Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi

Definisi industri farmasi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010. pSetiap pendirian industri

farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jendral Pembinaan

Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menteri Kesehatan RI. Adapun persayaratan untuk

memperoleh izin industri famasi berdasarkan pasal 4 ayat 1 adalah sebagai berikut:

a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.

b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.

c. Memiliki NPWP.

d. Memilki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang Apoteker Warga Negara

Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi,

dan pengawasan mutu; serta.

e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam

pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang kefarmasian.

Menurut pasal 8 Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB. Pemenuhan

persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama

5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan.

2.2 Kosmetika

Definisi kosmetika menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010. Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang

dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut,

kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama

untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau

badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Industri kosmetika

adalah industri yang memproduksi kosmetika yang telah memiliki izin usaha industri

atau tanda daftar industri sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.

2.3 Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB)

Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPKB adalah

seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetika yang bertujuan untuk menjamin agar

produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai

dengan tujuan penggunaannya. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan

dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia

internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka

penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk

bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun

internasional.

CPKB memuat berbagai aspek diantaranya aspek sebagai berikut:

a) Ketentuan umum yang berisi :


1. Audit Internal 14. Pengemasan
2. Bahan Awal 15. Pengolahan
3. Bahan Baku 16. Penolakan (rejected)
4. Bahan Pengemas 17. Produk (kosmetik)
5. Bahan Pengawet 18. Produksi
6. Bets 19. Produk Antara
7. Dokumentasi 20. Produk Jadi
8. Kalibrasi 21. Produk Kembalian
9. Karantina 22. Produk Ruahan
10. Nomor Bets 23. Sanitasi
11. Pelulusan Pembuatan 24. Spesifikasi Bahan
12. Pengawasan Dalam Proses 25. Tanggal Pembuatan
13. Pengawasan Mutu

b) Personalia

c) Bangunan dan Fasilitas

d) Peralatan

e) Sanitasi dan Higiene.

f) Produksi.

g) Pengawasan Mutu.

h) Dokumentasi.

i) Audit Internal.

j) Penyimpanan.

k) Kontrak Produksi dan Pengujian.

l) Penangan Keluhan dan Penarikan Produk.

2.4 Tata Cara Memperoleh Izin Produksi

Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan A diajukan


dengan kelengkapan sebagai berikut (Berdasarkan Permenkes RI NOMOR

1175/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 9):

a. Surat permohonan;

b. Fotocopy izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah dilegalisir;

c. Nama direktur/pengurus;

d. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi perusahaan/pengurus;

e. Susunan direksi/pengurus;

f. Surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam pelanggaran peraturan

perundang-undangan di bidang farmasi;

g. Fotocopy akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan sesuai

ketentuan peraturan perundang-Undangan.

h. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

i. Denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan;

j. Bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat;

k. Daftar peralatan yang tersedia;

l. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai apoteker penanggung jawab; dan

Fotocopy ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) penanggung jawab

yang telah dilegalisir.

Dalam produksi kosmetika pelaksanaan pelayanan izin, meliputi pelaksana

pelayanan perizinan dan pemohon harus mengikuti alur tata cara perizinan sebagai

berikut :
a. Permohonan izin produksi diajukan oleh pemohon kepada Direktur Jenderal dengan

tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas, dan Kepala Balai/Balai Besar

setempat

b. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima tembusan, Kepala Dinas setempat

melakukan evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan administratif

c. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima tembusan, Kepala Balai/Balai Besar

setempat melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan/pemenuhan CPKB untuk izin

produksi industri kosmetika Golongan A dan kesiapan pemenuhan higiene sanitasi

dan dokumentasi sesuai CPKB untuk izin produksi industri kosmetika Golongan B

d. Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah evaluasi terhadap pemenuhan

persyaratan administratif dinyatakan lengkap, Kepala Dinas setempat wajib

menyampaikan rekomendasi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala

Badan POM

e. Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah pemeriksaan terhadap

kesiapan/pemenuhan CPKB dinyatakan selesai, Kepala Balai setempat wajib

menyampaikan analisis hasil pemeriksaan kepada Kepala Badan dengan tembusan

kepada Kepala Dinas dan Direktur Jenderal

f. Paling lama 7 (Tujuh) hari setelah menerima analisis hasil pemeriksaan, Kepala

Badan memberikan rekomendasi kepada Direktur Jenderal

g. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tembusan surat permohonan diterima

oleh Kepala Balai/Balai Besar dan Kepala Dinas setempat, tidak dilakukan

pemeriksaan/evaluasi, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi

kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas

setempat dan Kepala Balai/Balai Besar setempat


h. Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima rekomendasi

Kepala Dinas dan Kepala Badan, Direktur Jenderal menyetujui, menunda atau

menolak Izin produksi

2.5 Tahapan untuk Mendapatkan Izin Mendirikan Indusrti Kosmetik

 Persetujuan Prinsip

Untuk memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi diperlukan persetujuan

prinsip. Permohonan persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada Direktur

Jenderal Badan POM. Persetujuan prinsip dilakukan oleh industry penanaman

Modal Asing atau Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan

penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,Persetujuan

prinsip tersebut diberikan oleh Dirjend BPOM setelah pemohon memperoleh

persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan POM. Dalam hal

permohonan persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung

melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan instalasi

peralatan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan peraturan


perundang-undangan. (Berdasarkan Permenkes RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010

pasal 6) :

1. Permohonan persetujuan prinsip diajukan kepada Direktur Jenderal dengan

tembusan kepada Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan provinsi

Permohonan.

2. Pemohon wajib mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk

Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan

3. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) diberikan oleh Kepala Badan

dalam bentuk rekomendasi hasil analisis Rencana Induk Pembangunan (RIP)

paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan

4. Persetujuan prinsip di ajukan dengan kelengkapan sebagai berikut:

a) Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

b) Fotokopi KTP/identitas direksi dan komisariat perusahaan.

c) Susunan direksi dan komisaris.

d) Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pealanggaran peraturan

perundang-undangan dai bidang farmasi.

e) Fotokopi sertifikat tanah.

f) Fotokopi surat izin tempat usaha berdasarkan undang-undang gangguan (HO).

g) Fotokopi surat tanda daftar perusahaan.

h) Fotokopi surat izin usaha perdagangan.

i) Fotokopi nomor induk wajib pajak (NPWP)

j) Persetujuan lokasi dari pemerintah daerah propinsi

k) Persetujuan rencana induk pembangunan RIP)

l) Rencan investasi dan kegianatan pembuatan obat.


m) Asli surat pernyataan ketersediaan bekerja penuh dari masing-masing

apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab

pengawasan mutu, apoteker penanggung jawab pemastian mutu.

n) Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-maing apoteker penangnggung

jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, apoteker

penanggung jawab pemastian mutu.

5. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal paling lama dalam waktu 14

(empat belas) hari kerja setelah permohonan.

6. Pemohon izin industri farmasi dengan status Penanaman Modal Asing atau

Penanaman Modal Dalam Negeri yang telah mendapatkan Surat Persetujuan

Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman

modal, wajib mengajukan permohonan persetujuan prinsip.

(Berdasarkan Permenkes RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 pasal 10)

 Permohonan Izin Industri

Setelah memperoleh persetujuan prinsip kemudian dilanjutkan Permohonan

Izin Industri Farmasi. (Berdasarkan Permenkes RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010

pasal 11)

Surat permohonan izin industri farmasi ini harus ditandangani oleh direktur

utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dengan kelengkapan yang

telah ditentukan. adapun kelengkapan yang telah ditentukan , antara lain:

a. Fotokopi persetujuan prinsip industri farmasi

b. Surat persetujuan penamanan modal untuk industri farmasi dalam rangka

penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri

c. Daftar peralatan dan mesin – mesin yang digunakan


d. Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya

e. Fotokopi sertifikat upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan

lingkungan dan analisis mengenai dampak lingkungan

f. Rekomendasi kelengkapan adminsitratif izin industri farmasi dari kepala dinas

kesehatan provinsi

g. Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPKB dari kepala badan

h. Daftar pustaka wajib seperti farmakope indonesia edisi terakhir.

i. Asli surat pernyataan bekerja full time dari masing masing apoteker produksi,

pengawasan mutu, dan pemasitan mutu

j. Fotocopy surat pengangkatan masing masing apoteker

k. Foto kopi ijazah dan stra masing msing apoteker

l. Surat pernyatan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat,baik langsung atau

tidak langsung pelanggaran perundang – undang dibidang kefarmasian.

Setelah ini Kepala Badan melakukan audit pemenuhan persyaratan CPKB

Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya tembusan

permohonan. kepala dinas kesehatan provinsi melakukan verifikasi kelengkapan

persyaratan administratif. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak

dinyatakan memenuhi persyaratan CPKB, Kepala Badan mengeluarkan rekomendasi

pemenuhan persyaratan CPKB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada

kepala dinas kesehatan provinsi kemudian kepala dinas kesehatan provinsi

mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif kepada Direktur

Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan kemudian Direktur Jenderal

menerbitkan izin industri farmasi. (Berdasarkan Permenkes RI No.

1799/Menkes/Per/XII/2010 pasal 13)

2.6 Alur Permohonan Perizinan Pendirian Industri Farmasi


Gambar 2. Alur Permohonan Perizinan Pendirian Industri Farmasi

Tata cara permohonan izin industri farmasi :

a. Permohon yang telah selesai melaksanakan tahapan persetujuan prinsip dapat

mengajukan permohonan izin industri farmasi

b. Surat permohonan izin industri farmasi harus ditanda tangani oleh direktur utama dan

apoteker penanggung jawab pemastian mutu diajukan kementrian kesehatan beserta

kelengkapannya

c. Pemohon mengajukan surat permohonan ke kementrian kesehatan berserta

kelengkapannya

2.7 Pencabutan Surat Izin Industri

Pencabutan Surat Izin Produksi Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia 1175/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin produksi kosmetika pasal 15, izin

produksi dapat dicabut dalam hal:

1. Atas Permohonan sendiri


2. Izin usaha industry atau tanda daftar industry habis masa berlakunya dan tidak

diperpanjang

3. Izin produksi habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang

4. Tidak berproduksi dalam jangka waktu 2 tahun berturut turut

5. Tidak memenuhi standard an persyaratan untuk memproduksi kosmetika.

2.8 Sanksi

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini dapat dikenakan sanksi

administratif berupa:

a) Peringatan secara tertulis;

b) Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk

penarikan kembali produk dari peredaran bagi kosmetika yang tidak memenuhi

standar dan persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;

c) Perintah pemusnahan produk, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu,

keamanan, dan kemanfaatan;

d) Penghentian sementara kegiatan;

e) Pembekuan izin produksi; atau

f) Pencabutan izin produksi.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Profil Perusahaan

3.1.1 Jenis Usaha

Usaha yang akan dijalankan adalah usaha pembuatan kosmetik. Karena makin

berkembangnya jaman semakin bertambah pula peningkatan pemakaian konsmetik,

maka dari itu saya akan membuat pabrik pembutan kosmetik.

3.1.2 Nama Perusahaan dan Lokasi

Nama perusahaan yang akan saya buat adalah PT. YESA BEAUTY yang

diambil dari penggabungan nama pemiliki perusahaan. Produk yang di pasarkan

berupa serum wajah. Lokasi usaha akan didirikan dengan lokasi di jalan Mohamad

Kahfi III Cipedak Jagakarsa, Jakarta Selatan. Pemilihan lokasi berdasarkan

letak yang strategis yaitu berada di posisi pinggir kota sehingga dapat meminimalisir

pencemaran lingkungan. Letak lokasi pabrik pun dekat tempat pembelian bahan

baku sehingga dapat meminimalisir biaya transpotasi.

3.1.3 Jenis Produksi

Produksi kosmetik yang akan dibuat dari PT. YESA BEAUTY berupa sabun

wajah (Facial Wash).

3.2 Visi dan Misi Perusahaan

3.2.1 Visi

Ingin memenuhi peningkatan penggunaan konsumen di jaman sekarang dan

menghasilkan produk kosmetik yang berkualitas.


3.2.2 Misi

Meningkatkan mutu dan kualitas kosmetik yang lebih baik melalui produk

yang berkualitas dan mempromosikan produk kosmetik semenarik mungkin dan

juga aman sehingga konsumen tertarik untuk menggunakannya.

3.3 Target Pemasaran

Target pemasaran yang akan dilakukan pertama kali yaitu dengan mengetahui

peluang keuntungan di pasaran apakah dapat menerima atau akan menolak produksi ini.

Dengan adanaya target pemasaran ini dapat mampu menganalisa keunggulan dan

kelemahan perusahaan pesaing diluar sana dan sejauh mana keunggulan dan kemampuan

perusahan ini untuk bersaing dengan perusahaan lain baik ini dari segi aspek kualitas,

harga, pelayanan yang akan diberikan kepada konsumen. Perusahaan ini akan menjual

produksinya di tempat yang ramai supaya produk yang dibuat lebih cepat dikenal

masyarakat luas.

3.4 Promosi

Perusahaan akan melakukan promosi kosmetik dengan cara :

 Melalui internet merupakan cara efektif dan efisien pilihan utama karena pada

umumnya masyarakat jaman sekarang rata rata sudah memakai internet walaupun

beberapa orang masih belum menggunakannya

 Melalui media elektronik seperti siaran di televisi

 Melakukan penjualan langsung, cara ini lumayan efektif karena langsung bertemu

dengan pembelinya dan bisa langsung promosikan kosmetik yang di jual.

 Memalui brosur, pamflet


3.5 Biaya Pendirian Industri

Pembangunan, peralatan dan bahan industri

 Bangunan pabrik seluas 4Ha Rp. 4,500.000.000,00

 Tanah Rp. 1.500.000.000,00

 Peralatan Rp. 500.000.000,00

 Perlengkapan Rp. 275.000.000,00

 Tenaga Kerja 60 orang Rp. 375.000.000,00

- Direktur

- Administrasi

- Manajer

- Karyawan

 Pengembangan bahan dasar Rp. 80.000.000,00

Perkiraan biaya total awal Rp. 7.230.000.000,00

 Dana cadangan Rp. 11.000.000.000,00

 Grand total Rp 18.230.000.000,00

Analisis Return of Investemen dan Pay Back Period

 Harga per box isi 10 (sudah termasuk pajak dan keuntungan 15%) Rp 45.000,00

 Target penjualan 1.000.000,00 box isi 10 pax per bulan

 Pendapatan = 1.000.000,00 x 45.000,00 = Rp. 45.000.000.000,00

 Laba = 15 % x 45.000.000.000,00 = Rp. 6.750.000.000,00

 Laba bersih pertahun = 6.750.000.000,00 x 12 = 81.000.000.000,00 atau 81 M

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖 18.230.000.000,00


PBP = = = 2.7 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛
𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 6.750.000.000,00
Artinya :PBP poduk kosmetik PT. YESA BEAUTY adalah 2,7 bulan perusahaan ini

akan mencapai titik PBP (balik modal).

3.6 Struktur Organisasi

a. President director : memimpin perusahaan, menentukan struktur; organisasi serta

menetapkan peraturan dan perizinan. Personalia Direktur 1 orang.

b. HRD Manager : personalia 1 orang

c. QA Manager : menjamin produk sesuai dengan spesifikasi standar produksi yang

ditentukan, meliputi kualitas dan kuantitas proses produksi serta material yang

digunakan, personalia 1 orang.

d. Plant Manager : bertanggung jawab pada keseluruhan operasional proses produksi,

personalia 1 orang.

e. Apoteker : bertanggung jawab 3 orang

f. Asisten Apoteker :2
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dalam proposal pendirian industri kosmetik adalah

sebagai berikut :

1. Tahap awal pendirian industri kosmetik PT. YESA BEAUTY memperoleh izin

untuk memproduksi produk tahap selanjutnya pengajuan proposal agar diperoleh

dari dana investor guna pendirian industri kosmetik, dimana proposal tersebut

mencangkup aspek teknis organisasi manajemen, aspek produk, pemasaran dan

keuangan, serta tahap terakhir setelah mendapatkan dana dari investor maka

dilakukan pendirian industri.

2. Dana yang dibutuhkan pada pendirian usaha industri sebesar Rp. 18.230.000.000,00

4.2. Saran

Untuk mendirikan suatu industri kosmetik harus mengikuti persyaratan yang berlaku

dan sesuai dengan perundang-undangan sehingga mendapatkan hasil produksi yang

maksimal, dan mempertimbangan keuntungan yang akan didapatkan agar Industri

kosmetik tetap berjalan sesuai dengan yang diharapkan.


DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesiahuk Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi.

Jakarta :Jendral Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Lavari Hafhazah, 2016. Strategi Bisnis Pt. Unilever Dalam Persaingan Produk

Kosmetik Di Indonesia Tahun 2010-2015. Universitas Riau

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010

Tentang Izin Produksi Kosmetika. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Rohaya Upik,Nurlina Ibrahim, Jamaluddin, 2017. Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada

Krim Pemutih Wajah Tidak Terdaftar Yang Beredar Di Pasar Inpres Kota Palu. Palu:

GALENIKA Journal of Pharmacy Vol. 3 (1) : 77 - 83 ISSN : 2442-8744

March 2017

Anda mungkin juga menyukai