oleh:
KELOMPOK 3
ASMIYAH 14220170018
1
Rorak cocok untuk daerah dengan tanah berkadar liat tinggi-di mana
daya serap atau infiltrasinya rendah—dan curah hujan tinggi pada waktu
yang pendek.
2) Saluran buntu
Saluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang
beberapa meter (sehingga disebut sebagai saluran buntu).Perlu diingat
bahwa dalam pembuatan rorak atau saluran buntu, air tidak boleh
tergenang terlalu lama (berhari-hari) karena dapat menyebabkan
terganggunya pernapasan akar tanaman dan berkembangnya berbagai
penyakit pada akar.
3) Lubang penampungan air (catch pit)
Bibit yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya
dihindarkan dari kekurangan air.Sistem 'catch pit' merupakan lubang kecil
untuk menampung air, sehingga kelembaban tanah di dalam lubang dan di
sekitar akar tanaman tetap tinggi. Lubang harus dijaga agar tidak
tergenang air selama berhari-hari karena akan menyebabkan kematian
tanaman.
4) Embung
Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan
aliran permukaan.Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam
daerah aliran sungai (DAS) mikro. Selama musim hujan, embung akan
terisi oleh air aliran permukaan dan rembesan air di dalam lapisan tanah
yang berasal dari tampungan mikro di bagian atas/hulunya. Air yang
tertampung dapat digunakan untuk menyiram tanaman, keperluan rumah
tangga, dan minuman ternak selama musim kemarau.
Embung cocok dibuat pada tanah yang cukup tinggi kadar liatnya
supaya peresapan air tidak terlalu besar. Pada tanah yang peresapan airnya
tinggi, seperti tanah berpasir, air akan banyak hilang kecuali bila dinding
dan dasar embung dilapisi plastik atau aspal. Cara ini akan memerlukan
biaya tinggi.
2
karena pada awal musim hujan, air hujan mengandung debu yang cukup
tinggi.
Antisipasi penanggulangan kekeringan dapat dilakukan melalui dua
tahapan strategi yaitu perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka
panjang.
1) Perencanaan jangka pendek (satu tahun musim kering):
a) Penetapan prioritas pemanfaatan air sesuai dengan prakiraan
kekeringan.
b) Penyesuaian rencana tata tanam sesuai dengan prakiraan
kekeringan.
c) Pengaturan operasi dan pemanfaatan air waduk untuk wilayah
sungai yang mempunyai waduk.
d) Perbaikan sarana dan prasarana pengairan.
e) Penyuluhan/sosialisasi kemungkinan terjadinya kekeringan dan
dampaknya.
f) Penyiapan cadangan pangan.
g) Penyiapan lapangan kerja sementara (padat karya) untuk
meringankan dampak.
h) Persiapan tindak darurat.
i) Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
j) Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
k) Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
l) Penyediaan pompa air.
2) Sedangkan perencanaan jangka panjang meliputi antara lain:
a) Pelaksanaan reboisasi atau konservasi untuk meningkatkan retensi
dan tangkapan di hulu.
b) Pembangunan prasarana pengairan (waduk, situ, embung).
c) Pengelolaan retensi alamiah (tempat penampungan air sementara)
di wilayah sungai.
d) Penggunaan air secara hemat.
e) Penciptaan alat sanitasi hemat air.
f) Pembangunan prasarana daur ulang air.
g) Penertiban pengguna air tanpa ijin dan yang tidak taat aturan.
3
Untuk penanganan dampak, perlu dilakukan secara terpadu oleh sektor terkait
antara lain dengan upaya:
1. Dampak Sosial:
a. Penyelesaian konflik antar pengguna air.
b. Pengalokasian program padat karya di daerah-daerah yang mengalami
kekeringan.
2. Dampak Ekonomi:
a. Peningkatan cadangan air melalui pembangunan waduk-waduk baru,
optimalisasi fungsi embung, situ, penghijauan daerah tangkapan air,
penghentian perusakan hutan, dll.
b. Peningkatan efisiensi penggunaan air melalui gerakan hemat air, daur
ulang pemakaian air.
c. Mempertahankan produksi pertanian, peternakan, perikanan, dan kayu/
hutan melalui diversifikasi usaha.
d. Meningkatkan pendapatan petani, dan perdagangan hasil pertanian melalui
perbaikan sistem pemasaran.
3. Dampak Keamanan:
a. Mengurangi kriminalitas melalui penciptaan lapangan pekerjaan.
b. Mencegah kebakaran dengan meningkatkan kehati-hatian dalam
penggunaan api.
4. Dampak Lingkungan:
a. Mengurangi erosi tanah melalui penutupan tanah (land covering).
b. Mengurangi beban limbah sebelum dibuang kesumber air.
c. Membangun waduk-waduk baru untuk menambah cadangan air pada
musim kemarau.
d. Mempertahankan kualitas udara (debu, asap, dll) melalui pencegahan
pencemaran udara dengan tidak melakukan kegiatan yang berpotensi
menimbulkan kebakaran yang menimbulkan terjadinya pencemaran udara.
e. Mencegah atau mengurangi kebakaran hutan dengan pengolahan lahan
dengan cara tanpa pembakaran.
3. Pasca Bencana
Kegiatan pemulihan mencakup kegiatan jangka pendek maupun jangka panjang
akibat bencana kekeringan antara lain:
1. Bantuan sarana produksi pertanian.
2. Bantuan modal kerja.
3. Bantuan pangan dan pelayanan medis.
4. Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet, saluran
pembawa, dll.
5. Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.
6. Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.
4
tanggung jawab sosial, yang pada dasarnya terarah pada upaya pasokan air dan
mengurangi/meminimalkan dampak
C. PENYEBAB KEKERINGAN
penyebab kekeringn adalah faktor dari alam
D. SURVEILIN BENCANA
Provinsi Aceh memiliki sejarah kejadian bencana yang beragam. Ada 11 bencana
tercatat pernah terjadi dan menimbulkan dampak berupa korban jiwa, kerusakan
fisik dan ekonomi, serta kerusakan lingkungan. Catatan kejadian bencana dari
tahun 1815 hingga 2015 yang menimbulkan risiko diperoleh melalui pencatatan
dari Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dengan lingkup 12 bencana
berdasarkan kerangka acuan kerja BNPB, yaitu sebagai berikut.
tabel 1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Aceh
KEPADATAN
JUMLAH
KABUPATEN/KOTA IBUKOTA PENDUDUK
PENDUDUK Jiwa/Km2
5
15 Nagan Raya Suka Makmue 149.596 42
Kekeringan
Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk
kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Dasar dalam
menentukan potensi bencana kekeringan disesuaikan dengan parameter
bahaya dengan acuan standar pengkajian risiko bencana dan referensi
pedoman lainnya dari kementerian/lembaga terkait lainnya di tingkat nasional,
yaitu faktor kekeringan meteorologi (indeks presipitasi terstandarisasi).
Hasil potensi luas bahaya di atas memperlihatkan total jumlah luas bahaya di
Provinsi Aceh adalah 5,518 juta Ha, total tersebut didapatkan dari
rekapitulasi 23 kabupaten/kota yang berpotensi terdampak bahaya
kekeringan. Berdasarkan luasan bahaya tersebut diketahui kelas bahaya
kekeringan Provinsi Aceh dengan melihat kelas bahaya paling tinggi di setiap
kabupaten/kotanya sehingga kelas bahaya kekeringan di Provinsi Aceh adalah
6
tinggi.
Tabel 11. Potensi Luas Bahaya Kekeringan di Provinsi Aceh
BAHAYA
KABUPATEN/KOTA