Anda di halaman 1dari 17

PERALIHAN HAK ATAS TANAH

Hak atas tanah adalah hak yang memberi kewenangan kepada seseorang yang mempunyai
hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah
berbeda dengan hak penguasaan atas tanah.

Hak - hak atas tanah yang dimaksud diatur dalam Pasal 16 Undang - Undang Nomor 5 Tahun
1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria (UUPA), yaitu antara lain :
1. Hak milik.
2. Hak guna usaha.
3. Hak guna bangunan.
4. Hak pakai.
5. Hak sewa.
6. Hak membuka tanah.
7. Hak memungut hasil hutan.
8. Hak - hak lain yang tidak termasuk dalam hak - hak tersebut di atas yang ditetapkan dalam
undang - undang serta hak - hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 53, yaitu :
a. Hak gadai.
b. Hak usaha bagi hasil.
c. Hak menumpang.
d. Hak sewa tanah pertanian.

Peralihan hak atas tanah adalah berpindahnya hak atas tanah dari pemegang hak yang lama
kepada pemegang hak yamg baru. Ada 2 (dua) cara peralihan hak atas tanah, yaitu beralih
dan dialihkan. Beralih menunjukkan berpindahnya hak atas tanah tanpa ada perbuatan hukum
yang dilakukan oleh pemiliknya, misalnya melalui pewarisan. Sedangkan dialihkan
menunjuk pada berpindahnya hak atas tanah melalui perbuatan hukum yang dilakukan
pemiliknya, misalnya melalui jual beli.

Sebelum berlakunya UUPA, peralihan hak atas tanah didasarkan pada :


1. Kitab Undang - Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
2. Overschrijvings Ordonantie Staatsblad 1834 Nomor 27.
3. Hukum adat.

Setelah berlakunya UUPA, maka peralihan hak atas tanah didasarkan pada Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 10 Tahun 1961)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah (PP No. 24 Tahun 1997). Dalam Pasal 37 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997
disebutkan bahwa, ''Pemindahan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun
melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum
pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang - undangan yang berlaku.''.

A. Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Pewarisan.

Pewarisan adalah tindakan pemindahan hak milik atas benda dari seseorang yang telah
meninggal dunia kepada orang lain yang ditunjuknya dan/atau ditunjuk pengadilan sebagai
ahli waris. Menurut Pasal 20 PP No. 10 Tahun 1961, menyatakan bahwa jika orang yang
mempunyai hak atas tanah meninggal dunia, maka yang menerima tanah itu sebagai warisan
wajib meminta pendaftaran peralihan hak tersebut dalam waktu 6 (enam) bulan sejak
meninggalnya orang itu. Setelah berlakunya PP No. 24 Tahun 1997, maka keterangan
mengenai kewajiban mendaftarkan peralihan hak milik atas tanah karena pewarisan diatur
dalam Pasal 36 PP No. 24 Tahun 1997.

Dalam Pasal 36 PP No. 24 Tahun 1997 dinyatakan bahwa :


(1) Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik
atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar.
(2) Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Kantor Pertanahan.

Pendaftaran peralihan hak diwajibkan dalam rangka memberi perlindungan hukum kepada
ahli waris dan sebagai keterangan di tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan
dan yang disajikan selalu menunjukkan keadaan yang sesungguhnya. UUPA dan PP No. 24
Tahun 1997 menegaskan 2 (dua) kewajiban pokok, yaitu :
1. Kewajiban bagi pemerintah untuk melakukan pendaftaran tanah (Pasal 19 ayat (2) UUPA)
yang meliputi :
a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan.
b. Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan haknya.
c. Pembuatan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

2. Kewajiban bagi pemegang hak atas tanah untuk mendaftarkan hak atas tanahnya, demikian
pula peralihan hak atas tanah yang dipegang. Adapun peralihan hak atas tanah yang wajib
didaftarkan tersebut adalah hak milik (Pasal 23 UUPA), hak guna usaha (Pasal 32 UUPA),
hak guna bangunan (Pasal 38 UUPA).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka setiap terjadi perubahan data, baik mengenai haknya
ataupun mengenai tanahnya, harus dilaporkan kepada Kantor Pertanahan untuk dicatat. Inilah
yang menjadi kewajiban si ahli waris yang akan menjadi pemegang hak atas tanah untuk
mendaftarkan peralihan hak atas tanahnya.

B. Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli.

Menurut hukum adat, jual beli tanah adalah suatu perbuatan hukum yang mana pihak penjual
menyerahkan tanah yang dijualnya kepada pihak pembeli untuk selama - lamanya pada waktu
pihak pembeli membayar harga tanah tersebut kepada pihak penjual, meskipun harga yang
dibayarkan baru sebagian. Dengan demikian, sejak saat itulah hak atas tanah telah beralih
dari pihak penjual kepada pihak pembeli, artinya pihak pembeli telah mendapatkan hak milik
atas tanah sejak saat terjadinya jual beli tanah. Untuk menjamin tidak adanya pelanggaran
terhadap pelaksanaan jual beli tanah, maka jual beli tanah harus dilakukan di muka Kepala
Adat (Kepala Desa), dan masyarakat harus turut mengakui keabsahannya.

Berdasarkan pada bunyi Pasal 1457, 1458 dan 1459 KUHPerdata, dapat dirumuskan bahwa
jual beli tanah adalah suatu perjanjian dimana satu pihak mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan tanah dan pihak lainnya untuk membayar harga yang telah ditentukan. Pada
saat kedua belah pihak telah mencapai kata sepakat, maka jual beli dianggap telah terjadi,
walaupun tanah belum diserahkan dan harga belum dibayar. Akan tetapi, walaupun jual beli
tersebut dianggap telah terjadi, namun hak atas tanah belum beralih kepada pihak pembeli.
Agar hak atas tanah beralih dari pihak penjual kepada pihak pembeli, maka masih diperlukan
suatu perbuatan hukum lain, yaitu berupa penyerahan yuridis (balik nama). Penyerahan
yuridis (balik nama) ini bertujuan untuk mengukuhkan hak - hak si pembeli sebagai pemilik
tanah yang baru.

Ada 4 (empat) syarat yang menentukan sahnya suatu perjanjian jual beli tanah, antara lain :
1. Syarat sepakat yang mengikat dirinya. Artinya, kedua pihak yang telah sama - sama
sepakat untuk mengadakan suatu perjanjian jual beli tanah, membuat akta atau perjanjian
tertulis di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
2. Syarat cakap. Artinya, pihak - pihak yang mengadakan perjanjian jual beli tanah adalah
orang - orang yang dianggap cakap, yaitu orang - orang yang telah memenuhi syarat dewasa
menurut hukum, sehat pikiran dan tidak berada di bawah pengampuan.
3. Syarat hal tertentu. Artinya, apa yang telah diperjanjikan harus dicantumkan dengan jelas
dalam akta jual beli, baik mengenai luas tanah, letaknya, sertifikat, hak yang melekat di
atasnya, maupun hak - hak dan kewajiban - kewajiban kedua belah pihak.
4. Syarat kausal atau sebab tertentu. Artinya, dalam pengadaan suatu perjanjian, harus jelas
isi dan tujuan dari perjanjian itu. Dalam hal ini, isi dan tujuan perjanjian harus berdasarkan
pada keinginan kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian.

C. Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Hibah.

Menurut Pasal 1666 KUHPerdata, hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah di
waktu hidupnya, dengan cuma - cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan
sesuatu barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.

Pada dasarnya setiap orang dan/atau badan hukum diperbolehkan untuk diberi/menerima
hibah, kecuali penerima hibah tersebut oleh undang - undang dianggap tidak cakap untuk
melakukan perbuatan hukum. Adapun syarat - syarat sahnya pemberian hibah, antara lain :
1. Penerima hibah sudah dewasa dan cakap melakukan tindakan hukum.
2. Pemberi hibah memiliki harta atau barang yang sudah ada untuk dihibahkan, bukan harta
atau barang yang akan ada di masa mendatang.
3. Pemberi hibah dan penerima hibah bukan merupakan suami-istri dalam suatu perkawinan.
4. Penerima hibah harus sudah ada pada saat penghibahan terjadi.

