Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk lima terbesar di


dunia, dimana mayoritas penduduk beragama islam. Indonesia juga merupakan negara
yang kaya akan sumber daya alam, namun demikian pada saat ini Indonesia masih
menghadapi berbagai masalah, diantaranya kemiskinan, ketertinggalan dalam pendidikan
dan pengangguran. Ketiga masalah ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih
belum merasakan kesejahteraan. Dalam usaha pencapaian kesejahteraan, umat Islam
memiliki mekanisme yang berjalan secara efektif pada masa Muhammad SAW dan para
sahabat, mekanisme tersebut ialah distribusi kekayaan melalui penyaluran zakat, infak,
sedekah, dan wakaf. Keberhasilan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
bukanlah tidak mungkin untuk dicapai saat ini.
Optimalisasi penyaluran dan pemanfaatan ZISWAF, terutama wakaf merupakan salah
satu kuncinya. Wakaf secara bahasa adalah al habs (menahan) dan dapat diartikan sebagai
menyerahkan tanah kepada orang-orang mikin atau untuk orang-orang miskin, untuk
ditahan. Diartikan demikian, karena barang milik itu dipegang dan ditahan oleh orang
lain, seperti menahan hewan ternak, tanah, dan segala sesuatu (Al-Kabisi, 2004). Qahaf
(2007:58) mendefinisikan wakaf dengan kegiatan memindahkan harta dari upaya
konsumtif menuju reproduksi dan menghasilkan sesuatu yang dapat di konsumsi pada
masa-masa mendatang, baik oleh pribadi maupun kelompok. Dengan demikian wakaf
merupakan kegiatan menabung dan berinvestasi secara bersamaan. Kegiatan ini
mencakup kegiatan menahan harta yang mungkin dimanfaatkan oleh wakif baik secara
langsung maupun setelah berubah menjadi barang konsumsi, sehingga tidak dikonsumsi
saat ini dan pada saat yang bersamaan mengubah pengelolaan harta menjadi investasi
yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah harta produktif ditengah-tengah masyarakat.
Bentuk wakaf jenisnya bervariatif dalam berbagai bentuk aset, yang dapat
dikelompokkan menjadi aset tidak bergerak (tanah), aset bergerak (kuda), dan aset dalam
1
bentuk uang (dinar). Dengan makin beragamnya jenis wakaf yang dapat dikelola dan
dikembangkan, peluang meningkatkan penghimpunan wakaf terbuka lebar. Salah satu
sumber potensial wakaf adalah dari wakaf uang. Keunggulan wakaf uang adalah lebih
fleksibel dalam pengelolaan yaitu dapat di investasikan ke berbagai sektor yaitu sektor
riil maupun keuangan. Dengan tersedianya wakaf uang, akan lebih memudahkan nazhir
dalam mengelola jenis wakaf lainnya seperti memproduktifkan tanah wakaf dengan
menyesuaikan potensi dan manfaat ekonomis tanah tersebut, sedangkan keuntungan yang
dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk pembangunan umat dan bangsa secara keseluruhan.
Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan
ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan wakaf uang menjadi sangat strategis. Disamping
sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf uang juga
merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial)
dan kesejahteraan umat. Namun istilah wakaf uang belum begitu familiar di tengah
masyarakat Indonesia, ini bisa dilihat dari pemahaman masyarakat Indonesia yang
memandang wakaf hanya sebatas pada pemberian berbentuk barang tidak bergerak,
seperti tanah dan bangunan yang diperuntukkan untuk tempat ibadah, kuburan, pondok
pesantren, rumah yatim piatu dan pendidikan semata. Pemanfaatan benda wakaf masih
berkisar pada hal-hal yang bersifat fisik, sehingga tidak memberikan dampak ekonomi
secara signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Banyaknya harta benda wakaf yang
ada di masyarakat Indonesia belum mampu mengatasi masalah kemiskinan. Padahal
benda yang bergerak, seperti uang misalnya, pada hakikatnya juga merupakan salah satu
bentuk instrumen wakaf yang memang diperbolehkan dalam Islam. Saat ini dikalangan
masyarakat luas mulai muncul istilah cash waqf (wakaf uang) dipelopori oleh M. A.
Mannan, seorang ekonom yang berasal dari Bangladesh. Wakaf uang dipandang sebagai
salah satu solusi yang dapat membuat wakaf menjadi lebih produktif. Apabila wakaf uang
mampu dikelola dan diberdayakan oleh suatu lembaga secara profesional, akan sangat
membantu dalam mensejahterakan ekonomi umat, memenuhi hak-hak masyarakat, serta
mengurangi penderitaan masyarakat. Pengelolaan wakaf uang secara produktif untuk
kesejahteraan masyarakat menjadi tuntutan yang tidak bisa dihindari lagi. Apalagi di saat
ini negeri Indonesia mengalami krisis ekonomi yang memerlukan partisipasi banyak
pihak. Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf

2
diarahkan untuk memberdayakan wakaf yang merupakan salah satu instrumen dalam
membangun kehidupan sosial ekonomi umat Islam. Kehadiran Undang - Undang wakaf
ini menjadi momentum pemberdayaan wakaf secara produktif, sebab di dalamnya
terkandung pemahaman yang komprehensif dan pola manajemen pemberdayaan potensi
wakaf secara modern. Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 tahun 2004 tentang
Wakaf mencakup harta tidak bergerak maupun yang bergerak, termasuk wakaf uang yang
penggunaannya sangat luas, tidak terbatas untuk pendirian tempat ibadah dan sosial
keagamaan. Formulasi hukum yang demikian, jelas suatu perubahan yang sangat
revolusioner dan jika dapat direalisasikan akan memiliki akibat yang berlipat ganda atau
multiplier effect, terutama dalam kaitannya dengan pemberdayaan ekonomi umat Islam.
Namun, usaha ke arah itu jelas bukan pekerjaan yang mudah. Umat Islam Indonesia
selama ratusan tahun sudah terlanjur mengidentikkan wakaf dengan (dalam bentuk)
tanah, dan benda bergerak yang sifatnya bendanya tahan lama. Dengan demikian,
Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf diproyeksikan sebagai sarana
rekayasa sosial (social engineering), melakukan perubahan-perubahan pemikiran, sikap
dan perilaku umat Islam agar senafas dengan semangat UU tersebut. Salah satu regulasi
baru dalam Undang-Undang Wakaf tersebut adalah Wakaf Uang.
Wakaf uang/uang adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang dan
lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang. Juga termasuk kedalam pengertian uang
adalah surat-surat berharga, seperti saham, cek dan lainnya. Minimal ada 4 (empat)
manfaat utama dari wakaf uang yaitu :
1. Wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi, sehingga seseorang yang memiliki dana
terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi
tuan tanah terlebih dahulu;
2. Melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai
dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian;
3. Dana wakaf uang juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga Pendidikan Islam
yang cash flow-nya terkadang kembang-kempis dan menggaji Civitas Akademika
alakadarnya;

