PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Program JKN merupakan terobosan besar yang memberikan akses kesehatan kepada
masyarakat Indonesia. Program JKN-KIS telah berhasil melindungi lebih dari 178 juta
penduduk Indonesia atau lebih dari 60% total penduduk. Hal ini menunjukan JKN-KIS
meningkatkan jumlah penduduk yang memilik jaminan kesehatan. Berdasarkan data distribusi
peserta BPJS pada bulan Maret 2017, kepesertaan masih didominasi Penerima Bantuan Iuran
dengan proporsi 52%, sedangkan Peserta Penerima Upah 24%, Peserta Bukan Penerima Upah
12%, BP 3% dan integrasi Jamkesda 9%. Perkembangan kepesertaan mempengaruhi
pendapatan BPJS (BPJS, 2017).
Salah satu problem besar yang dihadapi BPJS adalah pendapatan yang masuk dari iuran
peserta tidak sebanding dengan besarnya dana yang dikeluarkan untuk membayar kapitasi dan
klaim pembayaran rumah sakit atau istilah yang sering digunakan adalah ketidaksesuaian
(mismatch). Harus diakui, mismatch sulit dihindari lantaran struktur iuran yang ditetapkan
pemerintah berada di bawah hitung-hitungan aktuaria. Aktuaria sebenarnya telah menetapkan
batas bawah iuran atau iuran ideal bagi peserta agar BPJS. Namun dengan beberapa
pertimbangan politis dan ekonomis, Pemerintah menetapkan besaran iuran di bawah hitungan
ideal aktuaria. Konsekuensinya sekarang kita rasakan bersama: pendanaan JKN-KIS defisit.
Defisit Badan Penyelengara Jaminan Sosial Kesehatan terus membludak. Tercatat pada
2018, mencapai 16,5 triliun rupiah. Meskipun pemerintah telah menggelontorkan dana
talangan sebesar Rp9,2 triliun tahun lalu untuk menutupi defisit, masih terdapat defisit sebesar
Rp7 triliun. Defisit kemudian terbawa ke 2019. Pada dua bulan pertama tahun ini defisit BPJS
Kesehatan sudah mencapai Rp2 triliun. Jika tetap dibiarkan, pada tahun 2019 defisit BPJS
Kesehatan diperkirakan akan menembus angka Rp20 triliun. Hasil Lembaga Advokasi Isu
Kesehatan dan Perburuhan Indonesia for Global Justice (IGJ), belanja obat menjadi salah satu
penyebab defisit BPJS Kesehatan membengkak. Baca Juga: Iuran Peserta Mandiri BPJS
Kesehatan Hanya Rp8,9 Triliun di 2018 Iuran BPJS Kesehatan Naik, Kemenkeu Sarankan
Turun Kelas Iuran BPJS Kesehatan Naik, Pemerintah Dinilai Lepas Tanggung Jawab Tercatat,
belanja obat BPJS Kesehatan mencapai Rp36 triliun pada 2018 atau 40 persen dari belanja
kesehatan secara keseluruhan (alat, fasilitas dan tenaga kesehatan). Bahkan meskipun
pemerintah telah mengucurkan dana Rp10,5 triliun untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan,
BPJS Kesehatan masih akan memiliki utang yang belum dibayar untuk pembelian obat
berjumlah Rp 3,6 triliun kepada produsen obat.
Direksi BPJS Kesehatan menyatakan bahwa iuran yang diterima pada tahun 2015 rata-
rata hanya Rp. 27.000 per orang per bulan (POPB) sementara klaim yang harus dibayar rata-
rata mencapai Rp.33.000 POPB. Berdasarkan angka tersebut, terjadi defisit Rp. 6.000 POPB.
Dengan jumlah rata-rata peserta tahun 2015 sebanyak 145 juta, defisit 2015 mecapai Rp. 10,4
triliun. Laporan BPJS tahun 2016 menunjukan pendapatan BPJS sebesar Rp 67,4 triliun.
sedangkan beban klaim sebesar Rp 73,5 triliun. Hal ini menunjukan pendanan JKN masih jauh
di bawah pengeluaran. Hal ini akan berpengaruh pada kualitas dan pola layanan kesehatan.
