Anda di halaman 1dari 16

Otitis Media Terkini – Pencegahan dan Tatalaksana

Ali Qureishi, Yan Lee, Katherine Belfield, John P Birchall, Matija Daniel

Abstract: Otitis media akut dan otitis media efeusi merupakan penyakit yang
sering pada anak-anak, penyebab morbiditas yang signifikan dan penyebab
peresepan antibiotik di layanan kesehatan primer. Meskipun terapi efektif telah
tersedia, masih terdapat beberapa kekurangan dan diharapkan akan ditemukan
terapi yang lebih baik. Penemuan terkini dalam penelitian terkait otitis media
mengenai etiologi dan patogenesis telah membantu investigasi lebih jauh yang
bertujuan untuk mengembangkan pilihan terapi. Artikel ini menyediakan review
bukti terbaru terkait pemahaman mengenai otitis media akut dan otitis media efusi,
strategi terapi terkini, keterbatasannya, area baru penelitian dan strategi
penatalaksanaan.
Kata kunci: otitis media, telinga, pendengaran, infeksi, biofilm, antibiotik

Pendahuluan
Otitis media (OM) adalah kelompok penyakit inflamasi dan infeksi yang
kompleks yang mengenai telinga tengah, dengan berbagai variasi subtipe dengan
manifestasi klinis, komplikasi dan tatalaksana yang berbeda. OM merupakan
penyebab kunjungan ke layanan kesehatan diseluruh dunia dan komplikasinya
menyebabkan kehilangan pendengaran yang dapat dicegah terutama pada negara
berkembang.1 Artikel ini menampilkan pencapaian ilmiah terbaru dalam
penelitian mengenai OM dan terapi klinisnya.
OM merupakan penyakit yang mengenai telinga tengah dan mukosa telinga
tengah, dibelakang membran timpani. Telinga tengah adalah kavitas yang terdapat
tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus dan stapes), dimana tuba eustachius
terletak di anterior (berhubungan ke nasofaring), sel mastoid di posterior,
membran timpani di lateral dan telinga dalam di medial. Struktur yang penting
lainnya ialah otak, meningen di superior dan sinus sigmoid di posterior, dan
infeksi telinga tenga lain dapat meluas ke struktur disekitarnya. Telinga tengah
tersusun oleh epitel respiratori termodifikasi, meliputi sel silia dan sel goblet;
epitel memproduksi mukus yang secara normal dialirkan kebawah tuba eustachius.
Tipe OM yang berbeda muncul dengan cara yang berbeda.2 OM akut biasanya
menyerang anak berusia dibawah 2 tahun dan datang dengan gejala dan tanda
otalgia dan demam yangonsetnya akut, pada anak secara sistemik tampak sakit.

1
2

Tipe ini merupakan inflamasi akut dan disebabkan oleh virus maupun bakteri.
Subtipe utama OMA adalah OM supuratif akut, dengan karakteristik adanya pus
di telinga tengah. Jika terjadi perforasi membran timpani (terjadi pada sekitar 5%
kasus)3-5 kemudian akan muncul discharge; perforasi biasanya dapat sembuh
secara spontan.3 OMA merupakan satu dari penyakit infeksi terbanyak pada anak;
dan mayoritas kasus bersifat self limiting,6 tetapi menyebabkan morbiditas tinggi,
meskipun secara keseluruhan tingkat mortalitas rendah.7,8
Komplikasi yang relatif sering ialah mastoiditis akut, didefinisikan sebagai
inflamasi akut periosteum mastoid dan sel udara mastoid; terjadi ketika infeksi
OMA menyebar dari telinga tengah menuju sel udara mastoid kemudian menutupi
periosteum. Insidennya 1.2-6.9 pada 100,000 dan biasanya terjadi pada anak usia
dibawah 2 tahun.9 Pasien biasanya datang dengan gejala OMA, pembengkakan
post aurikula dan nyeri mastoid. Kondisi ini lebih serius dibandingkan OMA
tanpa komplikasi, yang membutuhkan perawatan di rumah sakit, antibiotik
intravena dan pembedahan jika telah terbentuk abses atau mastoiditis yang tidak
respon terhadap antibiotik. Sebaliknya, Otitis media efusi (OME) adalah kondisi
inflamasi kronik. Khasnya menyerang anak berusia antara 3 dan 7 tahun.
Karakteristik adanya efusi, cairan seperti lem dibelakang membran timpani yang
intak, tidak adanya tanda dan gejala inflamasi akut;10 gejala yang tersering
dilaporkan ialah kehilangan pendengaran, yang menyebabkan keterlambatan
bicara maupun gangguan belajar.
Secara histologis merupakan inflamasi kronik yang ditandai inflamasi di
mukosa telinga tengah, produksi mukus berlebihan dan produksi mukus dengan
viskositas lebih tinggi.11 Mukus merupakan komponen utama pada efusi telinga
tengah, dengan cairan yang menebal menyerupai lem, berbagai komponen lain
seperti bateri juga ditemukan pada efusi telinga tengah.11 Kehilangan pendengaran
pada OME sering bersitfat sementara, sama halnya efusi telinga tengah yang
sering sembuh spontan.10 terutama jika OME berlanjut menjadu OMA;6 ketika
OME mengalami penyembuhan, tidak terlihatnya gejala pada anak dan sembuh
pada 63% kasus selama 3 bulan dan 88% kasus dalam1 tahun.6 karena alasan ini,
periode “tunggu dan lihat” sebaiknya diadopsi dan terapi diberikan pada pasien
dengan efusi yang persisten. OME biasanya terjadi bilateral dan jika terjadi pada
3