3
4. Pada gilirannya, InsyaAllah Umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan
dunia pendidikan tanpa harus tergantung pada anggaran pendidikan (APBN) yang
memang semakin lama semakin terbatas.
Wakaf uang juga dapat menjadi instrumen ekonomi untuk menyelesaikan masalah
perekonomian yang membelit. Paling tidak, wakaf uang yang diperkenalkan oleh Prof Dr
MA Mannan melalui pendirian Social Investment Bank Limited (SIBL) di Bangladesh.
SIBL menancapkan tonggak sejarah dalam dunia perbankan dengan mengenalkan Cash
Wakaf Certificate atau sertifikat Wakaf Uang. Menurutnya, melalui sertifikat ini SIBL
mengelola harta si kaya kemudian mendistribusikan keuntungannya kepada kaum papa.
Dapat dikatakan bahwa wakaf uang ini merupakan sumber pendanaan yang dihasilkan
dari swadaya masyarakat karena sertifikat wakaf uang ini adalah untuk menggalang
tabungan sosial serta mentransformasikannya menjadi modal sosial dan membantu
mengembangkan pasar modal sosial. Selanjutnya melalui sertifikat ini berarti
menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya kepada fakir miskin.
Dengan demikian akan menumbuhkan tanggung jawab sosial mereka pada masyarakat
sekitarnya yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan umat. Wakaf uang
produktif dianggap sebagai sumber dana yang sangat bisa diandalkan untuk
mensejahterakan rakyat miskin.
Sehubungan dengan perannya untuk meningkatkan perekonomian maka wakaf uang
ini haruslah dikelola secara transparan. Akuntabilitas harus dapat dipertanggungjawabkan
oleh pengelola wakaf (nazhir) sehingga para pemberi wakaf (wakif) memiliki keyakinan
bahwa uang yang diwakafkannnya dipergunakan dan dikelola sebagaimana mestinya.
Hingga saat ini, belum ada Perlakuan Standar Akuntansi (PSAK) yang mengatur tentang
akuntansi Lembaga Wakaf. Namun, merujuk pada akuntansi konvensional serta praktik
dari lembaga wakaf yang beroperasi diIndonesia saat ini, maka perlakuan akuntansi untuk
zakat, infaq/sedekah, dengan wakaf tidak akan berbeda jauh, hal ini disebabkan akuntansi
untuk zakat, infaq/sedekah harus dilakukannya pencatatan secara terpisah atas setiap dana
yang diterima. Itu artinya bahwa untuk wakafpun pencatatannya akan mirip dengan zakat
dan dilakukannya secara terpisah untuk setiap jenis penerimaan dan pengeluaran dana
program wakaf, termasuk juga pengolahan serta pelaporan dana program wakaf. Selain
masalah pencatatan akuntansi yang relatif sama dengan pencatatan wakaf, yang harus

4
menjadi perhatian adalah pengolahan serta pelaporan dana wakaf tersebut oleh pengelola
wakaf. Pengelola wakaf harus melakukan tentunya sesuai dengan prinsip syariah.
Dalam makalah ini penulis akan mencoba membahas bagaimana perlakuan akuntansi
untuk wakaf produktif uang dan laporan keuangan yang harus dipersiapkan oleh lembaga
pengelola wakaf.

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana siklus akuntansi dan pelaporan keuangan pada lembaga pengelola wakaf?
2. Bagaimana pengakuan dan pengukuran transaksi pada lembaga pengelola wakaf?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui siklus akuntansi dan pelaporan keuangan pada lembaga pengelola
wakaf.
2. Untuk mengetahui pengakuan dan pengukuran transaksi pada lembaga pengelola
wakaf.

BAB II

LANDASAN TEORI

5
2.1. Pengertian Umum Wakaf
Wakaf adalah instrumen ekonomi Islam yang unik yang mendasarkan fungsinya
pada unsur kebajikan (birr), kebaikan (ihsan) dan persaudaraan (ukhuwah). Ciri utama
wakaf yang sangat membedakan adalah ketika wakaf ditunaikan terjadi pergeseran
kepemilikan pribadi menuju kepemilikan Allah SWT yang diharapkan abadi, memberikan
manfaat secara berkelanjutan. Melalui wakaf diharapkan akan terjadi proses distribusi
manfaat bagi masyarakat secara lebih luas, dari manfaat pribadi (private benefit) menuju
manfaat masyarakat (social benefit). Wakaf (Ar:waqf = menahan tindakan hukum).
Persoalan Wakaf adalah persoalan pemindahan hak milik yang dimanfaatkan untuk
kepentingan umum. Menurut istilah, Wakaf berarti menahan harta yang dapat diambil
manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah, serta
dimaksudkan untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf bahwa yang dimaksud dengan wakaf
adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian dari
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah.
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 1 menyatakan
bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakaf untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian dari harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah. Pengertian wakaf sebagaimana tersebut dalam
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, diperluas lagi berkaitan
dengan Harta Benda Wakaf (obyek wakaf) yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) yang
menyatakan Harta Benda Wakaf meliputi : a. Benda tidak bergerak; dan b. Benda
bergerak. Selanjutnya yang dimaksud wakaf benda bergerak, salah satunya adalah
uang/tunai. Yang dimaksud wakaf uang/tunai adalah wakaf yang dilakukan seseorang,
kelompok orang dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk tunai. Juga termasuk
kedalam pengertian uang adalah surat-surat berharga, seperti saham, cek dan lainnya.
6
2 2. Pengertian Wakaf Uang
Munculnya pemikiran wakaf uang/ tunai yang dipelopori oleh Prof.Dr.M.A. Mannan,
seorang ekonom yang berasal dari Bangladesh pada dekade ini merupakan momen yang
sangat tepat untuk mengembangkan instrumen wakaf untuk membangun kesejahteraan
umat. Sebelum Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf ada, Pada tanggal
11 Mei 2002 Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang
membolehkan wakaf uang (cash wakaf/ waqf al nuqud) dengan syarat nilai pokok wakaf
harus dijamin kelestariannya. Pengertian wakaf sebagaimana tersebut dalam Pasal 1
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, diperluas lagi berkaitan dengan
Harta Benda Wakaf (obyek wakaf) yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) yang menyatakan
Harta Benda Wakaf meliputi :
a. Harta benda wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda bergerak;
b. Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a meliputi :
(a) hak atas tanah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, baik
yang sudah maupun yang belum terdaftar;
(b) bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
(c) tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
(d) hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
(e) benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
c. Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 Huruf b adalah harta benda yang
tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi uang, logam mulia, surat berharga,
kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, serta benda bergerak lain sesuai
dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya pada Pasal 28-31 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
dan Pasal 22-27 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, secara eksplisit menyebut tentang
bolehnya pelaksanaan wakaf uang. Dengan demikian yang dimaksud wakaf uang/tunai
adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang dan lembaga atau badan hukum
7
dalam bentuk tunai. Juga termasuk kedalam pengertian uang adalah surat-surat berharga,
seperti saham, cek dan lainnya.

