Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

UPAYA PENANGGULANGANBENCANA KEKERINGAN


“PENILAIAN SISTEMATIS PADA BENCANA KEKERINGAN ”

oleh:

KELOMPOK 3

DELLA RELYANA 14220170001

NUR INTAN ANA SOFIAN 14220170011

SITI HADIJAH SYAM 14220170015

NUR HAINI 14220170017

ASMIYAH 14220170018

SUPARDIN LA ASU 14220170053

ONA ARIYANI 14220170020

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019
A. PENGERTIAN KEKERINGAN
Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam
masa yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun).Biasanya
kejadian ini muncul bila suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah
hujan di bawah rata-rata. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan
kekeringan karena cadangan air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi),
transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia.

B. UPAYA PENANGANAN BENCANA KEKERINGAN


1. Pra bencana
a. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.
b. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air
baku untuk air bersih.
c. Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal lahan
yang ada di lingkungan tinggal kita.
d. Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan.
e. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan
plester semen atau ubin keramik.
f. Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air
g. Perlindungan sumber-sumber air pengembangannya.
h. Panen dan konservasi air
Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan
atau air aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada
waktu curah hujan rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi air,
yakni menggunakan air yang sudah dipanen secara hemat sesuai
kebutuhan.Pembuatan rorak merupakan contoh tindakan panen air aliran
permukaan dan sekaligus juga tindakan konservasi air.
Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai
bulan kering (dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih dari empat bulan
berturut-turut dan pada musim hujan curah hujannya sangat tinggi (> 200 mm
per bulan).Air yang berlebihan pada musim hujan ditampung (dipanen) untuk
digunakan pada musim kemarau.Penampungan atau 'panen air' bermanfaat
untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, sehingga sebagian lahan masih dapat
berproduksi pada musim kemarau serta mengurangi risiko erosi pada musim
hujan.
1) Rorak
Rorak adalah lubang kecil berukuran panjang/lebar 30-50 cm dengan
kedalaman 30-80 cm, yang digunakan untuk menampung sebagian air
aliran permukaan. Air yang masuk ke dalam rorak akan tergenang untuk
sementara dan secara perlahan akan meresap ke dalam tanah, sehingga
pengisian pori tanah oleh air akan lebih tinggi dan aliran permukaan dapat
dikurangi.

1
Rorak cocok untuk daerah dengan tanah berkadar liat tinggi-di mana
daya serap atau infiltrasinya rendah—dan curah hujan tinggi pada waktu
yang pendek.
2) Saluran buntu
Saluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang
beberapa meter (sehingga disebut sebagai saluran buntu).Perlu diingat
bahwa dalam pembuatan rorak atau saluran buntu, air tidak boleh
tergenang terlalu lama (berhari-hari) karena dapat menyebabkan
terganggunya pernapasan akar tanaman dan berkembangnya berbagai
penyakit pada akar.
3) Lubang penampungan air (catch pit)
Bibit yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya
dihindarkan dari kekurangan air.Sistem 'catch pit' merupakan lubang kecil
untuk menampung air, sehingga kelembaban tanah di dalam lubang dan di
sekitar akar tanaman tetap tinggi. Lubang harus dijaga agar tidak
tergenang air selama berhari-hari karena akan menyebabkan kematian
tanaman.
4) Embung
Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan
aliran permukaan.Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam
daerah aliran sungai (DAS) mikro. Selama musim hujan, embung akan
terisi oleh air aliran permukaan dan rembesan air di dalam lapisan tanah
yang berasal dari tampungan mikro di bagian atas/hulunya. Air yang
tertampung dapat digunakan untuk menyiram tanaman, keperluan rumah
tangga, dan minuman ternak selama musim kemarau.
Embung cocok dibuat pada tanah yang cukup tinggi kadar liatnya
supaya peresapan air tidak terlalu besar. Pada tanah yang peresapan airnya
tinggi, seperti tanah berpasir, air akan banyak hilang kecuali bila dinding
dan dasar embung dilapisi plastik atau aspal. Cara ini akan memerlukan
biaya tinggi.

