Anda di halaman 1dari 3

Bencana Masal – peran ahli patologi forensik

Bencana masal adalah kematian dengan korban lebih dari 12 korban dalam suatu kejadian. Terjadinya
bencana masal yang tidak bisa diprediksi membuat tim forensic harus memiliki ketentuan yang
terencana untuk menghadapi kejadian yang tidak dapat diprediksi memakan banyak korban ini. Dalam
hal ini, ahli patologis harus bisa memastikan adanya perencanaan yang koorpertaif dari berbagai pihak
dalam menghadapi bencana masal ini termasuk ketentuan untuk mengumpulkan, mengakomodasi,
memeriksa, dan menguburkan berbagai korban yang meninggal. Ahli patologis tentunya tidak akan
bekerja sendiri, melainkan bekerja bersama tim dari berbagai disiplin ilmu dan bidang terkait lainnya.
Komunikasi yang baik perlu dibangun antara kepolisian, ahli patologi, analisis laboratorium, ahli
radiografi dan dokter gigi untuk mengurusi jenazah yang akan datang pada bencana masal ini.

Hal yang diinvestigasi oleh ahli patologi forensic pada bencana masal adalah :

- Mengambil dan merekonstruksi tubuh dan potongan tubuh

- Menentukan identitas jenazah

- Mengadakan otopsi pada beberapa atau seluruh bagian tubuh

- Menentukan sebab kematian korban, serta membantu merekonstruksi penyebab bencana masal
ini

- Untuk mendapatkan zat toksik yang ada di tubuh korban, yang bisa dianalisis (terutama untuk
alcohol dan karbon monoksida)

- Menemukan bukti penyebab bencana masal dari pemeriksaan otopsi seperti bom atau serpihan
detonator yang mungkin melekat di tubuh korban

Beberapa hal penting yang diperhatikan saat terjadinya bencana masal :

- Ketentuan bagi ahli patologis dan tim lainnya

Perlu merekrut tim patologis forensic lainnya dari berbagai daerah karena banyaknya korban
yang perlu ditangani. Selain itu, pada saat korban berdatangan, masing-masing ahli patologis
bertanggung jawab terhadap investigasi korban, dibawah control ahli patologis senior,
bekerjasama dengan tim kepolisian. Tim forensic dental dan ahli radiologi akan bekerja sesuai
dengan kompetensinnya, namun tetap dikepalai oleh ahli patologi senior yang bertanggung
jawab terhadap hal – hal medis di lapangan.

- Ketentuan fasilitas kamar mayat

Karena banyaknya korban yang berjatuhan, apalagi sedikitnya kapasitas kamar mayat di rumah
sakit atau fasilitas penampungan jenazah yang ada di suatu daerah, maka perlu dibuka fasilitas
yang berada disekitar tempat kejadian untuk melakukan pemeriksaan dan penampungan korban
yang berjatuhan. Selain itu, perlu juga diperhatikan akomodasi baik transportasi maupun logistic
yang diperlukan untuk pemeriksaan korban.
Ketika daerah kejadian terpencil, bisa saja dibutuhkan pengangkutan korban ke tempat yang
fasilitas pemeriksaannya lebih lengkap. Apabila digunakan sebuah bangunan seperti gudang,
pabrik, atau bangunan yang besar, maka harus ada fasilitas minimal untuk menunjang
identifikasi korban, seperti penerangan yang baik, arus listrik yang memadai, dan alat – alat yang
menunjang radiografi, serta pipa air yang adekuat mengalirkan air. Selain itu perlu generator dan
tangki air yang disediakan oleh pihak tentara dan kepolisian untuk menunjang identifikasi
korban.

Pada daerah yang memiliki iklim yang panas, atau kejadian terjadi di musim panas, pendingin
adalah hal yang penting untuk disediakan, yang digunakan untuk menyimpan jenazah dan
jaringan yang akan diidentifikasi agak tidak rusak.