2.3 Dasar Hukum Wakaf


1. Dalil Al Qur'an
a. Al-Qur'an surat Al-Hajj ayat 77 yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman,
rukuk dan sujudlah kamu dan sembahlah Tuhanmu serta berbuatlah kebaikan
supaya kamu berbahagia.
b. Al-Qur'an, surat An-Nahl ayat 97, yang artinya: Barang siapa yang berbuat
kebaikan, laki-laki atau perempuan dan beriman, niscaya akan Aku beri pahala
yang lebih bagus dari apa yang mereka amalkan.
c. Al-Qur'an surat AI-Imron ayat 92, yang artinya :
Engkau tidak akan sampai pada kebajikan bila tidak melepaskan sebagian
daripada yang engkau sukai.
d. Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 267, yang artinya : Belanjakanlah sebagian harta
yang kamu peroleh dengan baik.
e. Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah yang
terjemahannya : Apabila seseorang meninggal dunia semua pahala amalnya
terhenti, kecuali tiga macam amalan yaitu: shodaqoh jariyah, ilmu yang
bermanfaat dan anak sholeh yang senantiasa mendoakan baik untuk orang tuanya.
24 para ulama menafsirkan iIstilah shodaqoh jariyah disini dengan wakaf.
f. Hadist Riwayat Bukhari Muslim, yang menceritakan bahwa pada suatu hari
sahabat Umar datang pada Nabi Muhammad SAW untuk minta nasehat tentang
tanah yang diperolehnya di Ghaibar (daerah yang amat subur di Madinah), lalu is
berkata; Ya Rasulullah, apakah yang engkau perintahkan kepadaku rnengenai
tanah itu ? Lalu Rasulullah berkata: Kalau engkau mau, dapat engkau tahan
asalnya (pokoknya) dan engkau bersedekah dengan dia, maka bersedekahlah
Umar dengan tanah itu, dengan syarat pokoknya tiada dijual, tiada dihibahkan dan
tiada pula diwariskan.
2. Pasal 28-31 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Pasal 22-27
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang

8
Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, secara eksplisit menyebut tentang bolehnya
pelaksanaan wakaf uang.
3. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa tentang Wakaf Uang pada
tanggal 11 Mei 2002, yang menyatakan bahwa :
a. Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk tunai.
b. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat berharga.
c. Wakaf Uang hukumnya jawaz (boleh);
d. Wakaf Uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang
diperbolehkan secara syar’i;
e. Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual,
dihibahkan dan/atau diwariskan.
Dengan demikian, wakaf uang hukumnya boleh baik menurut undang-undang
maupun agama.

2.4 Nazhir (Pengelola Wakaf)


Nazhir adalah salah satu unsur penting dalam perwakafan, berfungsi atau tidaknya
wakaf sangat tergantung pada kemampuan nazhir. Di berbagai negara yang wakafnya
dapat berkembang dan berfungsi untuk memberdayakan umat, wakaf dikelola oleh nazhir
yang profesional.
Sayangnya, masih ada beberapa negara yang wakafnya dikelola oleh mereka yang
kurang profesional, bahkan ada beberapa nazhir yang kurang memahami hukum wakaf,
termasuk kurang memahami hak dan kewajibannya. Kasus semacam ini juga terjadi di
Indonesia, bahkan pada umumnya wakaf di Indonesia dikelola nazhir yang belum mampu
mengelola wakaf yang menjadi tanggungjawabnya. Adapun ruang lingkup kerja Nazhir
dalam mengelola peruntukan harta benda wakaf meliputi: sarana dan kegiatan ibadah;
pendidikan serta kesehatan; bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea
siswa; kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau kesejahteraan umum. Dalam
melaksanakan tugasnya, Nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10%.
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf terlihat jelas arah
perwakafan di Indonesia bukan hanya untuk kepentingan ibadah saja, tetapi juga untuk
9
memberdayakan masyarakat dengan pengelolaan wakaf secara ekonomis dan produktif
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ummat. Sebagaimana sudah diketahui
bersama, agar wakaf dapat mewujudkan kesejahteraan umat, maka wakaf harus dikelola
secara produktif oleh nazhir yang profesional. Ada wakafnya yang dikelola oleh suatu
badan atau lembaga wakaf (swasta), ataupun dikelola oleh nazhir perorangan yang
ditentukan dan diawasi oleh Hakim.
Sedangkan nazhir perorangan adalah nazhir yang ditentukan dan diawasi oleh para
hakim atau mahkamah. Nazhir semacam ini masih cukup banyak di sebagian negara
Islam atau negara yang penduduknya beragama Islam. Pada umumnya wakaf yang
dikelola oleh nazhir perorangan tidak dapat berkembang secara produktif, karena di
samping pengetahuannya terbatas, sedikit di antara para hakim yang mempunyai
pengalaman yang layak dalam mengawasi dan mengelola wakaf, apalagi para hakim juga
tidak mempunyai pengetahuan tentang kelayakan para nazhir. Oleh karena itu
pengawasan mereka terhadap nazhir juga tidak efektif, hal ini menyebabkan tidak dapat
berfungsinya wakaf secara optimal. Di Indonesia hanya ada beberapa wakaf yang
dikelola oleh nazhir profesional, misalnya Badan Wakaf UII, Yayasan Badan Wakaf
Sultan Agung, Yayasan Pemeliharaan dan Perluasan Wakaf Pondok Gontor, dan lain-lain.
Dengan demikian, wakaf yang diharapkan dapat memberi kesejahteraan pada umat,
kadangkala biaya pengelolaannya terus-menerus tergantung pada zakat, infaq dan
shadaqah masyarakat. Padahal andaikata, nazhirnya kreatif, dia bisa mengelola wakafnya
secara produktif.
2.5. Badan Wakaf Indonesia (BWI)
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf, Nazhir wakaf yang selama ini tradisional terdapat perbedaan mengarah
pada Nazhir profesional yang terdiri dari Nazhir perorangan, organisasi, atau badan
hukum. Adapun tugas-tugas Nazhir adalah:
a. melakukan pengadministrasian;
b. mengelola dan mengembangkan sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya;
c. mengawasi dan melindungi harta benda wakaf; serta
d. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI).

10
Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang akan dibentuk dan berkedudukan di ibukota
Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 tentang Wakaf dinyatakan bahwa : “dalam rangka memajukan dan mengembangkan
perwakafan nasional, dibentuk Badan Wakaf Indonesia”. Badan Wakaf Indonesia (BWI)
yang diamanatkan UU merupakan lembaga independen, yang akan berkedudukan di
ibukota dan dapat membentuk perwakilan di provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai
dengan kebutuhan. Jumlah anggota BWI terdiri dari sekitar 20 - 30 orang yang berasal
dari unsur masyarakat. Untuk berjalannya tugas BWI, Pemerintah wajib membantu biaya
operasional. Adapun Badan Wakaf Indonesia (BWI) memiliki tugas dan wewenang:
1. melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta
benda wakaf;
2. melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan
internasional; memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan
status harta benda wakaf;
3. memberhentikan dan mengganti Nazhir; memberikan persetujuan atas penukaran harta
benda wakaf;
4. memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan
perwakafan.
Pembentukan Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan campur tangan pemerintah
dalam melakukan pengaturan dan pengawasan pelaksanaan wakaf di Indonesia. Hal ini
dikarenakan, semua Nadzir yang ada di daerah harus melaporkan segala hal yang
berkaitan dengan wakaf yang dikelolanya kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI).

2.6 PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah


Pengakuan dan Pengukuran
Zakat
Pengakuan awal
 Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau aset lainnya diterima.

11
 Zakat yang diterima dari muzakki diakui sebagai penambah dana zakat: (a) jika dalam
bentuk kas maka sebesar jumlah yang diterima; (b) jika dalam bentuk nonkas maka
sebesar nilai wajar aset nonkas tersebut.
 Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga
pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya
sesuai yang diatur dalam PSAK yang relevan.
 Zakat yang diterima diakui sebagai dana amil untuk bagian amil dan dana zakat untuk
bagian nonamil.
 Penentuan jumlah atau persentase bagian untuk masing-masing mustahiq ditentukan
oleh amil sesuai dengan prinsip syariah dan kebijakan amil.
 Jika muzakki menentukan mustahiq yang harus menerima penyaluran zakat melalui
amil maka aset zakat yang diterima seluruhnya diakui sebagai dana zakat. Jika atas
jasa tersebut amil mendapatkan ujrah/fee maka diakui sebagai penambah dana amil.
Pengukuran setelah pengakuan awal
 Jika terjadi penurunan nilai aset zakat nonkas, jumlah kerugian yang ditanggung
harus diperlakukan sebagai pengurang dana zakat atau pengurang dana amil
tergantung dari sebab terjadinya kerugian tersebut.
 Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai: (a) pengurang dana zakat, jika terjadi tidak
disebabkan oleh kelalaian amil; (b) kerugian dan pengurang dana amil, jika
disebabkan oleh kelalaian amil.
Penyaluran Zakat
 Zakat yang disalurkan kepada mustahiq diakui sebagai pengurang dana zakat sebesar
:
a. jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas;

b. jumlah tercatat, jika dalam bentuk aset nonkas.