awal kehidupan, dapat berpengaruh negatif terhadap pada perkembangan bicara,


belajar dan kebiasaan, meskipun perluasan OME dan kualitas hidup bervariasi dan
masih kontroversi.10 OME mempunyai prevalensi yang rendah pada dewasa dan
sering berhubungan dengan penyakit penyerta yang lain. Finkelstein et al12
menjelaskan penyakit sinus paranasal sebagai faktor dominan pada 66% kasus
dewasa dengan OME, dengan penyebab lain seperti hiperplasia limfoid nasofaring
dipicu merokok dan hipertrofi adenoid onset dewasa sebanyak 19% kasus, tumor
kepala leher (terutama kasinoma nasofarong) sebanyak 4.8% kasus; 1.8% tidak
teridentifikasi. Oleh karena hal ini OME pada dewasa diterapi dengan tingkat
kecurigaan yang besar terutama jika unilateral. Diagnosis OME pada dewasa
sebaiknya dievaluasi dalam menemukan kondisi penyerta tambahan dan
tatalaksana yang sesuai.
Dua kondisi inflamasi telinga tengah tambahan adalah OM supuratif kronik
(OMSK), dengan karakteristik adanya inflamasi telinga tengah supuratif
berkepanjangan, terutama dengan perforasi membran timpani persisten dan
kolesteatoma, yang terjadi ketika epitel skuamosa berkeratin (kulit) muncul pada
telinga tengah (normalnya terbentuk dari modifikasi epitel respiratori). Pasien
dengan OMSK sering datang dengan otorea persisten, tetapi gejala ini tidak
mutlak; pasien juga dapat mengalami kehilangan pendengaran, tinitus, otalgia dan
sensasi penuh.13 Perjalanan penyakit kronik dan perforasi permanen berarti bahwa
penanganan biasanya multifaset, membutuhkan agen antimikroba dan
pembedahan. Kolesteatoma khasnya muncul dengan discharge telinga yang bau
dan dapat didiagnosis jika terlihat adanya epitel skuamosa dan keratin pada
telinga tengah; dan pengobatannya hanya dengan pembedahan.
Meskipun tipe OM yang berbeda telah dijelaskan disini sebagai penyakit
diskrit dengan tampilan gejala klinis, tanda, sekuele dan tatalaksana, pada
kenyataannya terdapat ketimpangan yang besar antara tipe yang berbeda, sehingga
OM dapat dilihat sebagai spektrum/kontinu penyakit. OMA, OMSK dan
kolestatoma juga berhubungan dengan berbagai komplikasi intrakranial dan
ekstrakranial yang penting, meliputi mastoiditis, meningitis, pembentukan abses
otak, trombosis sinus sigmoid; deteksi awal komplikasi ini penting untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit.
4

