Table of Contents
HKN
PERTEMUAN 9
1. Pengertian Badan Layanan Umum
Kelembagaan Sektor Publik
1. SATKER BIASA
Non Profit (pendapatan < belanja)
Tidak Otonom
Pengelolaan sesuai dengan mekanisme APBN
3. PERUSAHAAN NEGARA/BUMN
Pengertian BLU
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005, sebagai pengecualian dari
ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU adalah dokumen perencanaan bisnis dan
penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU.
Standar Pelayanan Minimum adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan
minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat.
“Praktek bisnis yang sehat”adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan
kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu
dan berkesinambungan.
Persyaratan Substantif
Persyaratan Teknis
Persyaratan Administratif
laporan audit terakhir (bila telah diaudit) atau membuat pernyataan bersedia diaudit
secara independen
Penetapan BLU
Pencabutan BLU
2) Pencabutan penerapan PPK-BLU karena 1).a). dan 1).b). dilakukan apabila BLU yang
bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan/atau
administratif.
5) Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan terlampaui, usul pencabutan dianggap ditolak.
6) Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PPK-BLU dapat diusulkan kembali
untuk menerapkan PPK-BLU.
2. Standar pelayanan minimum dapat diusulkan oleh instansi pemerintah yang menerapkan
PPK-BLU.
1) BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan
yang diberikan.
2) Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan ditetapkan dalam bentuk tarif yang
disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana.
3) Tarif layanan diusulkan oleh BLU kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai
dengan kewenangannya.
5. Pengelolaan Keuangan
1) Perencanaan dan Penganggaran
2) Dokumen Pelaksanaan Anggaran
3) Pendapatan dan Belanja
4) Pengelolaan Kas
5) Pengelolaan Piutang dan Utang
6) Investasi
7) Pengelolaan Barang
8) Penyelesaian Kerugian
9) Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan
10) Akuntabilitas Kinerja
11) Surplus dan Defisit
Perencanaan
1) BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana
Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) atau Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
2) BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis
sebagaimana dimaksud pada nomor (1).
3) RBA sebagaimana dimaksud pada nomor (2) disusun berdasarkan basis kinerja dan
perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya.
Penganggaran
1) BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana
Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) atau Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
2) BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis
sebagaimana dimaksud pada nomor (1).
3) RBA sebagaimana dimaksud pada nomor (2) disusun berdasarkan basis kinerja dan
perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya.
DIPA BLU
RBA yang disetujui sebagai dasar untuk membuat dokumen pelaksanaan anggaran.
Belanja
1. Pengelolaan belanja fleksibel sesuai dengan ambang batas yang ditetapkan dalam RBA
Pengelolaan Kas
4. BLU dapat melakukan investasi jangka pendek dalam rangka cash management.
Pengelolaan Piutang
2. Piutang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan
bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis
yang sehat dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat yang berwenang,
yang nilainya ditetapkan secara berjenjang.
Pengelolaan Utang
1. BLU dapat memiliki utang sehubungan dengan kegiatan operasional dan/atau perikatan
peminjaman dengan pihak lain.
2. Utang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan
bertanggung jawab, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat.
3. Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka pendek ditujukan
hanya untuk belanja operasional.
4. Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka panjang ditujukan
hanya untuk belanja modal.
7. Hak tagih atas utang BLU menjadi kadaluarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang
tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang.
Investasi
BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri
Keuangan/gubernur/bupati /walikota sesuai dengan kewenangannya.
Keuntungan yang diperoleh dari investasi jangka panjang merupakan pendapatan BLU.
Pengadaan Barang
Pengadaan barang berdasarkan prinsip efisien dan ekonomis sesuai dengan praktek bisnis
yang sehat
> dapat dibebaskan seluruhnya atau sebagian dari ketentuan yang berlaku bila
terdapat alasan efektivitas dan efisiensi
Kewenangan pengadaan barang secara berjenjang berdasarkan nilai yang diatur oleh
Menkeu/kepala daerah.
Barang inventaris dapat dialihkan dan dihapuskan oleh BLU dan dilaporkan secara berkala
kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala daerah.
Pengelolaan Barang
BLU tidak dapat mengalihkan/menghapuskan Aset Tetap kecuali ijin pejabat yang
berwenang.
Penyelesaian Kerugian
Setiap kerugian negara/daerah pada BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar
hukum atau kelalaian seseorang diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai penyelesaian kerugian negara/daerah.
BLU menyelenggarakan akuntansi sesuai dengan SAK yang diterbitkan asosiasi profesi
akuntansi Indonesia.
Jika tidak ada standar akuntasi, dapat menerapkan standar akuntansi industri yang
spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan
Laporan Keuangan terdiri dari LRA, Neraca, LAK dan CaLK disertai laporan kinerja.
Akuntabilitas Kinerja
Surplus
Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas
perintah Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai
Defisit
1) Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya
kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai
dengan kewenangannya.
Jika perlu terjadi perubahan kelembagaan, harus berpedoman pada ketentuan Menteri
PAN
Pejabat pengelola BLU dapat terdiri dari PNS dan dan/atau tenaga profesional non
pegawai negeri sipil sesuai dengan kebutuhan BLU
Syarat pengangkatan dan pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal
dari PNS disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
kepegawaian.
Nomenklatur pejabat pengelola BLU disesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku di
instansi BLU.
Dewan Pengawas
Remunerasi
1. Pengelola, dewan pengawas dan pegawai BLU dapat diberikan remunerasi berdasarkan
tingkat tanggungjawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan.
PERTEMUAN 10
PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
A. Pengertian
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh
Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat
Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.
B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangaan Negara
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 UU 1/2004 tentang Perbendaharaan
Negara
3. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara
4. Peraturan Presiden No. 54 Thun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah yang diubah sebanyak 4 kali yaitu dengan Peraturan Presiden .
a. Nomor 35 Tahun 2011 mengenai pengadaan konsultan
hukum/advokat
b. Nomor 70 Tahun 2012 mengenai perubahan-perubahan pengertian
agar lebih jelas
c. Nomor 172 Tahun 2014 mengenai penyediaan benih dan pupuk
d. No. 4 Tahun 2015 mengenai Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP)
4. Prinsip-Prinsip Pengadaan
a. efisien;
b. efektif;
c. transparan;
d. terbuka;
e. terbuka;
f. bersaing;
g. adil/tidak diskriminatif;
h. Akuntabel.
5. Etika Pengadaan
a. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk
mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan
Pengadaan Barang/Jasa;
b. bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan
dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus
dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam
Pengadaan Barang/Jasa;
c. tidak saling memengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang
berakibat terjadinya persaingan tidak sehat;
d. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang
ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak;
e. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para
pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
proses Pengadaan Barang/Jasa;
f. menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran
keuangan negara dalam Pengadaan Barang/Jasa;
g. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau
kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak
lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; dan
h. tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk
memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa
saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga
berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.
6. Organisasi Pengadaan
a. Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Penyedia
Barang/Jasa terdiri atas:
1) PA/KPA (Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
2) PPK (Pejabat Pembuat Komitmen);
3) ULP (Unit Layanan Pengadaan) /Pejabat Pengadaan; dan
4) Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.
Catatan :
1) PPK dapat dibantu oleh tim pendukung yang diperlukan untuk
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
2) Perangkat organisasi ULP ditetapkan sesuai kebutuhan yang
paling kurang terdiri atas:
a) kepala;
b) sekretariat;
c) staf pendukung; dan
d) kelompok kerja.
3) PA memiliki tugas dan kewenangan antara lain sebagai berikut:
a) pemenang pada Pelelangan atau penyedia pada Penunjukan
Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya dengan
PERTEMUAN 11
PERSIAPAN
1. Perencanaan Umum
(identifikasi kebutuhan, anggaran, pemaketan, cara pengadaan, organisasi, KAK)
3. Perencanaan Pemilihan
(pengkajian ulang spek dan HPS, pemilihan sistem pengadaan, penetapan metode
penilaian kualifikasi, penyusunan jadwal pelelangan, penyusunan dokumen pengadaan)
1. Pengadaan Barang
a. Penunjukan langsung
i. Keadaan tertentu
1. Penanganan darurat
2. Pekerjaan konferensi yang mendadak dan dihadiri
Presiden/Wapres
3. Pekerjaan bersifat rahasia
4. Pertahanan negara serta keamanan dan ketertiban masyarakat
5. Pekerjaan spesifik hanya bisa dilakukan oleh satu penyedia
ii. B/J khusus
1. Pekerjaan berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah
2. Pekerjaan kompleks dengan teknologi khusus dan hanya satu
penyedia yang mampu
3. Distribusi obat/alkes tertentu
4. Kendaraan bermotor GSO
b. Pelelangan Umum
i. Pada prinsipnya semua pemilihan dilakukan melalui metode pelelangan
umum
c. Pelelangan Terbatas
i. Penyedia yang mampu terbatas dan untuk pekerjaan kompleks
d. Pelelangan Sederhana
i. Bernilai paling tinggi 5juta rupiah
e. Kontes
i. Tidak punya harga pasar
ii. Tidak dapat ditetapkan berdasarkan harga satuan
f. Pengadaan Langsung
i. Untuk pengadaan dengan nilai s.d 200juta rupiah
ii. Kebutuhan operasional
iii. Teknologi sederhana
iv. Resiko kecil
v. Usaha perseorangan/BU kecil dan koperasi kecil
2. Pekerjaan Kontruksi
a. Penunjukan langsung
i. Keadaan tertentu
1. Penanganan darurat
2. Pekerjaan konferensi yang mendadak dan dihadiri
Presiden/Wapres
3. Pekerjaan bersifat rahasia
4. Pertahanan negara serta keamanan dan ketertiban masyarakat
5. Pekerjaan spesifik hanya bisa dilakukan oleh satu penyedia
ii. Konstruksi khusus
1. Pekerjaan kompleks dengan teknologi khusus dan hanya satu
penyedia yang mampu
2. Pekerjaan konstruksi bangunan yang merupakan satu kesatuan
sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas resiko
kegagalan bangunan
3. Sarana dan prasarana di perumahan
b. Pelelangan Umum
JENIS-JENIS PERIKATAN
1. Bukti perjanjian
a. Surat pesanan
i. Untuk PBJ melalui E-Purchasing dan pembelian secara online (Perpres 4/2015)
b. Bukti pembelian s.d 10juta
c. Kuitansi s.d 50juta
d. Surat perintah kerja (SPK)
i. Pengadaan Jasa Konsultansi s.d Rp 50 juta
ii. Pengadaan Barang/Pek. Konstruksi/Jasa Lainnya s.d Rp 200 juta
e. Surat perjanjian
i. Pengadaan Jasa Konsultansi di atas Rp 50 juta
ii. Pengadaan Barang/Pek. Konstruksi/Jasa Lainnya di atas Rp 200 juta
2. Langkah pemilihan jenis kontrak
a. Mengidentifikasikan barang/jasa yang akan diadakan
b. Mengenali masing-masing jenis kontrak
c. Memilih dan menetapkan salah satu jenis kontrak
3. Jenis kontrak
a. Cara pembayaran
i. Lump sum
ii. Harga satuan
iii. Gabungan lump sum dan harga satuan
iv. Gabungan lump sum dan harga satuan
v. Terima jadi
vi. Presentase
b. Pembebanan tahun anggaran
i. Tahun tunggal
ii. Tahun jamak
c. Jenis pekerjaan
i. Pekerjaan tunggal
ii. Pekerjaan terintegrasi
d. Sumber pendanaan
i. Kontrak pengadaan tunggal
ii. Kontrak pengadaan Bersama
iii. Kontrak payung
3. Jenis swakelola
1. Swakelola oleh K/L/D/I penanggungjawab anggaran:
a) direncanakan, dikerjakan dan diawasi oleh K/L/D/I
b) menggunakan pegawai sendiri dan pegawai K/L/D/I lain
c) bila menggunakan tenaga ahli, tidak melebihi 50% dari keseluruhan
pegawai K/L/D/I yang terlibat dalam pekerjaan
2. Swakelola oleh instansi pemerintah lain pelaksana swakelola:
a) direncanakan dan diawasi oleh K/L/D/I
b) pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh K/L/D/I lain
3. Swakelola oleh kelompok masyarakat pelaksana swakelola:
a) direncanakan, dikerjakan dan diawasi oleh kelompok masyarakat
b) sasaran ditentukan oleh K/L/D/I penanggungjawab anggaran
c) pekerjaan utama tidak boleh menggunakan subkontrak
4. Tahapan dalam swakelola
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Pengawasan
4. Penyerahan
5. Pelaporan dan pertanggungjawaban
1) Perencanaan
2) Pelaksanaan
1. Pekerjaan dilaksanakan mengacu pada:
1. Rincian Kerangka Acuan Kerja (KAK)
2. Kontrak/MoU untuk swakelola yang dilakukan oleh
instansi pemerintah lain pelaksana swakelola dan
kelompok masyarakat.
2. Pengadaan barang, peralatan, jasa lainnya, dan/atau tenaga ahli
perseorangan dilakukan oleh:
1. ULP/Pejabat Pengadaan pada instansi Penanggungjawab
Anggaran atau intansi pemerintah lain pelaksana
swakelola
2. Tim Pengadaan untuk swakelola kelompok masyarakat
(dengan memperhatikan prinsip dan etika pengadaan)
3. Pembayaran dilakukan secara berkala
4. Pencairan dana swakelola oleh kelompok masyarakat disalurkan
langsung kepada kelompok masyarakat tersebut, dengan tahapan:
PERTEMUAN 12
1. Dasar Hukum Pengelolaan BMN
1. UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara
2. UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara
3. PP Nomor 27/2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
(Pengganti PP 6/2008 jo. PP 38 Tahun 2008)
4. PMK Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tatacara Penggunaan,
Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan BMN
5. PMK No. 78/PMK.06/2009 ttg Penilaian BMN
6. PMK No. 33/PMK.06/2012 ttg Tata Cara Pelaksanaan Sewa BMN jo. PMK
174/PMK.06/2013.
7. PMK No. 50/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penghapusan
BMN
8. PMK No. 78/PMK.06/2014 ttg Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan BMN
9. PMK No. 1/PMK.06/2013 ttg Penyusutan BMN Berupa Aset Tetap pd
Entitas Pemerintah Pusat jo. PMK No. 90/PMK.06/2014 jo. PMK
247/PMK.06/2014
10. PMK No. 150/PMK.06/2014 ttg Perencanaan Kebutuhan Barang Milik
Negara (Pengganti PMK 226/PMK.06/2011)
11. PMK No. 164/PMK.06/2014 ttg Tata Cara Pemanfaatan BMN dlm Rangka
Penyediaan Infrastruktur
12. PMK no. 246/PMK.06/2014 tanggal 24 Des 2014 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penggunaan BMN
13. PMK No. 4 Tahun 2015 tentang Pendelegasian Kewenangan Dan Tanggung
Jawab Tertentu Dari Pengelola Barang Kepada Pengguna Barang
Azas fungsional
Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah dibidang
pengelolaan BMN dilaksanakan oleh pengelola dan/atau pengguna BMN
sesuai fungsi, wewenang, dan tangung jawab masing-masing.
Azas kepastian hukum
Pengelolaan BMN harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan
perundang-undangan, serta azas kepatutan dan keadilan.
Azas transparansi (keterbukaan)
Penyelenggaraan pengelolaan BMN harus transparan dan membuka diri
terhadap hak dan peran serta masyarakat dalam memperoleh informasi yang
benar dan keikutsertaannya dalam mengamankan BMN.
Efisiensi
Penggunaan BMN diarahkan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang
diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan Tupoksi pemerintahan secara
optimal.
Akuntanbilitas publik
Setiap kegiatan pengelolaan BMN harus dapat dipertaggungjawabkan kepada
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara.
Kepastian nilai
Pendayagunaan BMN harus didukung adanya akurasi jumlah dan nominal
BMN. Kepastian nilai merupakan salah satu dasar dalam Penyusunan Neraca
Pemerintah dan pemindahtanganan BMN.
3. Standar harga.
5. Standar barang dan standar ditetapkan oleh:
1. Pengelola Barang, untuk BMN setelah berkoordinasi dengan
instansi terkait; atau
2. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk BMD setelah berkoordinasi
dengan dinas teknis terkait.
3. Pemanfaatan BMN
1. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah
yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam
bentuk:
1. sewa;
2. pinjam pakai;
3. kerjasama pemanfaatan;
4. bangun serah guna/bangun guna serah;
5. Kerja sama penyediaan infrastruktur
dengan tidak mengubah status kepemilikan.
2. Pemanfaatan BMN/D dilaksanakan oleh:
1. Pengelola Barang, untuk BMN yang berada dalam
penguasaannya;
2. Pengelola Barang dengan persetujuan Gubernur/
Bupati/Walikota, untuk BMD yang berada dalam
penguasaan Pengelola Barang;
3. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang,
untuk BMN yang berada dalam penguasaan Pengguna
Barang; atau
4. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang,
untuk BMD berupa sebagian tanah dan/atau bangunan
yang masih digunakan oleh Pengguna Barang, dan selain
tanah dan/atau bangunan.
3. Pemanfaatan BMN/D dilaksanakan berdasarkan pertimbangan
teknis dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan
kepentingan umum.
4.
5. Kewenangan pemindahtanganan BMN
1. Tanah dan atau bangunan, yang tidak memerlukan
persetujuan DPR
1. BMN pd Pengelola Barang, nilai >10 M dilakukan
pengelola barang stlh acc Presiden
2. BMN pada PB, nilai >10 M dilakukan PB stlh acc
presiden
PERTEMUAN 13
Utang Negara
Utang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan
uang berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, atau berdasarkan sebab lain.
1. Tata Kelola Utang Negara
a. Bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan
bernegara yang menimbulkan hak dan kewajiban perlu dikelola dalam suatu
sistem pengelolaan keuangan negara.
b. Bahwa hak dan kewajiban diantaranya adalah piutang dan utang negara.
c. Sesuai amanat UU Nomor 17 Tahun 2003 sejalan dengan penerapan APBN I
Account diberlakukan pula pola pengelolaan anggaran pendapatan yang tidak
harus sama dengan anggaran belanja. Dalam pola ini APBN dapat berdampak
surplus anggaran atau defisit.
d. Surplus atau defisit anggaran akan berdampak pada kebijakan pembiayaan dalam
APBN.
e. Defisit anggaran akan berdampak terhadap kebijakan pembiayaan yang akan
ditempuh.
2. Dampak Kebijakan Pembiayaaan
a. Pembiayaan anggaran utamanya digunakan untuk menutup defisit anggaran
akibat pendapatan negara tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan belanja
negara. Dengan kata lain, komponen pembiayaan dipengaruhi langsung oleh
besaran defisit telah disepakati.
b. Kebijakan defisit ini ditempuh dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan
ekonomi pada tingkat tertentu. Pertumbuhan ekonomi yang cepat atau meningkat
akan dicapai melalui percepatan / peningkatan pembangunan yang memerlukan
dana / investasi yang besar.
c. Konsekuensi keperluan dana untuk menutup defisit menimbulkan Utang Negara.
3. Ketentuan Pengelolaan Utang Negara
a. Utang negara merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara karena
peranannya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan anggaran negara, sehingga
kedudukannya sama dengan mengelola uang negara.
b. Dikelola secara benar berdasarkan peraturan per – UU – an yang berlaku, agar
tidak menimbulkan kesulitan dimasa yad.
c. Menteri Keuangan selaku pejabat berwenang mengelola utang dapat menunjuk
pejabat yang diberi kuasa untuk atas nama Menteri Keuangan mengadakan utang
negara baik berasal dalam negeri maupun luar negeri.
d. Perbuatan mengadakan utang harus terikat pada persyaratan dalam anggaran
negara agar perbuatan hukum tsb berada dalam katagori perbuatan hukum yang
sah.
e. Utang negara dapat secara langsung dipinjamkan kepada Pemda, BUMN, BUMD
bila dibutuhkan saat itu.
f. Bila utang tidak secara langsung digunakan, maka utang negara tersebut
dimasukkan ke rekening umum kas negara.
g. Selain terikat pada UU APBN perbuatan mengadakan utang juga terikat pada :
i. Peraturan pemerintah mengenai tata cara pengadaan utang dan / atau
penerimaan hibah baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri
ii. Peraturan penerusan utang dan / atau hibah kepada Pemda, BUMN,
BUMD.
iii. Pejabat yg mendapat mandat Menkeu harus mengetahui substansi
peraturan2 tsb diatas dan mengutamakan kejujuran dalam melaksanakan
tugasnya.
1. Landasan Hukum
a. Undang-Undang Nomor l7 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
c. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 stdd Keputusan Presiden Nomor 72
Tahun 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan APBN
d. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan
Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah
Luar Negeri.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan
APBN
2. Konsepsi Dasar
Beberapa pengertian dalam Pinjaman dan / atau Hibah Luar Negeri :
a. Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk
devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang
dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus
dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
b. Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa
dan/atau. devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang
dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu
dibayar kembali.
c. Pemberi Pinjaman Luar Negeri, yang selanjutnya disingkat PPLN, adalah
pemerintah suatu negara asing, lembaga multilateral, lembaga keuangan dan
lembaga non keuangan asing, serta lembaga keuangan non asing, yang
berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah negara Republik
Indonesia, yang memberikan pinjaman kepada Pemerintah.
d. Pemberi Hibah Luar Negeri, yang selanjutnya disingkat PHLN, adalah
pemerintah suatu negara asing, lembaga multilateral, lembaga keuangan dan
lembaga non keuangan asing, serta lembaga keuangan non asing, yang
berdomisili, dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah negara Republik
Indonesia, yang memberikan hibah kepada Pemerintah.
e. Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri, yang selanjutnya disingkat NPPLN,
adalah naskah perjanjian atau naskah lain yang disamakan yang memuat
kesepakatan mengenai Pinjaman Luar Negeri antara Pemerintah dengan Pemberi
Pinjaman Luar Negeri.
f. Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri, yang selanjutnya disingkat NPHLN, adalah
naskah perjanjian atau naskah lain yang disamakan yang memuat kesepakatau
mengenai Hibah Luar Negeri antara Pemerintah dengan Pemberi Hibah Luar
Negeri.
g. Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, yang
selanjutnya disingkat DRPPHLN, adalah daftar rencana kegiatan pembangunan
prioritas yang layak dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
ii. Pinjaman proyek (project loan) adalah pinjaman luar negeri yang digunakan
untuk membiayai kegiatan pembangunan tertentu.
6. Persyaratan Bantuan/Pinjaman Luar Negeri
a. Bantuan luar negeri tidak boleh dikaitkan dengan ikatan-ikatan politik
b. Bahwa syarat pembayaran harus dalam batas-batas kemampuan untuk
membayar kembali
c. Penggunaan bantuan luar negeri haruslah diperuntukkan proyek-proyek yang
produktif dab bermanfaat
7. Sifat Pinjaman Luar Negeri
Berdasarkan persyaratan, bunga dan jangka waktu pengembalian, maka sifat
pinjaman dapat dikategorikan :
Pinjaman lunak (soft loan) :
i. Bunga 0 – 3,5% per tahun
ii. Masa tenggang waktu 7 – 10 tahun
iii. Jangka waktu pengembalian 25 – 30 tahun
Pinjaman keras (hard loan) :
i. Bunga di atas 7 %
ii. Masa tenggang waktu 3 – 5 tahun
iii. Jangka waktu pengembalian 7 – 9 tahun
8. Pelaksanaan dan Penatausahaan
a. Menteri melaksanakan penatausahaan atas pinjaman dan/atau hibah luar negeri;
b. Penatausahaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri mencakup kegiatan:
i. Administrasi pengelolaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri;
ii. Akuntansi pengelolaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
c. Jumlah atau bagian dari jumlah pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang dimuat
dalam NPPLN dituangkan dalam dokumen satuan anggaran, untuk selanjutnya
dituangkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran.
d. Dalam hal APBN telah ditetapkan, jumlah atau bagian dari jumlah pinjaman
dan/atau hibah luar negeri sebagaimana dimaksud pada butir (3) ditampung
dalam APBN-Perubahan.
e. Penarikan pinjaman dan/atau hibah luar negeri harus tercatat dalam realisasi
APBN.
f. Kementerian Negara/Lembaga wajib memprioritaskan penyediaan
danapendamping/porsi rupiah lainnya yang dipersyaratkan dalam NPPLN/NPHLN
dalam dokumen satuan anggaran dan dokumen pelaksanaan anggaraan dalam
tahun anggaran berkenaan.
g. Dana pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang belum selesai digunakan
ditampung dalam dokumen anggaran tahun berikutnya.
h. Ketentuan lebih lanjut mengenai penganggaran dan tata cara penarikan pinjaman
dan/atau hibah luar negeri diatur dengan Peraturan Menteri.
i. Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan BUMN pelaksana kegiatan
yang dibiayai dengan pinjaman dan/atau hibah luar negeri dapat mengajukan
usulan perubahan NPPLN/NPHLN kepada MenKeu.
j. Menteri Keuangan mengajukan usulan perubahan NPPLN/NPHLN sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada PPHLN setelah melakukan koordinasi dengan
Menteri Perencanaan.
9. Penerusan Pinjaman
a. Menteri menetapkan pinjaman dan/atau hibah luar negeri Pemerintah yang akan
diterus pinjamkan atau diterushibahkan kepada Pemerintah Daerah dan
diteruspinjamkan atau dijadikan penyertaan modal kepada BUMN.
b. Penetapan Menteri dimaksud dilaksanakan sebelum dilakukan negosiasi dengan
PPLN/PHLN.
Investasi
1. Dasar Hukum
a. Bab VI UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
b. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
c. UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
d. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
e. PP No. 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang
Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum
(Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara
f. PP No. 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan
Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara
2. Definisi Investasi
a. UU No. 25 Tahun 2007 ttg Penanaman Modal
Segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh investor dalam negeri maupun
investor asing untuk melakukan usaha di wilayah NKRI.
b. PP No. 1 Tahun 2008 ttg Investasi Pemerintah
Penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang untuk
investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung untuk memperoleh
manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya
c. Reilly dan Brown
Komitmen untuk mengikatkan aset saat ini untuk beberapa periode waktu ke
depan guna mendapatkan penghasilan yang mampu mengkompensasikan
pengorbanan investor berupa (i) keterikatan aset pada waktu tertentu (ii) tingkat
inflasi dan (iii) ketidaktentuan penghasilan di masa mendatang
d. Id Bagus Rahmani Supancana
Suatu kegiatan baik yang dilakukan oleh orang pribadi (natural person) maupun
badan hukum (juridical person), dalam upaya untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money),
peralatan (equipment), aset tak bergerak , hak atas kekayaan intelektual, maupun
keahlian
3. Tujuan Investasi
a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional
b. Menciptakan lapangan kerja
c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan
d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional
e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional
f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan
g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan
menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar neger
ii. Dalam hal tidak terdapat standar akuntansi tersebut, BIP dapat
menerapkan standar akuntansi keuangan yg spesifik setelah mendapat
persetujuan Menkeu
iii. BIP wajib menatausahakan dan memelihara dokumen pengelolaan
Perencanaan investasi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
iv. BIP wajib menyusun laporan keuangan dan kinerja badan
v. BIP wajib menerapkan manajemen risiko dalam pengelolaan investasi
Pemerintah
d. Pengawasan
i. Untuk menciptakan pelaksanaan prinisp tata kelola yang baik (good
corporate governance) pada pengelolaan Perencanaan investasi
Pemerintah
ii. Dibentuk Komite Investasi Pemerintah pihak yang memberikan kajian,
penetapan kriteria dan evaluasi atas pelaksanaan investasi oleh BIP
e. Divestasi
(PMK No 183 Tahun 2008 ttg Persyaratan dan Tata Cara Divestasi
Terhadap Investasi Pemerintah)
i. Divestasi: penjualan Surat berharga (dan/ atau kepemilikan pemerintah
baik sebagian atau keseluruhan kepada pihak lain
ii. Penjualan surat berharga meliputi saham dan surat utang
iii. Penjualan kepemilikan investasi langsung meliputi penjualan kepemilikan
atas penyertaan modal dan pemberian pinjaman
iv. Penjualan saham dapat dilakukan dalam hal:
1. Harga saham naik secara signifikan dan/atau menguntungkan
untuk dilakukan divestasi
2. Terdapat investasi lain yg diproyeksikan lebih menguntungkan
3. Terjadinya penurunan harga secara signifikan
v. Penjualan surat utang dapat dilakukan dalam hal:
1. Imbal hasil diperkirakan turun
2. Terdapat investasi lain yg diproyeksikan lebih menguntungkan
3. Terdapat kemungkinan gagal bayar
vi. Penjualan kepemilikan atas penyertaan modal dapat dilakukan dalam hal:
1. Pelaksanaan investasi tersebut tidak sesuai dengan Perjanjian
Investasi
2. Kegiatan perusahaan tidak menguntungkan
3. Tidak sesuai dengan strategi investasi BIP
4. Terdapat kondisi tertentu setelah mendapat rekomendasi dari KIP
vii. Hasil divestasi atas seluruh jenis investasi merupakan hasil bersih setelah
dikurangi biaya pelaksanaan divestasi
viii. Biaya pelaksanaan divestasi wajib memperhatikan prinsip kewajaran,
transparansi dan akuntabilitas
ix. Hasil divestasi ditempatkan dalam Rekening Induk Dana Investasi
PERTEMUAN 14
1. Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah
a. Landasan Hukum
i. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara
ii. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara
iii. UU No. 15/2004 ttg Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan
Negara
c. Struktur APBD
jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran
kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus
dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan
perjanjian pinjaman yang bersangkutan.
d. Sumber Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah bersumber dari:
i. pemerintah;
ii. pemerintah daerah lain;
iii. lembaga keuangan bank;
iv. lembaga keuangan bukan bank; dan
v. masyarakat.
e. Batas Pinjaman Daerah
Batas maksimal kumulatif Pinjaman Pemerintah Daerah tidak melebihi 60% (enam
puluh persen) dari Produk Domestik Bruto tahun yang bersangkutan.
PERTEMUAN 15
1. Pengertian Umum
a. Pengertian Pemeriksaan
i. Proses : identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara
independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan,
ii. untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan
informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
b. Konsepsi Pemeriksaan
i. Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat
pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan
kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
dan pertanggungjawaban.
ii. Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah untuk
melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan
transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
c. Tujuan Pemeriksaan
i. Mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara.
2. Lingkup Pemeriksaan
Seluruh unsur Keuangan Negara, meliputi :
a. Hak negara : untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan
melakukan pinjaman;
b. Kewajiban negara : untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan
negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan Negara;
d. Pengeluaran Negara;
e. Penerimaan Daerah;
f. Pengeluaran Daerah;
g. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain
berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/
perusahaan daerah;
h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tugaspemerintahan dan/atau kepentingan umum;
i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan
pemerintah.
3. Jenis Pemeriksaan
a. Pemeriksaan keuangan.
Pemeriksaan keuangan adalah
i. pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) dan
pemerintah daerah (LKPD).
ii. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK
iii. dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.
b. Pemeriksaan kinerja.
i. Pemeriksaan kinerja
adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi, aspek efisiensi, aspek efektivitas
yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat
pengawasan intern pemerintah. (Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan BPK untuk melaksanakan
pemeriksaan kinerja pengelolaan keuangan negara).
ii. Tujuan pemeriksaan ini adalah
Bagi Lembaga Perwakilan (DPR) :
untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian
Bagi Pemerintah :
dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah
diselenggarakan secara ekonomis dan efisien serta memenuhi sasarannya
secara efektif.
c. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
i. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan
dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan
kinerja.
ii. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas
hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif.
4. Hasil Pemeriksaan dan Tindak Lanjut
a. Hasil Pemeriksaan
i. Pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan (LHP) setelah
pemeriksaan selesai dilakukan.
ii. Dalam hal diperlukan, pemeriksa dapat menyusun laporan interim
pemeriksaan.
iii. Tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan,
kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa, dimuat atau dilampirkan pada
laporan hasil pemeriksaan.
iv. LHP atas laporan keuangan pemerintah memuat opini.
v. LHP atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.
vi. LHP dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan.
vii. Opini Hasil Pemeriksaan
1. Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai
kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan
keuangan yang didasarkan pada kriteria
a. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan,
b. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures),
c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
d. Efektivitas sistem pengendalian intern.
2. Terdapat 4 jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni
a. opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion),
PERTEMUAN 16
1. Pengertian Sanksi Administratif
a. Hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil dan atau Calon
Pegawai Negeri Sipil karena melanggar peraturan perundangan.
b. Dasar hukum:
i. UU Nomor 17 2003 Pasal 34 ayat 3
Presiden memberi sanksi administratif sesuai dengan ketentuan undang-
undang kepada pegawai negeri serta pihak-pihak lain yang tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini.
ii. UU Nomor 1 2004 Pasal 64
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah
ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi
administratif dan/atau sanksi pidana.
iii. PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pengganti PP 30
tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
iii. Peraturan BPK RI No. 3 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti
Kerugian Negara Terhadap Bendahara
iv. Peraturan Pemerintah Mengenai pengenaan ganti kerugian negara/daerah
terhadap pegawai negeri bukan bendahara
c. Jenis Kerugian Negara
i. Kerugian Negara Bukan Kekurangan Perbendaharaan Tuntutan Ganti
Rugi.
Kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum seorang pejabat/PNS yang
bukan Bendahara atau tidak dalam kedudukannya sebagai Bendahara
ii. Kerugian Negara Kekurangan Perbendaharaan Tuntutan Perbendaharaan.
Kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum seorang PNS dalam
kedudukannya sebagai Bendahara
d. Tuntutan Ganti Rugi yaitu suatu proses tuntutan yg dilakukan terhadap pegawai
negeri bukan bendahara dengan tujuan unutk mendapatkan penggantian atas suatu
kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung
dari perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai negeri tersebut
dalam rangka tugas jabatannya dan/atau melalaikan tugas kewajibannya.
e. Subjek: pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara.
5. Prosedur dan Ketentuan Ganti Rugi (UU No. 5 Tahun 1986 dan Peraturan
Pelaksanaannya).
a. Setiap kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor
kepada Menteri/Pimpinan Lembaga & diberitahukan kepada BPK selambat-
lambatnya 7 hari kerja setelah kerugian negara itu diketahui
b. Kepada Bendahara, Pegawai Negeri bukan Bendahara, atau pejabat lain yang nyata-
nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya segera dimintakan surat
pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuran bahwa kerugian tersebut menjadi
tanggung jawabnya & bersedia mengganti kerugian negara dimaksud
c. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak
dapat menjamin pengembalian kerugian negara, Menteri/Pimpinan lembaga segera
mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara
kepada yang bersangkutan
d. Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara mempunyai
kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita jaminan (conservatoir beslaag).
KEUANGAN PUBLIK
Pekerja berpartisipasi dengan membeli asuransi melalui pajak yang dipotong dari gaji yang
mereka terima atau melalui kontribusi wajib yang harus dilakukan pekerja maupun si pemberi kerja.
Kontribusi ini membuat mereka berhak untuk menerima benefit/manfaat jika beberapa kejadian
yang terukur terjadi, seperti terjadi disabilitas ataupun kecelakaan kerja.
Premi asuransi adalah uang yang dibayarkan ke perusahaan asuransi sehingga individu
diasuransikan terhadap kejadian yang buruk. Kemudian perusahaan asuransi berjanji untuk
melakukan pembayaran kepada pihak yang diasuransikan dengan cara memberikan pelayanan/pay
out kepada pihak yang diasuransikan.
9.2. Consumption smoothing
Asuransi penting bagi individu karena adanya prinsip diminishing of marginal utility, bahwa
utilitas marjinal konsumsi menurun ketika tingkat/level konsumsi meningkat. Utilitas yang
diperoleh dari kenaikan konsumsi $30.000 menjadi $50.000 jauh lebih kecil dari pada hilangnya
utilitas dari turunnya konsumsi $30.000 menjadi $10.000. Dengan demikian individu ingin
menyeimbangkan/melancarkan konsumsinya. Inilah yang disebut dengan consumption smoothing,
yaitu translasi/perpindahan konsumsi dari periode ketika konsumsinya tinggi (utilitas marginal
rendah) ke periode ketika konsumsinya rendah (utilitas marginal tinggi).
Individu memilih untuk menggunakan beberapa pendapatan mereka di masa sekarang
untuk membeli asuransi dalam menghadapi keadaan yang tidak diinginkan di masa mendatang.
Dengan membeli asuransi, individu melakukan sebuah pembayaran, tidak peduli apa state of the
world/keadaan yang terjadi di masa depan, dengan harapan mendapat benefit/manfaat jika
keadaan tidak pasti yang terjadi adalah keadaan yang negatif (misalnya kecelakaan). Semakin besar
premi asuransi yang dibayarkan ke perusahaan asuransi, semakin besar benefit yang diterima jika
kejadian yang buruk terjadi. Lebih baik memiliki konsumsi yang konstan dalam berbagai state of the
world, dari pada memiliki konsumsi yang tinggi di satu keadaan dan konsumsi yang rendah di
keadaan lain.
EU = ((1-p) x U) + (p x U’)
Keterangan :
EU : utilitas yang diharapkan
P : peluang terjadinya keadaan buruk
Misalnya :
Asumsikan bahwa peluang Sam mengalami kecelakaan mobil tahun mendatang adalah 1%
atau 0,01 dan apabila hal itu terjadi dia harus mengeluarkan biaya $30.000 untuk pengobatan. Sam
memiliki pilihan untuk tidak mengasuransikan dirinya, asuransi penuh atau asuransi sebagian biaya
pengobatannya. Dengan membeli asuransi adalah cara bagi Sam agar dapat secara efektif
mentranslasi/memindahkan konsumsi dari periode ketika konsumsinya tinggi dan oleh karena itu
memiliki utilitas marginal yang rendah (tidak tertabrak), ke periode ketika konsumsinya rendah dan
oleh karena itu memiliki utilitas marginal yang tinggi (tertabrak mobil).
Actuarially fair premium adalah premi asuransi yang ditetapkan sama dengan
pembayaran/payout yang diharapkan oleh perusahaan asuransi. Asumsi ini berarti bahwa
perusahaan asuransi tidak memiliki administrative cost/biaya administrasi dan tidak membuat
profit/keuntungan. Sebagai contoh, ada 1% peluang bahwa perusahaan asuransi harus
membayar/pay out $30.000, sehingga pay out yang diharapkan adalah 1% x $30.000 = $300.
Dengan kalkulasi harga premi yang adil, individu mau secara penuh mengasuransikan diri
mereka untuk menyeimbangkan komsumsi dalam berbagai keadaan yang memungkinkan. Dari
tabel : Misalnya pendapatan Sam yang dikonsumsinya secara penuh setiap tahun adalah $30.000.
Keadaan pertama : apabila Sam tidak membeli asuransi untuk membayar biaya pengobatan
apabila dia ditabrak mobil
Maka ada 99% kemungkinan bahwa Sam akan mengkonsumsi $30.000 periode berikutnya
dan ada 1% kemungkinan konsumsinya adalah nol, karena dia harus membayar biaya pengobatan
sebesar $30.000 apabila terjadi kecelakaan. Fungsi utilitas (U) = √𝐶, dengan C adalah konsumsinya.
Maka dengan tidak adanya asuransi, maka utilitas yang diharapkan adalah :
(0,99 x √$30.000) + (0,01 x √0) = 171,5.
Dengan premi yang adil secara aktuaria, outcome/hasil pasar yang efisien dalam pasar asuransi
adalah asuransi yang penuh/full insurance dan oleh karena itu dapat melancarkan konsumsi
individu.
moral hazard, yaitu ketika kamu mengasuransikan individu terhadap kejadian buruk, kamu bisa
mendorong terjadinya perilaku buruk juga. Misalnya, jika individu diasuransikan terhadap
kecelakaan kerja, mereka mungkin menjadi kurang berhati-hati dalam bekerja. Jika individu
diasuransikan terhadap masa pengangguran mereka yang lama, mereka mungkin tidak akan
berusaha keras untuk mencari pekerjaan yang baru. Jika individu diasuransikan untuk biaya
pengobatan mereka, mereka mungkin terlalu berlebihan dalam melakukan pengobatan mereka.
Average Indexed Monthly Earnings (AIME). Yang nantinya digunakan untuk menentukan PIA
(Primary Insurance Amount), jumlah yang dibayarkan setiap bulan.
10.2. Replacement rate
Ukuran utama dalam mengukur “kebaikan” suatu jaminan sosial adalah Replacement rate
atau tingkat penggantian. Replacement Rate adalah rasio perbandingan antara keuntungan yang
diterima dengan pendapatan yang diterima sebelum entitling event (Kejadian dimana social
security menjadi sah untuk diberikan (pensiun)). Di Amerika, rata-rata tingkat penggantian adalah
sekitar 40% dari pendapatan sebelum pensiun, sedangkan bagi orang-orang dengan pendapatan
rendah, tingkat penggantian dapat mendekati 60%, sedangkan bagi orang kaya, hanya sebesar
kurang lebih 20%.
Adalah usia dimana penerima Jaminan Sosial menerima manfaat secara penuh (batas usia saat ini
adalah 65 tahun, yang perlahan dinaikkan menuju 67 tahun).
• Early Entitlement Age (EEA)
Adalah usia paling awal dimana penerima Jaminan Sosial dapat menerima manfaat, yang dipotong
dengan biaya yang ditetapkan oleh hukum. Bagi mereka yang mencairkan dana sebelum EEA, akan
mengurangi benefit yang diterima sebesar 6.67% per tahun. Bagi mereka yang mencairkan dana
setelah FBA, akan diberikan tambahan benefit sebesar 8% per tahun.
10.4. Funded, unfunded (legacy debt)
Pembiayaan sistem pension dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
Funded: Tabungan/biaya yang dibayarkan hari ini diinvestasikan dalam bentuk asset, seperti
obligasi perusahaan, obligasi pemerintah, atau saham, dan akumulasi asset tersebut
digunakan untuk membayar manfaat di masa depan.
Unfunded: Pajak yang dikumpulkan dari pekerja hari ini diberikan pada pensiunan saat ini
juga, bukannya disimpan untuk membayar manfaat ketika pekerja yang dipungut pajak tadi
pensiun.
Social Security merupakan system partially funded, dimana apabila jumlah pajak yang
diterima melebihi jumlah pembayaran yang diberikan, maka surplus tersebut akan dimasukkan ke
Social security trust fund.
2. Orang memiliki banyak waktu untuk menyisihkan sebagian penghasilan mereka untuk
ditabung guna menghadapi masa pensiun.
survei menunjukkan bahwa peningkatan dana yang dibayarkan oleh social security
menurunkan jumlah pensiunan yang hidup dalam kemiskinan.
manusia. Asas manfaat merupakan asas yang bersifat operasional menggambarkan pengelolaan
yang efektif dan efisien. Asas keadilan merupakan asas yang bersifat ideal. Ketiga asas tersebut
dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan program dan hak peserta.
Pemikiran mendasar yang melandasi penyusunan SJSN bagi penyelenggaraan jaminan sosial untuk
seluruh warga negara adalah:
1. Penyelenggaraan SJSN berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak konstitusional
setiap orang;
2. Penyelenggaraan SJSN adalah wujud tanggung jawab negara dalam pembangunan
perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial;
3. Program jaminan sosial ditujukan untuk memungkinkan setiap orang mampu
mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.
SJSN bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak
bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Melalui program ini, setiap penduduk
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat
mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami
kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.
SJSN diselenggarakan berdasarkan pada 9 (sembilan) prinsip yaitu kegotong-royongan,
nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana
amanat, hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial (DJS) dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
10.9. BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan dibentuk berdasarkan UU No 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial yang merupakan tindak lanjut dari UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional. BPJS Kesehatan memiliki tugas untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan
nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Dulunya bernama Askes (Asuransi kesehatan) yang dikelola
oleh PT. Askes. Yang akhirnya berubah menjadi BPJS Kesehatan berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Nasional. Sejak 1 Januari 2014.
Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah bekerja di Indonesia selama
minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14 UU BPJS. Peserta BPJS
Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia, yang telah membayar iuran, yang dibagi menjadi dua jenis, yaitu: Penerima Bantuan
Iuran Jaminan Kesehatan dan Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
10.10. BJPS Ketenagakerjaan
BPJS Ketenagakerjaan adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga
kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan
mekanisme asuransi sosial. Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung
jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat
sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara. Indonesia seperti halnya negara berkembang
lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan
sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.