Infak/Sedekah
Pengakuan awal
 Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai dana infak/sedekah terikat atau tidak
terikat sesuai dengan tujuan pemberi infak/sedekah sebesar: (a) jumlah yang diterima,
jika dalam bentuk kas; (b) nilai wajar, jika dalam bentuk nonkas.

12
 Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar untuk aset
nonkas tersebut. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode
penentuan nilai wajar lainnya sesuai yang diatur dalam PSAK yang relevan.
 Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai dana amil untuk bagian amil dan dana
infak/sedekah untuk bagian penerima infak/sedekah.
 Penentuan jumlah atau persentase bagian untuk para penerima infak/sedekah
ditentukan oleh amil sesuai dengan prinsip syariah dan kebijakan amil.
Pengukuran setelah pengakuan awal
 Infak/sedekah yang diterima dapat berupa kas atau aset nonkas. Aset nonkas dapat
berupa aset lancar atau tidak lancar.
 Aset tidak lancar yang diterima oleh amil dan diamanahkan untuk dikelola dinilai
sebesar nilai wajar saat penerimaannya dan diakui sebagai aset tidak lancar
infak/sedekah. Penyusutan dari aset tersebut diperlakukan sebagai pengurang dana
infak/sedekah terikat apabila penggunaan atau pengelolaan aset tersebut sudah
ditentukan oleh pemberi.
 Amil dapat pula menerima aset nonkas yang dimaksudkan oleh pemberi untuk segera
disalurkan. Aset seperti ini diakui sebagai aset lancar. Aset ini dapat berupa bahan
habis pakai, seperti bahan makanan; atau aset yang memiliki umur ekonomi panjang,
seperti mobil ambulance.
 Aset nonkas lancar dinilai sebesar nilai perolehan sedangkan aset nonkas tidak lancar
dinilai sebesar nilai wajar sesuai dengan PSAK yang relevan.
 Penurunan nilai aset infak/sedekah tidak lancar diakui sebagai: (a) pengurang dana
infak/sedekah, jika terjadi bukan disebabkan oleh kelalaian amil; (b) kerugian dan
pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.

 Dalam hal amil menerima infak/sedekah dalam bentuk aset (nonkas) tidak lancar
yang dikelola oleh amil, maka aset tersebut harus dinilai sesuai dengan PSAK yang
relevan.
 Dana infak/sedekah sebelum disalurkan dapat dikelola dalam jangka waktu sementara
untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hasil dana pengelolaan diakui sebagai
penambah dana infak/sedekah.
Penyaluran infak/sedekah
13
 Penyaluran dana infak/sedekah diakui sebagai pengurang dana infak/sedekah sebesar:
(a) jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas; (b) nilai tercatat aset yang
diserahkan, jika dalam bentuk aset nonkas.
 Penyaluran infak/sedekah kepada amil lain merupakan penyaluran yang mengurangi
dana infak/ sedekah sepanjang amil tidak akan menerima kembali aset infak/sedekah
yang disalurkan tersebut.
 Penyaluran infak/sedekah kepada penerima akhir dalam skema dana bergulir dicatat
sebagai piutang infak/sedekah bergulir dan tidak mengurangi dana infak/ sedekah.
Dana Nonhalal
 Penerimaan nonhalal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai
dengan prinsip syariah, antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari
bank konvensional. Penerimaan nonhalal pada umumnya terjadi dalam kondisi
darurat atau kondisi yang tidak diinginkan oleh entitas syariah karena secara prinsip
dilarang.
 Penerimaan nonhalal diakui sebagai dana nonhalal, yang terpisah dari dana zakat,
dana infak/ sedekah dan dana amil. Aset nonhalal disalurkan sesuai dengan syariah.
Penyajian
 Amil menyajikan dana zakat, dana infak/ sedekah, dana amil, dan dana nonhalal
secara terpisah dalam neraca (laporan posisi keuangan).

Pengungkapan
Zakat
 Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat, tetapi tidak
terbatas pada:
a. kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritas penyaluran, dan
penerima;

14
b. kebijakan pembagian antara dana amil dan dana nonamil atas penerimaan zakat,
seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan;
c. metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan zakat berupa aset
nonkas;
d. rincian jumlah penyaluran dana zakat yang mencakup jumlah beban pengelolaan
dan jumlah dana yang diterima langsung mustahiq; dan
e. hubungan istimewa antara amil dan mustahiq yang meliputi: (i). sifat hubungan
istimewa; (ii). jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan (iii). presentase dari aset
yang disalurkan tersebut dari total penyaluran selama periode.
Infak/Sedekah
 Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi infak/sedekah,
tetapi tidak terbatas pada :
a. metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan infak/sedekah
berupa aset nonkas;
b. kebijakan pembagian antara dana amil dan dana nonamil atas penerimaan
infak/sedekah, seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan;
c. kebijakan penyaluran infak/sedekah, seperti penentuan skala prioritas penyaluran,
dan penerima;
d. keberadaan dana infak/sedekah yang tidak langsung disalurkan tetapi dikelola
terlebih dahulu, jika ada, maka harus diungkapkan jumlah dan persentase dari
seluruh penerimaan infak/sedekah selama periode pelaporan serta alasannya;
e. hasil yang diperoleh dari pengelolaan yang dimaksud di huruf (d) diungkapkan
secara terpisah;
f. penggunaan dana infak/sedekah menjadi aset kelolaan yang diperuntukkan bagi
yang berhak, jika ada, jumlah dan persentase terhadap seluruh penggunaan dana
infak/sedekah serta alasannya;
g. rincian jumlah penyaluran dana infak/sedekah yang mencakup jumlah beban
pengelolaan dan jumlah dana yang diterima langsung oleh penerima
infak/sedekah;
h. rincian dana infak/sedekah berdasarkan peruntukannya, terikat dan tidak terikat;
dan (i) hubungan istimewa antara amil dengan penerima infak/sedekah yang