Epidemiologi
Diperkirakan antara 50%-85% anak mengalami setidaknya satu kali episode
OMA pada usia 3 tahun dengan insiden tertinggi pada usia antara 6 dan 15
tahun.14 OME merupakan penyebab gangguan pendengaran tersering pada anak di
negara berkembang, dan dapat menyerang sebanyak 80% anak di berbagai
tingkat,10,11 dengan sekitar 2.2 juta kasus baru OME setiap tahun terjadi di
Amerika Serikat.15
Anak berusia muda lebih rentan terhadap OMA dan OME akibat predisposisi
anatomis; dimana tuba eustachius berukuran lebih pendek, lebih fleksibel dan
horizontal sehingga memungkinkan patogen nasofaring masuk ke telinga tengah
dengan relatif mudah. Faktanya, dimensi nasofaring lebih kecil pada anak yang
menderita serangan OMA yang berulang.16 Tuba eustachius matur pada usia 7
tahun; hal ini menjelaskan mengapa insiden pada usia ini relatif berkurang.
Imaturitas sistem imun juga berkontribusi sebagai faktor terjadinya OMA.
Beberapa populasi diketahui memiliki insidensi OM yang tinggi; seperti anak
suku Aborigin Australia17 dan anak yang berasal dari Greenland.18 Penelitian lain
mengidentifikasi sejumlah pola hidup yang berpotensi dan faktor sosiodemografis
yang berkontribusi, meskipus masih terdapat kontroversi terhadap pentingnya
faktor resiko sebagaimana interdependensinya. Hal ini meliputi faktor resiko host
termasuk usia (<5 tahun), jenis kelamin laki-laki, etnis (putih), berat badan lahir
(<2.5 kg), kelahiran prematur (<37 minggu gestasi) dan penggunaan pacifier,
jumlah bersaudara, pendidikan orangtua/pekerjaan (kelompok sosialekonomi yang
rendah), pendapatan rumahtangga (dibawah garis kemiskinal), riwayat infeksi
telinga personal dan keluarga, paparan asap rokok prenatal/postnatal.19 Yang
terbaru, riwayat atopi20 dan abnormalitas gen spesifik(TLR421 and FBX01122)
juga berimplikasi sebagai faktor resiko host pada OM. Review sistematik didunia
saat ini memperkirakan sebanyak 709 juta jumlah kasus baru OMA tiap tahun,
yang lebih banyak menyerang anak dibawah 5 tahun dan sebanyak 31 juta kasus
baru OMSK dengan 22.6% pada anak dibawah 5 tahun.1 Review ini juga
memperkirakan bahwa OM yang berkaitan dengan gangguan pendengaran terjadi
pada 30.82 per 10.000 populasi dan 21.000 kematian akibat komplikasi
OM.Penelitian lain memperkirakan mortalitas sebanyak 28.000 kasus pertahun
5

akibat komplikasi OM, seperti abses otak dan meningitis.23 Mortalitas


berhubungan dengan OMSK dibandingkan jenis OM lainnya. Hal ini menjelaskan
bahwa OM tidak hanya mempengaruhi kualitas hidup tetapi juga menyebabkan
mortalitas. Prevalensi OM per tahun yang terdiagnosis di Amerika Serikat turun
sebesar 28% antara tahun 1997 dan 2007 dari 345 ke 247 per 1000 anak,19
disebabkan dengan pemberian vaksin pneumokokal terkonjugasi, yang
menurunkan jumlah individu yang menderita OM di berbagai penelitian.19,24