Mengutip pernyataan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dalam diskusi publik
terkait inovasi pendanaan JKN Mei 2017, bahwa defisit BPJS berpotensi mengancam
kesinambungan pogram dan fiskal. Di tahun 2016 cakupan JKN 68% dengan belanja BPJS
sekitar Rp 73 triliun dengan perkiraan total belanja kesehatan penduduk sudah Rp 420 triliun,
artinya proteksi finansial JKN hanya 17% dengan penduduk yang dijamin mencapai 178 juta.
Jika belanja proporsional, seharusnya klaim BPJS kesehatan mencapai 68% dari Rp 420 triliun
atau sebesar Rp285 triliun. Pemerintah perlu meningkatkan kapasitas fiskal untuk mencukupi
kebutuhan anggaran kesehatan termasuk pendanaan JKN.
Ada beberapa cara agar mismatch tidak lagi terjadi di masa depan. Yang pertama dan
utama adalah iuran peserta minimal harus di minimal sama dengan hitungan akturia.
Konsekuensinya, iuran peserta sekarang ini harus dinaikan. Tapi pilihan ini tampaknya sulit
dilaksanakan karna pasti ada pro dan kontra dari masyarakat. Diperlukan komunikasi yang baik
kepada masyarakat tentang perbaikan system pembayaran iuran dan akan adanya solusi
penanggulangan defisit BPJS guna di harapkan defisit negara dapat di atasi dan BPJS bisa
berjalan dengan baik dan lebih baik lagi di kemudian hari.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan sosial kesehatan.10 BPJS Kesehatan dibentuk dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang
SJSN dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS. Kedua UU ini mengatur pembubaran PT
Askes Persero dan mentransformasikan PT Askes Persero menjadi BPJS Kesehatan.
Pembubaran PT Askes Persero dilaksanakan tanpa proses likuidasi dan dilaksanakan dengan
pengalihan aset dan liabilitas, hak, dan kewajiban hukum PT Askes Persero menjadi aset dan
liabilitas, hak, dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan seluruh pegawai PT Askes Persero
menjadi pegawai BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan berbadan hukum publik yang
bertanggungjawab langsung kepada Presiden. BPJS Kesehatan berkedudukan dan berkantor
pusat di ibu kota Negara RI. BPJS Kesehatan memiliki kantor perwakilan di provinsi dan
kantor cabang di kabupaten/kota.
Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan sosial
bagi seluruh penduduk Indonesia, BPJS Kesehatan bertugas :
Kepesertaan BPJS adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah.
a. Kepesertaan bersifat wajib dan mengikat dengan membayar iuran berkala seumur hidup.
b. Kepesertaan wajib dilaksanakan secara bertahap hingga menjangkau seluruh penduduk
Indonesia.
c. Kepesertaan mengacu pada konsep penduduk dengan mewajibkan warga negara asing yang
bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia untuk ikut serta.
d. Kepesertaan berkesinambungan sesuai prinsip portabilitas dengan memberlakukan
program di seluruh wilayah Indonesia dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi peserta
dan keluarganya hingga enam bulan pasca pemutusan hubungan kerja (PHK). Selanjutnya,
pekerja yang tidak memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau mengalami cacat tetap
total dan tidak memiliki kemampuan ekonomi tetap menjadi peserta dan iurannya dibayar
oleh Pemerintah. Kesinambungan kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya akan dapat
dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran jaminan kesehatan oleh manfaat program
jaminan pensiun.
e. Setiap Peserta yang telah terdaftar di BPJS Kesehatan berhak mendapatkan identitas
Peserta yang merupakan identitas tunggal yang berlaku untuk semua program jaminan
sosial.
f. Pemutahiran data kepesertaan menjadi kewajiban Peserta untuk melaporkannya kepada
BPJS Kesehatan. Peserta BPJS terbagi dalam dua golongan utama, yaitu Penerima
Pendaftaran kepesertaan JKN adalah kewajiban Peserta dan Pemberi Kerja. Khusus
bagi orang miskin dan tidak mampu, Pemerintah berkewajiban mendaftarkan mereka dan
menyubsidi iuran, serta membayarkan iuran JKN kepada BPJS Kesehatan.