15
meliputi: (i). sifat hubungan istimewa; (ii). jumlah dan jenis aset yang disalurkan;
dan (iii). presentase dari aset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran selama
periode.
Amil mengungkapkan hal-hal berikut: (a) keberadaan dana nonhalal, jika ada,
diungkapkan mengenai kebijakan atas penerimaan dan penyaluran dana, alasan, dan
jumlahnya; dan (b) kinerja amil atas penerimaan dan penyaluran dana zakat dan dana
infak/sedekah.
Komponen Laporan Keuangan
Komponen laporan keuangan yang lengkap dari amil terdiri dari:
(a) neraca (laporan posisi keuangan);
(b) laporan perubahan dana;
(c) laporan perubahan aset kelolaan;
(d) laporan arus kas; dan
(e) catatan atas laporan keuangan.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Siklus Akuntansi dan Pelaporan Keuangan pada Lembaga Pengelola Wakaf
Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai siklus akuntansi dan pelaporan
keuangan pada Zakat Center Kota Cirebon. Zakat Center merupakan sebuah lembaga
16
yang berfungsi sebagai amil yang wajib melaporkan kinerja dan posisi keuangan sebagai
tanggungjawabnya terhadap donatur dan masyarakat. Karena pada dasarnya dana yang
dikumpulkan Zakat Center bukan merupakan milik lembaga amil, tetapi merupakan
titipan para muwaqif yang harus disalurkan sesuai dengan ketentuan syariah.
Lembaga Zakat Center menerapkan siklus akuntansi mengenai bagaimana proses
yang dilakukan mulai dari transaksi wakaf tunai sampai dengan pelaporan keuangan
wakaf tunai akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Transaksi
Transaksi adalah kejadian yang dapat mempengaruhi posisi keuangan dari suatu
badan usaha dan juga sebagai hal yang handal/wajar untuk dicatat. Transaksi ini biasanya
dibuktikan dengan adanya dokumen. Transaksi yang terjadi mengakibatkan perubahan
minimal 2 (dua) akun, baik pada satu elemen saja atau pada elemen yang berbeda. Dan
perubahan ini tidak akan mengubah keseimbangan persamaan akuntansi.
Agar lebih jelas perhatikan contoh transaksi berikut: a. Tanggal 29 Maret 2014 Zakat
Center menerima wakaf tunai sebesar Rp. 100.000,- dari muwakif.
Pertanyaan:
1. Apa yang berubah dalam Lembaga Zakat Center?
2. Pihak mana saja yang terlibat?
3. Elemen (akun) apa yang berubah dan bagaimana sifat perubahannya?

Jawaban:
1. Lembaga Zakat Center mendapatkan uang tunai, serta kas pada Zakat Center
bertambah.
2. Pihak yang terlibat adalah Zakat Center (amil) dan muwakif.
3. Elemen yang berubah adalah aset (kas) bertambah Rp100.000,-

2. Pembuatan Bukti Transaksi


Sebagaimana disebutkan diatas, transaksi yang terjadi biasanya dibuktikan dengan
adanya dokumen. Suatu transaksi baru dikatakan sah atau benar bila didukung oleh bukti-
17
bukti yang sah, akan tetapi harus pula disadari bahwa ada transaksi-transaksi yang tidak
mempunyai bukti secara tertulis Semua transaksi baik yang terjadi secara rutin atau tidak
merupakan bahan untuk menyusun laporan keuangan dengan jalan mencatat dan
mengolah transaksi itu lebih lanjut. Bukti-bukti asli yang dapat mendukung terjadinya
transaksi wakaf tunai pada Lembaga Zakat Center antara lain : kwitansi dan bentuk –
bentuk lain:
a. Kwitansi
Kwitansi merupakan bukti bahwa seorang muwakif telah memberikan wakaf tunainya
langsung ke kantor Zakat Center atau memberikan melalui layanan jemput wakaf.
b. Bukti-bukti lain
Disamping kwitansi terdapat bukti lain, yaitu tanda bukti transfer dari bank apabila
seorang muwakif memberikan wakaf tunainya melalui bank.

3. Pencatatan Dalam Buku Harian (Jurnal).


Transaksi dicatat pertama kali yang disebut Buku Harian (Jurnal). Jurnal adalah suatu
catatan kronologis dari transaksi entitas.Proses pencatatan pada Zakat Center mengikuti
lima langkah berikut ini:
a. Mengidentifikasikan transaksi dari dokumen sumbernya.
b. Menentukan setiap perkiraan yang dipengaruhi oleh transaksi tersebut dan
mengklasifikasikan berdasarkan jenisnya (aktiva, kewajiban atau modal).
c. Menetapkan apakah setiap perkiraan tersebut mengalami penambahan atau
pengurangan yang disebabkan oleh transaksi itu.
d. Menetapkan apakah harus mendebet atau mengkredit perkiraan.
e. Memasukkan transaksi tersebut kedalam jurnal.

4. Pencatatan Buku Besar


Untuk memudahkan menyusun informasi yang akan diberikan kepada pihak-pihak
yang memerlukannya terutama pimpinan, maka perkiraan-perkiraan yang sudah
dihimpun didalam buku harian tersebut harus pula dipisah-pisahkan atau digolongkan
menurut jenisnya. Menggolongkan perkiraan menurut jenis perkiraan tersebut dinamakan
menyusun buku besar besar itu merupakan penggolongan perkiraan menurut jenisnya.
Jumlah buku besar yang dimiliki perusahaan tergantung pada banyaknya jenis perkiraan

18
yang ditimbulkan oleh transaksi-transaksi yang telah terjadi pada Zakat Center. Judul
kolom yang mengidentifikasikan perkiraan buku besar menampilkan: Tanggal, Kolom
item, Kolom debet, berisi jumlah yang didebet, dan Kolom kredit, berisi jumlah yang
dikredit. Pemindah bukuan perkiraan memiliki buku berarti memindahkan jumlah dari
jurnal kedalam perkiraan yang sesuai dalam buku besar. Debet dalam jurnal dipindahkan
sebagai debet dibuku besar, dan kredit dalam jurnal dipindahkan sebagai kredit dalam
buku besar.

5. Neraca Lajur
Setelah seluruh transaksi selama periode dibukukan di buku besar, dihitung. Setiap
saldo masing-masing perkiraan dapat perkiraan akan memiliki saldo debet, kredit, atau
nol. Neraca saldo adalah suatu daftar dari saldo-saldo perkiraan ini, dan karenanya
menunjukkan apakah total debet sama dengan total kredit. Jadi suatu neraca saldo
merupakan suatu alat untuk mengecek atas kecermatan pencatatan dan pembukuan.
Dalam neraca saldo terdapat hampir semua perkiraan pendapatan dan beban perusahaan.
Dikatakan hampir semua, karena masih ada pendapatan dan beban yang mempunyai
pengaruh lebih dari satu periode akuntansi. Itulah sebabnya neraca ini disebut dengan
neraca saldo yang belum disesuaikan. Untuk itu diperlukan jurnal penyesuaian. Jurnal
penyesuaian adalah ayat jurnal yang dibuat pada akhir periode untuk menempatkan
pendapatan pada periode dimana pendapatan tersebut dihasilkan dan beban pada periode
dimana beban itu terjadi. Jurnal penyesuaian akan membuat pengukuran laba periode
tersebut lebih akurat dan memperbaharui perkiraan Aktiva dan Kewajiban sehingga
memiliki nilai sisa yang tepat bagi laporan keuangan. Dengan kata lain, melalui jurnal
penyesuaian dapat ditimbulkan perkiraan yang tidak kelihatan.