Etiologi
Etiologi OM bersifat multifaktorial dan berkaitan dengan varian anatomis,
patofisiologi meliputi interaksi antara agen mikroba dan respon sistem imun dan
biologi sel celah telinga tengan (mastoid, kavitas telinga tengah, tuba eustachius)
dan nasofaring.25,26 Infeksi virus traktus respiratorius bagian atas sering didahului
atau bersamaan dengan episode OMA; seperti respiratory synctial virus,
adenovirus dan sitomegalovirus.27 Infeksi virus saat ini dianggap berperan dalam
progres OMA dan penelitian acak terkontrol saat ini menunjukkan peran terapi
antivirus pada OMA.28 Diyakini bahwa infeksi virus pada nasofaring
menyebabkan lingkungan yang mendukung kolonisasi bakteri, adhesi sel dan
invasi telinga tengah.27 Bakteri sering berperan dalam infeksi saluran napas bagian
atas dan sering ditemukan di efusi telinga tengah pada OMA. Penyebabnya antara
lainStreptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis,
dan jarang disebabkan Staphylococcus aureus, and Streptococcus pyogenes;
kuman ini diyakini masuk ke telinga tengah melalui tuba eustachius. Terdapat
berbagai kejadian temuan bakteri ini dari efusi pada OMA, namun S.pneumonia
dan H.influenza paling sering terdeteksi pada penelitian terbaru.29,30 Bakteri serupa
yang berasal dari cairan OME telah dikultur, meskipun penelitian berbeda di
lingkungan dan negara berbeda mungkin mendapat hasil yang berbeda. Secara
umum, bakteri yang ditemukan pada OME sama dengan bakteri pada OMA
rekuren (OMAR).31 Infeksi saluran napas bagian atas memicu kongesti mukosa di
tuba eustachius dan nasofaring. Kongesti ini mencegah fungsi tuba eustachius
normal dan pengaturan tekanan di telinga tengah menjadi terganggu. Jika
berlanjut, aspirasi patogen nasofaring dapat masuk ke telinga tengah. Adanya
6

patogen ini memicu inflamasi dan pengumpulan pus di telinga tengah,


menyebabkan gejala klinis OMA.
Selama inflamasi berlangsung, pergerakan osikel telinga tengah akan
terhambat dan mengalami resorpsi,32 yang dapat memicu kehilangan pendengaran
permanen. Penelitian menemukan pasien dengan kavitas mastoid yang berukuran
kecil beresiko besar terjadinya penyakit telinga tengah kronik;27 namun, apakah
efek ini sebagai penyebab masih kontroversi. Pasien dengan infeksi kronik dapat
mengalami tuli sensorineural sekunder akibat ototoksisitas. Patogenesis OMA
sangat kompleks dan multifaktorial. Gambar 1 mengilustrasikan beberapa
interaksi kompleks yang memicu perkembangan OMA.
Secara histologi, OME merupakan kondisi inflamasi kronik. Stimulus penyerta
memicu reaksi inflamasi33 dengan produksi lebih banyak mukus dan mukus yang
lebih kental,11 yang kemudian menghambat pembersihan mukosiliar telinga
tengah yang normal dengan penutupan tuba eustachius fungsional, menyebabkan
akumulasi efusi telinga tengah yang penuh mukus kental.26 Selama beberapa tahun
terakhir diketahui bahwa biofilm bakteri berperan sebagai etiologi OME.34,35
Kelompok bakteri 3-dimensional merusak permukaan, terbungkus dalam matriks
ekstraseluler yang dihasilkannya dan fenotipe yang berubah diyakini menstimulasi
inflamasi kronis dan menyebabkan OME. Kolonisasi biofilm kronik pada adenoid
sebagai wadah untuk bakteri masuk ke telinga tengah.36 Ekspresi gen mukus
berlebihan juga dieksaserbasi oleh asap rokok.37 OME dapat terjadi sebagai akibat
OMA yang mengalami penyembuhan yang lama; minggu hingga berbulan-bulan.
Teori lain mengenai OME telah ditemukan. Disfungsi tuba eustachius sering
dianggap sebagai penyebab efusi telinga tengah akibat tekanan negatif di celah
telinga tengah; namun, peran tuba eustachius yang lebih kompleks telah
dijabarkan yakni dalam pengaturan tekanan, pembersihan sekret dan perlindungan
terhadap patogen nasofaring.26 Refluks asam lambung juga berkontribusi dalam
disfungsi tuba esutachius dan OM.38 Faktor genetik, termasuk yang
mempengaruhi respon imun host juga berperan penting.39 Berbagai faktor yang
kompleks memicu OME ditunjukkan pada Gambar 2.
OMSK secara khas terjadi ketika infeksi telinga tengah kronik mencegah
penyembuhan perforasi akut. Kolesteatoma juga dapat disebabkan infeksi telinga
7

tengah kronik dan inflamasi, tetapi etiologinya bersifat kompleks. OMSK sering
ditemui pada anak-anak; di negara berkembang sering diakibatkan insersi tabung
ventilasi (tabung ventilasi ekstrusi dan menyebabkan perforasi membran timpani),
dimana OMSK di negara berkembang sering merupakan komplikasi OMA dengan
perforasi.40 Infeksi telinga tengah yang kronik atau tidak ditangani secara adekuat
dapat menyebabkan epitel skuamosa bermigrasi menuju tepi perforasi,
menyebabkannya permanen. Faktor imunologi dan genetik, berperan dalam
etiologi OMSK; namun, banyak aspek yang memerlukan penelitian lebih lanjut.13
Meskipun kultur bakteri berguna sebagai terapi organisme resisten obat, penelitian
telah menemukan 90%-100% discharge telinga menghasilkan 2 atau lebih bakteri
aerob dan anaerob.23