Kesehatan menurut Pembukaan UUD 1945 adalah hak asasi manusia dan unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia. Program Jaminan
Kesehatan Nasional merupakan program Pemerintah untuk mencapai Universal Health
Coverage (UHC) Tahun 2019. Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah agar seluruh
masyarakat dapat menikmati pelayanan kesehatan dengan sistem asuransi serta menjadi sistem
jaminan yang bersifat wajib bagi seluruh Warga Negara Indonesia (WNI). Pelaksanaan
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang ditetapkan dalam UU No. 24 tahun 2011 dan mulai
beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014.
Kepesertaan dalam BPJS kesehatan dibagi atas dua jenis yaitu Peserta Penerima
Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Bukan Penerima Bantuan (Non PBI). Peserta PBI meliputi
orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta jaminan kesehatan
sedangkan Peserta Non PBI terdiri dari Pekerja penerima upah (PNS, Anggota Polri dan TNI,
Pejabat Negara, Pegawai Swasta), Pekerja bukan penerima upah (Pekerja mandiri), dan bukan
pekerja (investor, pemberi kerja, penerima pensiun) (Putri,E.A, 2014).
BPJS Kesehatan memberlakukan peraturan baru pada 1 Juli 2016 mengenai peserta
yang menunggak bayar iuran dan denda bagi peserta yang berlaku di BPJS Kesehatan, yang
sebelumnya kita tahu bahwa status dinonaktifkan jika terlambat 3 bulan dan dikenakan denda
2% per bulan. Kini Peraturan BPJS yang baru berbeda, mulai 1 juli 2016 peserta bpjs kesehatan
yang telah membayar iuran 1 bulan maka statusnya akan langsung dinonaktifkan secara
otomatis oleh sistem. Untuk mengaktifkannya maka peserta harus membayar iuran yang
tertunggak tanpa dikenakan denda.
Peserta tidak dikenakan denda iuran sebab keterlambatan, namun peserta akan
dikenakan denda jika menggunakan kartu bpjs kesehatan dalam 45 hari sejak kartu BPJS
kesehatannya diaktifkan. Adanya denda ini tujuannya agar peserta BPJS Kesehatan itu
mengaktifkan keanggotaan ketika butuh BPJS saja. Denda yang dikenakan berbeda dengan
denda sebelumnya, denda yang dimaksud adalah denda yang dikenakan bagi peserta yang
menjalani rawat inap sebelum 45 hari sejak kepesertaannya diaktifkan kembali.
Denda nya yaitu berupa membayar biaya berobat sebesar 2,5 persen dikali biaya rawat
inap dan dikalikan jumlah bulan yang ditunggak. Jika Peserta menunggak 1 bulan maka status
keanggotaannya akan dinonaktifkan, untuk mengaktifkan kembali peserta dapat membayar
tagihan iuran. Setelah melunasi tunggakankepesertaannya akan langsung aktif, jika peserta
langsung berobat sebelum 45 hari maka dikenakan sanksi dan jika rawat inap dilakukan setelah
45 harimaka tidak kenakan sanksi. Jika seorang peserta mandiri kelas 1 menunggak 3 bulan
dan saat rawat inap dikenakan biaya sebesar Rp20.000.000, peserta tersebut harus ikut
membayarkan biaya perawatannya sebesar Rp1.500.000 dihitung berdasarkan rumusnya yaitu
( 2,5 persen x Rp20 juta x 3 (sesuai tunggakan) ) maka hasilnya Rp1.500.000. Khusus peserta
PBI dibayar pemerintah dan kalau badan usaha dibayar pemberi kerja,” hal ini sesuai Peraturan
Presiden (Perpres) No 19/2016 tentang perubahan kedua atas Perpres No 12/2013 tentang
Jaminan Kesehatan.
Ketersedian tempat pembayaran iuran merupakan salah satu bentuk pelayanan publik
yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat. Salah satu
kebutuhan masyarakat adalah mendapatkan pelayanan kesehatan dengan adanya jaminan
kesehatan berarti bagi masyarakat peserta mandiri JKN harus membayar iuran pada tempat
pembayaran yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan agar dapat memperoleh
pelayanan di fasilitas kesehatan dan dijamin oleh BPJS Kesehatan (BPJS Kesehatan,2014).
Iuran menjadi salah satu kewajiban bagi peserta Jaminan Kesehatan. Peserta membayar
iuran sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah
uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan atau pemerintah untuk
program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI atau peserta yang tidak mampu iuran dibayarkan oleh
pemerintah dan Peserta Non PBI yang mendapatkan penghasilan dari usaha sendiri iuran
dibayar secara mandiri atau dengan pemotongan persentase gaji. Iuran untuk peserta non PBI
yang mulai diberlakukan dari tanggal 1 april 2016 dibagi atas tiga jenis, yaitu iuran sebesar
Rp.25.500 per orang /bulan untuk ruang perawatan kelas tiga, iuran sebesar Rp.51.000 per
orang /bulan untuk ruang perawatan kelas dua dan iuran sebesar Rp.80.000 per orang /bulan
untuk ruang perawatan kelas satu (BPJS Kesehatan, 2016).
Terdapat faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan membayar iuran dari tesis
(Chareunisa, 2017) menunjukkan bahwa faktor- faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan
pembayaran iuran adalah pengetahuan, kelas sosial, pengalaman masa lalu, dukungan keluarga.
Dan faktor yang paling berpengaruh yaitu pengetahuan dimana menjadi salah satu penentu
individu untuk mematuhi ketentuan dari setiap peraturan yang telah di tetapkan. Besaran iuran
merupakan kunci dari kesinambungan, kualitas Jaminan Kesehatan, dampak terhadap
pemiskinan baru, dan peningkatan produktifitas penduduk. Apabila iuran ditetapkan tanpa
perhitungan yang matang, atau hanya dengan kesepakatan, maka terdapat ancaman BPJS tidak
mampu membayar fasilitas kesehatan, jaminan tidak tersedia, dan rakyat tidak percaya lagi
kepada negara. Besaran iuran harus: (1) cukup untuk membayar layanan kesehatan dengan
kualitas baik, (2) cukup untuk mendanai operasional BPJS dengan kualitas baik dengan harga
keekonomian yang layak, (3) tersedia dana cadangan teknis jika sewaktu-waktu terjadi klaim
yang tinggi, (4) tersedia dana pengembangan program, riset operasional, atau pengobatan baru
(DJSN,2012)
Kepatuhan dalam membayar iuran JKN bagi peserta mandiri merupakan komponen
terpenting untuk mempermudah pemanfaatan pelayanan kesehatan. Bagi peserta JKN kategori
pekerja bukan penerima upah wajib membayar iuran ke BPJS Kesehatan paling lambat tanggal
10 setiap bulan. Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja
berikutnya. Bagi peserta kategori pekerja bukan pnerima upah yang membayar iuran lewat
tanggal 10 maka status kepesertaannya akan diberhentikan sementara dan akan dikenakan
denda keterlambatan pembayaran iuran sebesar 2,5% dari biaya pelayanan dari setiap bulan
tetunggak (BPJS Kesehatan, 2014).
Dari data yang di dapatkan di BPJS Kesehatan ada berapa masalah yang menyebabkan
peserta BPJS Kesehatan Bukan Penerima Upah tidak membayar iuran BPJS di antaranya
penghasilan peserta tidak menentu , ATM sering offiline, lama proses bayar, kecewa dengan
pelayanan badan asuransi atau faskes, sibuk, dan alasan lainnya yaitu saya tidak sering sakit
dan kalau sakit cukup beli obat di warung (BPJS Kesehatan, 2017).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat akar masalah defisit BPJS
Kesehatan yaitu :
1. Berdasarkan audit, BPKP menemukan banyak rumah sakit rujukan yang melakulan
pembohongan data.