Kepesertaan bersifat wajib sesuai penahapan kepesertaan. Manfaat JHT adalah berupa
uang tunai yang besarnya merupakan nilai akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya, yang
dibayarkan secara sekaligus apabila :
Manfaat JHT sebelum mencapai usia 56 tahun dapat diambil sebagian jika mencapai
kepesertaan 10 tahun dengan ketentuan-ketentuan. Jika setelah mencapai usia 56 tahun peserta
masih bekerja dan memilih untuk menunda pembayaran JHT maka JHT dibayarkan saat yang
bersangkutan berhenti bekerja. Apabila peserta meninggal dunia, urutan ahli waris yang berhak atas
manfaat JHT sbb : Janda/duda; Anak; Orang tua; cucu; Saudara Kandung; Mertua; Pihak yang
ditunjuk dalam wasiat. Apabila tidak ada ahli waris dan wasiat maka JHT dikembalikan ke Balai Harta
Peninggalan.
Memberikan perlindungan atas risiko-risiko kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja,
termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau
sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Memberikan manfaat uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika peserta meninggal
dunia bukan akibat kecelakaan kerja. Iuran JKM adalah sebagai berikut :
Bagi peserta penerima gaji atau upah sebesar 0,30% (nol koma tiga puluh persen) dari gaji
atau upah sebulan.
Bagi peserta bukan penerima upah sebesar Rp 6.800,00 (enam ribu delapan ratus Rupiah)
setiap bulan
Program Jaminan Pensiun
Jaminan pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk mempertahankan derajat
kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah
peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Manfaat
pensiun adalah sejumlah uang yang dibayarkan setiap bulan kepada peserta yang memasuki usia
pensiun, mengalami cacat total tetap, atau kepada ahli waris bagi peserta yang meninggal dunia.
Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) adalah pekerja yang melakukan kegiatan atau usaha
ekonomi secara mandiri untuk memperoleh penghasilan dari kegiatan atau usahanya tersebut yang
meliputi : Pemberi Kerja; Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan Pekerja yang tidak
termasuk pekerja di luar hubungan kerja yang bukan menerima Upah, contoh Tukang Ojek, Supir
Angkot, Pedagang Keliling, Dokter, Pengacara/Advokat, Artis, dan lain-lain.
Jasa Konstruksi
Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan
jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi.
Porsi terhadap konsumsi makanan turun seiring berjalannya waktu mengikuti porsi
kebutuhan yang lain, seperti kesehatan, rumah, pakaian,dan lain-lain.
2. Perbedaan biaya hidup.
Hal ini berkaitan dengan letak geografis, beda tempat beda harga sewa, biaya hidup.
3. Definisi pendapatan yang tidak sempurna
Untuk menentukan pendapatan, kita harus mempertimbangkan hal-hal seperti :
Memasukkan non cash transfer pada penghasilan, memasukan biaya - biaya untuk mendapatkan
penghasilan , mengakui pendapatan setelah dipotong pajak.
11.2. Categorical Welfare dan Mean Tested Welfare
Categorical welfare: Program yang dibatasi karakteristik demografi. Misalnya : Single motherhood,
disability.
Mean-tested Welfare: Program kesejahteraan yang terkait dengan tingkat pendapatan dan asset
dari penerima (lebih spesifik dibandingkan dengan categorical welfare). Misalnya : Penerima
program mean-tested welfare hanya yang mempunyai pendapatan dibawah garis kemiskinan.
11.3. Cash Welfare (benefit guarantee, benefit reduction rate), Inkind Welfare
Cash welfare adalah Program yang menyediakan bantuan atau tunjangan dalam bentuk
cash (uang). Contohnya :
a. Temporary Assistance for Needy Families (TANF)
Yaitu program yang memberikan dukungan kepada single mother berpenghasilan rendah.
b. Supplemental Security Income (SSI)
Yaitu program yang memberikan dukungan kepada lanjut usia, tuna netra, dan penyandang cacat.
Benefit guarantee: jaminan manfaat yang diberikan kepada keluarga berpenghasilan
rendah. Benefit reduction rate: Tarif yang digunakan ketika bantuan kesejahteraan turun per dolar
saat menerima pendapatan lain.
Sementara, In-Kind Programs adalah program yang menyediakan bantuan dalam bentuk
non cash. Contoh bentuk-bentuk in-kind programs :
a. Food Stamps : menyediakan voucher untuk masyarakat yang dapat mereka gunakan untk
membayar makanan pada pengecer
b. Medicaid : memberikan dukungan kesehatan kepada keluarga, lanjut usia dan penyandang cacat
yang berpenghasilan rendah.
c. Other Nutritional Programs : menyediakan biaya untuk pembeian makanan bernutrisi terutama
untuk meningkatkan perkembangan janin dan kesehatan bayi.
B=G–txwxh
Keterangan :
B = benefit (keuntungan)
G = Guarantee (jaminan)
W = Wages (upah)
H = Hours (banyaknya jam bekerja)
Analisa : Dengan metode means-tested dan tingkat pengurangan benefit (benefit reduction
rate) 100%, hal ini bisa menimbulkan moral hazard effect pada masyarakat. Misalnya ada 3 individu,
yaitu individu x (sebelum adanya program kesejahteraan, x bekerja selama 400 jam dengan tingkat
konsumsi sebanyak $5000), individu y (sebelum adanya program kesejahteraan, y bekerja selama
946 jam dan tingkat konsumsinya sebanyak $11.825), dan individu z (sebelum adanya program
kesejahteraan, z bekerja selama 1600 jam dengan tingkat konsumsi sebanyak $20.000).
Dengan adanya program kesejahteraan berbentuk means tested program individu dapat
dengan mudah menyamar hanya untuk berkualifikasi menjadi penerima bantuan itu. Apabila
individu diterima sebagai penerima bantuan, maka ia mendapatkan benefit sebesar $10.825 dan
apabila ia menerima penghasilan tambahan $1, maka benefit yang diterimanya akan berkurang $1.
Untuk individu x, dia akan lebih memilih untuk tidak bekerja, karena dia bisa memanfaatkan waktu
luangnya lebih banyak dan tingkat konsumsi yang lebih tinggi apabila ia menerima bantuan
kesejahteraan. Bagi individu y, dia mungkin akan memilih untuk tidak bekerja karena ia hanya
kehilangan $1000 konsumsi apabila tidak bekerja dan mendapatkan waktu luang lebih banyak dari
sebelumnya. Sedangkan bagi individu z, dia tidak menerima social welfare karena apabila ia
menerima itu, maka indiferrence curve nya lebih rendah. Jadi terlihat jelas bahwa hal ini
menimbulkan moral hazard pada masyarakat.
Kita bisa mengurangi moral hazard dengan menurunkan tarif pengurangan benefit (benefit
reduction rate).
Ordeal mechanisms: Suatu fitur dari jaminan kesejahteraan yang membuat program menjadi
kurang menarik sehingga jaminan hanya diperoleh individu yang benar- benar membutuhkan.
Paradoks dari Ordeal Mechanisms: Mungkin akan terlihat lebih buruk bagi individu yang
membutuhkan yang dikenai ordeal mechanisms, namun sebenarnya itu lebih baik bagi mereka.
11.5. Outside options (Training, Labor Market Subsidies, Child Care, Child Support)
Pendekatan outside options dapat mengurangi efek moral hazard dari kesejahteraan, jadi
individu menjadi kurang tertarik dengan program kesejahteraan. Ada 5 pendekatan yang dilakukan
pemerintah untuk meningkatkan outside options bagi penerima program kesejahteraan:
1. Training (Pelatihan)
Pendekatan sederhana yang bisa digunakan adalah melalui training bagi penerima welfare.
Banyak wanita dari program ini memiliki skill yang rendah. Jika wanita bisa belajar keahlian-keahlian
di masa ekonomi sekarang ini, maka potensi upah mereka akan meningkat. Hasilnya mereka akan
menjadi kurang tertarik dengan program kesejahteraan ini.
2. Labor Market Subsidies
Pendekatan ini dilakukan dengan cara mensubsidi upah pasar dengan tujuan untuk
membuat kesan bahwa bekerja menjadi lebih menarik untuk dilakukan sehingga mereka akan
meninggalkan welfare.
3. Child Care
Subsidi untuk penitipan anak membuat peningkatan dalam penawaran tenaga kerja wanita.
4. Child Support
Child support adalah pembayaran yang harus dilakukan salah satu orang tua anak
berdasarkan putusan pengadilan. Misalnya bagi orang tua yang bercerai, salah satu orang tua
(biasanya ayah) akan memberikan tunjangan untuk biaya hidup dan pendidikan anak kepada wali
yang merawat anak/keturunannya (biasanya ibu).
5. Remove “Welfare Lock”
Remove “Welfare lock” maksudnya tidak menghubungkan cash welfare dan in-kind benefit.
Misalnya individu mungkin takut apabila ia meninggalkan cash welfare, maka ia akan kehilangan
bantuan in-kind benefit, sehingga pada akhirnya tidak berani untuk meninggalkan kedua program.
Dengan me-remove “welfare lock” mungkin menghapus kekhawatiran individu akan hilangnya
kesempatannya dalam mendapatkan in-kind benefit.
11.6. Bagaimana mengukur kesuksesan?
“Berhasil” tidaknya reformasi kesejahteraan tergantung pada empat faktor :
jenis pajak yang pertama adalah pajak gaji, yaitu pajak yang dipungut dari gaji yang diterima
pekerja. Pajak payroll/gaji sebagai sarana untuk membiayai program asuransi sosial seperti jaminan
sosial, asuransi pengangguran, asuransi pengobatan dan lain-lain.
Jenis pajak kedua adalah pajak pendapatan individu, yaitu pajak yang dibayarkan oleh
individu-individu atas pendapatan yang didapatkan sepanjang tahun. Bentuk dari pajak pendapatan
yang dari berasal dari bunga tertentu adalah pemajakan atas keuntungan dari modal/capital,
penghasilan dari penjualan aset modal seperti saham, lukisan dan rumah.
Beberapa negara juga menerapkan pemajakan terpisah atas penghasilan yang diterima
korporasi melalui corporate income tax.
d. Pajak kekayaan
Pajak kekayaan adalah pajak yang dibayarkan atas nilai dari aset yang dimiliki oleh
perorangan atau keluarga, seperti tanah, perhiasan, karya seni, bangunan, dan saham-saham.
e. Pajak konsumsi
Yaitu pajak yang dibayarkan atas konsumsi individu atau rumah tangga atas barang-barang
(dan beberapa jasa). Pajak konsumsi sering dipungut dalam bentuk pajak penjualan. Pajak pajak ini
dapat dalam variasi konsumsi yang luas atau ke barang-barang tertentu saja. Ketika menerapkan
hanya ke barang tertentu, seperti rokok atau bensin, pajak penjualan disebut sebagai pajak cukai.
Bagi kebanyakan wajib pajak, pajak dikurangi dari pendapatan gaji atau upah mereka ketika
dihasilkan, proses yang dikenal dengan witholding. Witholding adalah pemungutan pajak yang
mengurangi gaji pekerja secara langsung.
Refund adalah selisih/perbedaan antara jumlah yang dipungut dari gaji pekerja dan pajak yang
wajib disetor, dimana apabila yang dipotong lebih besar jumlahnya, maka terjadi lebih bayar, dan
oleh karena itu selisih tersebut dikembalikan kepada wajib pajak.
Ada 2 konsep yang menggambarkan pengaturan tarif pajak pendapatan, yaitu marginal tax
rate atau tarif pajak marginal dan average tax rate atau tarif pajak rata-rata. Marginal tax rate
adalah persentase yang dibayarkan dalam pajak untuk setiap dollar selanjutnya yang dihasilkan.
Misalnya di Amerika Serikat berlaku ketentuan sebagai berikut : marginal tax rate untuk individu
yang pendapatannya di bawah $16.700 adalah 10%, sedangkan untuk individu yang penghasilannya
di atas $372.950, marginal tax ratenya adalah 35%.
Average tax rate adalah persentase dari total pendapatan yang dibayarkan dalam pajak,
dimana itu dihitung berdasarkan rasio antara total pembayaran pajak dengan total pendapatan.
Tarif pajak rata-rata seseorang adalah rata-rata yang dibobotkan dari tarif marginal yang dibayarkan
individu sepanjang penghasilannya memenuhi tax schedule.
Proporsional adalah sistem pajak dimana tarif pajak rata-rata efektif tidak berubah
berapapun pendapatan yang diterima, jadi semua wajib pajak membayar proporsi atau jumlah yang
sama atas penghasilan yang mereka terima. Misalnya individu membayar pajak dengan tarif 15%
tidak peduli apakah pendapatan mereka $10.000 atau $100.000).
Degresif adalah sistem pajak dimana tarif pajak rata-rata efektif menurun seiring dengan
meningkatnya pendapatan yang diterima. Misalnya individu membayar pajak dengan tarif 15%
untuk pendapatan mereka sampai $10.000, tetapi hanya membayar pajak dengan tarif 10% untuk
penghasilan mereka sampai $100.000.
Patokan yang digunakan ahli ekonomi untuk mendefinisikan pendapatan adalah Haig-
simons comprehensive income definition, yang mendefinisikan sumber penghasilan yang dapat
dipajaki sebagai kemampuan individu untuk membayar pajak. Kemampuan untuk membayar ini
sama dengan potensi konsumsi tahunan seseorang, total konsumsi individu sepanjang tahun,
ditambah dengan kenaikan persediaan harta/kekayaan.
Apakah definisi Haig Simon masuk akal sebagai tujuan untuk desain dasar pajak? Ada 2
aspek untuk mengukur keadilan dalam sistem pajak. Keadilan vertikal tercapai ketika wajib pajak
yang pendapatannya tinggi membayar pajak lebih besar atas pendapatan mereka dan keadilan
horizontal tercapai ketika wajib pajak yang identik membayar jumlah yang sama dalam pajak tidak
peduli pilihan apa yang mereka buat.
Dengan demikian, mengikuti definisi Haig-simons dapat memperbaiki keadilan sistem pajak
dari dimensi keadilan vertikal dan horizontal. Bagaimanapun implementasi dari bagian ini ada 2
kesulitan yang ada dalam mengimplementasikan definisi Haig simons dalam sistem pajak di Amerika
Serikat yaitu :
harga, tetapi tidak sangat elastis dalam respon atas adanya reduksi yang kecil. Di beberapa kasus,
kredit mungkin menyebabkan kenaikan lebih besar dalam pemberian amal (sebagai contoh) dari
pada deduksi, karena kredit membuat reduksi lebih besar atas harga.
Kedua, pembuat kebijakan harus menentukan seberapa penting untuk mencapai level
minimum perilaku. Dengan pemberian amal, misalnya, tidak ada alasan yang jelas mengapa $1.000
harus menjadi target, jadi lebih baik untuk secara sederhana mensubsidi individu untuk memberikan
sebanyak yang mereka inginkan. Dengan beberapa perilaku, bagaimanapun, pemerintah mungkin
ingin mensubsidi beberapa level minimal dari penyediaan tapi tidak mensubsidi. Seperti yang telah
didiskusikan di Chapter 15, asuransi kesehatan mungkin sesuai dengan kasus ini.
12.10. Pertimbangan keadilan
Dalam hal keadilan vertikal, kredit pajak lebih adil dari pada deduksi/pembebasan. Nilai
deduksi meningkat dengan tarif pajak seseorang, dan oleh karena itu pendapatan seseorang,
membuat deduksi yang regresif (jumlah deduksi lebih tinggi, sebagai bagian dari pendapatan, untuk
wajib pajak yang berpendapatan tinggi). Kredit, di sisi lain, tersedia secara sama atau merata untuk
semua pendapatan, jadi mereka bersifat progresif (jumlah kredit lebih rendah, sebagai bagian dari
pendapatan, bagi wajib pajak berpendapatan tinggi).
Tax wedge (irisan pajak) adalah perbedaan antara apa yang konsumen bayar dan apa yang
produsen terima (pajak bersih) dari transaksi. Jika beban konsumen adalah $0.30 dan beban
produsennya adalah $0.20, maka irisan pajaknya adalah $0.50. Harga Bruto adalah harga yang ada
di pasar. Harga setelah Pajak adalah harga bruto dikurangi jumlah pajak (jika produsen membayar
pajak) atau ditambah jumlah pajak ( jika konsumen membayar pajak).
13.2. Tax incidence dan elastisitas (permintaan dan penawaran)
Menurut Insiden Ekonomi, beban pajak yang ditanggung ditentukan oleh elastisitas
penawaran dan permintaan, itulah mengapa, responsif kuantitas penawaran atau permintaan
adalah perubahan harga. Jika satu sisi pada pasar adalah Inelastis sempurna, maka pasar tersebut
menanggung seluruh perpindahan beban pajak yang ditujukan pada pasar tersebut. Full shifting
atau Pergeseran penuh artinya salah satu pihak pada saat transaksi menanggung seluruh beban
pajak
Analisis Insiden Pajak berasumsi bahwa harga dapat menyesuaikan dengan sendirinya.
Namun, apabila ada aturan mengenai upah minimum yang harus diterima pekerja, maka gaji tidak
boleh jatuh dibawah standar gaji minimum. Gaji Minimum yaitu jumlah minimum yang harus
dibayar kepada pekerja untuk setiap jam kerja.
Batas penyesuaian harga mengubah Insidensinya.
Walaupun di pasar monopoli, pajak di kedua sisi pasar mengakibatkan hasil yang sama
dalam pembagian beban pajak, Pasar Monopoli tidak dapat “mengeksploitasi kekuatan pasarnya
sendiri” untuk menghindari peraturan insidensi pajak. Sedangkan, Pasar Oligopoly adalah pasar
dimana perusahaan mempunyai beberapa kekuatan pasar dalam hal mengatur harga, tapi tidak
sebanyak atau sekuat monopoli.
13.5. Tax incidence pada keseimbangan umum
Kesimbangan parsial Insidensi pajak: Analisis yang menyadari dampak dari pajak pada
pasar yang terisolasi. Keseimbangan Umum Insidensi Pajak: Analisis yang menyadari dampak dari
hubungan pasar pada pajak yang dikenakan pada satu pasar.
Contoh Keseimbangan Umum :
Dampak dari Periode Waktu pada Insidensi pajak : Jangka pendek versus Jangka Panjang
Faktor yang secara inelastis pada permintaan dan penawaran di kedua jangka waktu baik
pendek maupun panjang menanggung pajak pada jangka panjang. Investasi tidak dapat diubah, jadi
modal penawaran adalah inelastis pada jangka pendek. Investor mempunyai banyak kesempatan,
jadi pada jangka panjang, elastisitas pada modal mungkin akan tinggi.
Dampak Lingkup Pajak pada Insidensi Pajak :
Insidensi Pajak berdasar pada bagaimana pajak diaplikasikan secara luas. Pajak yang luas
akan lebih sulit untuk menghindar daripada pajak yang sempit, jadi respon dari produsen dan
konsumen akan membuat pajak lebih kecil dan inelastis. Pajak yang terdapat pada restaurant local
memiliki perbedaan Insidensi daripada pajak dari seluruh restaurant.
Pajak menjadi penghambat antara keuntungan sosial marjinal dan harga sosial marjinal,
mencegah perdagangan yang saling menguntungkan terjadi. Unit antara 90 dan 100 akan
menghasilkan surplus konsumen dan produsen. Surplus yang hilang karena perpajakan dinamakan
deadweight loss (DWL). Besarnya deadweight loss tergantung dari elastisitasnya.
14.2. Inefisiensi pasar dan elastisitas (permintaan dan penawaran)
Elastisitas permintaan dan penawaran menentukan ketidakefisiensian pajak.
Deadweight loss disebabkan oleh individu dan perusahaan yang membuat konsumsi dan
pilihan produksi yang tidak efisien untuk menghindari pajak. Ketidakefisiensian dari beberapa pajak
ditentukan oleh sejauh mana konsumen dan produsen mengubah perilaku mereka untuk
menghindari pajak. Semakin elastis permintaan dan penawaran, semakin besar deadweight loss.
“DWL naik dengan pengkuadratan pajak, jadi DWL marjinal naik dengan persentase pajak.
Marginal Deadweight loss adalah peningkatan deadweight loss per unit seiring dengan besarnya
persentase pajak”.
Efisiensi Sistem Pajak juga dipengaruhi oleh distorsi yang sudah ada sebelumnya. Karena
marjinal dead weight loss naik dengan persentase pajak, distorsi yang sudah ada sebelumnya
mempengaruhi efisiensi dari pajak yang baru. Distorsi yang sudah ada sebelumnya maksudnya
Kegagalan pasar, seperti eksternalitas dan persaingan yang tidak sempurna yang ada sebelum
adanya intervensi pemerintah.
1. Aturan elastisitas : pajak dengan tarif rendah pada barang yang permintaannya lebih elastis
2. Broad base rule : Lebih baik menerapkan pajak yang tidak terlalu besar ataupun terlalu kecil
untuk berbagai macam barang dari pada menerapkan pajak yang berat untuk beberapa jenis
barang.
APLIKASI: Konsekuensi Efisiensi Pajak dan Subsidi di Pakistan : Gandum (Permintaan Elastis)
APLIKASI: Konsekuensi efisiensi Pajak dan Subsidi di Pakistan : Beras (Permintaan lebih elastis)
APLIKASI: Konsekuensi efisiensi Pajak di Pakistan : Minyak dan Lemak (Permintaan elastis)
Ekuitas vertikal: Kesejahteraan sosial dimaksimalkan ketika mereka yg tingkat konsumsinya tinggi,
utilitas marginal rendah, dikenai pajak yg lebih besar. Sedangkan mereka yg tingkat konsumsinya
rendah, utilitas marginal tinggi, dikenai pajak lebih rendah.
Respon perilaku: sebagaimana pajak yang meningkat pada suatu kelompok, individu dalam
kelompok tersebut mungkin merespon dengan mengurangi pendapatannya.
Keterkaitan pajak-manfaat paling kuat ketika pajak yang dibayar dihubungkan langsung
manfaatnya kepada pekerja.
Grafik di atas mengilustrasikan pilihan-pilihan yang mungkin dibuat Aldi antara waktu luang
dan konsumsinya (dalam dollar). Pada pembahasan sebelumnya, kita menghitung waktu kerja
dengan cara mengurangi total waktu possible hours dengan waktu luang. Asumsikan juga slope dari
budget constraint, tingkat upah, 12.50, adalah harga dari waktu luang karena itu adalah opportunity
cost dari mengambil waktu luang dibandingkan dengan bekerja. Sebelum pajak dikenakan, Aldi
menikmati tingkat waktu luang 900 dan tingkat konsumsi di C1 = $13,750 (titik A).
Ketika dikenakan pajak, misalnya 30% untuk setiap dollar gaji yang dihasilkan, slope dari
budget constraint Aldi sekarang adalah gaji setelah pajak, yaitu 12,50 X (1-0,3) = 8,75. Pajak
pendapatan yang flat pada tingkat 0,3 menyebabkan budget constraint poros ke dalam dari BC1 ke
BC2. Aldi sekarang juga mengkonsumsi barang yang lebih sedikit dari sebelumnya, yaitu C2 = $9,625
karena beberapa dari pendapatannya digunakan untuk membayar pajak.
15.2. Income effect pajak atas penawaran tenaga kerja
Kita tidak bisa menyimpulkan dengan pasti apa yang akan terjadi pada penawaran tenaga
kerja sebagai hasil dari adanya pajak karena ada 2 (dua) efek yang mengimbangi, yaitu efek
substitusi dan efek pendapatan. Gaji setelah pajak adalah harga efektif dari waktu luang. Karena
gaji setelah pajak lebih kecil dari gaji sebelum pajak, harga dari waktu luang telah jatuh. Penurunan
dari harga waktu luang akan menyebabkan efek subtitusi yaitu lebih banyak waktu luang dan
sedikit bekerja. Namun bagaimanapun, adanya penurunan untuk bekerja mengakibatkan
seseorang menjadi lebih miskin (buruk) pada tingkat penawaran tenaga kerja yang diberikan.
Penurunan dalam pendapatan yang diterima akan menyebabkan income effect (efek pendapatan)
yang menyebabkan seseorang hanya bisa membeli atau mengonsumsi barang yang lebih sedikit,
termasuk waktu luang; karena waktu luang lebih sedikit, berarti lebih banyak waktu untuk
bekerja. Karena efek subtitusi dan pendapatan pada penawaran tenaga kerja menyebabkan arah
yang bertentangan, kita tidak bisa memprediksikan dengan jelas, apakah penawaran tenaga kerja
naik atau jatuh dalam responnya terhadap tingkat pajak.
Contoh kasus untuk efek pendapatan pada penawaran tenaga kerja :
Misalnya alasan Donny bekerja adalah untuk membeli sebuah CD setiap minggunya. Jika
Donny menghasilkan pendapatan $5 per jam, dan harga sebuah CD adalah $20, maka Donny akan
bekerja selama 4 jam per minggu. Jika pemerintah mengenakan pajak 20% untuk pendapatan
tenaga kerja, maka gaji setelah pajak Donny akan jatuh menjadi $4 per jam dia bekerja. Untuk
membeli CD yang sama, Donny sekarang harus bekerja selama 5 jam per minggu. Dengan demikian,
Donny bekerja lebih keras meskipun gaji setelah pajaknya turun, karena dia punya target
pendapatan yang harus dia hasilkan. Artinya dalam kasus ini, income effect lebih mendominasi dan
kuantitas tenaga kerja yang ditawarkan meningkat.
Pada grafik B, income effect dari pendapatan setelah pajak lebih besar dari pada substitution
effect dari perpajakan. Pada kasus ini, waktu luang jatuh dari 900 jam menjadi 600 jam, yang
mengakibatkan penawaran tenaga kerja lebih tinggi.
15.3.Substitution effect pajak atas penawaran tenaga kerja
Pada grafik a, efek substitusi perpajakan (mengurangi harga waktu luang, mengakibatkan
seseorang menjadi ingin lebih banyak waktu luang) lebih besar dari pada income effect dari
pendapatan yang lebih rendah setelah adanya pajak (yang mengakibatkan waktu luang lebih sedikit).
Pada kasus ini, waktu luang seseorang naik dari 900 jam menjadi 1200 jam yang menurunkan
penawaran tenaga kerja.
Dua kemungkinan tadi (grafik a dan b) mengartikan bahwa ada dua kondisi untuk kurva
penawaran dalam pasar tenaga kerja. Jika efek substitusi lebih mendominasi, seperti dalam kasus
a, maka kurva penawaran tenaga kerja adalah upward-sloping atau naik. Jika income effect lebih
mendominasi, maka kurva penawaran tenaga kerja adalah downward-sloping karena efek
pendapatan pada penawaran tenaga kerja proporsional dengan waktu bekerja sebelum gaji
berubah. Jika individu belum pernah bekerja sama sekali, maka ada efek subtitusi pada keputusan
penawaran tenaga kerja, tapi tidak ada income effect : mereka tidak merasa lebih miskin/buruk
karena mereka belum memiliki pendapatan apapun sebelum pajak. Dengan demikian, untuk tingkat
penawaran tenaga kerja yang rendah, terlihat tidak mungkin bahwa efek pendapatan lebih besar
dari pada efek substitusi. Sedangkan untuk tingkat penawaran tenaga kerja yang lebih tinggi, dimana
ada hilangnya pendapatan yang lebih tinggi karena pajak gaji, efek pendapatan dapat menjadi lebih
mendominasi dari pada efek substitusi.
Manejemen
PERTEMUAN KE-9
DESAIN ORGANISASI
SPESIALISASI KERJA
Yaitu membagi kegiatan pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang terpisah. Akan tetapi, spesialisasi
kerja yang terlampau ekstrem dapat membawa dampak negatif, seperti:
- Kebosanan
- Kelelahan
- Stress
- Meningkatnya perputaran pekerja
- Kualitas buruk
- Absen yang bertambah
- Kinerja yang menurun
DEPARTEMENTALISASI
Yaitu mengelompokkan kegiatan pekerjaan yang terpisah. Bentuk umum departementalisasi
antara lain:
RANTAI KOMANDO
Yaitu hierarki wewenang dari tingkat organisasi yang tinggi hingga ke yang rendah, yang
menegaskan siapa melapor ke siapa.
Tiga konsep dalam rantai komando, yaitu:
1. Wewenang, yakni hak mutlak dari posisi seorang manajer untuk memerintahkan apa yang
harus dilakukan staf dan mengharapkan mereka melakukannya.
2. Tanggung jawab, yakni kewajiban atau ekspektasi untuk melakukan tugas-tugas yang
diberikan.
3. Kesatuan komando, yakni prinsip manajemen yang menegaskan bahwa satu orang
seharusnya hanya melapor pada satu orang manajer saja.
RENTANG PENGENDALIAN
Yaitu jumlah pekerja yang bisa dikelola seorang manajer secara efektif dan efisien.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dan efisiensi manajer dalam mengatur jumlah
pekerjanya, antara lain:
1. Kemampuan dan kepandaian manajer dan pekerja
2. Karakteristik tugas-tugas yang mereka kerjakan
3. Kesamaan dan kompleksitas tugas-tugas yang diemban pekerja
4. Kedekatan fisik terhadap bawahan
5. Taraf dimana prosedur terstandarisasi ditetapkan
6. Kecanggihan sistem informasi organisasi
7. Kekuatan budaya organisasi
8. Gaya kepemimpinan yang dianut manajer
Rentang yang lebih luas lebih efisien dari sisi biaya, namun dalam hal tertentu, rentang yang
lebih luas akan mengurangi efektivitas apabila kinerja pekerja memburuk karena manajer tidak
memiliki waktu untuk mengarahkan.
FORMALISASI
Yaitu sestandar apa pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dalam perusahaan dan taraf dimana
perilakuk pekerja dipandu oleh beragam aturan dan prosedur.
Formalisasi tinggi: pekerja hanya memiliki sedikit keleluasaan atas apa yang dikerjakannya,
kapan diselesaikan dan bagaimana pekerjaannya.
Formalisasi rendah: pekerja memiliki keleluasaan yang lebih atas pekerjaan mereka.
Faktor kontijensi merupakan faktor-faktor yang menentukan kapan struktur mekanistik maupun
organik cocok diterapkan. Empat variabelnya yaitu:
PERTEMUAN KE-10
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (MSDM)
Proses MSDM
1. Menilai sumber daya manusia yang sekarang, dengan mengamati inventaris karyawan yang
biasanya mencakup informasi tentang karyawan seperti nama, pendidikan, pelatihan,
pekerjaan sebelumnya, bahasa, kemampuan khusus, dan keahlian professional.
2. Memenuhi kebutuhan SDM di masa mendatang, yang bergantung terhadap misi, tujuan dan
strategi organisasi.
Seleksi
Yakni menyaring para pelamar kerja untuk menentukan siapa yang paling memenuhi kualifikasi
atas pekerjaan tersebut. Jenis-jenis alat seleksi:
- Formulir aplikasi
- Tes tertulis
- Tes simulasi kerja
- Wawancara
- Investigasi latar belakang
- Pemeriksaan fisik
Orientasi unit kerja, yaitu memperkenalkan karyawan dengan sasaran-sasaran dari unit
kerja, menjelaskan bagaimana pekerjaannya berkontribusi pada pencapaian sasaran unit
kerja, dan meliputi pengenalan karyawan baru tersebut dengan rekan kerjanya.
Orientasi organisasi, yaitu menginformasikan karyawan baru tentang sasaran perusahaan ,
riwayatnya, filosofinya, prosedurnya, dan peraturannya.
Orientasi yang sukses akan menghasilkan transisi dari pihak luar menjadi pihak dalam yang
membuat karyawan baru tersebut merasa nyaman dan mudah beradaptasi, menurunkan
kecenderungan kinerja pekerjaan yang buruk dan mengurangi kemungkinan pengunduran diri
yang mendadak dalam kurun waktu satu atau dua minggu.
Jenis-jenis pelatihan:
a. Pelatihan umum
Yang meliputi keterampilan komunikasi, program dan aplikasi sistem komputer, layanan
pelanggan, pengembangan eksekutif, pengembangan dan keterampilan manajerial,
pengembangan diri, penjualan, keterampilan supervisi, dan pengetahuan dan keterampilan
teknologi.
b. Pelatihan khusus
Yang meliputi keterampilan pekerjaan/hidup dasar, kreativitas, pendidikan, konsumen,
kesadaran budaya/keanekaragaman, perbaikan penulisan, perubahan tata kelola,
kepemimpinan, wawasan produk, kemampuan presentasi/ berbicara di depan publik,
keamanan, etika, pelecehan seksual, kemampuan membangun tim, kesehatan, dan
sebagainya.
Metode pelatihan
Tradisional
On-the-job Karyawan belajar untuk melakukan tugas-tugas dengan
mempraktikkannya, biasanya setelah pengenalan terlebih dahulu
terhadap tugas yang bersangkutan
Rotasi kerja Karyawan bekerja di berbagai bidang pekerjaan, sehingga mengenali
beragam tugas
Mentoring and Karyawan bekerja dengan karyawan yang berpengalaman yang
coaching memberikan informasi, dukungan dan dorongan
Latihan Karyawan berpartisipasi dalam permainan peran, simulasi atau jenis
pengalaman pelatihan yang melibatkan tatap muka langsung
Manual/buku Karyawan merujuk pada buku pelatihan dan manual untuk mendapatkan
kerja informasi
Kelas pelatihan Karyawan menghadiri suatu kelas yang dirancang untuk penyampaian
informasi yang spesifik
Berbasis Teknologi
CD-ROM/DVD/ Karyawan mendengarkan atau menonton media tertentu yang berisikan
rekaman informasi atau mempertunjukkan teknik-teknik tertentu.
video/audio/
podcast
Videoconference/ Karyawan mendengarkan atau berpartisipasi ketika informasi tersebut
Teleconference/ disampaikan atau suatu teknik yang diperlihatkan
TV satelit
E-learning Pembelajaran berbasis internet di mana karyawan berpartisipasi dalam
simulasi multimedia atau modul interaktif lainnya.
PERTEMUAN KE-11
PERILAKU ORGANISASI
Perilaku organisasi adalah studi yang mempelajari mengenai tindakan manusia di tempat kerja.
Salah satu tantangan dalam memahami perilaku organisasi adalah bahwa perilaku organisasi
menangani masalah yang kurang begitu terlihat, seperti :
- Sikap
- Persepsi
- Norma kelompok
- Interaksi sosial
- Konflik interpersonal dan antarkelompok
Manajer tidak tertarik dengan setiap sikap yang dimiliki karyawan, tetapi hanya terbatas
terhadap sikap-sikap yang berkaitan dengan pekerjaan. Sikap-sikap tersebut antara lain:
Kepuasan kerja
Hubungan kepuasan kerja dengan perilaku karyawan
Kepuasan dan perputaran Karyawan yang puas memiliki tingkat perputaran karyawan
karyawan yang lebih rendah, karena organisasinya biasanya
mempertahankan mereka yang kinerjanya bagus dengan
beragam cara.
Kepuasan kerja dan Karyawan dengan tingkat kepuasan yang tinggi biasanya
kepuasan konsumen melayani konsumen dengan ramah, energik dan responsif,
sehingga akan membangun kenyamanan dan loyalitas
konsumen.
Kepuasan kerja dan OCB Karyawan yang lebih puas akan mengutarakan hal positif
tentang perusahaan, membantu rekan lain, dan melampaui
ekspektasi kerja normal.
Kepuasan kerja dan Ketika karyawan kurang puas dengan pekerjaan, mereka
perilaku buruk di tempat bereaksi dengan beragam cara, mungkin dengan cara
kerja mengundurkan diri, atau menghabiskan waktu kerjanya
untuk bermain-main di depan komputer, ataupun
perbuatan tidak pantas lainnya.
Teori Disonansi Kognitif: menjelaskan tentang hubungan antara sikap dan perilaku.
Disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian atau inkonsistensi dalam sikap atau antara perilaku
dan sikap. Teori ini menyatakan bahwa inkonsistensi itu tidaklah nyaman dan seseorang
berupaya untuk mengurangi ketidaknyamanan, dan demikian itulah disonansinya.
Teori ini mengemukakan bahwa sekeras apapun upaya kita untuk mengurangi disonansi, ada
tiga faktor yang menentukan:
1) Nilai penting dari faktor-faktor yang menciptakan disonansi
2) Tingkat pengaruh yang diyakini seseorang terhadap faktor-faktor tersebut
KEPRIBADIAN
Kepribadian seseorang merupakan kombinasi unik dari pola emosional, pikiran, dan perilaku
yang mempengaruhi bagaimana seseorang bereaksi terhadap suatu situasi dan berinteraksi
dengan orang lain.
Sifat-sifat untuk menggambarkan kepribadian itu sendiri diidentifikasi dengan menggunakan
dua pendekatan, yaitu:
1. Myers-Briggs Type Indicator (MBTI®)
2. Model Big Five
MBTI®
Penilaian kepribadian ini meliputi lebih dari 100 pertanyaan yang mengungkap tentang
bagaimana orang-orang biasanya bertindak atau apa yang mereka rasakan ketika
menghadapi beragam situasi. Jawaban mereka kemudian menempatkan orang tersebut ke
dalam salah satu dari empat dimensi yaitu:
1. Interaksi sosial: ekstrover atau introvert (E atau I)
2. Pilihan dalam menghimpun data: sensing atau intuitif (S atau N)
3. Pilihan dalam mengambil keputusan: feeling atau thinking (F atau T)
4. Gaya dalam mengambil keputusan: perceptive atau judgmental (P atau J)
Lima sifat kepribadian lainnya yang juga menjadi ukuran yang ampuh untuk menelaah
perilaku dalam organisasi:
1. Lokus kendali (locus of control)
- Lokus kendali yang bersifat internal: orang-orang ini percaya bahwa mereka bisa
mengendalikan nasib sendiri, sehingga setiap kesalahan yang terjadi mereka yakini
disebabkan oleh diri mereka sendiri.
- Lokus kendali yang bersifat eksternal: mereka percaya bahwa kehidupan mereka
diatur oleh kekuatan dari luar diri, dampaknya bahwa kesalahan yang mungkin
terjadi diyakini oleh mereka timbul karena orang lain, atau faktor di luar diri mereka.
2. Machiavellianisme
Seseorang yang Machiavellianismenya tinggi cenderung pragmatis, menjaga jarak
emosi, dan percaya bahwa hasil akhir bisa membenarkan cara yang dilakukan.
3. Harga diri
4. Pemantauan diri
Mengacu pada kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya terhadap
faktor-faktor situasional eksternal. Orang-orang dengan tingkat pemantauan diri yang
tinggi menunjukkan adaptabilitas yang besar ketika menyesuaikan perilaku mereka, dan
mampu menunjukkan kontradiksi antara penampilan diri di depan publik dan diri
pribadi mereka.
5. Mengambil risiko
Contohnya, dalam suatu studi dimana manajer sedang melakukan simulasi yang
menuntut pembuatan keputusan, manajer yang lebih berani mengambil risiko hanya
membutuhkan sedikit waktu untuk mengambil keputusan dan menggunakan informasi
yang lebih sedikit dalam menjatuhkan pilihan mereka ketimbang manajer yang kurang
berani mengambil risiko. Yang menarik, akurasi keputusannya ternyata relatif sama bagi
kedua kelompok ini.
PERSEPSI
Persepsi merupakan proses dimana kita mengartikan lingkungan sekitar dengan menyusun dan
menginterpretasikan impresi sensoris. Penelitian tentang persepsi secara konsisten
menunjukkan bahwa setiap orang bisa melihat hal yang sama tetapi berbeda
mempersepsikannya.
Teori Atribusi
Suatu teori yang menjelaskan mengapa kita menilai orang lain berbeda-beda bergantung pada
nilai apa yang kita atribusikan terhadap perilaku tertentu.
PEMBELAJARAN
Pembelajaran yaitu perubahan permanen dalam perilaku yang terjadi akibat pengalaman.
Dua teori tentang pembelajaran yang membantu kita dalam memahami bagaimana dan
mengapa perilaku individu terjadi:
1. Operant conditioning
Merupakan teori pembelajaran yang menyatakan bahwa perilaku adalah fungsi dari
konsekuensinya.
2. Pembelajaran sosial
Pandangan yang menyatakan bahwa kita bisa mempelajari sesuatu baik dari observasi dan
pengalaman langsung.
Pengaruh orang lain menjadi inti dalam sudut pandang pembelajaran sosial. Jumlah
pengaruh yang dimiliki model terhadap seseorang ditentukan oleh empat proses:
a. Proses atensi: orang yang belajar dari seorang model ketika mereka mengenali dan
memperhatikan keistimewaannya. Orang-orang sangat dipengaruhi oleh model yang
atraktif, selalu hadir, dianggap penting, atau dianggap serupa dengan kita.
b. Proses retensi: pengaruh seorang model tergantung ingatan seseorang terhadap
aksinya, bahkan ketika model itu tidak lagi ada.
c. Proses reproduksi motorik: setelah seseorang melihat perilaku baru dengan mengamati
seorang model, hal yang dilihat itu akan diterapkan. Proses ini menunjukkan bahwa
seseorang sebenarnya dapat melakukan apa yang dilakukan oleh model.
d. Proses penguatan: seseorang akan termotivasi mengikuti perilaku sang model jika
diberikan insentif positif atau penghargaan. Perilaku yang dikuatkan akan diberi
perhatian lebih, dipelajari dengan lebih baik, dan sering dilakukan.
PERTEMUAN KE-13
KOMUNIKASI DAN TIM
1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah perpindahan dan pemahaman makna (=berarti bahwa jika informasi
atau ide-ide belum disampaikan, komunikasi belum dilakukan).
Contoh: sebuah surat yang ditulis dalam bahasa Spanyol yang ditujukan kepada seseorang
yang tidak bisa membaca bahasa Spanyol tidak dapat dianggap sebagai sebuah komunikasi
sampai surat tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa dimana orang tersebut bisa
membaca dan memahaminya.
Jenis-jenis komunikasi:
- Komunikasi antarpribadi, yakni komunikasi antara dua orang atau lebih.
- Komunikasi organisasi, yakni semua pola, jaringan, dan sistem komunikasi dalam
sebuah organisasi.
Fungsi utama komunikasi, antara lain: pengendalian, motivasi, mengungkapkan ekspresi
secara emosional, dan memberikan informasi.
Hal yang perlu diingat dalam proses komunikasi ini adalah bahwa ada unsur komunikasi
nonverbal yang juga dapat mempengaruhi dampak dari suatu komunikasi. Komunikasi
nonverbal ini meliputi bahasa tubuh dan intonasi verbal.
3. Hambatan-hambatan Komunikasi
Penyaringan (filtering), adalah manipulasi informasi yang disengaja untuk membuatnya
terlihat lebih baik pada penerima. Contoh: kemungkinan informasi itu telah disaring, ketika
seseorang mengatakan hal/sesuatu jika ia menyesuaikannya dengan apa yang ingin
didengar oleh manajernya.
Emosi, emosi yang ekstrem kemungkinan menghambat komunikasi yang efektif.
Informasi yang berlebih, adalah suatu kondisi ketika informasi melebihi kapasitas
pengolahan seseorang. Dampaknya, mereka cenderung mengabaikan, melewati,
melupakan, atau selektif memilih informasi, atau mungkin mereka berhenti berkomunikasi.
Akhirnya informasi tersebut menjadi hilang dan komunikasi menjadi tidak efektif.
Defensif, ketika seseorang merasa terancam, ia cenderung bereaksi dengan cara yang
menghambat komunikasi yang efektif dan mengurangi upaya untuk mencapai saling
pengertian. Perilaku defensif dalam hal ini adalah seperti mnenyerang orang lain secara
verbal, membuat komentar sarkastik, menjadi terlalu menghakimi, atau mempertanyakan
motif orang lain.
Bahasa, faktor seperti umur, pendidikan, dan
latar belakang budaya merupakan tiga variabel
yang paling jelas mempengaruhi bahasa yang
digunakan seseorang dan definisi yang ia berikan
pada kata-kata itu. Sehingga perbedaan ini bisa
jadi menghambat timbulnya komunikasi yang
efektif.
Budaya nasional, perbedaan komunikasi dapat
timbul dari budaya nasional seperti bahasa yang
berbeda, ataupun tren berkomunikasi yang
dianut suatu negara. Contoh: Inggris yang
menghargai individualisme, lebih mengandalkan
komunikasi formal (laporan, memo, dan bentuk
lainnya). Sedangkan Jepang lebih menekankan
pada kolektivitas dan komunikasi tatap muka.
4. Jenis Komunikasi
Komunikasi formal, mengacu pada komunikasi yang berlangsung dalam aturan-aturan kerja
organisasi yang ditetapkan. Contoh: ketika seorang manajer meminta karyawannya untuk
menyelesaikan sebuah tugas atau saat seorang karyawan mengkomunikasikan suatu
masalah kepada manajernya.
Komunikasi informal, adalah komunikasi organisasi yang tidak didefinisikan dalam hierarki
struktur organisasi. Contoh: ketika para karyawan saling berbincang di ruang makan siang,
saat bertemu di lorong, atau saat mereka sedang berolahraga menggunakan fasilitas
kesehatan perusahaan.
