Anda di halaman 1dari 9

Penjelasan Teori Keagenan: Masalah dan Cara Mengatasinya

December 17, 2017

Teori keagenan atau teori agensi adalah teori yang menjelaskan tentang hubungan kerja antara
pemilik perusahaan (pemegang saham) dan manajemen.

Manajemen adalah AGEN. Ditunjuk oleh pemegang saham (prinsipal). Diberi tugas dan
kewenangan untuk mengelola perusahaan. Atas nama pemegang saham.

Teori keagenan atau teori agensi muncul ketika pemegang saham mempekerjakan pihak lain.
Untuk mengelola perusahaannya. Teori agensi melakukan pemisahan terhadap pemegang saham
(prinsipal) dengan manajemen (agen).

Meskipun prinsipal adalah pihak yang memberikan wewenang kepada agen, namun prinsipal
tidak boleh mencampuri urusan teknis dalam operasi perusahaan. Urusan keduanya: terpisah.
Tidak tercampur.

Contoh teori agensi dalam kehidupan sehari hari: seorang pengusaha warnet yang tidak bisa
mengelola dan menjaga warnet yang dimiliki karena kesibukannya.

Pemilik warnet (disebut prinsipal) kemudian menyuruh orang lain untuk mengelola warnetnya.
Menjaganya siang malam. Orang yang ditunjuk adalah bertindak sebagai AGEN dari pemiilik
warnet.

Sebagai orang yang disuruh. Agen punya kewenangan mengelola warnet. Agen akan
mendapatkan imbalan (gaji). Dan dia harus bertanggung jawab kepada pemilik warnetnya. Atau
bosnya.

Lalu apa menariknya hubungan agen dan prinsipal sampai harus ada teori agensi ?

Itukan hanya hubungan kerja semata?

Atasan dan bawahan.

Masalahnya ini: setiap hubungan, potensi masalah akan selalu ada. Hubungan apapun itu.

Termasuk hubungan agen dan prinsipal itu. Terlebih diperusahaan skala besar. Bahkan ini:
muncul biaya yang harus dikeluarkan hanya untuk mengawasinya.

Teori agensi berfungsi untuk menganalisa dan menemukan solusi terhadap masalah masalah
yang ada dalam hubungan keagenan antara manajemen dan pemegang saham.

Pada tingkat usaha yang masih kecil, seperti usaha warnet tadi, pemilik masih bisa mengelola
sendiri warnet yang dia miliki, kalaupun harus menyusurun "agen" untuk menjaganya,
pengawasannya masih mudah. Yang mengelola warnet mungkin maksimal hanya 2 orang.
Mengawasi 2 orang tersebut masih gampang walaupun ada potensi konflik, kecurangan dan yang
lainnya yang bisa merugikan.

Bagaimana jika skala usaha yang lebih besar, masif, ada jutaan kegiatan yang dilakukan dan
terdiri dari banyak komponen dan sistem yang rumit seperti perusahaan besar ?

Cara mengawasinya lebih susah. Potensi adanya masalah kian besar. Bahkan perlu biaya hanya
untuk mengawasi agen tersebut.

Baja juga : 8 Teori Manajemen Keuangan [Lengkap]

Masalah Teori Keagenan | Agency Problem

Btw, mengapa agen harus diawasi?

Untuk jaga jaga.

Prinsipal harus berhati hati agar tidak dirugikan. Oleh agen yang ditunjuknya.

Dirugikan bagaimana ?

# Agen bertindak untuk kepentingan dirinya sendiri

Pada teori keagenan, setiap pihak diasumsikan selalu bertindak untuk kepentingan dirinya
sendiri. Terutama: manajemen.
Mereka punya kewenangan. Mereka yang mengatur jalannya perusahaan. Agen yang pegang
transaksinya. Pegang uangnya. Pegang hampir semuanya. Jika mereka berbuat curang: prinsipal
akan rugi.