Patofisiologi OMA

Pertahanan mukosiliar Adenoid:


Kolonisasi Bakteri reservoir bakteri?
Adhesi bakteri

ISPA virus Infeksi bakteri asending OMA


(±viral) via TE

hidung tersumbat Refluks mikroba nasofaring ke ME

Tekanan negatif ME

Sekresi dan edema Akumulasi mukus:


disfungsi ET medium pertumbuhan bakteri

Gambar 1. Patofisiologi OMA


Singkatan: OMA: otitis media akut, TE tuba eustachius, ME telinga tengah, ISPA:
infeksi saluran pernapasan atas
8

OME: Patogenesis
Adenoid Polimorfik

Infeksi akut Inflamasi


Biofilm
bakteri/virus Sitokin
Alergi

Pembentukan mukus Refluks

Disfungsi TE
Cairan viskos di ME

Disfungsi Siliar Gangguan pembersihan


Mukus

OME

Merokok

Gambar 2 Patogenesis OME


Singkatan: ET, tuba eustachius: ME, telinga tengah: OME, otitis media dengan
efusi

Diagnosis
Berbagai guideline tersedia untuk membantu klinis dalam mendiagnosis OM
dan subtipe nya. OMA dibedakan dari OME dan OMSK berdasarkan riwayat dan
temuan pemeriksaan. Miringotomi (insisi membran timpani) diyakini sebagai gold
standard diagnosis adanya cairan telinga tengah;26 namun, prosedur ini tidak selalu
dilakukan pada anak terutama jika diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
penilaian klinis.
OMA merupakan proses purulen di telinga tengah, sehingga tanda dan gejala
inflamasi akut akan muncul. OMA hanya berlangsung beberapa hari, dan biasanya
muncul dengan gejala demam, otalgia, iritabilitas, otorea, letargi, anoreksia dan
muntah; temuan gejala saja tidak sensitif dan spesifik dalam mendiagnosis.41
Guideline American Academyof Pediatric42 menyatakan bahwa OMA sebaiknya
didiagnosis pada anak dengan membran timpani yang bulging sedang hingga berat
9

atau onset baru otorea yang bukan sekunder akibat otitis eksterna. Diagnosis dapat
ditegakkan dari adanya bulging ringan dengan otalgia atau eritema membran
timpani; tidak ditemukannya efusi telinga tengah (dinilai dengan otoskop
pneumatik atau timpanometri) bukan merupakan diagnosis. Otoskopi pneumatik
dan timpanometri menilai mobilitas membran timpani dan jika membran timpani
yang tidak perforasi imobile, mengindikasikan adanya efusi telinga tengah; kedua
teknik tersebut mengandalkan tekanan kanal telinga, dimana otoskopi pneumatik
memvisualisasi membran timpani secara langsung dan timpanometri menilai
mobilitas dengan pantulan suara. Jika anak mengalami 3 kali episode OMA dalam
periode 6 bulan atau 4 kali dalam 1 tahun, kondisi ini disebut sebagai OMAR.43
OME dapat terjadi sebagai efek sisa dari OMA, atau tanpa adanya riwayat
sebelumnya. Gambaran klinis meliputi riwayat kesulitan mendengar, gangguan
perhatian, masalah perlaku, keterlambatan bicara dan perkembangan bahasa dan
gangguan keseimbangan.41 Otoskopi penting dalam menegakkan diagnosis dengan
sensitivitas dan spesifisitas mencapai 90% dan 80%;44 dan meningkat dengan
bantuan otoskopi pneumatik. Temuan klinis bervariasi yaitu warna membran
abnormal (seperti kuning/amber/biru), retraksi/konkaf membran timpani, adanya
air-fluid level. Adanya bukti yang mendukung diperoleh dari audiogram
(pemeriksaan pendengaran untuk menunjukkan tuli konduktif ringan) dan
timpanogram (menunjukkan membran timpani yang imobile atau tekanan negatif
telinga tengah). Perhatian orangtua terhadap kehilangan pendengaran dapat
dipertimbangkan dan sebaiknya tidak digantikan dengan investigasi audiologikal
formal.26
OMSK didiagnosis ketika ditemukan perforasi membran timpani permanen
pada telinga tengah dengan atau tanpa otorea persisten; discharge dapat ditemukan
dalam minimal 2-6 minggu.40 Riwayat penyakit krusial dalam membedakan antar
OMSK, otitis eksterna dan OMA; pada nyeri OMSK biasanya bukan merupakan
gambaran dominan dan discharge telinga cenderung berdurasi lama. Diagnosis
dikonfirmasi dengan otoskopi dimana biasanya dapat mendeteksi perforasi
membran timpani dan discharge membran timpani.
10