Komunikasi ke bawah, yaitu setiap komunikasi yang mengalir dari seorang manajer kepada
para karyawan. Komunikasi ini digunakan untuk memberikan informasi, arahan, koordinasi,
dan mengevaluasi para karyawan.
Komunikasi ke atas, yaitu komunikasi yang mengalir dari para karyawan kepada para
manajer. Contohnya laporan-laporan yang diberikan kepada para manajer untuk
menginformasikan kemajuan terhadap tujuan atau untuk melaporkan masalah.
Komunikasi ke samping, yaitu komunikasi yang terjadi di antara para karyawan pada
tingkatan organisasi yang sama. Dalam jenis komunikasi ini, mungkin dapat menyebabkan
konflik, apabila para karyawan tidak memberitahu para manajernya tentang keputusan
yang telah mereka buat atau tindakan yang telah mereka ambil.
Komunikasi diagonal, adalah komunikasi yang melintasi wilayah kerja dan tingkatan
organisasi.
Tujuan yang jelas: memahami apa yang mereka harapkan untuk dikerjakan dan memahami
bagaimana mereka akan bekerja sama untuk meraih tujuan ini.
Keahlian yang relevan: tim yang efektif terdiri atas individu-individu kompeten yang
memiliki kemampuan teknis dan interpersonal.
Rasa saling percaya: para anggota percaya akan kemampuan, karakter, dan integritas
anggota lain.
Komitmen bersama: ditunjukkan dengan loyalitas dan dedikasi terhadap tim serta bersedia
untuk melakukan apa pun yang bisa membantu keberhasilan tim.
Komunikasi yang baik: anggota tim yang berkinerja baik karena komunikasi yang tetap
terjaga mampu berbagi gagasan dan perasaan secara cepat serta efisien.
Kemampuan bernegosiasi: karena permasalahan dan hubungan selalu berubah-ubah di
dalam tim, para anggota harus mampu menghadapi dan merekonsiliasi perbedaan.
Kepemimpinan yang sesuai: pemimpin yang efektif bisa memotivasi suatu tim untuk
mengikutinya dalam situasi tersulit sekalipun.
Dukungan internal dan eksternal: secara internal, tim harus memiliki infrastruktur yang
mapan, yang berarti pelatihan yang baik, sistem yang jelas dan masuk akal yang bisa
digunakan anggota tim untuk mengevaluasai kinerjanya secara keseluruhan, sebuah
program insentif yang mengakui dan memberikan imbalan atas aktivitas tim, serta sistem
sumber daya manusia yang suportif. Secara eksternal,, manajer harus menyediakan tim
sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
6. Jenis Konflik
Konflik merupakan perbedaan yang tidak bisa diterima yang menghasilkan sejenis gangguan
atau penolakan.
Ada tiga pandangan yang berkembang terkait dengan konflik, yaitu:
1. Konflik dari sudut pandang tradisional menyatakan bahwa konflik apa pun harus
dihindari—yang mengindikasikan adanya masalah di dalam kelompok.
2. Konflik dari sudut pandang hubungan manusia menyatakan bahwa konflik itu
merupakan hal yang alami dan tak terhindarkan dalam kelompok apa pun serta tidak
harus dipandang secara negatif, tetapi bisa berpotensi menjadi pendorong positif bagi
kinerja kelompok.
3. Konflik dari sudut pandang interaksionis manganggap bahwa konflik tidak hanya
menjadi dorongan positif bagi kelompok, tetapi juga sebagian konflik justru harus
terjadi dalam suatu kelompok agar bisa berkinerja efektif.
Kategori konflik:
Konflik fungsional, konflik yang konstruktif/membangun dan mendukung tujuan
kelompok kerja serta meningkatkan kinerjanya.
Konflik disfungsional, konflik yang merusak dan menghambat kelompok dalam
mencapai tujuannya.
Tipe konflik:
o Konflik tugas berkaitan dengan muatan dan tujuan pekerjaan.
o Konflik hubungan berfokus pada hubungan interpersonal.
o konflik proses merujuk pada bagaimana pekerjaan dilakukan.
7. Mengatasi Konflik
Penghindaran (avoiding)
Pengakomodasian (accommodating)
Pemaksaan (forcing)
Kompromi (compromising)
Kolaborasi (collaborating)
PERTEMUAN KE-14
KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI
3. Perilaku kepemimpinan
TEORI PERILAKU (BEHAVIORAL THEORIES)
Berikut empat kajian utama mengenai perilaku pemimpin:
Penelitian Dimensi Perilaku Kesimpulan
Universitas Lowa Gaya Demokratis: Gaya demokratis adalah
melibatkan karyawan, gaya kepemimpinan yang
mendelegasikan paling efektif, walaupun
kewenangan, dan studi lain menunjukkan
mendorong patisipasi. bermacam-macam hasil.
Gaya Autrokasi: mendikte
metode bekerja, membuat
keputusan sepihak, dan
membatasi partisipasi.
Gaya Laissez-Faire:
memberikan kebebasan
kepada kelompok untuk
membuat keputusan dan
menyelesaikan tugas.
Perhatian terhadap
produksi: mengukur
perhatian pemimpin
terhadap penyelesaian
pekerjaan (rendah ke
tinggi).
4. Motivasi
Motivasi mengacu pada proses di mana seseorang diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan
menuju tercapainya suatu tujuan. Definisi ini memiliki tiga elemen kunci: energi, arah, dan
ketekunan.
PERTEMUAN KE-15
PENGAWASAN
Keuntungan Kerugian
Observasi pribadi Memperoleh Sasaran bias pribadi
pengetahuan pertama Menghabiskan waktu
kali Terlalu mencolok
Informasi tidak tersaring
Ulasan yang intensif
terhadap aktivitas kerja
Laporan statistik Mudah dibayangkan Memberikan informasi
Efektif untuk yang terbatas
menunjukkan hubungan Mengabaikan faktor-
faktor subjektif
Laporan lisan Cara tercepat mendapat Informasi tersaring
informasi Informasi tidak dapat
Memungkinkan umpan didokumentasikan
balik verbal dan
nonverbal
Laporan tertulis Komprehensif Membutuhkan waktu
Formal untuk menyiapkannya
Mudah untuk disimpan
dan dilihat kembali
Tahap 2: Perbandingan
Langkah perbandingan menentukan variasi antara kinerja aktual dan standar. Meskipun variasi
kinerja sudah dapat diduga dalam semua aktivitas, perlu ditentukan batasan variasi (range of
variation) yang dapat diterima.
Penyimpangan di luar batasan ini perlu diperhatikan.
Management Information System (MIS), yaitu suatu metode informal pengadaan dan
penyediaan bagi manajemen, informasi yang diperlukan dengan akurat dan tepat waktu
untuk membantu proses pembuatan keputusan dan memungkinkan fungsi-fungsi
perencanaan, pengawasan dan operasional organisasi yang dilaksanakan secara efektif.
MIS dirancang melalui empat tahapan, yaitu:
1. Tahap survei pendahuluan dan perumusan masalah
2. Tahap desain konseptual
3. Tahap desain terperinci
4. Tahap implementasi akhir
Pengantar Akuntansi 2
Chapter 12 – Investments
Bonds Investments
1. Alasan Perusahaan Melakukan Investasi
Perusahaan umumnya berinvestasi dalam hutang atau surat berharga saham untuk satu dari tiga
alasan berikut:
2. Pencatatan (jurnal) :
Harga pokok mencakup seluruh pengeluaran yang diperlukan untuk mendapatkan investasi, seperti
harga yang dibayarkan ditambah fee broker (komisi), jika ada. Sebagai contoh :
Michaela Corporation membeli 50 obligasi Dea Inc. 8%, 10-year, €1,000 pada 1 Januari 2017,
seharga €50,000. Jurnal untuk mencatat investasi adalah :
Cash 50,000
Penghitungan dan pencatatan pendapatan bunga didasarkan pada nilai buku obligasi dikali tingkat
bunga dikali periode obligasi yang sudah berjalan. Sebagai contoh :
Michaela Corporation membeli 50 obligasi Dea Inc. 8%, 10-year, €1,000 pada 1 Januari 2017,
seharga €50,000. Pembayaran bunga dilakukan secara tahunan pada 1 Januari dan tahun pajak
Michaela berakir pada 31 Desember. Siapkan jurnal untuk mengakui pendapatan bunga.
Kredit akun investasi pada harga perolehan investasi dan mencatat keuntungan atau kerugian
perbedaan antara pendapatan bersih dari penjualan (harga jual dikurangi fee broker dan harga
perolehan obligasi. Sebagai contoh :
Asumsikan bahwa Michaela Corp. mendapat pendapatan bersih dari penjualan obligasi kepada Dea
Inc. sebesar €55,000. Pada 1 Januari 2018 setelah menerima bunga,buatlah jurnal penjualan obligasi
a. trading – sec
Perusahaan memiliki surat berharga dengan tujuan untuk dijual dalam periode jangka
pendek (< sebulan).
Sering dibeli dan dijual.
Perusahaan melaporkan surat berharga pada nilai wajar, dan melaporkan perubahan dari
harga perolehan sebagai bagian dari laba bersih.
Perubahan dilaporkan sebagai keuntungan atau kerugia yang belum direalisasi.
Termasuk dalam Current Assets.
Dimana investasi terhadap utang/obligasi akan ditahan sampai tanggal jatuh tempo dan disesuaikan
terhadap biaya amortisasi. Tidak digunakan untuk transaksi jual beli namun held to maturity atau
dibiarkan sampai tanggal jatuh tempo
Sebagai contoh: Investasi dari Pace SA diklasifikasikan sebagai trading securitites pada 31 Desember
2017.
Di kondisi lain menunjukkan Cost yang lebih besar dibandingkan fair value :
Investasi yang tidak memenuhi dua kriteria di atas diklasifikasikan sebagai investasi jangka panjang.
Share Investments
Perusahaan mencatat
Harga perolehan (biaya) mencakup semua pengeluaran yang dibutuhkan untuk memperoleh
investasi, seperti harga yang dibayarkan ditambah fee broker (komisi). Sebagai contoh :
Pada 1 Juli 2017, TMS Corporation membeli 1,000 saham biasa (10% kepemilikan) Saint Corporation.
TMS membayar €40 per saham ditambah fee broker sebesar €500. Jurnal pembelian adalah:
Cash 40,500
Selama TMS memiliki saham, mereka membuat jurnal untuk setiap penerimaan dividen. Jika
Sanchez menerima dividen sebesar €2 per saham pada 31 December, jurnalnya adalah:
Asumsi TMS Corporation menerima pendapatan bersih sebesar €39,500 atas penjualan saham Saint
pada 10 Februari 2018. Jurnal untuk penjualan tersebut :
Mencatat investasi pada harga perolehan dan selanjutnya menyesuaiakan nilai setiap periode untuk
Jika bagian investor atas kerugian investasi melebihi nilai buku investasi, investor umumnya harus
menghentikan menggunakan metode ekutitas. Sebagai contoh :
Martha Corporation membeli 30% saham biasa Sua Company sebesar €120,000 pada 1 Januari 2017.
Pada 31 Desember 2017, Beck melaporkan laba bersih sebesar €100,000 dan membayar deviden
sebesar €40,000. Jurnal untuk transaksi ini adalah:
Cash 120,000
Pengendalian Kepentingan – Saat sebuah perusahaan memiliki kepentingan lebih dari 50% pada
perusahaan lain.
Laporan konsolidasi mengindikasikan ukuran besar dan cakupan opersi perusahaan dibawah
pengendalian umum.
9. Penyajian dan pengungkapan investment in stock serta klasifikasi untuk tujuan valuing dan
reporting
Trading securities
Non – trading securities
Trading securities sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada Bonds Investments.
Dapat diklasifikasikan sebagai Current Assets atau Non Current Assets, bergantung pada
intensitas dari manajemen perusahaan tsb.
Prosedur dalam menentukan fair value dan unrealized gain or loss untuk kategori ini sama
seperti trading securities.
Perusahaan melaporkan saham ini pada fair value, dan melaporkan perubahaan dari biaya
dalam komponen ekuitas.
Contohnya : Asumsikan bahwa Ingrao AG mempunyai 2 jenis sekuritas yang diklasifikasikan sbg non
– trading.
Jurnal penutup pada 31 Desember 2017 untuk menjadikan Unrealized Gain or Loss—Equity ke
Accumulated Other Comprehensive Income sbb :
Accumulated Other Comprehensive Income 9,537
Di tahun kedua operasi mereka yaitu 31 Desember 2018 non – trading securities mereka sbb :
Terdapat keseimbangan di kredit sebesar €9,537 pada tahun sebelumnya,oleh karena itu
perusahaan mendebit sebesar €11,174 (€9,537 + €1,637) untuk mendapatkan keseimbangan di
debit sebesar €1,637.
Dec. 31 Fair Value Adjustment—Non-Trading 11,174
Jurnal penutup pada saat 31 Desember 2018, untuk mengubah Unrealized Gain or Loss – Equity
menjadi Accumulated Other Comprehensive Income.
Unrealized Gain or Loss—Equity 11,174
Accumulated Other Comprehensive Income 11,174
Dicontohkan sebagai berikut : Anggaplah bahwa pada 1 Januari 2017 , Power plc membayar
£150,000 secara tunai untuk kepemilikan saham 100% di Serto plc’s. Power mencatat investasi
tersebut pada cost. Total kombinasi dari laporan keuangan tersebut tidak menampilkan laporan
keuangan yang dikonsolidasi, karena ada perhitungan ganda antara ekuitas dan aset di jumlah
£150,000.
Sekarang,dengan menggunakan data yang sama seperti di atas,namun Powers plc membayar
£165,000 secara tunai untuk 100% saham Serto. Maka excess of cost over book value sebesar
£15,000(£165,000 - £150,000). (Worksheet terlampir di halaman berikutnya)
Neraca lajur(worksheet) menunjukkan excess of cost over book value sebesar £15,000. Di laporan
keuangan konsolidasi, pertama tama power mengalokasikan jumlah tersebut ke aset yang spesifik,
seperti inventory,plant assets dan equipment, jika fair market valuenya melebihi book value.
Beberapa sisa akan dialokasikan dengan memutuskannya sebagai goodwill. Untuk perusahaan
Serto,asumsikan bahwa harga pasar dari property dan equipment mereka sebesar £155,000. Oleh
karena itu, Power mengalokasikan £10,000 dari excess of cost over book value ke property dan
equipment dan sisanya £5,000 ke goodwill.
Worksheet
Consolidated SOFP
1.Operating activities.
3. Financing activities.
Tahap 1: Menentukan kas bersih yang disediakan/digunakan melalui aktivitas operasi dengan
mengkonversi laba bersih dari basis akrual menjadi basis kas.
Langkah ini melibatkan analisa tidak hanya pada Laporan Laba Rugi tahun berjalan tetapi juga
laporan posisi keuangan komperatif dan data tambahan tertentu.
Tahap 2: Menganalisa perubahan di aset non kas dan akun kewajiban dan mencatanya sebagai
aktivitas investasi dan pendanaan, atau diungkapkan sebagai transaksi non kas.
Tahap 3: Membandingkan perubahan bersih di kas pada Laporan arus kas dengan perubahan akun
kas yang dilaporakan pada Laporan posisi keuangan untuk memastikan jumlah yang disetujui.
Metode Langsung dan Tidak Langsung
Perusahaan mendapatkan keuntungan dari metoda tidak langsung untuk dua alasan berikut:
1) Lebih mudah dan dengan biaya lebih sedikit untuk menyiapkan, dan
2) Fokus pada perbedaan antara laba bersih dan arus kas bersih dari aktivitas operasi.
Statement of Cash Flows – Indirect Method
Loss on Disposal of Plant Assets : Karena perusahaan melaporkan sebagai sumber kas dalam
kegiatan investasi bagian jumlah aktual kas yang diterima dari penjualan:
Setiap kerugian pada penjualan ditambahkan pada laba bersih di bagian operasi.
Setiap keuntungan pada penjualan dikurangkan dari laba bersih pada bagian operasi.
Cash flows from operating activities:
Net income € 145,000
Adjustments to reconcile net income to net cash
provided by operating activities:
Depreciation expense 9,000
Loss on disposal of plant assets 3,000
Net cash provided by operating activities € 157,000
Karena itu, perusahaan menambahkan ke laba bersih jumlah menurunan di piutang usaha.
Cash flows from operating activities:
Net income € 145,000
Adjustments to reconcile net income to net cash
provided by operating activities:
Depreciation expense 9,000
Loss on disposal of plant assets 3,000
Decrease in accounts receivable 10,000
Net cash provided by operating activities € 167,000
Saat saldo Inventory meningkat, harga pokok barang yang dibeli melebihi harga pokok barang yang
terjual.
Sebagai hasilnya, harga pokok penjualan tidak merefleksikan pembayaran per kas yang dibuat untuk
barang dagangan. Perusahaan mengurangi dari laba bersih peningkatan persediaan ini.
Cash flows from operating activities:
Net income € 145,000
Adjustments to reconcile net income to net cash
provided by operating activities:
Depreciation expense 9,000
Loss on disposal of plant assets 3,000
Decrease in accounts receivable 10,000
Increase in inventory (5,000)
Net cash provided by operating activities € 162,000
Saat saldo Prepaid Expenses meningkat: Kas yang dibayarkan untuk biaya lebih tinggi dari pada
biaya yang dilaporkan berdasarkan basis akrual. Perusahaan mengurangkan peningkatan ini dari
laba bersih perusahaan untuk mendapatkan kas bersih yang disediakan oleh aktivitas operasi.
Jika Prepaid Expenses menurun, biaya yang dilaporkan lebih tinggi dari pada biaya yang dibayarkan.
Cash flows from operating activities:
Net income € 145,000
Adjustments to reconcile net income to net cash
provided by operating activities:
Depreciation expense 9,000
Loss on disposal of plant assets 3,000
Decrease in accounts receivable 10,000
Increase in inventory (5,000)
Increase in prepaid expenses (4,000)
Net cash provided by operating activities € 158,000
Dari informasi tambahan, perusahaan membeli bangunan kantor sebesar €120,000 tunai. Ini
merupakan arus kas keluar yang dilaporkan di bagian investasi.
Cash 4,000
Accumulated Depreciation 1,000
Loss on Disposal of Plant Assets 3,000
Equipment 8,000
Cash flows from operating activities:
Net income € 145,000
Adjustments to reconcile net income to net cash
provided by operating activities:
Depreciation expense 9,000
Loss on disposal of plant assets 3,000
Decrease in accounts receivable 10,000
Increase in inventory (5,000)
Increase in prepaid expenses (4,000)
Increase in accounts payable 16,000
Decrease in income taxes payable (2,000)
Net cash provided by operating activities 172,000
Cash flows from investing activities:
Purchase of building (120,000)
Purchase of equipment (25,000)
Disposal of plant assets 4,000
Net cash used by investing activities (141,000)
Cash flows from financing activities:
Issuance of ordinary shares 20,000
Informasi tambahan mencatat bahwa peningkatan di modal saham-saham
Payment of cash dividends biasa merupakan hasil
(29,000)
dari penerbitan saham baru.
Net cash used by financing activities
Net increase in cash
(9,000)
22,000
Cash at beginning of period 33,000
Net at
Cash cash
endprovided
of period by operating activities 172,000
€ 55,000
Cash flows from investing activities:
Purchase of building (120,000)
Purchase of equipment (25,000)
Disposal of plant assets 4,000
Net cash used by investing activities (141,000)
Cash flows from financing activities:
Issuance of ordinary shares 20,000
Payment of cash dividends (29,000)
Net cash used by financing activities (9,000)
Net increase in cash 22,000
Cash at beginning of period 33,000
Cash at end of period € 55,000
Free cash flow (arus kas bebas) menggambarkan kas yang masih tersisa/tersedia dari operasi setelah
penyesuian untuk pengeluaran modal dan dividen.
Cash Receipt from Customers : untuk Computer Services, Account Receivable berkurang sebesar
€10,000.
Cash Payment to Suppliers : di tahun 2017, inventori Computer Services naik €5,000 dan cash
payments kepada suppliers sebesar €139,000.
Cash Payments for Operating Expenses : pembayaran untuk biaya – biaya operasi sebesar €115,000.
Cash Payments for Interest : di tahun 2017, bunga yang dimiliki Computer Services sebesar €42,000.
Cash Payments for Income Taxes : pajak penghasilan yang dimiliki sebesar €49,000.
Tahap 2 : Investing dan Financing Activities sama seperti indirect method. Tidak memiliki
perubahan yang signifikan.
Tahap 3 : Net Change in Cash sama seperti indirect method.
Secara keseluruhan perbedaan terdapat pada bagian operating activities. Penggunaan yang sesuai
dengan IFRS atau disarankan adalah dengan Indirect Method,hanya saja penggunaan Direct Method
lebih sering di masyarakat karena dapat dengan mudah diterima logika namun sulit dalam hal
mendapatkan data – datanya.
Prepare a Worksheet
Masukkan saldo awal dan akhir dari akun posisi keuangan Enter pada bagian laporan posisi
keuangan.
Masukkan pada kolom rekonsiliasi kertas kerja data yang menjelaskan perubahan pada
akun laporan posisi keuangan selain kas dan pengaruh mereka terhadap laporan arus kas.
Masukkan baris kas dan pada bagian bawah kertas kerja peningkatan dan penurunan kas.
Jurnal ini harus memungkinkan total kolom rekonsiliasi yang akan disetujui.
Informasi akuntansi keuangan dilaporkan pada interval tetap dalam laporan keuangan
umum. Laporan keuangan ini disusun sesuai dengan PSAK.
Laporan akuntansi manajerial tidak selalu harus (1) disiapkan sesuai PSAK, (2) disiapkan
pada interval tetap, dan (3) disiapkan untuk bisnis secara keseluruhan
Informasi akuntansi manajerial dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik manajemen
perusahaan dan mencakup data historis, yang memberikan ukuran operasi masa lalu yang
obyektif, dan perkiraan data, yang memberikan perkiraan subjektif tentang keputusan masa
depan.
Langkah – langkah manajerial yang diambil dalam perusahaan:
Planning : Manajemen menggunakan perencanaan dalam mengembangkan tujuan perusahaan
(tujuan) dan menerjemahkan tujuan ini ke dalam kursus tindakan.
Klasifikasi planning :
Strategic Planning adalah mengembangkan tindakan jangka panjang untuk mencapai tujuan
perusahaan. Kursus tindakan jangka panjang, yang disebut strategi, sering kali melibatkan
periode lima sampai sepuluh tahun.