Peralihan hak atas tanah karena hibah tidak serta - merta terjadi pada saat tanah diserahkan
oleh pemberi hibah kepada penerima hibah. Berdasarkan Pasal 37 PP No. 24 Tahun 1997
dinyatakan bahwa peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh
PPAT yang berwenang menurut peraturan perundang - undangan yang berlaku.

Dalam Pasal 1684 KUHPerdata dinyatakan bahwa penghibahan - penghibahan yang


diberikan kepada seorang perempuan yang bersuami, barang yang dihibahkan tersebut tidak
dapat diterima. Pada Pasal 1685 KUHPerdata ditetapkan bahwa penghibahan kepada orang -
orang yang belum dewasa yang masih berada di bawah kekuasaan orangtua, barang yang
dihibahkan tersebut harus diterima oleh orangtua yang menguasai penerima hibah tersebut.
Sama halnya dengan penghibahan kepada orang - orang di bawah perwalian dan
pengampuan, barang yang dihibahkan tersebut harus diterima oleh wali atau pengampu
dengan diberi kuasa oleh Pengadilan Negeri.

Menurut Pasal 1672 KUHPerdata, pemberi hibah berhak mengambil kembali barang yang
telah dihibahkan apabila penerima hibah dan keturunan - keturunannya meninggal lebih dulu
daripada si pemberi hibah, dengan ketentuan telah dibuatnya perjanjiannya yang disepakati
oleh kedua belah pihak.

D. Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Lelang.

Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara
lisan dan/atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.

Berdasarkan sifatnya, lelang dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu lelang eksekutorial dan
lelang non-eksekutorial. Lelang eksekutorial yaitu lelang dalam rangka putusan pengadilan
yang berkaitan dengan hak tanggungan, sita pajak, sita yang dilakukan oleh Kejaksaan atau
Penyidik dan sita yang dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara. Lelang non-
eksekutorial yaitu lelang terhadap barang yang dikuasai atau dimiliki oleh instansi
pemerintah pusat maupun daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD), dan lelang terhadap hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah
susun yang dimiliki atau dikuasai oleh perseorangan atau badan hukum.

Dalam prakteknya, pada lelang eksekutorial hak atas tanah akan sering sekali timbul
permasalahan, dimana si tereksekusi akan menolak untuk menyerahkan sertifikat asli hak atas
tanah yang akan dilelang. Namun, hal tersebut tidak menjadi halangan untuk dilakukannya
lelang. Dalam hal sertifikat tersebut tidak diserahkan kepada pembeli lelang eksekutorial,
maka bukti untuk pendaftaran tanah tersebut adalah surat keterangan dari Kepala Kantor
Lelang yang berisi tentang alasan tidak diserahkannya sertifikat tersebut kepada pembeli
lelang. Dalam hal tanah yang menjadi obyek lelang tersebut belum terdaftar, maka dokumen
yang digunakan sehubungan dengan pendaftaran peralihan hak tersebut adalah surat
keterangan dari Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan tentang penguasaan hak atas tanah,
dan surat keterangan mengenai tanah tersebut.

Peralihan hak atas tanah melalui lelang hanya dapat didaftarkan kepada Kantor Pertanahan
jika dibuktikan melalui kutipan risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang. Dalam waktu 7
(tujuh) hari sebelum dilakukannya lelang, Kepala Kantor Lelang mempunyai kewajiban
untuk meminta keterangan mengenai data fisik dan data yuridis yang tersimpan di dalam peta
pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah dari Kantor Pertanahan. Kantor
Pertanahan kemudian menyampaikan keterangan tersebut kepada Kepala Kantor Lelang
dalam waktu 5 (lima) hari sejak permintaan tersebut diterima. Keterangan tersebut diperlukan
untuk menghindari terjadinya pelelangan umum yang tidak jelas obyek tanahnya, sehingga
pejabat lelang akan mempunyai keyakinan untuk melelang tanah tersebut.

Permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang diperoleh melalui lelang diajukan
oleh pembeli lelang atau kuasanya kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan melampirkan
dokumen - dokumen sebagai berikut :
1. Kutipan risalah lelang.
2. Sertifikat hak milik atas tanah maupun satuan rumah susun, apabila hak atas tanah yang
akan dilelang sudah terdaftar.
3. Surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang tentang alasan tidak diberikannya sertifikat,
apabila sertifikat hak atas tanah tersebut tidak diserahkan kepada pembeli lelang.
4. Jika tanah tersebut belum terdaftar, maka dapat melampirkan :
a. Surat bukti hak, seperti bukti - bukti tertulis mengenai hak atas tanah, keterangan saksi
dan/atau pernyataan yang bersangkutan mengenai kepemilikan tanah yang akan dinilai oleh
Panitia Ajudikasi/Kepala Kantor Pertanahan atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan
mengenai penguasaan tanah.
b. Surat keterangan dari Kantor Pertanahan yang menyatakan bahwa tanah tersebut belum
bersertifikat.
5. Bukti identitas pembeli lelang.
6. Bukti pelunasan harga pembelian.
7. Bukti pelunasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
8. Bukti pelunasan Pajak Penghasilan (PPh).

Pengadaan Tanah

Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang
layak dan adil kepada pihak yang berhak. Dalam UU ini pengadaan tanah adalah untuk kepentingan
Umum, artinya menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin
kepentingan hukum pihak yang berhak.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan oleh Pemerintah.Pihak