Terapi terkini
Terdapat rekomendasi-rekomendasi yang ditetapkan dalam tatalaksana medis dan
pembedahan pada tipe OM yang berbeda.45 Secara umum, OMA dapat
menunjukkan perbaikan yang memuaskan tanpa penggunaan antibiotik, dengan
analgesik dan antipiretik. Penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa sekitar 80%
anak dengan mengalami pemulihan spontan dalam 2-14 hari.46-48 Pada anak
berusia <2 tahun penyembuhan lebih sulit dan mungkin hanya 30% dalam
beberapa hari.49 Guidelines AS terkini untuk terapi OMA merekomendasikan
bahwa antibiotik sebaiknya diberikan pada anak berusia dibawah 6 bulan pada
OMA unilateral atau bilateral yang berat (otalgia sedang hingga berat, otalgi yang
bertahan setidaknya dalam 48 jam, suhu 39°C).42,50 Antibiotik juga sebaiknya
diresepkan pada OMA yang tidak berat jika ditemukan bilateral pada anak berusia
6-23 bulan. Pada kasus OMA unilateral yang tidak berat pada anak berusia 6-23
bulan atau OMA unilateral/bilateral berat pada anak usia 24 bulan ke atas,
antibiotik diresepkan atau sebaiknya diobservasi; jika memilih untuk observasi,
antibiotik akan diberikan jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam. Sebagai
tambahan dalam penilaian kondisi anak, pemikiran orangtua maupun pengasuh
anak harus dipertimbangkan dan membuat keputusan yang disepakati. Penilaian
nyeri dan penatalaksanaan merupakan aspek penting dalam penanganan OMA.
Periode inisial observasi tidak berhubungan dengan tingginya resiko komplikasi
jika diberikan terapi secepat mungkin.46
Peresepan antibiotik rutin diberikan pada OMA sebanyak 31% di Belanda dan 98%
di Amerika Serikat dan Australia.41 Pilihan antibiotik adalah amoksisilin, kecuali
pasien telah mendapatkannya dalam 30 hari terakhir atau sedang menderita
konjungtivitis purulen. Antibiotik dengan tambahan beta-laktamase sebaiknya
digunakan pada kasus ini atau ketika terdapat OMAR atau riwayat OMA yang
tidak berespon terhadap amoksisilin. Riwayat alergi harus diperhatikan dan
penggunaan agen alternatif jika terdapat alergi penisilin.
Pada OMAR, tindakan bedah berupa insersi tabung ventilasi dipertimbangkan jika
OMAR berhubungan dengan efusi telinga tengah persisten diantara serangan
OMA.51 Antibiotik profilaksis secara umum tidak direkomendasikan pada OMAR,
meskipun penelitian sistematik menyatakan penggunaannya efektif;52
11