2. Struktur iuran BPJS masih di bawah perhitungan aktuaria atau underpriced, dimana ada
ketidakpatuhan masyarakat membayar iuran.
3. Banyaknya Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dari sektor mandiri atau informal yang
hanya mendaftar pada saat sakit lalu berhenti membayar iuran setelah mendapatkan layanan
kesehatan.
4. Tingkat keaktifan peserta mandiri atau informal yang cukup rendah atau hanya sekitar 54%.
Sementara, tingkat utilisasi atau penggunaannya sangat tinggi.
5. Beban pembiayaan BPJS Kesehatan pada penyakit katastropik yang sangat besar. Tercatat,
beban pembiayaan mencapai lebih dari 20% dari total biaya manfaat
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut defisit BPJS Kesehatan antara lain
disebabkan banyak peserta mandiri yang baru mendaftar saat sakit. Badan Penyelenggaraan
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selalu mencatatkan defisit keuangan setiap tahun sejak
lembaga tersebut didirikan pada 2014. Angkanya bahkan setiap tahun mengalami
peningkatan. Pada 2014, defisit keuangan yang dialami BPJS Kesehatan hanya mencapai Rp
1,9 triliun. Kemudian di tahun 2015, melonjak menjadi Rp 9,4 triliun. Lalu turun pada 2016
menjadi Rp 6,7 triliun dan kembali melonjak menjadi Rp 13,8 triliun pada 2017. Sementara
tahun lalu, defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 9,1 triliun.
Sementara di sisi penyesuaian iuran, peserta BPJS perlu melakukan proses penyesuaian
kenaikan iuran. Diperlukan komunikasi yang baik kepada masyarakat tentang perbaikan
system pembayaran iuran dan akan adanya solusi penanggulangan defisit BPJS guna di
harapkan defisit negara dapat di atasi dan BPJS bisa berjalan dengan baik dan lebih baik lagi
di kemudian hari. BPJS kesehatan perlu lebih intensif melakukan pendekatan ke perusahaan-
perusahaan swasta agar mendaftarkan karyawannya menjadi peserta BPJS. Dengan sosialisasi
yang konsisten dan kontinu melalui berbagai media atau pengalaman sendiri pernah sakit dan
dirawat di fasilitas kesehatan, masyarakat makin menyadari perlunya menjadi peserta BPJS
kesehatan sebagai perlindungan ketika sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Afriyah, Pratiwi Nur., 2016. Faktor Yang Mempengaruhi Keteraturan Membayar Iuran Pada
Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Kategori Peserta Mandiri. Skripsi. Bagian
Administrasi Dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
BPJS Kesehatan. 2017. Laporan Pengelolaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Sulawesi
Selatan: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
BPJS, 2014. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014
tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pembayaran Peserta Perorangan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Nasional Kesehatan
Chareunisa Ar, 2017. Kepatuhan Membayar dan Mutu Pelayanan Kesehatan Pasien BPJS
Mandiri di RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2017 Universitas Hasanuddin , Makassar.
DJSN, 2012. Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2014-2019.Jakarta: Dewan
Jaminan Sosial Nasional
Endang, lely., 2018. Indikasi Malasnya Peserta Bpjs Dalam Membayar Iuran Wajib Bpjs
Akibat Metode Pembayaran Dan Pelayanan Yang Tidak Maksimal Di Lingkungan BPJS BSD.
Jurnal. Universitas Pamulang
Efriyani, Ranti., 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Peserta Mandiri
Dalam Membayar Iuran Jaminan Kesehatan Nasional Di Kelurahan Lubuk Buaya Tahun
2017.Skripsi. Universitas Andalas
Fildzah, S., (2016). Wilingnes To Pay Fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan di Kota Banda Aceh. Universitas Syah Kuala, Banda Aceh.