Posisi, fungsi, kondisi dan situasi, tujuan, latar belakang dan keinginan manajemen bis berbeda
dengan keinginan pemilik. Kondisi ini akan memunculkan konflik kepentingan (conflict of
interest). Akhirnya: muncul masalah keagenan (agency problem)

Prinsipal bisa dirugikan oleh kegiatan manajemen.

Alih alih bisa menghasilkan keuntungan yang tinggi, manajemen bisa melakukan hal hal yang
merugikan seperti:

1. Mengangkat bawahan dengan nepotisme


2. Tidak memecat bawahan yang tidak memiliki kemampuan yang memadai
3. Memalsukan laporan.
4. Boros dalam pengeluaran yang tidak berdampak banyak terhadap kemajuan perusahaan.
Bahkan agen bisa menambah fasilitas dan gaji mereka sendiri.

Makanya: kebijakan dan aktivitas manajemen perusahaan harus diawasi.


Perbedaan tujuan dan kepentingan bahkan bukan hanya melibatkan antara manajemen dengan
pemegang saham saja, namun juga merambat kepihak-pihak lain.

Pihak lain? lho ada lagi? siapa saja?

Pada teori agensi setidaknya ada 3 macam konflik kepentingan yang bisa terjadi pada
perusahaan:

1. Pemegang saham vs manajemen


2. Pemegang saham vs kreditur
3. Manajemen vs bawahan

# Asimeteri Informasi

Seandainya saja pemegang saham dan manajemen memiliki inforimasi yang sama mengenai
perusahaan, mungkin saja masalah agensi tidak akan rumit walaupun manajemen memiliki
kepentingan yang berbeda. Prinsipal bisa lebih mudah mengontrolnya karena sudah memiliki
informasi yang lengkap. Terutama tentang apa saja yang dilakukan oleh agen.
Nyatanya, informasi yang seimbang antara yang diterima manajemen dan pemegang saham tidak
seimbang.

Manajemen mempunyai informasi yang lebih lengkap dan rinci tentang perusahaan
dibandingkan pemegang saham.

Terjadi asimetri informasi.

Asimetri informasi bisa memicu masalah keagenan. Kondisi pemegang saham yang tidak
mengetahui informasi sedatail manajemen bisa dimanfaatkan oleh manajemen yang lebih
mengetahui informasi apa saja mengenai perusahaan untuk memperoleh keuntungan pribadi.

Ada potensi agen menyembunyikan informasi. Bahkan agen bisa saja mempengaruhi angka
angka laporan yang disajikan yang bisa menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan
pemegang saham.

Agen bisa saja memberikan informasi yang tidak benar kepada prinsipal. Seolah olah perusahaan
sedang berkinerja baik walaupun kenyataannya tidak demikian. Ketidaktahuan prinsipal
memberikan celah bagi manajemen untuk melakukan manajemen laba (memanipulasi laporan
keuangan) untuk kepentingan dirinya sendiri.

Baca tentang asimetri informasi lebih jelas dipostingan saya disini:


Apa Itu Asimetri Informasi ? Berikut Dampak dan Cara Mengatasinya

Bagaimana Mengatasi Masalah Keagenan?

Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengatasi atau lebih tepatnya meminimalkan
konflik kepentingan yang terjadi antara prinsipal dan agen, seperti yang diutarakan oleh
Bathala(1994):

1. Menyamakan kepentingan manajemen


2. Pengawasan Good corporate governance (GCG)
3. Pemberian reward dan punishment (penghargaan dan hukuman)
4. Utang sebagai sumber pendanaan perusahaan
5. Intervensi langsung oleh pemegang saham
6. Meningkatkan kepemilikan saham oleh institusi

1. Good Corporate Governance (GCG)

Secara umum, Good corporate governance (GCG) adalah sebuah peraturan yang berhubungan
dengan hubungan antara manajemen, pemegang saham, kreditur, karyawan, pemerintah dan
pihak pihak yang berkepentingan (stakeholder) yang lain yang berkaitan dengan hak dan
kewajibannya masing masing.