mempertimbangkan durasi lama paparan antibiotik dan potensi efek samping,42


tabung ventilasi secara umum menjadi pilihan. Baik tabung ventilasi dan
antibiotik profilaksis hanya efektif jika durasi tabung ventilasi menetap
(kebanyakan tabung ventilasi ekstrusi 6-9 bulan setelah pemasangan) atau selama
antibiotik digunakan.
Seperti pada OMA, banyak pasien dengan OME tidak memerlukan terapi
akibat tingginya tingka resolusi spontan. Namun, jika OME terjadi bilateral dan
menetap lebih dari 3 bulan, kemungkinan resolusi secara alami akan berkurang
sehingga membutuhkan medikasi. Guideline AS dan Inggris terbaru50,53
merekomendasikan periode observasi selama 3 bulan dengan audiometri serial
dan penilaian derajat tuli dan dampak terhadap perkembangan anak sebelum
menentukan kebutuhan terapi, meskipun guideline tidak selalu menjadi acuan.54
Guideline merekomendasikan baik pembedahan untuk pemasangan tabung
ventilasi atau alat bantu dengar. Insersi tabung ventilasi berhubungan dengan
sejumlah resiko, seperti otorea purulen (10%-26%), miringosklerosis (39%-65%),
retraksi kantung (21%) dan perforasi membran timpani persisten (3% meskipun
dengan pemasangan tetap T-tube, hingga 24%).55 Sebagai tambahan, saat tabung
ekstrusi, OME dapat terjadi kembali, dengan satu kali pemasangan tabung jangka
pendek pada 20-25% anak dibutuhkan set tabung ventilasi dalam 2 tahun.56
Adenoidektomi berperan dalam pencegahan OME rekuren,57 tetapi tidak
direkomendasikan sebagai tatalaksana OME yang utama karena mengingat dapat
terjadi resiko, kecuali terdapat infeksi saluran napas atas yang sering atau
persisten.53 Sejumlah tatalaksana OME telah diteliti, termasuk antibiotik,
antihistamin dan steroid tetapi saat ini tidak direkomendasikan.53
Tidak seperti OMA dan OME, terapi definitif OMSK biasanya berupa tindakan
pembedahan,13 dengan variasi teknik untuk memperbaiki membran timpani dan
mengangkat infeksi. Terapi konservatif sesuai terhadap kelompok pasien yang
terpilih bertujuan untuk mengurangi discharge rekuren dan infeksi serta gangguan
pendengaran.58 Terapi konservatif paling sering ialah aural toilet yang teratur,
antibiotik, antiseptik dan steroid topikal.40 Kuinolon topikal (mis.siprofloksasin)
diketahui sebagai terapi paling efektif pada review Cochrane terbaru,59 tetapi
meskipun diizinkan di AS, tetapi saat ini tidak diizinkan dalam bentuk tetes
12

telinga di Inggris. Banyak dari penggunaan tetes telinga mengandung


aminoglikosida, dan meskipun adanya potensi ototoksisitas ketika digunakan pada
membran timpani yang perforasi, konsensus terkini menyatakan penggunaannya
aman pada jangka pendek, dan ototoksitasrendah dibandingkan infeksi itu
sendiri.60 Terapi konservatif saja dipilih berdasarkan pilihan pasien, tidak
tersedianya fasilitas pembedahan, jika yang terganggu adalah telinga satu-satunya
yang dapat mendengar atau ketika resiko pembedahan lebih tinggi dibandingkan
manfaatnya.

Strategi pencegahan dan tatalaksana


Saat ini, OMA merupakan alasan yang sering dalam penggunaan antibiotik dan
terapi OME dan OMA dengan insersi tabung ventilasi merupakan alasan tersering
tindakan pembedahan pada anak di negara berkembang. Baik penggunaan
antibiotik yang dapat menyebabkan resistensi dan efek samping, sementara
pemasangan tabung ventilasi biasanya membutuhkan anestesi umum, ekstrusi
setelah beberapa periode waktu dan banyak anak membutuhkan pembedahan
ulang. Penanganan OMA dan OME yang lebih baik akan sangat dinantikan,
Penanganan ideal berupa pencegahan, dengan aktivitas yang efektif, cepat dan
berkelanjutan, dan nontoksik; penelitian terkini fokus untuk mencapai target ini.