6. Laporan Keuangan
Elemen penting yang harus ada dalam laporan keuangan adalah: nama perusahaan,
nama laporan, tanggal atau periode yang dicakup laporan, rangka laporan tersebut.
Akuntansi wakaf tunai yang dikelola oleh Zakat Center sama halnya dengan akuntansi
zakat yang merupakan bingkai pemikiran dan aktivasi yang mencakup dasar-dasar
akuntansi dan proses-proses operasional yang berhubungan dengan penentuan dan
menetapkan pendistribusian hasilnya kepada pos-posnya sesuai dengan hukum dan dasar

19
syariat islam. Akuntansi wakaf tunai merupakan alat informasi antara Zakat Center
sebagai manajemen dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut.
Terkait dengan usaha transparansi dan pelaporan akuntabilitas amil belakangan ini
telah disusun sistem pelaporan standar akuntansi keuangan yang didasarkan pada fatwa
dari Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Jadi standar
akuntansi keuangan syari’ah itu murni disusun berdasarkan fatwa. Dari sanalah akhirnya
konsep tersebut diterjemahkan menjadi standar pelaporan yang disebut Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Adapun jenis – jenis Laporan Keuangan yang ada
pada Zakat Center Thoriqotul Jannah Kota Cirebon, meliputi:

1. Neraca/Laporan Posisi Keuangan


Zakat Center menyajikan pos-pos dalam neraca (laporan posisi keuangan) dengan
memperhatikan ketentuan dalam PSAK terkait, yang mencakup, tetapi tidak terbatas
pada:
a. Aset : kas atau setara kas, instrumen keuangan, piutang, dan aset tetap dan akumulasi
penyusutan.
b. Kewajiban: biaya yang masih harus dibayar, dan kewajiban imbalan kerja.
c. Saldo dana: dana zakat, dana infak/sedekah, dana wakaf tunai, dana amil, dan dana
non-syariah. Tujuan dari neraca/laporan posisi keuangan adalah: Menyediakan
informasi mengenai aktiva, kewajiban dan aktiva bersih (saldo dana) dan informasi
mengenai hubungan di antara unsur-unsur tersebut pada waktu tertentu. Kegunaan dari
laporan neraca adalah: Menilai kemampuan organisasi untuk memberikan jasa secara
berkelanjutan, Menilai likuiditas, fleksibilitas keuangan, kemampuan untuk memenuhi
kewajiban, dan kebutuhan pendanaan eksternal.

2. Laporan Perubahan Dana Zakat Center


Menyajikan laporan perubahan dana yaitu pada dana zakat, dana infaq/shadaqah,
dana wakaf, dana amil, dan dana non- syariah.

3. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana


Zakat Center menyediakan informasi mengenai pengaruh transaksi dan peristiwa
yang mengubah jumlah dan sifat aktiva bersih, hubungan antar transaksi dan peristiwa
lain serta bagaimana penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan berbagai program.

20
LSPD berguna untuk mengevaluasi kinerja dalam suatu periode, menilai upaya,
kemampuan, dan kesinambungan lembaga dalam memberikan jasanya dan menilai
pelaksanaan tanggungjawab dan kinerja pengelola. Tujuan dari laporan aktivitas atau
sumber dan penggunaan dana yaitu menyediakan informasi, mengenai pelaksanaan
tanggungjawab dan kinerja pengelola.

4. Laporan Arus Kas


Laporan Arus Kas Tujuan dari laporan kas adalah menyajikan informasi mengenai
penerimaan dan pengeluaran kas dalam suatu periode. Penyajian dari laporan arus kas
meliputi: a. Disusun dengan menggunakan metode langsung b. Ditambah pengungkapan
informasi mengenai aktivitas investasi dan pendanaan non kas ( sumbangan berupa
bangunan atau aktiva investasi).

5. Catatan atas Laporan keuangan


Catatan atas laporan keuangan berisi mengenai gambaran umum lembaga berupa
sejarah, visi dan misi, maksud dan tujuan, susunan pengurus. Kebijakan akuntansi, ruang
lingkup kegiatan dan penjelasan atas pos-pos laporan keuangan yang penting disetiap
komponen. Laporan keuangan Zakat Center dibuat sesuai dengan prinsip akuntansi Islam
yaitu keadilan, kebenaran dan pertanggung jawaban, yang sesuai dengan prinsip
akuntansi syari’ah sebagaimana dibuat oleh ahlinya, terang, jelas, tegas dan normatif,
memuat informasi yang menyeluruh, informasi ditujukan untuk semua pihak, terperinci
dan teliti, tidak terjadi manipulasi, dan melakukan secara kontinue. Dari semua itu akan
digunakan sebagai bahan pertanggungjawaban, yang tujuannya adalah menjaga keadilan
dan kebenaran, artinya prinsip tersebut menekankan pada pertanggungjawaban agar pihak
yang terlibat tidak ada yang dirugikan.

3.2. Pengakuan dan Pengukuran Transaksi pada Lembaga Pengelola Wakaf


Seperti dalam PSAK No.109 yaitu bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi zakat, infaq, shadaqah dan wakaf.
Karena pengakuan merujuk pada prinsip yang mengatur kapan dicatatnya transaksi
pendapatan (revenue), beban (expenses), laba (gain), dan rugi (loss). Pengakuan juga
berperan penting dalam laporan keuangan yaitu atribut yang dipakai dalam pengukuran,
aspek pengukuran ini hampir tidak berbeda dengan akuntansi konvensional, karena

21
semua atribut yang akan dijadikan acuan harus mempertimbangkan unsur relevan,
reliability, understandability, dan comparability. Adapun transaksi dan kegiatan
Pencatatan akuntansi wakaf tunai pada Zakat Center Thoriotul Jannah Kota Cirebon yaitu
sebagai berikut:
1. Pengakuan
Pengakuan adalah penerimaan wakaf tunai diakui pada saat kas atau asset lainnya
diterima. Wakaf tunai yang diterima dari muwakkif diakui sebagai penambah dana wakaf.
Wakaf tunai yang diterima diakui sebagai dana amil untuk bagian amil dan untuk bagian
nonamil. Penentuan jumlah atau persentase yang akan disalurkan ditentukan oleh amil
sesuai dengan prinsip syariah dan kebijakan amil. Secara konseptual, pengakuan adalah
penyajian suatu informasi melalui statemen keuangan sebagai ciri sentral pelaporan
keuangan. Secara teknis, pengakuan merupakan pencatatan secara resmi (penjurnalan)
suatu kuantitas (jumlah rupiah) hasil pengukuran ke dalam sistem akuntansi sehingga
jumlah rupiah tersebut akan mempengaruhi suatu pos terefleksi ke dalam laporan
keuangan. Pengakuan akuntansi terhadap dana wakaf tunai yang dilakukan Zakat Center
Kota Cirebon dilakukan berdasarkan nilai dasar tunai (cash basic), yaitu dengan
menjelaskan pencatatan dari laporan keuangan termasuk penjelasan tentang waktu,
pengakuan keuntungan atau kerugian organisasi. Dimana model pencatatan cash basis
merupakan transaksi akuntansi yang membukukan semua pendapatan yang sudah
diterima, metode ini dilakukan atas dasar pengertian bahwa dana wakaf tunai yang
dikumpulkan diakui secara langsung sebagai harta lembaga amil zakat.