Prinsip dari GCG adalah akuntabilitas, transparan, responsibilitas dan keadilan.

Masalah utama dalam teori agensi adalah adanya asimetri informasi. GCG paling tidak bisa
mengurangi asimetri informasi, dan membatasi tindakan manipulasi laporan keuangan oleh
manajemen.

Dalam menilai kinerja manajemen, pemegang saham selalu mengandalkan informasi dari
laporan keuangan yang disajikan manajemen.

Namun, laporan keuangan yang disusun oleh manajemen apakah bisa dipertanggungjawabkan
kebenarannnya ?

Apakah pemegang saham akan langsung percaya ?

Tentu saja tidak. Pemegang saham tidak langsung percaya terhadap laporan keuangan yang
disusun oleh agen. Karena potensi penyimpangan dan manipulasi laporan keuangan selalu ada.

Untuk itu, manajemen keuangan mewajibkan laporan keuangan tersebut untuk diperiksa dengan
cara AUDIT.

Baca juga : Pengertian Audit

Pemegang saham akan mengeluarkan dana (agency cost) menyuruh pihak yang independen
(auditor) untuk memeriksa laporan keuangan yang diterbitkan agen. Pemeriksaaan audit ini
bertujuan agar laporan keuangan yang dihasilkan memang benar benar berkualitas tanpa ada
penyimpangan-penyimpangan didalamnya.

Audit bukan hanya dibutuhkan oleh pemegang saham, kreditor bahkan manajemen sendiripun
memerlukan audit. Dengan audit, manajemen bisa memberikan legitimasi bahwa mereka telah
bekerja dengan baik dan jujur.

Kreditor juga membutuhkan laporan hasil audit untuk memastikan kemampuan perusahaan
dalam melunasi piutang dan bunganya.

Bisa dikatakan bahwa auditor menjadi jembatan yang menghubungkan kepentingan pihak yang
terlibat dalam masalah keagenan.

Akuntanbilitas dan transparansi pada proses kinerja perusahaan akan meminimalkan adanya
penyimpangan oleh agen.

Sebagai tambahan, laporan keuangan manajemen yang tepat waktu akan mengurangi terjadinya
asimetri informasi. Semakin tidak tepat waktu, maka laporan keuangan bisa tidak relevan dengan
kondisi terkini.

2. Menyamakan Kepentingan Manajemen

Salah satu cara mengatasi atau paling tidak meminimalkan masalah keagenan adalah dengan
mensejajarkan atua menyamakan kepentingan antara pemegang saham dengan manajemen.

Untuk mensejajarkan kepentingan agen, prinsipal bisa memberikan bagian saham yang dimiliki
kepada manajemen.

Pemberian bagian saham ini bisa membuat manajemen akan memberikan kinerja terbaiknya
tanpa harus melakukan hal hal yang bisa merugikan pemegang saham karena manajemen sendiri
adalah pemegang saham juga.

Kecil kemungkinan manajemen merugikan dirinya sendiri. Maka pemberian bagian saham ini
bisa mengurangi biaya agensi. Strategi ini dikenal dengan istilah bonding mechanism atau
mengikat manajemen dengan pemberian modal.

Namun, apabila manajemen menjual lagi saham yang telah dimiliki. Maka akan timbul masalah
lagi tentunya.
3. Utang sebagai Sumber Pendanaan Perusahaan

Utang bisa menjadi salah satu cara meminimalkan masalah keagenan pada manajemen. Dengan
utang, maka ada pihak lain yang ikut mengawasi kinerja dari manajemen perusahaan, yaitu
KREDITUR.

Jadi bukan hanya pemegang saham selaku prinsipal saja yang akan mengawasi manajemen
perusahaan, namun juga pihak eksternal yaitu kreditur juga mengawasi kinerjanya. Semakin
banyak yang mengawasi maka peluang manajemen melakukan tindakan yang bisa merugikan
akan semakin kecil.