yang berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum setelah pemberian ganti kerugian yang layak dan adil atau berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Tanah yang selanjutnya
dibangun sesuatu untuk kepentingan umum akan menjadi milik Pemerintah/Pemerintah
Daerah atau menjadi mili BUMN apabila dipergunakan untuk kepentingannya.
Tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud adalah untuk pembangunan:
a) pertahanan dan keamanan nasional;
b) jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi
kereta api;
c) waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan
sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
d) pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
e) infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
f) pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;
g) jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;
h) tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
i) rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;
j) fasilitas keselamatan umum;
k) tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;
l) fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;
m) cagar alam dan cagar budaya;
n) kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;
o) penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk
masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;
p) prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;
q) prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan
r) pasar umum dan lapangan parkir umum.
Untuk mengerjakan pembangunan seperti di atas, kecuali untuk pertahanan dan keamanan
nasional yang diatur oleh perundang – undangan, maka hal tersebut diselenggarakan oleh
Pemerintah yang dapat bekerja sama dengan BUMN, BUMD, dan Badan Usaha Swasta.
Yang harus diperhatikan dalam membangun untuk kepentingan umum adalah :
a. Rencana Tata Ruang Wilayah;
b. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah;
c. Rencana Strategis; dan
d. Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui 4 tahapan:
1. Perencanaan;
2. Persiapan;
3. Pelaksanaan; dan
4. Penyerahan hasil.
1. Perencanaan Pengadaan Tanah
Perencanaan pengadaan tanah untuk Kepentingan umum didasarkan atas Rencana Tata
Ruang Wilayah dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan.
Perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam
disusun dalam bentuk dokumen perencanaan pengadaan tanah, yang paling sedikit memuat:
 maksud dan tujuan rencana pembangunan;
 kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan Nasional dan
Daerah;
 letak tanah;
 luas tanah yang dibutuhkan;
 gambaran umum status tanah;
 perkiraan waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah;
 perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan;
 perkiraan nilai tanah; dan
 rencana penganggaran.
Dokumen perencanaan pengadaan tanah disusun berdasarkan studi kelayakan yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dokumen perencanaan
tersebut dibuat dan ditetapkan oleh Instansi yang memerlukan tanah kemudian diserahkan
kepada pemerintah provinsi.
2. Persiapan Pengadaan Tanah
Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan dokumen
perencanaan pengadaan tanah :
a) Pemberitahuan rencana pembangunan
Pemberitahuan rencana pembangunan disampaikan kepada masyarakat pada rencana
lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, baik langsung maupun tidak langsung.
b) Pendataan awal lokasi rencana pembangunan
Pendataan awal lokasi rencana pembangunan meliputi kegiatan pengumpulan data awal
pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah.Pendataan awal dilaksanakan dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan. Hasil
pendataan awal lokasi rencana pembangunan digunakan sebagai data untuk pelaksanaan
konsultasi publik rencana pembangunan.
c) Konsultasi publik rencana pembangunan
Konsultasi publik adalah proses komunikasi dialogis atau musyawarah antar pihak yang
berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam perencanaan pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Konsultasi publik rencana pembangunan
dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang
berhak dengan melibatkan pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta
dilaksanakan di tempat rencana pembangunan kepentingan umum atau di tempat yang
disepakati. Pelibatan pihak yang berhak dapat dilakukan melalui perwakilan dengan surat
kuasa dari dan oleh pihak yang berhak atas lokasi rencana pembangunan. Setelah mencapai
kesepakatan, maka dituangkan dalam bentuk berita acara kesepakatan. Kemudian Instansi
yang memerlukan tanah dapat mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada Gubernur
sesuai dengan kesepakatan tersebut. Gubernur menetapkan lokasi dalam waktu paling lama
14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak di terimanya pengajuan permohonan penetapan
oleh Instansi yang memerlukan tanah.
Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan dalam waktu paling lama 60 (enam
puluh) hari kerja. Apabila sampai dengan jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja
pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan terdapat pihak yang keberatan
mengenai rencana lokasi pembangunan, dilaksanakan konsultasi publik ulang dengan pihak
yang keberatan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Apabila masih terdapat pihak yang
keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, Instansi yang memerlukan tanah
melaporkan keberatan dimaksud kepada gubernur setempat. Gubernur akan membentuk tim
untuk melakukan atas keberatan rencana lokasi pembangunan. Tim sebagaimana dimaksud
terdiri atas:
o Sekretaris Daerah provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua merangkap anggota;
o Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai sekretaris merangkap
anggota;
o Instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan pembangunan daerah sebagai
anggota;
o Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai anggota;
o Bupati/Wali Kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota; dan
o Akademisi sebagai anggota.
Tim bentukan Gubernur tersebut bertugas sebagai berikut :
1. Menginventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan
2. Melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang keberatan
3. Membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan
Hasil kajian tim berupa rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan rencana lokasi
pembangunan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
diterimanya permohonan oleh gubernur. Gubernur berdasarkan rekomendasi mengeluarkan
surat diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan.
Dalam hal ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan, Gubernur menetapkan
lokasi pembangunan. Dalam hal diterimanya keberatan atas rencana lokasi pembangunan,
Gubernur memberitahukan kepada Instansi yang memerlukan tanah untuk mengajukan
rencana lokasi pembangunan di tempat lain.
Dalam hal setelah penetapan lokasi pembangunan masih terdapat keberatan, pihak yang
berhak terhadap penetapan lokasi dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha
Negara setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya penetapan
lokasi. Pengadilan Tata Usaha Negara memutuskan diterima atau ditolaknya gugatan dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya gugatan. Pihak yang keberatan
terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam waktu paling lama 14 (empat belas)
hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja sejak permohonan kasasi diterima. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum. Gubernur bersama Instansi yang memerlukan tanah
mengumumkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dimaksudkan untuk
pemberitahuan kepada masyarakat bahwa di lokasi tersebut akan dilaksanakan pembangunan
untuk kepentingan umum.
3. Pelaksanaan Pengadaan Tanah
Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, Instansi yang
memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada Lembaga Pertanahan.
Pelaksanaan pengadaan tanah meliputi:
a) Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
b) Penilaian ganti kerugian
c) Musyawarah penetapan ganti kerugian
d) Pemberian ganti kerugian, dan
e) Pelepasan tanah Instansi.
Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, pihak yang berhak hanya
dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui
Lembaga Pertanahan. Beralihnya hak dilakukan dengan memberikan ganti kerugian yang
nilainya ditetapkan saat nilai pengumuman penetapan lokasi.
a) Inventarisasi dan Identifikasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, serta Pemanfaatan
Tanah
Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja yang meliputi kegiatan:
(1) Pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah
(2) Pengumpulan data Pihak yang Berhak dan objek pengadaan tanah.
Hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah wajib diumumkan di kantor desa/kelurahan, kantor kecamata, dan tempat pengadaan
tanah dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja yang dilakukan secara
bertahap, parsial, atau keseluruhan. Pengumuman hasil inventarisasi dan identifikasi meliputi
subjek hak, luas, letak, dan peta bidang tanah objek pengadaan tanah.
Dalam hal tidak menerima hasil inventarisasi, pihak yang berhak dapat mengajukan
keberatan kepada Lembaga Pertanahan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja
terhitung sejak diumumkan hasil inventarisasi. Apabila keberatan atas hasil inventarisasi
dilakukan verifikasi dan perbaikan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja
terhitung sejak diterimanya pengajuan. Dalam hal masih juga terdapat keberatan atas hasil
inventarisasi inventarisasi dan identifikasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Hasil pengumuman atau verifikasi dan perbaikan ditetapkan oleh
Lembaga Pertanahan dan selanjutnya menjadi dasar penentuan pihak yang berhak dalam
pemberian ganti kerugian.
b) Penilaian Ganti Kerugian
Lembaga Pertanahan menetapkan penilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Lembaga Pertanahan mengumumkan penilai yang telah ditetapkan untuk
melaksanakan penilaian objek pengadaan tanah. Penilai yang ditetapkan wajib bertanggung
jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan dan apabila terdapat pelanggaran
dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh penilai dilakukan bidang per bidang tanah,
meliputi:
(1) Tanah
(2) Ruang atas tanah dan bawah tanah
(3) Bangunan
(4) Tanaman
(5) Benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau
(6) Kerugian lain yang dapat dinilai.
Nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan nilai pada saat pengumuman
penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Besarnya nilai ganti kerugian
berdasarkan hasil penilaian Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan dengan berita
acara dan menjadi dasar musyawarah penetapan ganti kerugian. Dalam hal bidang tanah
tertentu yang terkena Pengadaan Tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai
dengan peruntukan dan penggunaannya, pihak yang berhak dapat meminta penggantian
secara utuh atas bidang tanahnya.
Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk:
 Uang
 Tanah pengganti
 Permukiman kembali
 kepemilikan saham, atau
 bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
c) Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian
Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari penilai disampaikan kepada
Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian.
Berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian. Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi
dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak yang dimuat dalam berita acara
kesepakatan.
Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, pihak
yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu
paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian.
Pengadilan Negeri memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Pihak yang keberatan
terhadap putusan pengadilan negeri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja
dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah Agung
wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
permohonan kasasi diterima. Putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran Ganti Kerugian kepada pihak