Padahal pada dasarnya AAOIF (Accounting and Auditing Organisation For Islamic
Financial Institution) memakai konsep akrual sebagai dasar pengakuan untuk semua
bentuk transaksi. Dimana acrual basis adalah suatu proses pencatatan transaksi akuntansi
yang dicatat pada saat transaksi itu berlangsung dan dan dilaporkan pada periode yang
bersangkutan.
2. Pengukuran
Pengukuran adalah proses penentuan untuk mengakui dan memasukan setiap elemen
kedalam laporan keuangan, penerimaan dari dana wakaf tunai melalui jasa bank dan
bagian akuntansi malakukan penjurnalan berdasarkan bukti transaksi dan membuat buku
besar. Pengukuran dilakukan setelah pengakuan, Jika terjadi penurunan nilai aset zakat
22
nonkas, jumlah kerugian yang ditanggung harus diperlakukan sebagai pengurang dana
wakaf atau pengurang dana amil tergantung dari sebab terjadinya kerugian tersebut.
Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai: a. Pengurang dana zakat, jika terjadi tidak
disebabkan oleh kelalaian amil; b. Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan
oleh kelalaian amil. Berdasarkan laporan keuangan yang disajikan oleh Zakat Center
Kota Cirebon sampai saat ini belum melakukan pengauditan melalui akuntan publik, akan
tetapi masih dilakukan oleh bagian akuntansi.
Pengukuran juga berperan penting dalam laporan keuangan yaitu atribut yang dipakai
dalam pengukuran, aspek pengukuran ini hampir tidak berbeda dengan akuntansi
konvensional, karena semua atribut yang akan dijadikan acuan harus mempertimbangkan
unsur relevan, reliability, understandability, dan comparability.
3. Pengungkapan
Pengungkapan adalah berarti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi
dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha. Dengan demikian
lembaga amil zakat harus menyajikan informasi yang jelas, lengkap dan menggambaran
secara tepat mengenai kejadian ekonomi yang mempengaruhi posisi keuangan lembaga
amil zakat. Pengungkapan yang dikemukakan dalam laporan keuangan Zakat Center
disajikan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. Laporan tersebut menjelaskan
mengenai kebijakan- kebijakan akuntansi dan prosedur yang diterapkan manajemen amil
sehingga memperoleh angka-angka dalam laporan keuangan. Pengungkapan laporan
keuangan untuk memberikan informasi pada pihak luar, pengungkapan ini bertujuan
untuk mengevaluasi prestasi kinerja organisasi untuk satu periode serta menggambarkan
pertanggungjawaban lembaga amil zakat dalam mengelola sumber daya dan kinerja yang
dihasilkan dalam satu periode, pengungkapan yang dikemukakan dalam laporan
keuangan Zakat Center Kota Cirebon tampak pada laporan keuangan sehingga
memperoleh angka- angka dalam laporan keuangan tersebut. Dalam penyajian amil harus
menyajikan dana zakat, dana infaq/shadaqah, dana wakaf, dana amil dan dana non-
syariah sacara terpisah dalam neraca (laporan posisi keuangan).
4. Penyajian
Penyajian laporan keuangan yang dibuat oleh Zakat Center Kota Cirebon adalah
laporan sumber dan penggunaan dana dan laporan penerimaan dan penggunaan dana.

23
Dimana laporan sumber dan penggunaan dana didalamnya menyajikan arus dan masuk
dan pendistribusian dana wakaf tunai. Laporan ini mencerminkan kinerja organisasi
terutama kemampuannya menarik dana dalam jumlah dan jenis yang banyak serta
kemampuanya dalam mendistribusian dana secara tepat sasaran, sehingga tujuan zakat
tercapai dan dapat terlaksana. Kegunaan laporan ini meliputi: untuk mengevaluasi kinerja
organisasi secara khusus yaitu pada setiap bidang, untuk menilai upaya yaitu kemampuan
dan kesinambungan organisasi dalam memberikan pelayanan, untuk tanggungjawab dan
kinerja manajemen. Laporan pertanggungjawaban Zakat Center Kota Cirebon
dipublikasikan kepada masyarakat dan para donatur yang telah mempercayakan lembaga
amil dalam mengelola zakat yang disalurkan dalam rangka meningkatkan kepercayaan
masyarakat.
5. Pencatatan
Proses pencatatan akuntansi pada Zakat Center Kota Cirebon dimulai dengan
membuat jurnal, buku besar kemudian dibuat laporan keuangan, dengan pengumpulan
bukti-bukti seperti bukti penerimaan, kemudian dibuat dalam laporan keuangan.
Kemudian dibuat laporan penerimaan dan penyaluran dana wakaf tunai yang merupakan
laporan gabungan dari keseluruhan, masing-masing laporan dibuat perbulan sebelum
akhirnya dijadikan laporan pertahun, ini semua untuk mengetahui laporan keuangan
Zakat Center Kota Cirebon secara keseluruhan. Dan sekarang ini proses pencatatan
akuntansi dilakukan dengan menggunkan sistem akuntansi yang terkomputerisasi.

3.3 Analisis Penerapan Akuntansi Wakaf Tunai pada Zakat Center Thoriqotul
Jannah Cirebon
Akuntansi merupakan hal penting dalam sebuah lembaga bisnis, sebab seluruh
pengambilan keputusan bisnis didasarkan informasi yang diperoleh dari akuntansi.
Akuntansi juga merupakan upaya untuk menjaga terciptanya keadilan dalam masyarakat,
karena akuntansi memelihara catatan sebagai accountability dan menjamin akurasinya.
Akuntansi juga merupakan salah satu dalam kajian Islam. Artinya diserahkan kepada
kemampuan akal pikiran manusia untuk mengembangkannya, karena akuntansi ini
sifatnya urusan muamalah. Sehingga Sofyan Safri menyimpulkan bahwa nilai-nilai Islam
ada dalam akuntansi dan akuntansi ada dalam struktur hukum dan muamalat Islam.
Karena keduanya mengacu pada kebenaran walaupun kadar kualitas dan dimensi dan
24
bobot pertanggung jawabannya bisa berbeda. Dimana proses penyusunan laporan
keuangan tidak terlepas dari proses pengumpulan bukti seperti bukti pembayaran, bukti
penerimaan dan yang lainnya kemudian bukti tersebut dicatat didalam jurnal, buku besar
dan dibuat laporan keuangan.
Standar akuntansi zakat yang terdapat dalam PSAK No 109 merupakan pedoman
untuk akuntansi wakaf tunai yang mengatur tentang pengakuan, pengukuran dan
pelaporan keuangan. Standar akuntansi yang mengatur tentang bagaimana suatu transaksi
diakui atau dicatat, kapan harus diakui, bagaimana mengukurnya, serta bagaimana
mengungkapkannya dalam laporan keuangan. Tujuan standar akuntansi adalah agar
laporan keuangan bisa lebih mudah dipahami bagi para pengguna laporan, agar tidak
terjadi kesalah pahaman antara penyaji laporan dengan pembaca laporan, serta agar
terdapat konsistensi dalam pelaporan sehingga laporan keuangan dapat memiliki daya
banding (comaparability). Dengan adanya standar akuntansi ini maka dapat dilakukan
perbandingan kinerja antar kurun waktu dan dengan organisasi sejenis lainnya. Standar
akuntansi juga menjadi dasar bagi auditor dalam proses audit, karena pada dasarnya audit
adalah memeriksa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen organisasi pengelola
wakaf tunai apakah sudah disajikan sesuai dengan PSAK No 109.

a. Pengakuan
Penerimaan dan pengeluaran wakaf tunai pada Zakat Center Thoriqotul Jannah Kota
Cirebon diakui pada saat dana wakaf tunai diterima atau dikeluarkan. Dan setiap dana
yang masuk dan keluar akan berpengaruh pada kas dan saldo dana wakaf tunai. Hal ini
tentu sesuai dengan PSAK no. 109 tentang akuntansi zakat, Infak/Sedekah dan wakaf,
karena menurut PSAK tersebut penerimaan dan pengeluaran dapat mempengaruhi kas
serta saldo dana.
b. Pencatatan
Pengelola dana wakaf tunai khususnya bagian keuangan perlu memahami tata cara
pencatatan akuntansi untuk organisasi pengelola wakaf tunai. Organisasi pengelola wakaf
tunai merupakan organasasi non profit yang memerlukan sistem akuntansi dan pencatatan