Operational Planning mengembangkan tindakan jangka pendek untuk mengelola operasi
sehari-hari perusahaan.
Directing : Proses pengarahan yang dilakukan oleh seorang manajer demi mencapai tujuan. Contoh:
Upaya pengawas produksi untuk menjaga lini produksi tetap bergerak tanpa gangguan
Pengembangan panduan pengembangan manajer kredit untuk menilai kemampuan
pelanggan potensial untuk membayar tagihan mereka
Controlling : Memonitor hasil operasi dan membandingkan hasil aktual dengan hasil yang
diharapkan
Umpan balik ini memungkinkan manajemen untuk mengisolasi area untuk penyelidikan
lebih lanjut dan kemungkinan tindakan perbaikan.
Filosofi pengendalian dengan membandingkan hasil aktual dan yang diharapkan disebut
manajemen dengan pengecualian.
Improving : Perbaikan proses terus menerus adalah filosofi terus meningkatkan karyawan, proses
bisnis, dan produk. Tujuan perbaikan proses terus menerus adalah menghilangkan sumber masalah
dalam sebuah proses.
Decision Making : Inheren dalam setiap proses manajemen sebelumnya adalah pengambilan
keputusan. Manajemen harus terus-menerus memutuskan di antara tindakan alternatif.
2. Kegiatan Operasi Perusahaan Manufaktur
Product Cost (Manufacturing Cost): Biaya yang diperlukan untuk membuat suatu produk tertentu.
Terdiri dari :
Direct Material : Untuk diklasifikasikan sebagai biaya bahan langsung, biayanya
harus terdiri dari dua hal berikut:
Bagian integral dari produk jadi
Sebagian besar dari total biaya produk
Direct Labor : Biaya upah karyawan yang merupakan bagian integral dari produk
jadi diklasifikasikan sebagai biaya tenaga kerja langsung. Biaya tenaga kerja langsung harus
terdiri dari dua hal berikut:
Bagian integral dari produk jadi
Sebagian besar dari total biaya produk
Factory Overhead : Biaya selain biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja
langsung yang terjadi dalam proses pembuatan digabungkan dan diklasifikasikan sebagai
biaya overhead pabrik (kadang-kadang disebut biaya overhead pabrik atau beban pabrik).
Contohnya :
Heating and lighting the factory
Repairing and maintaining factory equipment
Property taxes
Insurance
Depreciation of factory plant and equipment
Biaya yang tidak masuk langsung ke produk jadi, seperti minyak yang digunakan untuk melumasi
mesin dan kebersihan dan upah pengawas, dianggap sebagai overhead pabrik.
Beberapa biaya yang merupakan bagian dari produk, namun dianggap tidak signifikan, diperlakukan
sebagai overhead pabrik, seperti lem dan benang.
Period Cost : Biaya yang dibebankan pada satu periode tertentu
General and Administrative Expenses
Selling Expenses
Job Order Cost System : Menyediakan catatan biaya untuk setiap unit barang yang diproduksi
Process Cost System :Menyediakan catatan biaya untuk setiap departemen atau tahapan proses
produksi
Akuntansi Perusahaan Manufaktur :
Pembelian Bahan Baku
Penggunaan Bah1an Baku
Terjadinya Upah Langsung
5. Terjadinya FOH
Dr Factory Overhead
Cr Accumulated Depreciation
6. Pembebanan FOH
Dr Work in Process
Cr Factory Overhead
7. Barang Selesai diproduksi
Dr Finished Goods
Cr Work in Process
8. Penjualan Barang
Dr Accounts Receivable / Cash
Cr Sales
Dr Cost of Goods Sold
Cr Finished Goods
Bisnis merchandising membeli barang dagangan yang siap dijual kembali kepada pelanggan. Total
biaya barang dagangan yang tersedia untuk dijual selama periode tersebut ditentukan dengan
menambahkan persediaan barang dagangan awal ke pembelian bersih. Biaya barang dagangan yang
dijual ditentukan dengan mengurangi persediaan barang dagangan dari biaya barang dagangan yang
tersedia untuk dijual.
Pabrikan membuat produk yang dijualnya, menggunakan bahan langsung, tenaga kerja langsung,
dan overhead pabrik. Total biaya pembuatan produk yang tersedia untuk dijual selama periode
tersebut disebut biaya barang yang diproduksi. Biaya barang jadi yang tersedia untuk dijual
ditentukan dengan menambahkan persediaan barang jadi awal ke harga pokok produksi selama
periode tersebut. Harga pokok penjualan ditentukan dengan mengurangkan persediaan barang jadi
yang telah diakhiri dari harga perolehan barang jadi yang tersedia untuk dijual. Harga pokok
produksi diperlukan untuk menentukan harga pokok penjualan, dan dengan demikian menyiapkan
laporan laba rugi Biaya barang yang diproduksi sering ditentukan dengan menyiapkan pernyataan
harga pokok produksi. Pernyataan ini merangkum biaya barang yang diproduksi selama periode
tersebut seperti yang ditunjukkan di bawah ini.
PKN
Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum
A. Konsepsi HAM
- Pengakuan HAM mempunyai dua landasan :
1) Landasan langsung : kodrat manusia yang sama derajat dan martabat
2) Landasan lebih dalam : manusia adalah ciptaan Tuhan, manusia dihadapan Tuhan
yang membedakan hanya amalan
- HAM : hak untuk hidup, hak kemerdekaan, dan hak milik.
- Teori negara perseorangan : negara adalah masyarakat hukum yang disusun atas kontrak
sosial. Kontrak : negara diberi wewenang oleh individu. Wewenang yang tidak diserahkan
kepada penguasa disebut HAM.
- Deklarasi Universal tentang HAM (Majelis Umum PBB no. 217 A(III) ) 10 November 1948:
1.) Semua orang dilahirkan merdeka serta mempunyai marabat dan hak yang sama,
2.) setiap orang berhak atas semua hak dan kebabasan yang tercantum dalam
pernyataan ini tanpa pengecualian
3.) hak atas penghidupan, kemerdekaan, dan keselamatan
4.) tidak seorang pun boleh diperbudak/diperhamba
5.) tidak seorang pun boleh dianiaya / diperlakukan secara kejam
6.) tiap orang berhak atas pengakuan sebagai manusia pribadi di hadapan UU dimana
pun ia berada
7.) tiap orang adalah sama di hadapan undang-udang dan berhak atas perlindungan
yang sama tanpa perbedaan
8.) tiap orang berhak atas pengadilan yang efektif oleh hakim-hakim nasional yang
beerkualitas dan profesional
9.) tidak seorang pun boleh ditangkap ditahan, atau dibuang sewenang-wenang
10.) tiap orang berhak memperoleh perlakuan yang sama dan suaranya didengar di
muka umum secara adil oleh pengadilan.
B. Perkembangan HAM
- Proses sejarah HAM
1) Magna Charta (1215, Inggris) : kekuasaan raja dibatasi oleh hukum. Polisi/jaksa tidak
dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
2) Habeas Corpus Act (1679, Inggris) : Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam
waktu 2 hari setelah penahanan. Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti
yang sah menurut hukum.
3) Bill of rights (1689, Inggris) :
a.) Kebebasan dalam anggota perlemen
b.) Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.
c.) Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seizin parlemen.
d.) Hak warga negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-
masing
e.) Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.
4) Declaration of Independence (1776, AS)
5) Deklarasi HAM dan Warga Negara (1789, Prancis) : Revolusi Prancis (Liberty, Egality,
Fraternity). Ini menetapkan sekumpulan hak individu dan hak-hak kolektif manusia.
6) Atlantic Charter (1941, Inggris-Amerika) : F.D Roosevelt menyebutkan The Four
Freedom : kebebasan beragama, kebebasan berbicara dan berpendapat, kebebasan
dari rasa takut, dan kebebasan kemelaratan.
7) Universal Declaration of Human Rights (10 Desember 1948, PBB) : pernyataan HAM
sedinuia. Diperinci menjadi hak-hak kemerdekaan dan hak politik.
8) Hasil Sidang Umum PBB Tahun 1966 :
C. HAM di Indonesia
1. Pandangan bangsa Indonesia terhadap HAM
TAP MPR No. XVII/MPR/1998
1) Manusia sebagai mahkluk Tuhan YME dianugerahi hak asasi tanpa perbedaan.
2) Bangsa Indonesia menjunjung tinggi dan menerapkan HAM sesuai Pancasila.
3) Hak tidak terlepas dari kewajiban.
4) Bangsa Indonesia menghormati Deklarasi HAM PBB 1948.
5) HAM adalah hak anugerah Tuhan YME, yang melekat pada diri manusia, bersifat
kodrat, universal, dan abadi berkaitan dengan harkat dan martabat manusia.
Pengakuan bangsa Indonesia dalam UUD 1945 :
1) Pembukaan UUD 1945 Alinea I : hak untuk merdeka
2) Pembukaan UUD 1945 Alinea IV : kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Pasal 27 – 34 UUD 1945
4) Pasal 28A-28J mencantumkan rumusan HAM
2. Pengertian HAM
Menurut UU No. 39 tahun 1999
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan mansia
sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi oleh negara, hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi
kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia.
HAM meliputi
hak untuk hidup, berkeluarga, mengembangkan diri, memperoleh keadilan,
kebebasan pribadi, rasa aman, kesejahteraan, turut serta dalam pemerintahan, hak
wanita, dan hak anak.
4. Penegakan HAM
Kelembagaan penegakan HAM
1) Komnas HAM
Dibentuk dengan Keppres No. 5 tahun 1993 dikukuhkan UU No. 39/1999. Tujuan :
- mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai Pancasila dan
UUD 1945, Piagam PBB, serta Deklarasi Universal HAM
- Meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna perkembangan pribadi
manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai
bidang kehidupan.
2) Pengadilan HAM
Dibentuk dengan UU No. 26/2000. Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus di
lingkungan pengadilan umum dan berkedudukan di kabupaten/kota. Pengadilan
HAM bertugas memeriksa dan memutus pelanggaran HAM berat oleh WNI, baik di
dalam teritorial Indonesia maupun diluar.
- Pelanggaran HAM berat :
a) Kejahatan Genosida : perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghncurkan/memusnahkan seluruh/sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan
kelompok agama dengan cara :
(1) membunuh anggota kelompok
(2) mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat
(3) menciptakan kondisi kehidupan yang mengakibatkan kemusnahan secara fisik
(4) memaksakan tidakan yang mencegah kelahiran dalam kelompok
(5) memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok
lain
b) Kejahatan terhadap kemanusiaan : perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas/sistematik yang ditujukan secara langsung terhadap
penduduk sipil, berupa :
(1) pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, penyiksaan, pengusiran, atau
pemindahan penduduk secara paksa.
(2) perampasan keerdekaan / perampasan fisik lain secara sewenang-wenang.
(3) penghilangan orang secara paksa.
(4) kejahatan apartheit.
(5) penganiayaan karena SARA.
G. Otonomi Daerah
1) Landasan hukum
- Pasal 1(1) UUD 1945 sebagai dasar NKRI Indonesia memilih penyelenggaraan
pemerintah secara desentralisasi. Landasan hukum pelaksanan otonomi daerah
ialah Ps 18 UUD 1945.
- Daerah otonom : kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah
tertentu yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI. Otonomi daerah
diatur dalam UU No. 32 tahun 2004.
2) Dasar pemikiran
- Untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
- Untuk meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemeratan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan, serta potensi dan
keanekaragaman daerah.
- Untuk menjamin keserasian hubungan antar daerah
3) Pemerintahan daerah
- Ialah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga pemerintah daerah, yakni pemda dan dprd
a. Pemerintah daerah
1) Kepala daerah : Kepala pemerintah daerah yang dipilih secara demokratis oleh
rakyat secara langsung. Dalam melaksanakan tugasnya dibantu wakil kepala
daerah dan perangkat daerah.
2) Pembagian urusan pemerintahan
a) urusan pemerintah pusat : politik luar negeri, pertahanan, keamanan,
moneter danfiskal nasional, yustisi, serta agama.
b) urusan pemerintah daerah : urusan wajib dan urusan pilihan
(1) urusan wajib : pendidikan, kesejahteraan, kesehatan, dan lain-lain.
(2) urusan pilihan : berkaitan dengan potensi keunggulan dan kekhasan
daerah.
3) Keuangan daerah : Daerah diberikan kepastian tersedianya pendanaan
pemerintah. Pemda diberikan kewenangan memungut dan mendayagunakan
pajak dan retribusi daerah, hak mendapatkan bagi hasil dari sumber daya
nasional yang berada di daerah, hak untuk mengelola kekayaan daerah, dan
mendapatkan sumber pembiayaan.
Pemerintah daerah menerapkan prinsip uang mengikuti fungsi.
4) Pembinaan dan pengawasan
Upaya dilakukan oleh pemerintah dan/atau gubernur selaku wakil pemerintah
daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi
daerah. Pembinaan dilakukan oleh pemerintah, menteri, dan pmimpinan
lembaga pemerintah non departemen yang kemudian dikoordinasi oleh
menteri dalam negeri. Pengawasan atas penyelenggaraan pemda adalah proses
kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemda berjalan sesuai rencana
dan ketentuan yang berlaku
5) Pemilihan Kepala daerah dan wakil kepala daerah
(1) Kepala daerah dan wakilnya dipilih dalam satu pasangan calon dalam
pemilu yang luberjurdil, diajukan oleh satu atau gabungan parpol
Pemerintah harus mampu melihat ke depan dengan perspektif yang luas untuk bisa
menghadapi perkembangan yang ada.
Penerapan good governance pada sector public tidak dapat terlepas dari visi masa
depan Indonesia dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan Visi Indonesia 2020 :
terwujudnya masyarakat Indonesia yang religious, manusiawi, bersatu, dmeokratis,
adil, sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan Negara.
Yang dimaksud dengan baik dan bersih ialah terwujudnya penyelengaraan Negara yang
professional, transaparan, akuntabel, kredibel dan bebas KKN serta tanggap terhadap
kepentingan dan aspirasi rakyat.
Menurut UU No. 28 tahun 2009, good governance dilakukan dengan penerapan asas-
asas umum penyelenggaraan Negara, yakni :
apabila pemerinatahan mampu menerapkan good governance dengan baik, maka hal
tersebut akan mempermudah penerapan CGV di sector swasta.
Otonomi Daerah
A. Pengertian dan Latar Belakang Otonomi Daerah
- Otonomi Daerah mulai ada sejak UU No. 1 tahun 1945 tetapi pelaksanaannya lebih
cenderung ke desentralisasi. Otonomi daerah mulai dilaksanakan secara penuh setelah
keluarnya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.
- Pengertian otonomi daerah
Secara etimologi : berasal dari bahasa Yunani. Auto berarti sendiri dan nomous
berarti hukum. Jadi, otonomi daerah adalah aturan daerah yang mengatur
daerahnya sendiri.
Menurut UU No. 32 tahun 2004. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
- Dasar Hukum Otonomi Daerah
a. Pasal 1(1) UUD 1945 : NKRI Indonesia memilih penyelenggaraan pemerintah secara
desentralisasi.
b. Pasal 18 UUD 1945 : landasan hukum pelaksanan otonomi daerah
c. UU No. 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah
- Dasar pemikiran
Untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Untuk meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemeratan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan, serta potensi dan
keanekaragaman daerah.
Untuk menjamin keserasian hubungan antar daerah
D. Urusan Pemerintah
f. Hak DPRD
(3) Hak interpelasi, angket, dan mengajukan pendapat.
(4) Mengajukan rancangan perda, memilih dan dipilih, imunisasi dan
protokoler.
13) Asas-asas otonomi
d. Asas desentralisasi : penyerahan wewenang oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
NKRI.
e. Asas dekonsentrasi : pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepala instansi vertikal di
wilayah tertentu
f. Tugas pembantuan : penugasan dari pemerintah kepala daerah dan/atau desa
dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, dari
pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melakukan tugas tertentu.
4) Damai dan tenang : damai menunjuk pada keadaan tenang dan ketiadaan
gangguan.
5) Damai dalam diri : damai dalam pikiran, badan, dan jiwa.
- Aturan dasar perdamaian menurut Immanuel Kant :
1) Perjanjian perdamaian adalah sesuatu yang sacral, oleh karenanya tidak boleh ada
maksud tersembunyi untuk mengkhianatinya.
2) Tidak boleh ada pengambilalihan negara oleh negara lain, apapun alasannya.
3) Militer harus dihapuskan karena hanya menyebabkan ketegangan.
4) Dilarang campur tangan asing dalam masalah internal negara.
5) Negara dilarang bersikap permusuhan yang dapat menutup kemungkinan
perdamaian.
- Aturan mutlak mewujudkan perdamaian lestari :
1) Konstitusi sipil negara seharusnya berbentuk republic.
2) Negara merdeka harus membuat hukum bangsa-bangsa yang dikeluarkan dari
federasi negara-negara merdeka.
3) Hukum bangsa harus sejalan dengan hukum kewarganegaraan dunia.
PPH
Pertemuan 1
Tambahan kemampuan ekonomis pada hakekatnya merupakan penghasilan neto, yaitu
penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan tersebut. Tidak semua biaya yang boleh dikurangkan untuk menghitung laba komersial,
boleh dikurangkan untuk tujuan pajak. Biaya-biaya yang boleh dikurangkan untuk tujuan Pajak
Penghasilan disebut juga biaya fiskal.
1. Biaya / Pengeluaran Yang Boleh Dikurangkan.
Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto diatur pada pasal 6 ayat 1. Beban‐beban yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu :
Biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari satu tahun, perlakuannya merupakan
beban pada tahun yang bersangkutan. Misalnya gaji pegawai, biaya alat tulis kantor, dan
biaya listrik
Biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, pembebanannya dilakukan
melalui penyusutan atau melalui amortisasi.
Berikut biaya-biaya yang dapat dikurangkan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang
Pajak Penghasilan :
a) biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, biaya-
biaya tersebut antara lain :
biaya pembelian bahan.
biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
bunga, sewa, dan royalti;
biaya perjalanan;
biaya pengolahan limbah;
premi asuransi;
biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan
biaya administrasi.
Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus
mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau
kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan
objek pajak tidak final. Dalam akuntansi keuangan hal ini dikenal dengan prinsip matching
costs againts revenues, yaitu biaya-biaya yang terkait diakui dalam periode yang sama
dengan pengakuan penghasilannya.
Namun, biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan objek pajak final dan bukan objek pajak tidak boleh dikurangkan.
Pengeluaran-pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus
dilakukan dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik.
Apabila terdapat pengeluaran yang melampaui batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh
hubungan istimewa, jumlah yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto.
Pajak-pajak, selain Pajak Penghasilan, yang menjadi beban perusahaan dalam rangka
usahanya boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Sebagai contoh, Pajak Bumi dan
Bangunan, Bea Meterai, Pajak Hotel, dan Pajak Restoran. Pajak Pertambahan Nilai berupa
pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8)
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
sepanjang dapat dibuktikan Pajak Masukan tersebut:
a. benar-benar telah dibayar; dan
b. berkenaan dengan pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak
tidak final.
Sebagai contoh, pembelian alat tulis kantor dari supermarket yang menerbitkan faktur
pajak tidak lengkap. Pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan. Namun, karena
seharga Rp 45 juta, dan pada tahun 2013 dijual seharga Rp 5 juta. Maka kerugian sebesar
Rp 40 juta atas penjualan televise tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
e) Kerugian dari selisih kurs mata uang asing;
Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem
pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku di Indonesia.
f) Biaya penelitian dan pengembangan
Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam
jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan
perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan.
g) Bea siswa, magang dan pelatihan
Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang dan pelatihan dalam
rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan, dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat
dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan
pihak lain.
h) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
a. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak ;
c. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus ;atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang
tertentu ;
d. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang
tak tertagih debitur kecil.
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang
Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial dan telah
melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir sebagaimana dinyatakan
dalam persyaratan di atas. Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti
penerbitan berskala nasional, namun dapat juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya.
i) sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah;
j) sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
k) biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
l) sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah; dan
m) sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2010 mengatur bahwa
sumbangan penanggulangan bencana nasional, sumbangan penelitian dan pengembangan,
sumbangan fasilitas pendidikan, sumbangan pembinaan olahraga, dan biaya pembangunan
infrastruktur sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, dengan syarat :
1) Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya;
2) pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak
sumbangan diberikan;
3) didukung oleh bukti yang sah; dan
4) lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur
dalam Undang Undang tentang Pajak Penghasilan.
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto bagi pemberi kerja dan bukan objek pajak
bagi penerimanya:
1. Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh
pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. Pemberian
makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh pemberi kerja di
tempat kerja, atau pemberian kupon makanan dan/atau minuman bagi
pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan
pemberian tersebut, meliputi pegawai bagian pemasaran, bagian
transportasi, dan dinas luar lainnya.
2. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang
diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu
dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong
pembangunan di daerah tersebut. Penggantian atau imbalan adalah
sarana dan fasilitas di lokasi kerja untuk :
a. tempat tinggal, termasuk perumahan bagi Pegawai dan
keluarganya;
b. pelayanan kesehatan;
c. pendidikan bagi Pegawai dan keluarganya;
d. peribadatan;
e. pengangkutan bagi Pegawai dan keluarganya;
f. olahraga bagi Pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, power
boating pacuan kuda, danterbang layangsepanjang sarana dan
fasilitas tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus
menyediakannya sendiri.
Daerah tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai
potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi
pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi
umum, baik melalui darat, laut maupun udara. Daerah tertentu
tersebut ditetapkan dengan Keputusan Kepala Kanwil. Pengeluaran
untuk pembangunan sarana dan fasilitas yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun dibebankan melalui penyusutan.
3. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam
pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena
sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.
Pemberian natura dan kenikmatan meliputi pakaian dan peralatan untuk
keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), sarana
antar jemput Pegawai, serta penginapan untuk awak kapal, dan yang
sejenisnya.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan;
Pada dasarnya pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran
yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman usaha. Pengeluaran yang jumlahnya
melebihi kewajaran tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Seorang tenaga ahli yang
juga pemegang saham perusahaan memberikan jasa profesional kepada
perusahaan. Atas pemberian jasa tersebut diberikan imbalan sebesar Rp 50 juta.