yang mengajukan keberatan. Dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau
besarnya Ganti Kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan dalam waktu tersebut, pihak
yang berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya ganti kerugian.
d) Pemberian Ganti Kerugian
Pemberian ganti kerugian atas objek pengadaan tanah diberikan langsung kepada pihak
yang perhak. Ganti kerugian diberikan kepada pihak yang berhak berdasarkan hasil penilaian
yang ditetapkan dalam musyawarah dan/atau putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung.
Pada saat pemberian Ganti Kerugian Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian wajib:
 Melakukan pelepasan hak dan
 Menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan objek pengadaan tanah kepada instansi yang
memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan.
Bukti yang dimaksud merupakan satu-satunya alat bukti yang sah menurut hukum dan tidak
dapat diganggu gugat dikemudian hari. Pihak yang berhak menerima ganti kerugian
bertanggung jawab atas kebenaran dan keabsahan bukti penguasaan atau kepemilikan yang
diserahkan.Tuntutan pihak lain atas objek pengadaan tanah yang telah diserahkan kepada
Instansi yang memerlukan tanah menjadi tanggung jawab pihak yang berhak menerima ganti
kerugian.
Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan
hasil musyawarah atau putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung, Ganti Kerugian
dititipkan di Pengadilan Negeri setempat.
Penitipan ganti kerugian DI Pengadilan Negeri juga dapat dilakukan terhadap:
 Pihak yang berhak menerima ganti kerugian tidak diketahui keberadaannya, atau
 Objek pengadaan tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian:
 Sedang menjadi objek perkara di pengadilan
 Masih dipersengketakan kepemilikannya
 diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang, atau
 menjadi jaminan di bank.
Pada saat pelaksanaan pemberian Ganti Kerugian dan Pelepasan Hak telah dilaksanakan atau
pemberian Ganti Kerugian sudah dititipkan di Pengadilan Negeri, kepemilikan atau Hak Atas
Tanah dari pihak yang berhak menjadi hapus dan alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku
dan tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
e) Pelepasan Tanah Instansi
Pelepasan objek pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dimiliki pemerintah
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
pengelolaan barang milik negara/daerah. Pelepasan objek pengadaan tanah untuk kepentingan
umum yang dikuasai oleh pemerintah atau dikuasai/dimiliki oleh Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah dilakukan berdasarkan UU NO. 2 Tahun 2012.
Pelepasan Objek Pengadaan Tanah dilakukan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat yang
diberi pelimpahan kewenangan untuk itu. Pelepasan objek pengadaan tanah tidak diberikan
Ganti Kerugian, kecuali:
 Objek pengadaan tanah yang telah berdiri bangunan yang dipergunakan secara aktif untuk
penyelenggaraan tugas pemerintahan;
 Objek pengadaan tanah yang dimiliki/dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha
Milik Daerah; dan/atau
 Objek pengadaan tanah kas desa.
Ganti kerugian atas objek pengadaan tanah diberikan dalam bentuk tanah dan/atau bangunan
atau relokasi. Pelepasan objek pengadaan tanah dilaksanakan paling lama 60 (enam puluh)
hari kerja sejak penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Apabila pelepasan
objek pengadaan tanah belum selesai dalam waktu tersebut, dinyatakan telah dilepaskan dan
menjadi tanah negara dan dapat langsung digunakan untuk pembangunan bagi kepentingan
umum.
Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah
Lembaga Pertanahan menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada Instansi yang
memerlukan tanah setelah:
a) Pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak dan pelepasan hak dilaksanakan;
dan/atau
b) Pemberian ganti kerugian telah dititipkan di Pengadilan Negeri.
Instansi yang memerlukan tanah dapat mulai melaksanakan kegiatan pembangunan setelah
dilakukan serah terima hasil pengadaan tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum
karena keadaan mendesak akibat bencana alam, perang, konflik sosial yang meluas, dan
wabah penyakit dapat langsung dilaksanakan pembangunannya setelah dilakukan penetapan
lokasi pembangunan untuk kepentingan umum.Sebelum penetapan lokasi pembangunan
untuk kepentingan umum terlebih dahulu disampaikan pemberitahuan kepada pihak yang
berhak. Dalam hal terdapat keberatan atau gugatan atas pelaksanaan pengadaan tanah,
Instansi yang memerlukan tanah tetap dapat melaksanakan kegiatan pembangunan. Instansi
yang memperoleh tanah wajib mendaftarkan tanah yang telah diperoleh sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum
dilakukan oleh Pemerintah. Pemantauan dan evaluasi hasil penyerahan pengadaan tanah
untuk kepentingan umum yang telah diperoleh, dilakukan oleh Lembaga Pertanahan.
SUMBER DANA PENGADAAN TANAH
Pendanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Dalam hal Instansi yang memerlukan tanah Badan Hukum Milik Negara/Badan Usaha Milik
Negara yang mendapatkan penugasan khusus, pendanaan bersumber dari internal perusahaan
atau sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penugasan khusus
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Dana pengadaan tanah yang dimaksud meliputi dana:
a) Perencanaan
b) Persiapan
c) Pelaksanaan
d) Penyerahan hasil
e) Administrasi dan pengelolaan; dan
f) Sosialisasi.
Pendanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan oleh Instansi dan
dituangkan dalam dokumen penganggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Dalam penyelenggaraan pengadaan tanah, pihak yang berhak mempunyai hak:
a) Mengetahui rencana penyelenggaraan pengadaan tanah; dan
b) Memperoleh informasi mengenai pengadaan tanah.
Dalam penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, setiap orang wajib
mematuhi ketentuan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam
penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, masyarakat dapat berperan
serta, antara lain:
 Memberikan masukan secara lisan atau tertulis mengenai pengadaan tanah; dan
 Memberikan dukungan dalam penyelenggaraan pengadaan tanah.