- Pengambilan tubuh korban

Evakuasi korban yang ada di tempat kejadian akan ditangani oleh kepolisian dan tim lainnya,
namun tim forensic juga harus ikut berperan. Penting untuk mengidentifikasi terlebih dahulu
apakah korban sudah meninggal apa tidak oleh dokter, sehingga selanjutnya bisa diidentifikasi
oleh tim forensic. Apabila ada korban yang masih hidup, dokter terutama dokter bedah menjadi
tim medis yang akan menyelamatkan nyawa dan menentukan apakah korban sudah meninggal
apa belum.

Setiap korban atau potongan tubuh harus diberi nomor, jika memungkinkan didokumentasikan
sebelum dibawa ke kamar jenazah. Setelah korban dibawa ke kamar jenazah atau tempat
identifikasi, tim patologis atau yang membantu akan melakukan identifikasi tubuh korban
setelah pakaian korban dilepas dan dimasukkan ke tempat penyimpanan barang – barang terkait
dengan korban. Korban yang ditemukan akan dicatat di sebuah dokumen dan formulir yang
digunakan sebagai data medis.

Barang – barang yang ditemukan di tempat kejadian harus dikumpulkan dan juga harus diberi
nomor.

Pada kejadian kecelakaan, petugs pelayanan dan pengemudi harus diidentifikasi secara
menyeluruh dan cairan tubuhnya dianalisis untuk menemukan penyebab kecelakaan. Seluruh
pakaian dan tubuh pihak petugas pelayanan dan pengemudi yang menjadi korban harus
didkoumentasikan. Selain itu identifikasi korban meliputi tinggi, berat, jenis kelamin, ras, luka
yang ada, tato, dan kelainan harus dicatat. Pemeriksaan gigi forensic dilakukan juga identitas
tidak bisa dikenali.

Pemeriksaan radiologi akan sangat diperlukan untuk membantu mengidentifikasi korban dari
tulang dan gigi geligi nya, serta untuk menemukan bagian – bagian dri luar yang terperangkap di
tubuh korban seperti logam yang ada di paha korban atau serpihan bom yang ada di tubuh
korban – misalnya pada kejadian teroris yang menggunakan bom.

Pemeriksaan toksik harus dilakukan jika memungkinkan meskipun korban tidak dlakukan otopsi.
Selain itu, data yang ada di kepolisian atau dari instansi lainnya yang memunat data korban harus
dibandingkan dengan korban yang ditemukan.
Hasil otopsi yang tidak jelas

Meskipun otopsi dapat menyatakan penyebab kematian seseorang, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa otopi tidak sepenuhnya dapat menyimpulkan sebab kematian seseorang.
Misalnya ada suddent infant death syndrome (SIDS), pada kasus SIDS bisa terjadi otopsi negative
meskipun teah dilakukan otopsi yang teliti dan cermat. Hasil otopsi yang tidak jelas sendiri
banyak terjadi pada pasien yang lebih muda.

Diluar dari kejadian SIDS, otopsi memiliki nilai kegagalan dalam mengungkapkan sebab kematian
yaitu sebesar 5 %. Hal ini terlibat kebiasaan, kepribadian dan senioritas dari ahli patologis yang
terlibat. Kebalikan dari apa yang diharapkan, kesimpulan yang salah lebih tinggi terjadi pada ahli
patologis yang lebih tua atau sudah memiliki pengalaman dalam mengidentifikasi jenazah. Hal ini
terkait dengan ahli patologis yang lebih menerima untuk menyatakan tidak menemukan
penyebab kematian, sedangkan ahli patologis yang lebih muda tidak akan mudah menyerah
untuk menentukan sebab kematian, ditambah ilmu yang masih baru didapatkan.

Meskipun adanya kemungkinan sebab kematian tidak dapat ditentukan, pemeriksaan


toksikologi, radiologi, dan pemeriksaan histopatologi tetap dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai