Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(cholecystolithiasis) atau di dalam saluran empedu (choledocholithiasis) atau pada
kedua-duanya3.
2
hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung
rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan
arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang
berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus
comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica
fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan
visceral hati.
Ductus cysticus berjalan dari hati ke arah kandung empedu, panjangnya 1-2 cm,
diameter 2-3 cm, diliputi permukaan dalam dengan mukosa yang banyak sekali
membentuk duplikasi (lipatan-lipatan) yang disebut Valve of Heister, yang mengatur
pasase bile ke dalam kandung empedu dan menahan alirannya dari kandung
empedu.4
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale
dengan batas atas porta hepatis sedangkan batas bawahnya distal papila Vateri.
Bagian hulu saluran empedu intrahepatik bermuara ke saluran yang paling kecil yang
disebut kanikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus
interlobaris ke duktus lobaris dan selanjutkan ke duktus hepatikus di hilus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang
duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara duktus
sistikus. Ductus choledochus berjalan menuju duodenum dari sebelah belakang, akan
menembus pankreas dan bermuara di sebelah medial dari duodenum descendens.
Dalam keadaan normal, ductus choledochus akan bergabung dengan ductus
pancreaticus Wirsungi (baru mengeluarkan isinya ke duodenum) Tapi ada juga
keadaan di mana masing-masing mengeluarkan isinya, pada umumnya bergabung
dulu. Pada pertemuan (muara) ductus choledochus ke dalam duodenum, disebut
choledochoduodenal junction. Tempat muaranya ini disebut Papilla Vatteri. Ujung
distalnya dikelilingi oleh sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam
duodenum.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V.
cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat
kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
3
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.
Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu
yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran
yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai Ductus hepaticus
communis. Ductus hepaticus bergabung dengan Ductus cysticus membentuk Ductus
choledochus5.
4
2.3 Fisiologi
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1000 ml/hari. Diluar waktu
makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini
mengalami pemekatan sekitar 50%. Fungsi primer dari kandung empedu adalah
memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium.4 Kandung empedu
mensekresi glikoprotein dan H+. Glikoprotein berfungsi untuk memproteksi jaringan
mukosa, sedangkan H+ berfungsi menurunkan pH yang dapat meningkatkan
kelarutan kalsium, sehingga dapat mencegah pembentukan garam kalsium.
Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati,
kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa,
empedu yang diproduksi akan disimpan di dalam kandung empedu. Setelah makan,
kandung empedu akan berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu mengalir ke
dalam duodenum.2,5
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena
asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu
mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil
dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, asam
empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju
dan melalui membran mukosa intestinal.
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan
yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran
hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.
Absorpsi kandung empedu Fungsi primer dari kandung empedu adalah
memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu
memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik sampai
5-10 kali dan mengurangi volumenya 80%-90%. Meskipun secara primer merupakan
suatu organ pengarbsorpsi, terjadi sekresi mukus selama keadaan patologis seperti
5
misalnya pembentukan batu empedu dan kadang-kadang dengan obstruksi duktus
kistikus.
Aktivitas motoris kandung empedu dan traktus biliaris Pendidikan tradisional
mengajarkan bahwa empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode
interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Informasi
yang lebih baru menunjukkan bahwa aliran empedu terjadi dalam bentuk yang
kontinu, dengan pengosongan kandung empedu terjadi secara konstan. Faktor-faktor
yang bertanggung jawab untuk pengisian kandung empedu dan pengosongannya
adalah hormonal, neural, dan mekanikal. Memakan makanan akan menimbulkan
pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus
utama bagi pengosongan kandung empedu; lemak merupakan stimulus yamg lebih
kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung
empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah
konsumsi makanan. Motilin, sekretin, histamin, dan prostaglandin semuanya terlihat
mempunyai pengaruh yang berbeda pada proses kontraksi. Faktor neural yang
predominan dalam menagtur aktivitas motoris kandung empedu adalah stimulasi
kolinergik yang menimbulkan kontraksi kandung empedu. Pengisisan kandung
empedu terjadi saat tekanan dalam duktus biliaris (berkaitan dengan aliran dan
tekanan sfingter) lebih besar daripada tekanan di dalam kandung empedu. Sejumlah
peptida usus, telah terlibat sebagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi proses
ini.
Aktivitas motoris traktus biliaris dan sfingter OddiAliran empedu ke dalam
duodenum tergantung pada koordinasi kontraksi kandung empedu dan relaksasi
sfingter Oddi. Makanan merangsang dilepaskannya CCK, sehingga mengurangi fase
aktivitas dari sfingter Oddi yang berkontraksi, menginduksi relaksasi, oleh karena itu
memungkinkan masuknya empedu ke dalam duodenum.
Pembentukan empedu Empedu secara primer terdiri dari air, lemak organik, dan
elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Komposisi elektrolit dari empedu
sebanding dengan cairan ekstraseluler. Kandungan protein relatif rendah. Zat terlarut
organik yang predominan adalah garam empedu, kolesterol dan fosfolipid. Asam
empedu primer, asam xenodeoksikolat dan asam kolat, disintesis dalam hati dari
6
kolesterol. Konjugasi dengan taurin atau glisis terjadi di dalam hati. Kebanyakan
kolesterol yang ditemukan dalam empedu disintesis de novo dalam hati. Asam
empedu merupakan pengatur endogen penting untuk metabolisme kolesterol.
Pemberian asam empedu menghambat sintesis kolesterol hepatik tetapi
meningkatkan absorpsi kolesterol. Lesitin merupakan lenih dari 90% fosfolipid
dalam empedu manusia.
Sirkulasi enterohepatik dari asam empeduLebih dari 80% asam empedu
terkonjugasi secara aktif diabsorpsi dalam ileum terminalis. Akhirnya, kurang lebih
separuh dari semua asam empedu yang diabsorpsi dalam usus dibawa kembali
melalui sirkulasi porta ke hati. Sistem ini memungkinkan kumpulan garam empedu
yang relatif sedikit untuk bersikulasi ulang 6-12 kali perhari dengan hanya sedikit
yang hilang selama tiap perjalanan. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang
diekskresikan dalam feses.
Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam
yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :
o Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam
makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-
partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
7
o Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang
larut dalam lemak
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu
dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan
dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut
terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut
misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.4
Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.
Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera
berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin.
Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide.
Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin
yang terbentuk sangat banyak.
2.4 Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang
dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh
dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya
berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Jenis Kelamin.
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.
8
2. Usia.
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3. Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu
serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
4. Makanan.
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan
dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat keluarga.
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
6. Aktifitas fisik.
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
7. Penyakit usus halus.
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8. Nutrisi intravena jangka lama.
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi
untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal.
Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung
empedu.6
9
2.5 Patogenesis
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi,
faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme
yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi
kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling
penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol
dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan
unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian
dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan
pembentukan mukus5.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi
yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu
empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah :
terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam
empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu,
Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang
dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk
metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet
tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan
batu empedu6.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam Ductus choledochus melalui
Ductus cysticus. Dalam perjalanannya melalui Ductus cysticus, batu tersebut dapat
menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga
menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam Ductus cysticus
karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada
disana sebagai batu Ductus cysticus3.
10
2.6 Patofisiologi batu empedu
a. Batu Kolesterol
Batu kolesterol murni tidak biasa ditemukan dan terjadi pada kurang dari
10% dari seluruh kejadian batu empedu. Batu ini biasanya miuncul sebagai batu
besar dan tunggal dengan permukaan yang halus. Kebanyakan batu kolesterol
lain mengandung pigmen empedu dan kalsium yang kadarnya bervariasi, tapi
biasanya terkandung sebanyak 70% dari berat batu kolesterol. Batu kolesterol tipe
ini biasanya jumlahnya multipel, bentuk dan ukurannya bervariasi, keras dan
bersegi atau irreguler, berbentuk seperti buah mullberry dan lembut. Warnanya
bervariasi dari warna kuning keputihan dan hijau sampai hitam. Kebanyakan batu
kolesterol merupakan batu radiolusen; hanya kurang dari 10% yang radioopak.
Apakah batu itu merupakan batu kolesterol murni atau campuran, kejadian utama
pada pembentukan dari batu koleasterol adalah supersaturasi dari empedu
dewngan kolesterol.
Oleh karena itu, kadar kolesterol empedu yang tinggi dan batu empedu
kolesterol dapat dikatakan sebagai satu penyakit. Kolesterol sangat nonpolar dan
tidak larut dalam air dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung pada
konsentrasi relatif dari kolesterol, garam empedu dan lesitin (fosfolipid utama
dalam empedu). Supersaturasi hampir selalu disebabkan oleh hipersekresi
koleterol dibandingkan dengan penurunan sekresi fosfolipid atau garam empedu.4
Kolesterol disekresikan ke dalam empedu sebagai vesikel kolesterol-fosfolipid.
Kolesterol dpertahankan dalam bentuk larutan oleh micelles, sebuah kompeks
konjugasi garam embedu-fosfolipid-kolesterol, dan juga oleh vesikel kolesterol-
fosfolipid. Keberadaan vesikel dan micelles dalam satu kompartemen yang
aquaeous mempermudah berpindahnya lipid diantara keduanya. Maturasi
vesikuler terjadi pada saat vesikel lipid tergabung dengan micelle. Vesikel
fosfolipid bergabung dengan micelle dan lebih mudah terjadi dibanding vesikel
kolesterol. Sehingga vesikel tersebut mengandung kadar kolesterol yang tinggi,
menjadi tidak stabil, dan terjadi nukleasi kristal kolesterol. Pada enmedu yang
tidak tersaturasi, terkumpulnya kolesterol dalam vesikel tidak terlalu penting.
Dalam empedu yang mengalami supersaturasi, zona kpadat kolesterol terbentuk
11
pada permukaan vesikel dengan kadar kolesterol tinggi, yasng menyebabkan
tampaknya gambaran kristal kolesterol. Sebanyak sepertiga kolesterol bilier
ditransportasikan dalam micelle, namun vesikel kolesterol-fosfolipid membawa
mjayoritas kolesterol bilier. 4
Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi
dalam empat tahap:
Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
Pembentukan nidus.