Kreditur tentu berkepentingan untuk mengawasi manajemen agar manajemen tetap


menghasilkan keuntungan untuk perusahaan agar piutangnya bisa dilunasi beserta bunganya.

Pengawasan oleh kreditur ini akan meminimalkan biaya pengawasan yang harus dikeluarkan
oleh prinsipal.

Namun, penggunaan utang yang berlebihan juga memunculkan masalah lain dalan teori agensi.
Utang bisa memicu munculkna konflik antara pemegang saham dan kreditur. Terlebih jika ada
syarat-syarat tertentu dalam perjanjian utang yang bisa bertolak belakang dengan keinginan dari
pemegang saham.

Kreditur bisa membatasi penggunaan utang tersebut kepada agen. Rasio utang terhadap ekuitas
harus diperhatikan agar tidak terjadi masalah keagenan.

Baja juga : Sumber Sumber Pendanaan Keuangan Perusahaan

4. Reward and Punishment (Penghargaan dan Hukuman)

Pemberian reward dan punishmed (penghargaan dan hukuman) kepada manajemen bisa
menurunkan masalah agensi. Pemberian reward dan punishment ditentukan berdasarkan kinerja
dari manajemen.

Manajemen berkinerja baik tentu akan mendapatkan reward dan begitu juga sebaliknya apabila
kinerja manajemen tidak memuaskan bisa mendapatkan ancaman atau hukuman dari pemegang
saham.

# Reward | Penghargaan

Pemberian reward bisa berupa pemberian insentif, bonus atau remunerasi yang memadai bahkan
pemberian bagian saham yang diberikan sebagai apresiasi kinerja manajemen.

Prinsipal menilai manajemen berdasarkan kemampuan manajemen dalam menghasilkan laba.


Semakin tinggi laba maka semakin tinggi dividen yang akan dibagikan, semakin tinggi pula
insentif yang akan diterim aleh manajemen. Pemberian insentif ini bisa mendorong manajemen
untuk memberikan kinerja terbaiknya kepada pemegang saham.

# Punishment | Pemberian (ancaman) Hukuman

Pemberian ancaman bahkan hukuman terhadap manajemen yang berperilaku menyimpang dan
merugikan pemegang saham bisa dilakukan untuk mengatasi masalah keagenan.

Hukuman yang diberikan oleh pemegang saham bisa berupa pemecatan, merotasi atua
memindahkan tempat kerja dan posisi seseorang ketempat dan posisi yang jauh lebih buruk
dibanding sebelumnya. Bahkan jika terbukti melakukan manipulasi yang melanggar hukum,
pemegang saham bisa menjeratnya dengan hukum pidana.

Pemberian hukuman tentu sangat ditakuti oleh manajemen. Ancaman hukuman membuat
manajemen bekerja sebaik mungkin agar mendapatkan hasil yang maksimal dan terhindar dari
hukuman.

Manajemen akan berpikir berkali kali jika tidak ingin ketahuan melakukan kecurangan.

5. Intervensi Langsung oleh Pemegang Saham

Internvensi langsung oleh pemegang saham dapat membuat agen mengalami tekanan dan
cenderung untuk main aman, tidak mau mengambil risiko dengan tidak mementingkan
keuntungan pribadinya.

6. Meningkatkan Kepemilikan Saham oleh Institusi Lain

Peningkatan kepemilikan saham oleh pihak lain akan membuat biaya agensi menjadi lebih ringan
dan manajemen akan semakin banyak yang mengawasi.

Ketika ada tambahan pemegang saham dari pihak lain, otomatis pihak lain juga akan mengawasi
aktivitas manajemen. Semakin banyak pihak yang mengawasi, maka semakin kecil peluang
manajemen untuk melakukan penyimpangan.

Biaya Agensi (Cost Agency)

Biaya keagenan atau cost agency adalah biaya yang dikeluarkan oleh pemegang saham untuk
memastikan manajemen berperilaku tidak merugikan pemegang saham dan bertindak untuk
memaksimalkan kesejahteraan prinsipal.
Jurnal pada makalah teori agensi yang berjudul Journal of Finance oleh Michael J dan William
M (1976) mengatakan setidaknya ada 3 jenis biaya agen:

1. Biaya yang dikeluarkan untuk mengawasi aktivitas manajerial, contohnya biaya audit
2. Biaya yang dikeluarkan untuk membatasi tindakan manajemen yang tidak diinginkan.
Contohnya menunjuk anggota dari luar untuk dewan direksi atau hierarki manajemen.
3. Biaya peluang (opportunity cost) ketika suara pemegang saham dibatasi.

Pengaturan pengeluaran biaya agen harus diatur agar tidak berlebihan. Biaya keagenan tidak
boleh "besar pasak daripada tiang". mengeluarkan banyak biaya hanya untuk pengawasan
namun dengan output yang tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.

Sedangkan Jensen and Meckling [1976] membagi jenis biaya agensi ini menjadi 3 jenis:

1. Monitoring cost. Biaya yang muncul untuk mengawasi, mengukur, mengamati dan
mengontrol perilaku agen.
2. Bonding Cost. Biaya yang justru ditanggung oleh manajemen (agen) untuk bisa
mematuhi dan menetapkan mekanisme yang ingin menunjukkan bahwa agen telah
berperilaku sesuai dengan kepentingan prinsipal.
3. Residual Loss. Biaya yang berupa menurunnya kesejahteraan prinsipal sebagai akibat
dari adanya perbedaan keputusan agen dan keputusan prinsipal.

Tujuan dan Manfaat Teori Agensi

Setidaknya terdapat 2 tujuan dan manfaat dari mekanisme teori agensi, antara lain:

1. Mengevaluasi hasil dari kontrak kerja antara prinsipal dan agen. Apakah kontrak kerja
sama telah berjalan dengan apa yang telah disepakati atau tidak.
2. Meningkatkan kemampuan baik prinsipal ataupun agen dalam mengevaluasi kondisi
dimana sebuah keputusan harus diambil

Prinsipal dan agen adalah pelaku utama dalam teori agensi, mereka mempunyai nilai tawar yang
sama tinggi dalam peran dan kedudukan.

Teori agensi fokus pada kontrak yang akan dijalani harus kontrak kerjasama yang paling efisien.

Sebenarnya, masalah keagenan dan biaya biaya yang muncul pada teori keagenan bisa ditekan
sedemikian rupa mulai dari pertama kali hendak melakukan kontrak antara pemegang saham dan
manajemen.

Kontrak kerjasama harus disusun dengan jelas. Siapa yang pantas menjadi apa, siap yang pantas
menduduki jabatan fungsional apa dalam perusahaan nantinya. Berapa selayaknya imbal jasa
yang diberikan beserta insentif dan punishmentnya.

Fit and proper test mungkin perlu dilakukan dalam menyeleksi calon agen agar terpilih calon
yang memang yang terbaik dari beberapa pilihan yang ada.
Kontrak hubungan kerja yang optimal adalah kontrak kerja yang fairnes. Seimbang diantara
keduanya. Semakin besar tugas yang diberikan, semakin sulit masalah yang akan dihadapi, maka
semakin besar pula imbalan jasanya.

Teori agensi atau teori keagenan pada dasarnya hanya menyangkut hal hal seperti dibawah ini:

1. Kontrol pemegang saham terhadap manajemen


2. Biaya yang menyertai hubungan keagenan
3. Meminimalkan dan menghindari biaya agensi

Daftar pustaka teori keagenan / teori agensi

Irfan A [2002] Pelaporan Keuangan dan Asimetri Informasi pada Hubungan Agensi, Lintasan
Ekonomi Vol XIX. No 02 PP 83 - 93

Ismiyanti F dan Hanafi M [2004]. Struktur Kepemilikan Resiko dan Kebijakan Keuangan ;
Analisis Persamaan Simultan, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol 19 No 02 PP 176 - 196

Anda mungkin juga menyukai