Imbalan yang wajar atas jasa tersebut jika diberikan oleh tenaga ahli lain adalah Rp
40 juta. Imbalan sebesar Rp 10 juta di atas jumlah wajar tersebut pada hakekatnya
merupakan dividen, sehingga tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b undang-Undang Pajak
Penghasilan, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf i sampai dengan m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
Jadi sumbangan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1 huruf i sampai dengan m, dan
sumbangan wajib keagamaan yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
h. Pajak Penghasilan;
Pajak Penghasilan yang terutang oleh wajib pajak, baik yang bersifat final maupun
tidak final tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya;
Biaya untuk keperluan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya,
pada hakekatnya merupakan penggunaan penghasilan (konsumsi). Oleh karena itu,
biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; Dalam pendekatan non-
transparent seperti yang dianut dalam Undangundang Pajak Penghasilan, anggota
firma, persekutuan, dan perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham diperlakukan sebagai satu kesatuan, sehingga tidak ada imbalan berupa gaji.
Dengan demikian, gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto badan tersebut.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan. Sanksi terkait dengan perpajakan yang tidak bisa dikurangkan, bukan
hanya yang terkait dengan pajak pusat, tetapi juga yang terkait dengan pajak
daerah. Sebagai contoh, sanksi administrasi berupa denda karena wajib pajak
terlambat membayar pajak kendaraan bermotor. Walaupun terkait dengan pajak
daerah, sanksi tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
3. Biaya Dengan Perlakuan Khusus
3.1 Biaya Bunga Pinjaman, Jika Terdapat Penghasilan Bunga Tabungan atau Deposito Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-46/PJ.4/1995 memberikan petunjuk teknis
tentang perlakuan atas biaya bunga dalam hal wajib pajak juga menerima atau memperoleh
penghasilan bunga deposito atau tabungan.
a. Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih kecildari
jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan
lainnya, maka bunga yang dibayar atau terutang atas pinjaman tersebut seluruhnya
tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
b. Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana yang
ditempatkan dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya, maka bunga atas
pinjaman yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah bunga yang dibayar atau
terutang atas rata-rata pinjaman yang melebihi jumlah rata-rata dana yang
ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya.
Contoh
PT AA mendapatkan pinjaman bank dengan batas maksimal Rp 200 juta dengan
tingkat bunga 20%. Pada tahun 2013 pinjaman yang didapatkan adalah sebagai
berikut:
2 Februari diterima Rp 125 juta
1 Juni diterima Rp 25 juta
1 Agustus diterima Rp 50 juta
Disamping itu PT AA pada tahun 2013 memiliki deposito dengan saldo sebagai
berikut:
1 Februari = Rp 25 juta
1 April = Rp 46 juta
1 September = Rp 50 juta
Besarnya biaya bunga yang boleh dikurangkan dihitung sebagai berikut Beban
bunga yang boleh dikurangkan = (150 juta – 40 juta) x 20% = Rp 22 juta
Menyimpang dari ketentuan tersebut diatas, bunga yang terutang atas pinjaman
Wajib Pajak dari pihak ketiga dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya, dalam hal
a. Dana pinjaman tersebut disimpan/ditempatkan dalam bentuk rekening giro
yang atas jasanya dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final
b. Adanya ketentuan bagi Wajib Pajak untuk menempatkan dana dalam jumlah
tertentu pada suatu bank dalam bentuk deposito berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, sepanjang jumlah deposito dan tabungan
tersebut semata-mata untuk memenuhi keharusan tersebut. Misalnya
cadangan biaya reklamasi yang harus ditempatkan dalam bentuk deposito atau
tabungan di Bank Pemerintah.
c. Dapat dibuktikan bahwa penempatan deposito atau tabungan tersebut
dananya berasal dari tambahan modal dan sisa laba setelah kena pajak.
3.2 Biaya Telepon Seluler dan Kendaraan Dinas
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 220/PJ/2002 mengatur tentang biaya terkait
dengan telepon seluler dan kendaraan dinas
a. Biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang
dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawainya karena jabatan atau
pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50%.
b. Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin minibus atau sejenisnya, yang dimiliki dan
dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan
seluruhnya.
c. Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau sejenisnya, yang
dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50%.
d. Apabila atas penghasilan Wajib Pajak dikenakan PPh yang bersifat final atau
berdasarkan norma penghitungan khusus, maka pembebanan biaya-biaya tersebut
telah termasuk dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau
berdasarkan norma penghitungan khusus.
Pertemuan 2
Harga perolehan dan pengalihan harta mempengaruhi besarnya penghasilan yang diperoleh wajib
pajak. Sebagai contoh, wajib pajak menjual sebuah mesin pabrik yang bekas pakai. Harga jual
tersebut menentukan besarnya keuntungan atas penjualan mesin. Demikian juga bagi pembeli
mesin. Jika mesin yang dibeli tersebut digunakan dalam produksi, harga perolehan akan
menentukan besarnya beban penyusutan yang akan dikurangkan dari penghasilan bruto. Oleh
karena itu, penentuan harga perolehan dan pengalihan harta, serta nilai pemakaian persediaan
diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Ada beberapa cara dalam perolehan dan
pengalihan harta :
Jual beli
Tukar-menukar
likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha
bantuan, sumbangan, hibah
warisan
penyertaan modal
1. Harga Perolehan Dan Pengalihan Harta
1.1. Jual Beli
Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur sebagai berikut
Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) adalah
jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat
hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal pengalihan berupa jual beli dibedakan
menjadi dua
a. Tidak dipengaruhi hubungan istimewa
Jika antara pihak penjual dan pihak pembeli tidak ada hubungan istimewa, harga
penjualan adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, karena
jumlah tersebut sudah mencerminkan harga wajar.
b. Dipengaruhi hubungan istimewa
Jika antara pihak penjual dan pembeli ada hubungan istimewa, biasanya harga
penjualan tidak mencerminkan harga wajar. Oleh karena itu, harga penjualan
ditetapkan oleh undang-undang adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima. Jumlah yang seharusnya biasanya adalah harga pasar yang wajar.
Contoh : PT A menjual truk kepada PT B dengan harga Rp 80 juta, tetapi harga pasar
wajar dari truk tersebut adalah Rp 100 juta. Nilai buku harta tersebut bagi PT A
adalah Rp 60 juta
Jika antara PT A dan PT B ada hubungan istimewa, harga penjualan adalah harga
pasar wajar sebesar Rp 100 juta, sehingga keuntungan yang diperoleh oleh PT A
sebesar Rp 40 juta. Berdasarkan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak
Penghasilan, hubungan istimewa dianggap ada apabila
a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan
antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima
persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua
Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; atau
b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak
berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung;
atau
c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Selanjutnya Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya
penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan
kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
1. Berikut contoh penghitungan pemakaian persediaan bulan Maret 2013 berdasarkan harga
perolehan dengan metode rata-rata :
Bangunan tidak permanen didefinisikan sebagai bangunan yang bersifat sementara dan
terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang
masa manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Misalnya, barak atau asrama yang dibuat dari
kayu untuk karyawan. Berkaitan dengan harta bukan bangunan, Menteri Keuangan telah
menetapkan jenis-jenis harta dalam setiap kelompok masa manfaat yang diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009. Sebagai contoh, mobil untuk angkutan umum,
dimasukkan dalam kelompok 1, dengan masa manfaat 4 tahun. Sedangkan mobil yang digunakan
untuk operasional perusahaan, dimasukkan dalam kelompok 2, dengan masa manfaat 8 tahun.
Bagaimana jika suatu jenis harta bukan bangunan tidak tercantum pada Peraturan Menteri
Keuangan tersebut? Berdasarkan peraturan tersebut, harta tersebut dimasukkan dalam kelompok
3, atau wajib pajak bisa mengajukan permohonan penetapan masa manfaat ke DJP. Untuk
memperoleh penetapan masa manfaat yang sesungguhnya, Wajib Pajak harus mengajukan
permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan menunjukkan masa manfaat yang
sesungguhnya jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan. Dalam hal permohonan tersebut ditolak,
Wajib Pajak menggunakan masa manfaat jenisjenis harta berwujud bukan bangunan Kelompok 3
1.3. Saat Mulai Dilakukan Penyusutan
Pasal 10 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur sebagai berikut :
3. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih
dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta
tersebut.
4. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan
penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
Penyusutan untuk tujuan perpajakan secara umum dimulai pada bulan dilakukan pengeluaran,
kecuali harta yang masih dalam pengerjaan maka penyusutannya dimulai pada bulan selesainya
pengerjaan tersebut. Dengan persetujuan Dirjen Pajak, wajib pajak dapat mulai melakukan
penyusutan pada bulan harta tersebut digunakan. Berdasarkan penjelasan pasal 10 ayat 4, yang
dimaksud dengan “pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan” adalah bulan dimana
harta tersebut digunakan dalam proses produksi.
1.4. Nilai Sisa
Dalam penyusutan fiskal tidak dikenal adanya nilai sisa. Dengan kata lain, nilai sisa harta berwujud
yang disusutkan adalah nol.
Contoh :
PT ABC mulai membangun sebuah gedung pada bulan Oktober 2010 dengan biaya Rp 2 milyar.
Gedung tersebut selesai dibangun pada tanggal 17 April 2011. Gedung tersebut mulai digunakan
pada tanggal 20 Juli 2011. Maka gedung tersebut mulai disusutkan pada bulan April 2011, bulan
dimana selesai proses pengerjaan. Besarnya beban penyusutan fiskal tahun pajak 2011 adalah
Rp 2.000.000.000 x 5% x 9/12 = Rp 75.000.000
Dengan persetujuan Dirjen Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan digunakan, yaitu bulan Juli
2011. Sehingga besarnya beban penyusutan fiscal tahun pajak 2011 menjadi
Rp 2.000.000.000 x 5% x 6/12 = Rp 50.000.000
PT ABC pada tanggal 8 Juli 2013 membeli 10 unit komputer dengan harga Rp 40 juta. Komputer
tersebut mulai digunakan pada tanggal 16 Oktober 2013. Komputer disusutkan dengan metode
saldo menurun ganda, dan masa manfaatnya termasuk kelompok I.
Besarnya beban penyusutan fiskal adalah sebagai berikut.
Pada akhir tahun jika terdapat nilai sisa, jumlah tersebut dibebankan sekaligus. Sehingga
beban penyusutan tahun 2017 adalah Rp 3.750.000 Dengan persetujuan Dirjen Pajak, komputer
tersebut dapat mulai disusutkan pada bulan Oktober 2013 pada bulan komputer tersebut digunakan
sehingga besarnya beban penyusutan fiskal menjadi sebagai berikut :
2. Amortisasi Fiskal
Pasal 11A ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur bahwa amortisasi dilakukan
atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya. Yang dimaksud
dengan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak
pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yang
dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Sedangkan pengeluaran untuk memperoleh hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai
yang pertama kali tidak boleh disusutkan. Dalam ketentuan perpajakan tidak dikenal deplesi. Alokasi
biaya perolehan hakhakpenambangan dan hak-hak sejenisnya dilakukan dengan amortisasi.
2.1. Metode Amortisasi
Ada tiga jenis metode amortisasi yang dipergunakan untuk tujuan perpajakan :
a. Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan, hak pengusahaan hutan, dan hak
pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih
dari satu tahun, diamortisasi dengan metode satuan produksi batasan setinggi-tingginya
20% setahun, kecuali bidang penambangan minyak dan gas bumi tanpa ada batasan
b. Pengeluaran selain di atas terdapat dua opsi metode amortisasi, yaitu metode garis lurus
dan metode saldo menurun ganda.
Jika suatu harta tak berwujud memiliki masa manfaat yang tidak sama dengan kelompok di
atas, maka dimasukkan dalam kelompok terdekat. Sebagai contoh, PT ABC memperoleh hak
pengelolaan jalan tol selama 15 belas tahun. Kelompok yang paling mendekati adalah kelompok 3
sehingga hak pengelolaan jalan tol tersebut diamortisasi selama 16 tahun.
mobil bekas kepada yayasan panti asuhan. Mobil tersebut memiliki nilai buku Rp 15 juta. Sebesar
nilai buku Rp 15 juta tersebut tidak boleh diakui sebagai kerugian
oleh PT ABC.
Pasal 11A ayat (7) Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur bahwa apabila terjadi
pengalihan harta tak berwujud atau hak‐hak, maka nilai sisa buku harta atau hak‐hak tersebut
dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan
penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut. Misalnya PT ABC menjual hak
penambangan migas kepada CV Santoso dengan harga Rp 900 juta. Nilai buku hak penambangan
tersebut adalah Rp 600 juta. Dari pengalihan hak tersebut PT ABC memperoleh
keuntungan sebesar Rp 300 juta.
Pasal 11A ayat 8 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur bahwa apabila terjadi
pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan
huruf b, yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh
dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade perangkat lunak computer berupa program
aplikasi umum pembebanannya dilakukan sekaligus dalam bulan pengeluaran, kecuali
program aplikasi umum tersebut diperoleh sebagai bagian dari harga pembelian perangkat
keras komputer, maka pembebanannya termasuk dalam penyusutan perangkat keras
computer tersebut (Kelompok 1).
d. Perlakuan untuk program aplikasi khusus
Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade perangkat lunak komputer berupa
program aplikasi khusus, pembebanannya dilakukan melalui amortisasi harta tak
berwujud (Kelompok 1).
Dalam hal pengeluaran/biaya upgrade program aplikasi khusus pengeluaran/biaya
tersebut terlebih dahulu ditambahkan pada nilai sisa buku fiskal yang masih ada dan
amortisasinya dilakukan dengan manfaat baru/penuh terhitung mulai bulan
dilakukan upgrade.
PPH Pasal 24
Bagi Wajib Pajak Dalam negeri, penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah
seluruh penghasilan, baik penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun luar
negeri (world wide income). Atas penghasilan yang diperoleh dari luar negeri, biasanya juga
dikenakan pjaka oleh negara tempat penghasilan tersebut diperoleh. Hal ini akan menimbulkan
pajak berganda internasional.
Untuk mengurangi dampak pajak berganda tersebut, Pasal 24 Undang-undang Pajak
Penghasilan mengatur bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan yang
diperoleh atau diterima dari luar negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang pada akhir
tahun. Namun, besarnya kredit pajak tersebut tidak boleh melebihi penghitungan pajak terutang
menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan yang dihitung untuk setiap negara. Hal ini dikenal
dengan metode kredit terbatas (ordinary credit per country basis) Pajak atas penghasilan yang
dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di
Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima
di luar negeri.
Sebagai contoh, PT KLM memiliki 40% saham pada XYZ, Ltd yang didirikan dan bertempat
kedudukan di negara ABC. Dalam tahun 2013, XYZ, Ltd memperoleh laba usaha sebelum pajak
sebesar $1,000,000, dan seluruh laba bersih dibagikan sebagai dividen. Tarif pajak perseroan
(corporate tax) di negara ABCadalah 30% dan tarif pajak atas dividen adalah 20%.
Laba usaha sebelum pajak $1,000,000
Pajak perseroan (30%) $ 300,000
Laba bersih $ 700,000
Dividen yang diperoleh PT KLM $ 280,000
Pajak atas dividen (20%) $ 56,000
Pajak yang terutang atau dibayar yang dapat diperhitungkan untuk dikreditkan adalah pajak yang
langsung dikenakan atas dividen yang diperoleh oleh PT KLM, yaitu $56,000.
Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan
sebagai berikut:
a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan
sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas
tersebut didirikan atau bertempat kedudukan;
b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak
adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa
tersebut bertempat kedudukan atau berada;
c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara
tempat harta tersebut terletak;
d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah
negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat
kedudukan atau berada;
e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
f. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta
dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara
tempat lokasi penambangan berada;
g. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan
h. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap
adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada. Ketentuan lebih lanjut tentang kredit
pajak luar negeri diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002,
sebagai berikut:
a. Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahnn pajak digabungkannya
penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan dalam negeri.
b. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau erutang
di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi batas maksimal
c. Batas maksimal kredit pajak luar negeri dihitung sebagai berikut :
Penghasilan Neto LN
--------------------------------- X PPh Terutang
Penghasilan Kena Pajak
d. Jika penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri, batas maksimal
kredit pajak luar negeri sama dengan PPh terutang atas penghasilan kena pajak
e. Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan
kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara. Kapan penghasilan yang diperoleh
dari luar negeri tersebut digabungkan dengan penghasilan dari dalam negeri?
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002, penghasilan
yang berasal dari luar negeri digabungkan dengan penghasilan dalam negeri diatur
sebagai berikut:
Penghasilan dari usaha, digabung dalam tahun pajak diperolehnya
penghasilan tersebut
Penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (2)
Undang-Undang Pajak Penghasilan, saat penggabungan diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2008.
Jenis penghasilan lainnya, digabung dalam tahun pajak diterimanya
penghasilan tersebut.
Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dengan
penghasilan dari dalam negeri
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2008 mengatur tentang saat kapan dividen
dari Controlled Foreign Corporation (CFC) dianggap diterima. CFC adalah sebuah perusahaan di luar
negeri yang dikendalikan oleh wajib pajak dalam negeri sehingga bisa menunda pembayaran dividen
dan pengenaan pajaknya di dalam. Berdasarkan Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Pajak, kriteria CFC
adalah badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan
ketentuan
a. besarnya penyertaan modal wajib pajak dalam negeri tersebut paling rendah 50% dari
jumlah modal disetor, atau
b. secara bersama-sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal
paling rendah 50% dari jumlah saham yang disetor
Agar penghasilan dari CFC tersebut tidak tertunda pengenaan pajaknya peraturan Menteri
Keuangan tersebut mengatur bahwa jika CFC belum membayarkan dividen yang menjadi hak wajib
pajak dalam negeri, saat diperolehnya dividen oleh wajib pajak dalam negeri dari CFC adalah
a. pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajibpan penyampaian surat
pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan di luar negeri, atau
b. pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir apabila CFC tersebut tidak memiliki
kewajiban untuk menyampaikan surat pembertitahuan tahunan Pajak Penghasilan atau
tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian surat pembertahuan tahunan Pajak
Penghasilan. Ketentuan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan termasuk
dalam anti-avoidance rule.
KOMPENSASI KERUGIAN
Dasar pengenaan pajak untuk penghasilan yang merupakan objek pajak tidak final
adalah penghasilan kena pajak. Pajak Penghasilan terutang dalam satu tahun pajak dihitung
dengan mengalikan penghasilan kena pajak dan tarif umum pasal 17.
Penghasilan kena pajak dapat dihitung dengan tahapan sebagai berikut
1. PT ABC memiliki kantor pusat di Surabaya, Semarang, dan Singapore. Pada tahun
pajak 2013 kantor pusat Surabaya memperoleh laba Rp 800 juta, sedangkan cabang
Kunci : 1. B
2. D
3. B
(1) Penyesuaian / koreksi fiskal positif, yaitu koreksi fiskal yang menambah
besarnya penghasilan neto fiskal. Misalnya, perusahaan memberikan
imbalan kepada karyawan dalam bentuk uang dan beras. Dalam laporan laba
rugi, kedua jenis imbalan tersebut boleh dibebankan. Tetapi, untuk tujuan
Pajak Penghasilan, imbalan dalam bentuk beras tidak boleh dibebankan,
sehingga jumlah beban tersebut dikoreksi menjadi lebih kecil dan akibatnya
penghasilan neto fiskal menjadi lebih besar.
(2) Penyesuaian / koreksi fiskal negatif, yaitu koreksi fiskal yang mengurangi
besarnya penghasilan neto fiskal. Misalnya, dalam laporan laba rugi wajib
pajak terdapat penghasilan berupa sewa bangunan. Karena sudah dikenakan
Pajak Penghasilan bersifat final, penghasilan sewa tersebut tidak perlu
dimasukkan dalam menghitung penghasilan neto fiskal yang dikenakan pajak
dengan tarif umum. Akibatnya, penghasilan neto fiskal menjadi lebih kecil.
Norma penghitungan penghasilan neto.
Beban gaji dilakukan penyesuaian fiskal positif sebesar Rp 800 juta, yang terdiri dari
beban gaji kepada partner firma sebesar Rp 500 juta dan imbalan sehubungan dengan
pekerjaan dalam bentuk natura (beras) sebesar Rp 300 juta. Kedua jenis beban gaji tersebut
untuk tujuan komersial boleh dikurangkan, sedangkan untuk tujuan fiskal tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto. Beban piutang ragu-ragu dilakukan penyesuaian fiskal
positif. Pembentukan atau pemupukan cadangan piutang ragu-ragu bagi wajib pajak jenis
usaha dagang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, kecuali jika piutang usaha
tersebut tidak dapat ditagih dan memenuhi ketentuan perpajakan untuk dihapuskan. Beban
perawatan mobil pemegang saham juga harus dilakukan penyesuaian fiskal positif. Beban
tersebut pada dasarnya merupakan pembagian dividen terselubung. Pembagian laba tidak
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Beban pemeliharaan kendaraan dilakukan
penyesuaian fiskal positif, karena hanya 50% dari beban pemeliharaan kendaraan dinas
yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Sehingga dari total beban pemeliharaan
mobil dinas direktur sebesar Rp 600 juta, hanya Rp 300 juta yang boleh dikurangkan. Beban
sanksi perpajakan untuk tujuan komersial boleh dibebankan, tetapi untuk tujuan fiskal tidak
boleh dikurangkan. Sehingga dilakukan penyesuaian fiscal positif. Selanjutnya, pendapatan
bunga dilakukan penyesuaian fiskal negatif. Penghasilan berupa bunga deposito sudah
dikenakan pajak bersifat final, sehingga tidak perlu digabung dengan penghasilan lainnya
yang dikenakan pajak dengan tarif umum.
KREDIT PAJAK
1. PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam
negeri. Pemotong PPh Pasal 21 adalah
a. pemberi kerja yang terdiri dari:
1. orang pribadi dan badan;
2. cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau
seluruhadministrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan,
atau unit tersebut.
b. bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau
pemegang kas pada pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah
Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaganegara lainnya,
dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
c. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan
badanbadan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan
hari tua atau jaminan hari tua;
d. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas sertabadan
yang membayar:
1. honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak
dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama
persekutuannya;
2. honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak
luar negeri;
3. honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan dan
pelatihan, serta pegawai magang;
e. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya
1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga,
seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara
kegiatan tertentu;
4. peserta pendidikan dan pelatihan;
5. peserta kegiatan lainnya.
2. PPh Pasal 22
Pemungut PPh Pasal 22 adalah
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga
Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga
yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran Langsung (LS);
e. Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
1. PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia
(Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan
Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya
(Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan
2. Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan
usahanya;
f. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industry kertas,
industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil
produksinya kepada distributor di dalam negeri;
g. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di
dalam negeri;
h. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
i. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari
pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya;
j. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah.