5) Bendungan Kecil (cek dam)


Cek dam adalah bendungan pada sungai kecil yang hanya dialiri air
selama musim hujan, sedangkan pada musim kemarau mengalami
kekeringan.Aliran air dan sedimen dari sungai kecil tersebut terkumpul di
dalam cekdam, sehingga pada musim hujan permukaan air menjadi lebih
tinggi dan memudahkan pengalirannya ke lahan pertanian di
sekitarnya.Pada musim kemarau diharapkan masih ada genangan air untuk
tanaman, air minum ternak, dan berbagai keperluan lainnya.
6) Panen air hujan dari atap rumah
Air hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau tangki
untuk dimanfaatkan selama musim kemarau untuk mencuci, mandi, dan
menyiram tanaman.Untuk minum sebaiknya digunakan air dari mata air

2
karena pada awal musim hujan, air hujan mengandung debu yang cukup
tinggi.
Antisipasi penanggulangan kekeringan dapat dilakukan melalui dua
tahapan strategi yaitu perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka
panjang.
1) Perencanaan jangka pendek (satu tahun musim kering):
a) Penetapan prioritas pemanfaatan air sesuai dengan prakiraan
kekeringan.
b) Penyesuaian rencana tata tanam sesuai dengan prakiraan
kekeringan.
c) Pengaturan operasi dan pemanfaatan air waduk untuk wilayah
sungai yang mempunyai waduk.
d) Perbaikan sarana dan prasarana pengairan.
e) Penyuluhan/sosialisasi kemungkinan terjadinya kekeringan dan
dampaknya.
f) Penyiapan cadangan pangan.
g) Penyiapan lapangan kerja sementara (padat karya) untuk
meringankan dampak.
h) Persiapan tindak darurat.
i) Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
j) Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
k) Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
l) Penyediaan pompa air.
2) Sedangkan perencanaan jangka panjang meliputi antara lain:
a) Pelaksanaan reboisasi atau konservasi untuk meningkatkan retensi
dan tangkapan di hulu.
b) Pembangunan prasarana pengairan (waduk, situ, embung).
c) Pengelolaan retensi alamiah (tempat penampungan air sementara)
di wilayah sungai.
d) Penggunaan air secara hemat.
e) Penciptaan alat sanitasi hemat air.
f) Pembangunan prasarana daur ulang air.
g) Penertiban pengguna air tanpa ijin dan yang tidak taat aturan.

2. Saat terjadi Bencana


Sasaran penanggulangan kekeringan ditujukan kepada ketersediaan air dan
dampak yang ditimbulkan akibat kekeringan. Untuk penanggulangan kekurangan
air dapat dilakukan melalui:
1. Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
2. Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
3. Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
4. Penyediaan pompa air.
5. Pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti gilir giring).

3
Untuk penanganan dampak, perlu dilakukan secara terpadu oleh sektor terkait
antara lain dengan upaya:
1. Dampak Sosial:
a. Penyelesaian konflik antar pengguna air.
b. Pengalokasian program padat karya di daerah-daerah yang mengalami
kekeringan.

2. Dampak Ekonomi:
a. Peningkatan cadangan air melalui pembangunan waduk-waduk baru,
optimalisasi fungsi embung, situ, penghijauan daerah tangkapan air,
penghentian perusakan hutan, dll.
b. Peningkatan efisiensi penggunaan air melalui gerakan hemat air, daur
ulang pemakaian air.
c. Mempertahankan produksi pertanian, peternakan, perikanan, dan kayu/
hutan melalui diversifikasi usaha.
d. Meningkatkan pendapatan petani, dan perdagangan hasil pertanian melalui
perbaikan sistem pemasaran.
3. Dampak Keamanan:
a. Mengurangi kriminalitas melalui penciptaan lapangan pekerjaan.
b. Mencegah kebakaran dengan meningkatkan kehati-hatian dalam
penggunaan api.
4. Dampak Lingkungan:
a. Mengurangi erosi tanah melalui penutupan tanah (land covering).
b. Mengurangi beban limbah sebelum dibuang kesumber air.
c. Membangun waduk-waduk baru untuk menambah cadangan air pada
musim kemarau.
d. Mempertahankan kualitas udara (debu, asap, dll) melalui pencegahan
pencemaran udara dengan tidak melakukan kegiatan yang berpotensi
menimbulkan kebakaran yang menimbulkan terjadinya pencemaran udara.
e. Mencegah atau mengurangi kebakaran hutan dengan pengolahan lahan
dengan cara tanpa pembakaran.

3. Pasca Bencana
Kegiatan pemulihan mencakup kegiatan jangka pendek maupun jangka panjang
akibat bencana kekeringan antara lain:
1. Bantuan sarana produksi pertanian.
2. Bantuan modal kerja.
3. Bantuan pangan dan pelayanan medis.
4. Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet, saluran
pembawa, dll.
5. Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.
6. Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.

