a. Gunting Jaringan (bedah)
Gunting jaringan (bedah) terdiri atas dua bentuk. Pertama, berbentuk ujung tumpul dan
berbentuk ujung bengkok. Gunting dengan ujung tumpul digunakan untuk membentuk
bidang jaringan atau jaringan yang lembut, yang juga dapat dipotong secara tajam. Gunting
dengan ujung bengkok dibuat oleh ahli pada logam datar dengan cermat. Pemotongan dengan
gunting ini dilakukan pada kasus lipoma atau kista. Biasanya dilakukan dengan cara
mengusuri garis batas lesi dengan gunting. Harus dipastikan kalau pemotongan dilakukan
jangan melewati batas lesi karena dapat menyebabkan kerusakan.
b. Gunting Benang (dressing scissors)
Gunting benang didesain untuk menggunting benang. Gunting ini berbentuk lurus dan
berujung tajam. Gunakan hanya untuk menggunting benang, tidak untuk jaringan. Gunting ini
juga digunakan saat mengangkat benang pada luka yang sudah kering dengan tehnik selipan
dan sebaiknya pemotongan benang menggunakan bagian ujung gunting. Hati-hati dalam
Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 48
pemotongan jahitan. Jika ujung gunting menonjol keluar jahitan, terdapat resiko memotong
struktur lainnya.
c. Gunting Perban
Gunting perban merupakan gunting berujung sudut dengan ujung yang tumpul. Gunting ini
memiliki kepala kecil pada ujungnya yang bermanfaat untuk memudahkan dalam memotong
perban. Jenis gunting ini terdiri atas knowles dan lister. Bagian dasar gunting ini lebih
panjang dan digunakan sangat mudah dalam pemotongan perban. Ujung tumpulnya didesain
untuk mencegah kecelakaan saat remove perban dilakukan. Selain untuk membentuk dan
memotong perban sesaat sebelum menutup luka, gunting ini juga aman digunakan untuk
memotong perban saat perban telah ditempatkan di atas luka.
d. Gunting Iris
Gunting iris merupakan gunting dengan ujung yang tajam dan berukuran kecil sekitar 3-4
inchi. Biasanya digunakan dalam pembedahan ophtalmicus khususnya iris. Dalam bedah
minor, gunting iris digunakan untuk memotong benang oleh karena ujungnya yang cukup
kecil untuk menyelip saat remove benang dilakukan.
3. Klem Jaringan
Cara penggunaan: klem arteri memiliki ratchet pada handlenya. Ratchet inilah yang
menyebabkan posisi klem arteri dalam keadaan terututup (terkunci). Ratchet umumnya
memiliki tiga derajat, dimana pada saat penutupan jangan langsung menggunakan derajat
akhir karena akan mengikat secara otomatis dan sulit untuk dilepaskan. Pelepasan klem
dilakukan dengan cara pertama harus ditekan ke dalam handlenya, kemudian dipisahkan
handlenya sambil membuka keduanya. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis karena hal
ini akan menyebabkan jari telunjuk mendukung instrumen bekerja sehingga dapat
memposisikan jepitan dengan tepat.
Modul Skill Lab | Blok 4.3 | FKIK UNJA | Page 50
Jepitan klem arteri berbentuk halus dengan galur lintang paralel yang membentuk chanel
lingkaran saat instrumen ditutup. Jepitan ini berukuran relatif panjang terhadap handled yang
memungkinkan genggaman jaringan lebih halus tanpa pengrusakan. Jepitan dengan ujung
bengkok (mosquito) berfungsi untuk membantu pengikatan pembuluh darah. Jangan
menggunakan klem ini untuk menjahit, oleh karena struktur jepitannya tidak mendukung
dalam memegang needle.
2. Benang Bedah
Benang bedah dapat bersifat absorbable dan non-absorbable. Benang yang absorbable
biasanya digunakan untuk jaringan lapisan dalam, mengikat pembuluh darah dan kadang
digunakan pada bedah minor. Benang non-absorbable biasanya digunakan untuk jaringan
tertentu dan harus diremove. Selain itu, benang bedah ada juga yang bersifat alami dan
sintetis. Benang tersebut dapat berupa monofilamen (Ethilon atau prolene) atau jalinan (black
silk). Umumnya luka pada bedah minor ditutup dengan menggunakan benang non-
absorbable. Namun, jahitan subkutikuler harus menggunakan jenis benang yang absorbable.
Black silk adalah benang jalinan non-absorbable alami yang paling banyak digunakan.
Meskipun demikian, benang ini dapat menimbulkan reaksi jaringan, dan menghasilkan luka
yang agak besar. Jenis benang ini harus dihindari, karena saat ini telah banyak benang sintetis
alternatif yang memberikan hasil yang lebih baik. Luka pada kulit kepala yang berbatas
merupakan pengecualian, oleh karena penggunaan jenis benang ini lebih memuaskan.
Benang non-abosrbable sintetis terdiri atas prolene dan ethilon (nama dagang). Benang ini
berbentuk monofilamen yang merupakan benang terbaik. Jenis benang ini cukup halus dan
3. Needle bedah
Saat ini bentuk needle bedah yang digunakan oleh sebagian besar orang adalah jenis
atraumatik yang terdiri atas sebuah lubang pada ujungnya yang merupakan tempat insersi
benang. Benang akan mengikuti jalur needle tanpa menimbulkan kerusakan jaringan
(trauma). Pada needle model lama memiliki mata dan loop pada benangnya sehingga dapat
menimbulkan trauma. Needle memiliki bagian dasar yang sama, meskipun bentuknya
beragam. Setiap bagian memiliki ujung, yakni bagian body dan bagian lubang tempat insersi
benang. Sebagian besar needle berbentuk kurva dengan ukuran ¼, 5/8, ½ dan 3/8 lingkaran.
Hal ini menyebabkan needle memiliki range untuk bertemu dengan jahitan lainnya yang
Angkat Jahitan
Adalah proses pengambilan benang pada luka. Berdasarkan lokasi dan hari tindakan:
Indikasi:
Alat medis habis pakai,
Permukaan meja/ permukaan lain yang tercemar/tumpahan darah atau cairan tubuh
pasien
Linen bekas pakai yang tercemar darah/atau cairan tubuh pasien
3. Prosedur dekontaminasi linen bekas pakai yang tercemar darah/atau cairan tubuh pasien
Cuci tangan
Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (apron, masker,kaca mata) kalau perlu
Segera rendam alat tenun yang terkontaminasi setelah dipakai dalam larutan klorin 0.5
% selama 10-15 menit ( desinfektan). Alat tenun yang terkontaminasi harus terendam semua
Peras alat tenun dan masukkan dalam kantong alat tenun kotor
Buka sarung tangan
Cuci tangan
Untuk tindakan penjahitan luka alat yang dibutuhkan hanya needle holder satu buah , jarum
jahit berujung bulat tiga buah, pinset anatomi/bedah satu buah, comb steril dua buah, gunting
benang dan doek steril satu buah.
5. SKENARIO KLINIS
6. REFERENSI
1. Ahmadsyah Ibrahim. Ed: Luka, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku Ajar
Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 66-88
2. Wijdjoseno-Gardjito. Ed: Anestesia, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 239-264
3. Wijdjoseno-Gardjito. Ed: Pembedahan, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 265-288
4. Karnadihardja Warko. Ed: Penyulit pascabedah, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de
Jong, ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 293-303
RENCANA PEMBELAJARAN
Keterampilan pemasangan splinting akan dilaksanakan selama satu sesi terbimbing diruang
skills lab, yang dilaksanakan 150 menit (3 x 50 menit) dengan jumlah mahasiswa 10 orang
perkelompok.
Sesi pertama :
Pada sesi pertama akan dilakulan penjelasan oleh instruktur, diskusi dan latihan mandiri
dengan bimbingan instruktur
Fraktur
Definisi fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang yang menimbulkan gerakan
yang abnormal disertai krepitasi dan nyeri. Fraktur terbagi atas 2 bentuk fraktur terbuka dan
fraktur tertutup yang keduanya biasanya disertai berbagai bentuk kerusakan jaringan lunak.
Immobilisasi Fraktur
Tujuan immobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstremitas yang cedera dalam posisi se-
anatomis mungkin.dan mencegah gerakan yang berlebihan pada daerah fraktur. Hal ini dapat
dilakukan pemasangan traksi untuk meluruskan ekstremitas dan dipertahankan dengan alat
immobilisasi. Pemakain bidai secara benar akan membantu menghentikan pendarahan,
mengurangi nyeri dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut. Jika terdapat fraktur
tulang terbuka tidak perlu dikawatirkan kemungkinan mengenai tulang yang keluar masuk
kedalam luka karena semua fragment tulang akan didebridement di kamar operasi.
Tujuan pembidaian:
Prinsip Pembidaian :
1. Bebaskan area pembidaian dari benda-benda (baju, cincin, jam, gelang dll)
2. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian dan
perhatikan warna kulit ditalnya.
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan sirkulasi
penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan
yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke
rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.
Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa ditimbulkan
oleh tindakan pembidaian :
1. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh ujung fragmen
fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang
mengalami fraktur saat memasang bidai.
2. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat
3. Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita menunggu terlalu lama
selama proses pembidaian.
Prosedur
1. Lakukan primary survey ABCD dan tangani keadaan yang mengancam terlebih dahulu
bila tidak ada lanjut secondary survey yaitu identifikasi adanya fraktur
2. Menjelaskan secara singkat dan jelaskan kepada penderita tentang prosedur tindakan
yang akan dilakukan dan meminta informed consent
a. a. Persiapkan Bidai berbagai ukuran sesuai dengan ekstremitas yang cedera. Gunakan
alat bidai standar, namun bidai juga bisa dibuat dari bahan sederhana, misalnya ranting
pohon, papan kayu, pelepah pohon pisang
- - Panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai. Ukur pada
bagian tubuh yang sehat.
- - Jika menggunakan bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya dibalut
terlebih dahulu dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dll).
- - Lapisi bidai yang telah dibalut dengan kapas sebagai padding/bantalan khusunya
untuk tulang yang menonjol
b. Elastic perban ukuran no. 4 atau no.7
c. Kassa gulung
d. kasaa steril
e. Kapas dan plester
SKENARIO KLINIS
Gaston 35 tahun diantar ke UGD oleh keluarga setelah kecelakaan lalu lintas 30 menit lalu.
Gaston mengeluh tungkai kirinya nyeri hebat dan sulit digerakkan. Dari penilaian awal
ABCD clear. Pada pemeriksaan cruris sinistrasi terdapat deformitas dan bengkak. Tidak
terdapat luka terbuka.
REFERENSI
ATLS for Doctors
Buku Ajar Bedah Wim De Jong
0 1 2 3
RENCANA PEMBELAJARAN
Keterampilan IPM akan dilaksanakan selama satu sesi terbimbing diruang skills lab, yang
dilaksanakan 150 menit (3 x 50 menit) dengan jumlah mahasiswa 10 orang perkelompok.
Sesi pertama :
Pada sesi pertama akan dilakulan diskusi dan latihan mandiri dengan bimbingan instruktur.
Mahasiswa akan diberikan beberapa skenario yang akan dipraktekkan oleh masing- masing
mahasiswa
IDENTITAS
Nama : Tn. Mahmud
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 35 tahun
Alamat : Telanaipura
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Status : Menikah
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
Penurunan kesadaran dan paha kanan nyeri bila digerakkan
ANAMNESIS SISTEM
Sistem Muskuloskeletal : paha kanan bila digerakkan terasa nyeri
PEMERIKSAAN FISIK
Hasil Pemeriksaan Fisik
airway : paten, beathing : clear
Vital Sign: TD: 80/60 mmHg N: 125x/menit R; 25x/menit t: 37,7®C GCS: 12
Thoraks :
Cor : Bunyi jantung teratur, cepat, bising (-), kuat angkat tidak ada
Pulmo: inspeksi pergerakan dada simetris, perkusi sonor , bunyi nafas vesikuler kanan dan
kiri , nafas tambahan (-)
DIAGNOSIS KEJA
Hipotesis : syok hipovolemia dengan fraktur tertutup
TATALAKSANA
Tatalaksana awal syok hipovolemia
Tatalaksana awal fraktur tertutup : immobilisasi dengan bidai
NAMA :
NIM :