Kristalisasi/presipitasi.
Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa
lain yang membentuk matriks batu.
12
daripada bilirubin yang terkonjugasi. Dekonjugasi bilirubin terjadi pada empedu
secara normal dalam tingkat yang lambat. Meningkatnya kadar bilirubiun
terkonjugasi, seperti dalam kasus hemolisis, menyebabkan peningkatan produksi
bilirubin yang tidak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan meningkatnya
sekresi bilirubin yang tidak terkonjugasi. Ketika perubahan keadaan
menyebabkan peningkatan dekonmjugasi bilirubin dalam empedu, presipitasi
dengan kalsium terjadi.4
13
Gambar 2.5 Batu Pigmen Coklat (gracemedicalschool.com, 2013)
2.6 Manifestasi klinis
2.6.1. Batu Kandung Empedu (Cholecystolithiasis)
1. Asimptomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan
gejala (asimptomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat
cholecystitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia,
mual (Suindra, 2007). Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua
pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya,
adalah asimptomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar
mempunyai batu empedu asimptomatik akan merasakan gejalanya yang
membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data
yang merekomendasikan cholecystectomy rutin dalam semua pasien dengan
batu empedu asimptomatik4.
2. Simptomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran
kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih
dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik
biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh
makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah
beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk
sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan
serangan kolik biliaris3,4.
14
3. Komplikasi
Cholecystitisakut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang
paling umum dan sering menyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya
diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung
empedu, berkaitan dengan obstruksi Ductus cysticus atau dalam
infundibulum. Gambaran tipikal dari cholecystitis akut adalah nyeri perut
kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun
didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post
prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan
dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat
disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung
berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan
pada kanan atas abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (pasien berhenti
bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Massa yang dapat dipalpasi
ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan
mengalami cholecystectomy terbuka atau laparoskopik4.
15
dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul Cholangitis akut.
Episode parah Cholangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu
empedu kecil melalui Ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara Ductus
choledochus distal dan Ductus pancreaticus dapat menyebabkan pankreatitis
batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan
ikterus obstruktif.
2.7 Diagnosis
2.7.1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri
di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya
adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang
baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-
lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak
bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan
bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis,
keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.4
16
2.8.2.2. Batu saluran empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.
Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin
darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran
empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.4
17
2.8.3.2. Pemeriksaan radiologis
o Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.
Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar
kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut
dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu
kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang
menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
\
Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis.4
o Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat
dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang
diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada
duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara
di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu
kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.4
18
Gambar 4. Kolelitiasis pada USG4
o Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif
murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan
hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.4
o CT scan
CT scan dapat memperlihatkan saluran empedu yang melebar, massa hepatik dan
massa retroperitoneal (misalnya, massa pankreatik).Bila hasil ultrasound masih
meragukan, maka biasanya dilakukan CT scan.8
19
2.8 Penatalaksanaan
Konservatif
a). Lisis batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimptomatik tidak akan
mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan
dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul
keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi
dengan asam ursodeoksikolat untuk melarutkan batu empedu kolesterol
dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring
hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm
dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun1.
b). Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut
kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya
adalah angka kekambuhan yang tinggi2.
c). Lithotripsy (Extracorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
Lithotripsy gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun
yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien
yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksikolat.
Penanganan operatif
a). Cholecystostomy
Kolesistostomi berguna untuk dekompesi dan drainase kandung emedu
yang terdistensi, mengalami inflamasi, hidropik atau purulen. Tinmdakan
ini dapat dilakukan pada pasien yang tiudak cukup memungkinkan
kondisinya untuk dilakukan operasi abdominal. Drainase perkutaneus yang
dituntun ultrasound dengan kateter pigtail merupakan prosedur yang dipilih.
Kateter dimasukkan melalui kawat penuntun yang sebelumya telah dipasang
menembus dinding abdomen, hepar, dan masuk ke dalam kandung empedu.
Dengan menggunakan kateter yang melewati hepar, resiko terjadinya
empedu yang merembes dari sekitar kateter dapat dikurangi. Kateter dapat
20
dilepas apabila inflamasi sudah hilang dan kondisi pasien membaik.
Kandung empedu dapat dibuang jika ada indikasi, biasanya dengan tindakan
laparoskopi4.
21
dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor Ductus
cysticus dan trauma Ductus biliaris. Resiko trauma Ductus biliaris sering
dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan
teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali
menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua
otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.
d). Cholecystectomy minilaparotomy
Modifikasi dari tindakan cholecystectomy terbuka dengan insisi lebih kecil
dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah5.
22
BAB III
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2000.380-4.
2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery.
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.
3. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
4. Brunicardi FC et al. Schwartz’s principles of surgery. 8th edition. United States
America : McGraw Hill, 2005.1188-1218.
5. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi. Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 1995. 430-44.
6. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.
7. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary Tract. In : Sabiston
Textbook of Surgery 17th edition. 2004. Pennsylvania : Elsevier.
8. Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers TA, Spencer J. Biliary Surgery. In :
Washington Manual of Surgery 5th edition. 2008. Washington : Lippincott Williams
& Wilkins.
24
25