Kejadian kekeringan mempengaruhi sistem sosial, disamping sistem fisik


dan sistem lingkungan, sehingga manajemen kekeringan merupakan suatu

4
tanggung jawab sosial, yang pada dasarnya terarah pada upaya pasokan air dan
mengurangi/meminimalkan dampak

C. PENYEBAB KEKERINGAN
penyebab kekeringn adalah faktor dari alam

D. SURVEILIN BENCANA
Provinsi Aceh memiliki sejarah kejadian bencana yang beragam. Ada 11 bencana
tercatat pernah terjadi dan menimbulkan dampak berupa korban jiwa, kerusakan
fisik dan ekonomi, serta kerusakan lingkungan. Catatan kejadian bencana dari
tahun 1815 hingga 2015 yang menimbulkan risiko diperoleh melalui pencatatan
dari Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dengan lingkup 12 bencana
berdasarkan kerangka acuan kerja BNPB, yaitu sebagai berikut.
tabel 1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Aceh

KEPADATAN
JUMLAH
KABUPATEN/KOTA IBUKOTA PENDUDUK

PENDUDUK Jiwa/Km2

1 Simeulue Sinabang 83.173 56

2 Aceh Singkil Singkil 110.706 60

3 Aceh Selatan Tapaktuan 210.071 50

4 Aceh Tenggara Kutacane 186.083 45

5 Aceh Timur Idi 393.135 72

6 Aceh Tengah Takengon 185.733 42

7 Aceh Barat Meulaboh 187.459 68

8 Aceh Besar Kota Jantho 383.477 132

9 Pidie Sigli 398.446 126

11 Aceh Utara Lhoksukon 556.556 207

12 Aceh Barat Daya Blangpidie 133.191 71

13 Gayo Lues Blangkejeren 84.511 15

14 Aceh Tamiang Karang Baru 264.420 125

5
15 Nagan Raya Suka Makmue 149.596 42

16 Aceh jaya Calang 85.908 22

17 Bener Meriah Simpang Tiga Redelong 131.999 69

18 Pidie Jaya Meureudu 140.769 148

19 Banda Aceh Banda Aceh 249.282 4.451

20 Sabang Sabang 32.191 264

21 Langsa Langsa 157.011 773

22 Lhokseumawe Lhokseumawe 181.976 1.189

23 Subulussalam Subulussalam 72.414 82

PROVINSI ACEH BANDA ACEH 4.791.924 84

Kekeringan

Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk
kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Dasar dalam
menentukan potensi bencana kekeringan disesuaikan dengan parameter
bahaya dengan acuan standar pengkajian risiko bencana dan referensi
pedoman lainnya dari kementerian/lembaga terkait lainnya di tingkat nasional,
yaitu faktor kekeringan meteorologi (indeks presipitasi terstandarisasi).

Berdasarkan pengkajian dari penghitungan dari parameter tersebut diperoleh


potensi luas bahaya kekeringan di Provinsi Aceh. Potensi luas bahaya
kekeringan di Provinsi Aceh seperti tabel berikut.

Hasil potensi luas bahaya di atas memperlihatkan total jumlah luas bahaya di
Provinsi Aceh adalah 5,518 juta Ha, total tersebut didapatkan dari
rekapitulasi 23 kabupaten/kota yang berpotensi terdampak bahaya
kekeringan. Berdasarkan luasan bahaya tersebut diketahui kelas bahaya
kekeringan Provinsi Aceh dengan melihat kelas bahaya paling tinggi di setiap
kabupaten/kotanya sehingga kelas bahaya kekeringan di Provinsi Aceh adalah

6
tinggi.
Tabel 11. Potensi Luas Bahaya Kekeringan di Provinsi Aceh

BAHAYA

KABUPATEN/KOTA

LUAS (Ha) KELAS

1. SIMEULUE 183.325 RENDAH

2. ACEH SINGKIL 189.866 SEDANG

3. ACEH SELATAN 384.160 SEDANG

4. ACEH TENGGARA 416.055 TINGGI

5. ACEH TIMUR 548.290 SEDANG

6. ACEH TENGAH 427.192 SEDANG

7. ACEH BARAT 282.605 SEDANG

8. ACEH BESAR 292.748 SEDANG

9. PIDIE 299.813 SEDANG

10. BIREUEN 178.379 SEDANG

11. ACEH UTARA 273.175 SEDANG

12. ACEH BARAT DAYA 149.060 SEDANG

13. GAYO LUES 547.727 SEDANG

14. ACEH TAMIANG 195.672 SEDANG

15. NAGAN RAYA 336.372 SEDANG

16. ACEH JAYA 381.299 SEDANG

17. BENER MERIAH 145.409 RENDAH

18. PIDIE JAYA 97.318 SEDANG

19. BANDA ACEH 5.939 SEDANG

20. SABANG 12.492 RENDAH

21. LANGSA 21.143 SEDANG

22. LHOKSEUMAWE 13.916 RENDAH

23. SUBULUSSALAM 136.096 SEDANG

PROVINSI ACEH 5.518.052 TINGGI

Anda mungkin juga menyukai