25
yang berbeda dengan organisasi bisnis yang bersifat profit motive. Sifat khas lainnya dari
organisasi pengelola zakat adalah adanya aturan syar’i yang harus diikuti. Hal ini
menimbulkan konsekuensi tata cara pencatatan akuntansi wakaf tunai juga memiliki
keunikan tersendiri yang mungkin dsalam beberapa hal tidak dijumpai pada organsasi
bisnis maupun nonprofit yang lain selain organisasi pengelola wakaf tunai. Lembaga
Amil Zakat (Zakat Center) Thoriqotul Jannah Kota Cirebon menganut pencatatan
akuntansi yang menggunakan sistem tata buku menggunakan sistem tata buku
berpasangan (double entry bookkeeping) dengan pendekatan basis akrual, karena sistem
tata buku berpasangan dengan basis akrual ini dapat menginformasikan aset, kewajiban,
dan ekuitas bersih organisasi yang tidak mungkin akan dihasilkan oleh sistem pencatatan
tata buku tunggal.
Pembukuan berpasangan pada umumnya diikuti dengan akuntansi basis kas (cash
basis) yaitu dasar pencatatan transaksi berdasarkan diterima atau dikeluarkannya kas.
Sistem tata buku berpasangan dengan pendekatan basis kas memang memiliki kelebihan,
tetapi juga mengandung kelemahan. Kelebihan sistem ini dengan basis kas tersebut
adalah dapat menginformasikan posisi aset, kewajiban dan ekuitas organisasi. Dan
kelemahannya tidal sederhana, tidak mudah dan tidak objektif dalam mengukur kas.
Pembukuan berpasangan pada umumnya diikuti dengan akuntansi basis kas (cash basis)
yaitu dasar pencatatan transaksi berdasarkan diterima atau dikeluarkannya kas.

Dengan sistem tata buku berpasangan mampu menghasilkan laporan keuangan


neraca. Selain itu, sistem tata buku berpasangan akan mudah dalam pengauditan, mampu
menginformasikan kinerja secara komperhensif dan tidak mudah terjadi manipulasi. Hal
ini sesuai dengan PSAK No 45 tentang pelaporan akuntansi keuangan organisasi nirlaba,
dimana menurut PSAK tersebut organisasi nirlaba sebaiknya menggunakan sistem tata
buku berpasangan. Jika dilihat dari aspek historis, sistem pembukuan berpasangan ini
sebenarnya juga merupakan salah satu warisan tradisi islam. Sistem tata buku
berpasangan mencatat transaksi akuntansi secara berpasangan yakni dalam setiap
transaksi pasti ada akun yang dicatat pada sisi debit dan ada akun yang dicatat di sisi
kredit. Sehingga jumlah sisi debit dan kredit selalu seimbang (Balance). Pencatatan debit
dan kredit dalam sistem tata buku berpasangan ada aturannya. Aturan debit dan kredit
tersebut didasarkan pada persamaan akuntansi yang bersifat logis dan rasional yang
26
menggunakan pendekatan persamaan aritmatika. Oleh karena itu, siapapun sebenarnya
bisa memahaminya apabila telah paham logika akuntansi tersebut. Terdapat persamaan
dasar akuntansi sebagai landasan penyajian laporan keuangan. Persamaan dasar akuntansi
tersebut dibedakan untuk persamaan akun riil (neraca) dan dengan persamaan untuk akun
nominal (laporan sumber dan penggunaan dana).
c. Pelaporan Keuangan
Menurut Undang–Undang No. 23 tahun 2011 pasal 29 disebutkan bahwa setiap
lembaga amil zakat, infak/sedekah, dan wakaf (ziswa) wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan pengelolaan zakat, infak/sedekah dan wakaf (ziswa) serta dana sosial
keagamaan lainnya secara berkala. Sama halnya dengan organisasi pengelola ziswa
lainnya, Zakat Center Thoriqotul Jannah Kota Cirebon juga membuat laporan
pelaksanaan pengelolaan wakaf tunai setiap bulannya. Karena Zakat Center Thoriqotul
Jannah Kota Cirebon sekarang ini melakukan pencatatan dengan sistem tata buku
berpasangan (double entry bookkeeping) dengan pendekatan basis kas (Cash Basis) maka
laporan yang dihasilkanpun lebih jelas, transparan, dan mudah dipahami. Hal ini sama
dengan standar akuntansi yang terdapat dalam Pernyataan standar akuntansi keuangan
nomor 109 tentang pengelolaan ziswa. Bentuk laporan keuangan yang digunakan oleh
Zakat Center sudah cukup baik dan benar karena di dalamnya sudah sesuai dengan
bentuk laporan yang mengacu kepada PSAK No.109 yakni menggunakan lima laporan
keuangan yaitu: 1) Neraca (Laporan Posisi Keuangan) 2) Laporan perubahan dana 3)
Laporan perubahan aset kelolaan 4) Laporan arus kas dan 5) Catatan atas laporan
keuangan. Menurut Morgan bahwa hasil penafsiran akuntan terhadap realitas laporan
keuangan akan menjadi sumber informasi untuk pembentukan dan pembentukan kembali
realitas (reconstruction of reality), karena laporan keuangan dipakai oleh para pengguna
untuk membentuk atau merasionalisasikan keputusan-keputusan pada masa yang akan
datang.
Secara garis besar sistem laporan keuangan yang dipakai Zakat Center Kota Cirebon
masih kurang baik, karena sampai saat ini belum melakukan audit oleh akuntan publik.
Sebaiknya lembaga amil yang dipercaya oleh para donatur mengelola dana wakaf tunai
harus mulai melakukan audit untuk membuktikan kepada masyarakat umum kewajaran
laporan keuangan.

27
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Zakat produktif adalah harta yang digunakan untuk kepentingan produksi, baik
dibidang pertanian, perindustrian serta perdagangan yang manfaatnya bukan pada benda
wakaf tetapi dari keuntungan bersih dari hasil pengembangan wakaf tersebut. Macam-
maca wakaf terdiri dari wakaf uang dan wakaf saham.
Siklus akuntansi dan pelaporan keuangan pada lembaga pengelola wakaf yaitu
dimulai dengan transaksi, pembuatan bukti transaksi, pencatatan dalam buku harian
(jurnal), pencatatan buku besar, neraca lajur dan laporan keuangan. Laporan keuangan
Wakaf terdiri dari neraca/ laporan posisi keuangan, laporan perubahan dana zakat center,

28
laporan sumber dan penggunaan dana, laporan arus kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan.
Pengakuan wakaf adalah penerimaan wakaf tunai diakui pada saat kas atau asset
lainnya diterima. Wakaf tunai yang diterima dari muwakkif diakui sebagai penambah
dana wakaf. Wakaf tunai yang diterima diakui sebagai dana amil untuk bagian amil dan
untuk bagian nonamil. Penentuan jumlah atau persentase yang akan disalurkan ditentukan
oleh amil sesuai dengan prinsip syariah dan kebijakan amil.
Pengukuran wakaf adalah proses penentuan untuk mengakui dan memasukan setiap
elemen kedalam laporan keuangan, penerimaan dari dana wakaf tunai melalui jasa bank
dan bagian akuntansi malakukan penjurnalan berdasarkan bukti transaksi dan membuat
buku besar. Pengukuran dilakukan setelah pengakuan. Jika terjadi penurunan nilai aset
zakat nonkas, jumlah kerugian yang ditanggung harus diperlakukan sebagai pengurang
dana wakaf atau pengurang dana amil tergantung dari sebab terjadinya kerugian tersebut.

LAMPIRAN

Adapun contoh bukti penerimaan wakaf tunai, jurnal penerimaan wakaf tunai serta
buku besar wakaf tuni pada Zakat Center Thoriqotul Jannah Kota Cirebon adalah sebagai
berikut :
Bukti Penerimaan Wakaf Tunai pada Zakat Center Thoriqotul Jannah Kota
Cirebon.

29
30
31
32
33
34
35

Anda mungkin juga menyukai