3. PPh Pasal 23
Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan 1984,
tarif PPh Pasal 23 ada dua, yaitu 15% dan 2%. Penghasilan yang merupakan objek
pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif 15% dari jumlah bruto adalah
a. Dividen
b. Bunga
c. Royalti 151
d. Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21
Selain itu, ada juga penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal
23 dengan tarif sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto adalah
a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat(2); dan
b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PajakPenghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
Penghasilan dari jenis jasa lain yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 244/PMK.03/2008, yaitu
Jasa penilai (appraisal)
Jasa aktuaris
Jasa akuntansi, pembukuan dan atestasi laporan keuangan
Jasa perancang (design)
Jasa pengeboran (drilling) di bidang pertambangan migas kecuali yang dilakukan
oleh BUT
Pertemuan 9
K. Hak Mendahulu Dalam Kaitannya dengan Penyitaan yang Dilakukan Oleh Pengadilan Negeri
atau Instansi Lain yang Berwenang
Dalam Pasal 19 ayat (1) UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa diatur bahwa
penyitaan tidak dapat dilaksanakn terhadap barang yang telah disita oleh Pengadilan Negeri
atau instansi lain yang berwenang. Adapun yang dimaksud dengan instansi lain yang
berwenang adalah instansi lain yang juga berwenang melakukan penyitaan misalnya Panitia
Urusan Piutang Negara. Terhadap barang yang telah disita tersebut, Jurusita Pajak harus
menyampaikan Surat Paksa kepada Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang
dengan tujuan untuk menentukan bahwa bahwa penyitaan barang dimaksud juga berlaku
sebagai jaminan untuk pelunasan utang pajak yang tercantum dalam Surat Paksa.
Pengadilan Negeri setelah menerima salinan Surat Paksa selanjutnya dalam sidang
berikutnya menetapkan bahwa yang telah disita dimaksud juga sebagai jaminan pelunasan
utang pajak. Dengan demikian, berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri pihak lain yang
berkepentingan diharapkan dapat mengetahuinya secara resmi. Pengadilan Negeri atau
instansi lain yang berwenang menentukan pembagian hasilpenjualan barang berdasarkan
ketentuan hak mendahulu Negara untuk tagihan pajak. Selanjutnya, putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap segera disampaikan oleh Pengadilan Negeri kepada
kantor Lelang untuk dipergunakan sebagai dasar pembagian hasil lelang.
Pertemuan 10
A. Dasar Hukum Daluwarsa Penagihan dan Penghapusan Piutang Pajak
Pasal 22 ayat (1) UU KUP mengatur bahwa hak Direktorat Jenderal Pajak untuk
melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak
adalah dalam jangka waktu 5 tahun terhitung sejak penerbitan STP, SKPKB, serta SKPKBT,
dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta
Putusan Peninjauan Kembali.
Selanjutnya Pasal 24 UU KUP mengatur taat cara penghapusan piutang pajakdan
penetapan besarnya penghapusan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan. Aturan pelaksanaannya diatur dalam KMK No.. 539/KMK.03/2002 tentang Tata
Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan.
Wajib Pajak yang tidak mempunyai harta kekayaan lagi, dibuktikan dengan
surat keterangan dari pejabat yang berwenang yang emnyatakan bahwa Wajib
Pajak memang benar-benar sudah tidak mempunyai harta kekayaan lagi
Berdasarkan surat perintah penelitian setempat yang diterbitkan oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak
Selanjutntya, pnelitian administrasi adalah penelitian terhadap piutang pajak yang
tidak dapat ditagih lagi karena Wajib Pajak yang hak penagihannya telah daluwarsa
berdasarkan Pasal 22 UU KUP dan hasilnya dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian
Administrasi.
Pertemuan 11
A. Dasar Hukum Gugatan dan Sanggahan
Dasar hukum gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak mengajukan banding ke
badan peradilan pajak diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UU KUP. Sementara sanggahan pihak
ketiga atas kepemilikan barang yang disita hanya dapat diajukan ke Pengadilan Negeri sesuai
Pasal 38 ayat (1) UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
C. Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak atas Pelaksanaan Penagihan Pajak
Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UU KUP, gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
adalah :
a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman Lelang
b. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak
c. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain
yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26
d. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
hanya daat diajukan kepada badan peradilan pajak.
Dalam Pasal 34 ayat (3) UU PPSP diatur bahwa Penanggung Pajak yang disandera
dapat mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan hanya kepada Pengadilan
Negeri.
Jangka waktu 14 hari tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.
Perpanjangan jangka waktu tersebut adaah 14 hari terhitung sejak berakhirnya
keadaan di luar kekuasaan penggugat
Terhadap 1 pelaksanaan penagihan diajukan 1 Surat Gugatan
2. Sanggahan
Selanjutnya persyaratan pengajuan sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan
barang yang disita adalah sebagai berikut :
Sanggahan hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri
Sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita tidak dapat
diajukan setelah lelang dilaksanakan
E. Ganti Rugi Dalam Proses Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
Dalam hal gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terkait pelaksanaan
penagihan ppajak diakbulkan oleh pengadilan Pajak, Penanggung Pajak dapat memohon
pemulihan nama baik dan ganti rugi kepada Pejabat. Hal ini diatur dalam Pasal 37 ayat (2)
UU PPSP. Besarnya ganti rugi tersebut ditentukan paling banyak
Rp 5.000.000. namun melalui Keputusan Menteri besarnya ganti rugi tersebut dapat
ditetapkan perubahan.
Pertemuan 12
B. Sanksi Pidana Terhadap Larangan Dimaksud Dalam Pasal 23 ayat (1) UU PPSP
Dalam Pasal 23 ayat (1) UU PPSP diatur bahwa Penanggung Pajak dilarang untuk :
Memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan,
menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita
Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan
untuk pelunasan utang tertentu
Membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau diagunkan
untuk pelunasan utang tertentu, dan atau
Merusak, mencabut, atau menghilangkan segel sita atau salinan BAPS yang
telah ditempel pada barang sitaan.
Dengan beralihnya barang yang disita dari Penanggung Paajk kepada Pejabat maka
terhadap pelanggaran pidana tersebut akan dikenakan sanksi pidana sebagaimana
dimuat dalam Pasal 41A ayat (1) UU PPSP. Sanksi pidana yang dikenakan terhadap
Penanggung Paajk adalah berupa pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling
banyak Rp 12.000.000
Jurusita yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap larangan Pasal 23 ayat (1)
UU PPSP tersebut harus segera memberitahukan hal ini kepada Pejabat untuk kemudian
melaporkan telah terjadinya pelanggaran tersebut kepada penyidik POLRI untuk segera
ditindaklanjuti.
bahwa barang yang telah disita tersebut akan digunakan untuk membayar biaya
penagihan pajak dan utang pajak dengan cara :
a. Uang tunai disetor ke Kas Negara atau Kas Daerah
b. Deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu,dipindahbukukan ke Kas Negara atau Kas Daerah
atas permintaan Pejabat kepada Bank yang bersangkutan
c. Obligasi, saham,atau surat berharga lainnya yang diperdagangkan di bursa efek
dijual di bursa efek atas permintaan pejabat
d. Obligasi, saham,atau surat berharga lainnya yang tidak diperdagangkan di bursa
efek segera dijual oleh pejabat
e. Piutang dibuatkan berita acara persetujuan tentang pengalihan hakmenagih
dari Penanggung Pajak kpada Pejabat
f. Penyertaan modal pada persuahaan lain dibuatkan akta persetujuan pengalihan
hak menjual dari Penanggung Pajak kepada Pejabat
Namun apabila pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf
b,c,d,e,dan f UU PPSP tidak mau melaksanakan kewajibannya tersebut maka dapat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu dan denda paling banyak
Rp 10.000.000 sesuai dengan Pasal 41 ayat (2) UU PPSP. Pihak-pihak yang dimaksud
adalah :
Huruf b, bank termasuk lembaga keuangan lainnya
Huruf c, bursa efek
Huruf d, Pejabat (dalam hal ini Kepala KPP)
Huruf e, Notaris dan debitur
Huruf f, Notaris
Jurusita yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap larangan Pasal 23 ayat (1)
UU PPSP tersebut harus segera memberitahukan hal ini kepada Pejabat untuk
kemudian melaporkan telah terjadinya pelanggaran tersebut kepada penyidik POLRI
untuk segera ditindaklanjuti.
D. Sanksi Terhadap Orang yang Sengaja Tidak Menuruti Perintah atau Permintaan yang
Dilakukan Menurut Undang-Undang, atau dengan Sengaja Mencegah, Menghalangi-
Halangi atau Menggagalkan Tindakan Dalam Melaksanakan Undang-Undang yang
Dilakukan oleh Jurusita.
Dalam Pasal 41A ayat (3) UU PPSP diatur bahwa sanksi terhadap orang yang sengaja
tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut UU, atau dengan
sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan dalam
melaksanakan UU yang dilakukan oleh Jurusita pajak dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 bulan 2 minggu dan denda paling banyak Rp 10.000.000
Jurusita yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap larangan Pasal 23 ayat (1)
UU PPSP tersebut harus segera memberitahukan hal ini kepada Pejabat untuk kemudian
melaporkan telah terjadinya pelanggaran tersebut kepada penyidik POLRI untuk segera
ditindaklanjuti.
Pertemuan 13
maka lebih tepat jika Pengadilan Pajak ditempatkan sebagai bagian khusus dalam lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara.
Dalam UU No. 14 Tahun 2002, baik dalam pasal-pasal maupun penjelasannya, tidak
ditemukan ketentuan yang mewajibkan atau menyatakan secara jelas keberadaan Pengadilan
Pajak dalam lingkungan peradilan, sedangkan Pasal 5 UU No. 14 Tahun 2002 hanya menyebutkan
tentang pembinaan teknis peradilan dalam Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung,
sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan finansialnya dilakukan oleh Departemen
Keuangan.
Kecenderungan Pengadilan Pajak berada dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara,
adalah karena sifat perselisihan (sengketa) dan sifat para pihaknya. Dilihat dari subyek sengketa,
keduanya (Pengadilan Pajak dan Peradilan Tata Usaha Negara) mempertemukan unsur
pemerintah dan unsur rakyat sebagai perorangan, dimana posisi pemerintah sebagai
tergugat/terbanding yang keputusannya dipersoalkan. Dan dilihat dari obyek sengketa,
keduanya mempermasalahkan tentang keputusan konkrit (ketetapan/beschikking) dari lembaga
pemerintah yang ditujukan kepada individu, dimana ketetapan tersebut dianggap merugikan
rakyat sebagai perorangan.
Kedudukan Pengadilan Pajak sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman tidak dibarengi
dengan keberadaan atau eksistensi Pengadilan Pajak itu sendiri. Hal ini karena keberlakuan
Pengadilan Pajak tidak murni berdasar kepada UU No. 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan UU No. 4 Tahun 2004
Tentang Kekuasaan kehakiman, akan tetapi masih mengacu pada UU No. 16 Tahun 2000 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan[7] sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28
Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
Dengan demikian berdasarkan penjelasan diatas maka dilihat dari kedudukannya,
Pengadilan Pajak merupakan badan peradilan khusus di lingkungan peradilan Tata Usaha
Negara, namun demikian tidak murni sebagai badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman, karena terdapat tugas-tugas eksekutif yang dilaksanakan oleh Pengadilan Pajak
Pertemuan 14
A. Pengertian Gugatan
Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No.14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak
definisi gugatan adalah sebagai berikut : “Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan
oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap
keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku”
B. Objek Gugatan
Sebagai dasar hukum pengajuan gugatan adalah Pasal 23 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2007
Tentang KUP yang berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 23 ayat (2) Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:
a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman
Lelang;
b. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang
ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada
badan peradilan pajak.”
Dari ketentuan pasal 23 ayat (2) tersebut langsung dapat kita ketahui bahwa lingkup masalah
perpajakan yang dapat diajukan gugatan adalah lebih luas/banyak bila dibandingkan dengan
pengajuan banding. Banding hanya mengakomodir permasalahan dari Surat Keputusan
Keberatan, sedangkan gugatan dapat meliputi gugatan terhadap berbagai keputusan dibidang
penagihan pajak, berbagai keputusan dibidang keberatan pajak, pengurangan pajak,
pembatalan pajak serta keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan.
D. Pengertian Banding
Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding,
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak
terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan
hakim pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap
b. Pengajuan permohonan PK berdasarkan alasan sebgaimana dimaksud dalam Pasal
91 huruf b UU PP dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 bulan terhitung
sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus
dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang
c. Pengajuan permohonan PK berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e UU PP dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 3 bulan sejak putusan dikirim
Pertemuan 15
A. Kuasa Hukum
Kuasa hukum adalah seorang yang diberi kuasa penuh untuk mewakili atau mendampingi
para pihak yang bersengketa dengan kuasa hukum tertulis untuk mengurus dan memberikan
informasi serta bukti-bukti yang diperlukan dalam persidangan pengadilan pajak. Pada saat
mengikuti persidangan sengketa pajak baik banding atau gugatan, para pihak yang bersengketa
masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan surat
kuasa khusus.
Seorang kuasa hukum mendampingi atau mewakili pemohon banding/penggugat dalam
persidangan di pengadilan pajak dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Kuasa hukum keluarga sedarah/semenda
2. Kuasa hukum yang pengacara
3. Kuasa hukum yang bukan pengacara
B. Persiapan Persidangan
Persiapan persidangan dalam hukum acara di Pengadilan Pajak terdiri dari tahapan-tahapan
secara berurutan sebagai berikut :
1. Permintaan Surat Uraian Banding (SUB) atau Surat Tanggapan (ST)
Pengadilan Pajak meminta SUB atau ST atas surat banding atau surat gugatan kepada
terbanding atau tergugat dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima surat
banding atau surat gugatan. Dalam hal pemohon banding mengirimkan surat atau
dokumen susulan kepada Pengadilan Pajak maka jangka waktu 14 hari dihitung sejak
tanggal diterima surat atau dokumen susulan tersebut.
2. Penyampaian SUB atau ST oleh terbanding/tergugat
Terbanding atau tergugat menyerahkan SUB atau ST dalam jangka waktu :
3 bulan sejak tanggal dikirm permintaan SUB atau
1 bulan sejak tanggaldikirim permintaan ST
3. Pengiriman salinan SUB atau ST kepada pemohon banding/penggugat
salinan SUB atau ST oleh Pengadilan Pajak dikirim kepada pemohon banding atau
penggugat dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima.
4. Penyampaian Surat Bantahan oleh pemohon banding/penggugat
E. Pembuktian
Pembuktian menurut KBBI mempunyai 2 arti yaitu :
Proses, cara atau perbuatan untuk membuktikan; atau
Usaha menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa di sidang pengadilan
Menurut Sudikno Mertokusumo (2006, 134) kata”membuktikan” mempunyai beberapa
pengertian dilihat dari beberapa pendekatan sebagai berikut :
a. Pendekatan Logis atau Ilmiah
Membuktikan berarti memberi kepastian yang bersifat mutlak karena berlaku bagi
setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan. Berdasarkan suatu aksioma
yaitu asas-asas umum yang dikenal dalam ilmu pengetahuan, dimungkinkan adanya
pembuktian yang bersifat mutlak yang tidak memungkinakan adanya bukti lawan
b. Pendekatan Konvensional
Membuktikan berarti memberikan kepastian yang bersifat relatif atau nisbi sifatnya
yang mempunyai tingkatan-tingkatan sebagai berikut :
- Conviction intime, yaitu kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka.
- Conviction raisonnee, yaitu kepastian yang didasarkan atas pertimbangan
akal
Dalam pendekatan ini, membuktikan berarti suatu proses untuk meyakinkan pihak lain
dengan menggunakan perasaan dan/atu pertimbangan akal.
c. Pendekatan Yuridis
Di dalam ilmu hukum, tidak memungkinkan adanya pembuktian yang logis dan mutlak
yang berlaku bagi setiap orang serta menutup segala kemungkinan akan bukti lawan,
akan tetapi merupakan pembuktian yang konvensional yang bersifat khusus.
Membuktikan secara yuridis berarti memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim
yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberikan kepastian tentang
kebenaran peristiwa yang diajukan.
Alat-alat bukti dalam Hukum Acara Pengadilan Pajak sama dengan alat-alat bukti dalam
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara tetapi berbeda dengan alat-alat bukti dalam Hukum
Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana. Persamaan alat-alat bukti dengan Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara karena hukum pajak bagian dari hukum administrasi tata usaha
negara. Alat bukti yang bisa dipakai dalam sengketa pajak di Pengadilan Pajak sebagai berikut :
F. Putusan
Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang dikeluarkan oleh hakim baik dalam bentuk
Majelis atau Hakim Tunggal sebagi pejabat negara yang diberikan wewenang oleh undang-
undang yang diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan
suatu perkara atau sengketa para pihak. Fungsi putusan pada umumnya ada tiga yaitu :
1) Kekuatan mengikat
Untuk dapat merealisasikan suatu hak secara paksa maka diperlukan suatu putusan
pengadilan sebagai akta otentik yang menetapkan suatu hak. Putusan pengadilan
dimaksudkan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetaapkan
hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak yang besengketa. Putusan pengadilan
mempunyai kekuatan mengikat kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan
kewajiban sebagaimana yang telah ditetapkan dalam amar putusan.
2) Kekuatan pembuktian
Arti putusan dalam hukum pembuktian adalah bahwa dengan putusan itu diperoleh
suatu kepastian tentang sesuatu. Putusan merupakan akta otentik yang dapat
digunakan sebagai alat bukti para pihak yang diperlukan untuk mengjaukan upaya
hukum peninjauan kembali atau pelaksanaannya. Setiap putusan tidak mempunyai
kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga, namun mempunyai kekuatan pembuktian
terhadap pihak ketiga.
3) Kekuatan eksekutorial
Suatu putusan dimaksudkan untuk meneyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan
menetapkan hak atau hukumnya dan realisasi atau pelaksanaannya secara paksa.
Kekuatan eksekutorial berarti kekuatan untuk dilaksanakannya apa yang ditetapkan
dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara.
G. Pelaksanaan Putusan
Putusan Pengadilan Pajak yang sudah dikeluarkan oleh Pengadilan Pajak akan disampaikan
kepada para pihak untuk dapat dilaksanakan. Dalam Putusan Pengadilan Pajak, ada 4 tanggal
yang perlu diperhatikan untuk pelaksanaan putusan yaitu :
1. Tanggal diputus
Tanggal diputus adalah tanggal diputusnya suatu sengketa di Pengadilan Pajak oleh
Majelis Hakim berdasarkan musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang ditunjuk
dengan Penetapan Ketua Pengadilan Pajak. Tanggal diputus suatu perkara dimuat pada
halaman terakhir salinan Putusan Pengadialn Pajak pada bagian “Mengadili”. Tanggal
diputusnya suatu permohonan banding maupun gugatan tidak boleh melebihi jangka
waktu sebagimana diatur dalam Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 14/2002 tentang
Pengadilan Pajak, kecuali terdapat hal-hal khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 81
ayat (3) dan ayat (4) UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak.
2. Tanggal diucapkan
Tanggal diucapkan adalah tanggal diucapkannya Putusan Pengadilan Pajak atas
suatu perkara banding atau gugatan yang dilakukan dalam sidang terbuka. Tidak ada
aturan dalam UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak yang mengatur jangka waktu
dibacakannya suatu sengketa banding atau gugatan yang telah diputus oleh Majelis
Hakim Pengadilan Pajak. Tanggal diucapkan suatu Putusan Pengadilan Pajak disebut
juga tanggal putusan, tanggal ini dimuat pada halaman terakhir salinan Putusan
Pengadilan Pajak pada bagian “Mengadili”. Tanggal diterima merupakan tanggal yang
berlaku untuk sahnya putusan karena pada tanggal tersebut putusan diucapkan secara
terbuka untuk umum dan mengikat pihak-pihak yang bersangketa dan telah diketahui
umum. Seluruh administrasi perpajakan akan mencatat tanggal diucapkan putusan
sebagai tanggal putusan.
3. Tanggal dikirim
Tanggal dikirim adalah tanggal dikirimnya salinan Putusan Pengadilan Pajak yang
dilengkapi dengan Surat Pengiriman Putusan Pengadilan Pajak dari Sekretarian
Pengadilan Pajak. Jangka waktu pengiriman salinan Putusan Pengadilan Pajak kepada
pihak-pihak yang bersengketa diatur dalam Pasal 88 ayat (1) UU No. 14/2002, yang
menyatakan “Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim
kepada para pihak dengan surat oleh Sekretariat dalam jangka waktu 30 hari sejak
tanggal putusan Pengadilan Pajak diucapkan, atau dalam jangka waktu 7 hari sejak
tanggal putusan sela diucapkan.”
Tanggal dikirimnya salinan Putusan Pengadilan Pajak merupakan dasar
perhitungan tenggang waktu apabila diajukan permohonan Peninjauan Kembali
dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e UU
No. 14/2002 yaitu dalam jangka wkatu paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirm.
Tanggal dikirim salinan Putusan Pengadilan Pajak dimuat pada halaman pertama pojok
kiri bawah di atas tanda tangan Panitera atau sama dengan Surat Pengiriman Putusan
Pengadilan Pajak dari Sekretariat Pengadilan Pajak.
4. Tanggal diterima
Tanggal diterima adalah tanggal diterimanya Putusan Pengadilan Pajak oleh DJP.
Putusan Pengadilan Pajak dikirimkan kepada DJP kepada 2 tempat tujuan yaitu :
KPP tempat Pemohon Bandig terdaftar sebagai dasar pelaksanaan putusan
Direktorat Keberatan dan Banding, KP DJP sebagai dasar pengajuan
Peninjauan Kembali oleh MA
Pasal 88 ayat (2) UU PP menyatakan bahwa Putusan Pengadilan Pajak harus
dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang dalam jangka wkatu 30 hari terhitung sejak
tanggal diterima putusan. Oleh karena itu, biasanya tanggal diterima putusan oleh KPP
biasanya lebih dahulu daripada diterima KP DJP. Karena KPP membutuhkan segera
utnuk pelaksanaan putusan. Sedangkan untuk pengajuan PK ke MA dihitung 3 bulan
sejak putusan dikirim. Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak di KPP dilakukan sebagai
berikut :
a. Atas Putusan Banding
b. Atas Putusan Gugatan