LANDREFORM
Landreform berasal dari bahasa Inggris yaitu “land” dan “reform”. Land artinya tanah, sedang reform
artinya perombakan atau perubahan untuk membangun atau membentuk atau menata kembali
struktur pertanian baru. Sedangkan landreform dalam arti sempit adalah penataan ulang struktur
penguasaan dan pemilikan tanah, merupakan bagian pokok dalam konsep reform agraria (agraria
reform.
Di Indonesia terdapat perbedaan antara agraria reform dan landreform. A agrarian reform
diartikan sebagai landreform dalam arti luas yang meliputi 5 program:
1) Pembaharuan Hukum Agraria;
2) Penghapusan hak-hak asing dan konsepsi-konsepsi kolonial atas tanah;
3) Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur;
4) Perombakam mengenal pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan
hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah;
5) Perencanaan persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi,air dan kekayaan alam
yang terkandung didalmnya itu secara berencana sesuai dengan daya kesanggupan
kemampuannya

tujuan landreform di Indonesia adalah :


1. Untuk mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani yang berupa
tanah, dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil pula, dengan merombak struktur
pertanahan sama sekali secara revolusioner, guna merealisir keadilan sosial.
2. Untuk melaksanakan prinsip tanah untuk tani, agar tidak terjadi lagi tanah sebagai obyek
spekulasi dan alat pemerasan.
3. Untuk memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warga negara Indonesia
yang berfungsi sosial.
4. Untuk mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan dan penguasaan tanah
secara besar-besaran dengan tak terbatas, dengan menyelenggarakan batas maksimum dan
batas minimum untuk tiap keluarga. Dengan demikian mengikis pula sistem liberalisme dan
kapitalime atas tanah dan memberikan perlindungan terhadap golongan ekonomis yang
lemah.
5. Untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong terselenggaranya pertanian yang
intensif secara gotong-royong dalam bentuk koperasi dan bentuk gotong-royong lainnya.
TANGGAPAN MENGENAI PROSEDUR PENGADAAN TANAH MENURUT
UNDANG – UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH
BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
Prosedur pengadaan tanah yang ada pada UU ini adalah hanya untuk pengadaan tanah untuk
kepentingan umum. Hal tersebut sudah disebutkan secara limitatif dalam UU ini. Diluar dari
yang disebutkan oleh UU ini tidak dapat dilaksanakan menurut UU ini, namun dilaksanakan
menurut peraturan perundang-undangan lainnya.
Prosedur untuk pengadaan tanah demi kepentingan umum ini sangatlah rumit dan sulit bagi
instansi yang memerlukan tanah. Untuk Instansi ang memerlukan pengadaan tanah butuh
waktu yang lama untuk bisa mencapai kesepakatan dengan banyak keberatan dari pihak yang
berhak. Selain itu juga terlalu banyak izin dari lembaga – lembaga lain. Selain waktu yang
lama, dana yang habis untuk mendapatkan pengadaan atas tanah menurut UU ini juga sangat
besar. Prosedur yang ada di dalam UU ini sangat rentan akan terjadi perselisihan antara pihak
yang berhak dengan instansi yang memerlukan, maupun dengan pemerintah. Prosedur yang
rumit dan sulit ini yang dapat menghambat pembangunan nasional untuk semakin maju.
Terlalu banyak izin yang dilakukan dalam UU ini, sangat rentan terjadi gratifikasi atau hal –
hal melanggar hukum lainnya. Jika sudah terjadi hal tersebut, maka yang akan dirugikan
adalah pihak yang berhak. Namun, tidak juga harus dengan mudah bagi instansi melakukan
pengadaan tanah, hal tersebut akan mengorbankan pihak yang berhak juga.
Sebagaimana yang akan dibangun adalah demi kepentingan umum, seharusnya dapat
dilaksanakan dengan mudah dan cepat. Apabila dilaksanakan dengan mudah dan cepat maka
akan langsung dapat dirasakan hasilnya. Namun, perlulah dilakukan ganti kerugian yang adil
dan layak bagi para pihak yang berhak. Agar dapat dilakukan dengan mudah dan cepat serta
adil bagi para pihak yang berhak, maka diperlukan pengawasan dari masyarakat agar tidak
dihambat – hambat oleh pihak-pihak yang memberikan izin untuk pengadaan tanah.

Anda mungkin juga menyukai