Genetik
Faktor genetik sebagai predisposisi OM belum sepenuhnya dipahami,
meskipun beberapa target genetik telah diidentifikasi. OMA dan OMSK
diturunkan diperkirakan pada 40% -70% kasus telah dilaporkan; namun mayoritas
gen yang menjadi kecurigaan belum ditemukan.61 Kemungkinan ada gabungan
anatara molekul pertahanan bawaan yang dapat atau tidak menjadi cacat, memicu
terjadinya OM. Potensi target teraupetik adalah gen yang meregulasi ekspresi
mukus, produksi mukus dan respon host terhadap bakteri di telinga tengah.39
Pemahaman yang baik mengenai genetik pada OM dapat mendukung
pengembangan preventatif atau meminimalkan faktor resiko pada individu.
Penelitian genetik telah menemukan peran penting hipoksia terhadap OME dan ini
mungkin menjelaskan keefektifan penggunaan tabung ventilasi, yang akan
13

mengurangi hipoksia di telinga tengah. Model percobaan tikus digunakan untuk


menunjukkan peran jalur signal hypoxia inducable factors dan vascular
endothelial growth factor (HIF-VEGF) pada patogenesis OME, dan berpotensi
dalam temuan target terapeutik tatalaksana OME dimasa yang akan datang.62
Model percobaan hewan dengan OMA dan OME memungkinakan menganalisa
keseluruhan proses penyakit dan manipulasi eksperimental; oleh karena itu usaha
yang signifikan telah dilakukan untuk meningkatkan model yang digunakan untuk
menilai kondisi ini; melibatkan tikus dengan OM spontan (menggunakan MyD88
dan TLR2) dan menginduksi OM (menggunakan TLR2, 4, 9, Trig, dynactin
subunit 4) dan model hewan pada infeksi bakteri dan virus.39

Vaksin Pneumokokus
Tindakan pencegahan OM penting untuk meminimalisir dampak penyakit ini,
yang berhubungan dengan peresepan antibiotik dan terjadinya resistensi bakteri.
Kandidat antigen untuk vaksinasi yang menjanjikan telah ditemukan yaitu S.
pneumoniae (penyebab tersering OMA),H. influenza, danM catarrhalis.Vaksin
konjugat pneumokokus awalnya dikembangkan untuk penyakit pneumokokus
(seperti pneumonia), tetapi terbukti bermanfaat untuk mencegah penyebab
tersering OMA.63 Sehingga banyak penelitian tertarik dan telah melaporkan
efikasi vaksin pneumokokus dalam mencegah OMA pneumokokus.63,64 Setelah
pengenalan terhadap 7-valent pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), insidensi
anak dengan OMA menurun di AS dan Kanada. Pada anak berusia dibawah 2
tahun, terjadi pengurangan kasus OMA sebesar 43%, berkurangnya peresepan
antibiotik sebesar 42% dan pengurangan biaya akibat OMA sebesar 32%.65
Penelitian di Kanada menunjukkan penurunan 25.2% kasus OMA secara
keseluruhan dari 2000 sampai 2007, dengan 13.2% setelah vaksin dan berdampak
paling besar pada anak berusia kurang dari 2 tahun.64 Pengurangan signifikan pada
serotipe vaksin nasofaring diketahui setelah pengenalan PCV7.66 Sementara PCV7
menyebabkan berkurangnya serotipe setelah vaksin, karier dan prevalensi
pneumokokus serotipe 19A meningkat sebagai otopatogen;67 isolasi S.pneumoniae
serotipe 19A resisten terhadap seluruh obat yang diperbolehkan pada anak oleh
14

Food and Drug Administration (FDA)- Amerika Serikat untuk menangani


OMA.68
Meskipun hasilnya menjanjikan, perlu diperhatikan manfaat jangka panjang
vaksinasi. Penelitian terkini menyorot perhatian terhadap peningkatan insidensi
komplikasi terkait OMA.69 Setelah dikenalkannya vaksinasi, komplikasi akibat
OMA meliputi mastoiditis dan komplikasi intrakranial lain berkurang; namun,
kembali ke angka sebelum vaksinasi setelah beberapa tahun kemudian.69
Penurunan dan peningkatan ini juga diperhatikan pada infeksi pneumokokus yang
berasal dari tempat lain, meskipun secara umum infeksi ini jarang terjadi
dibandingkan sebelum ditemukannya vaksin ini.70 Penggantian serotipe masih
menjadi perhatian, dimana sejalan dengan peningkatan patogen non-
pneumokokus.69
Satu metode potensial untuk mengatasi resistensi vaksin yaitu
memformulasikan vaksin dari protein antigen yang dikonservasi secara luas;
vaksin ini menjadi serotipe independen dan secara teori tidak berhubungan dengan
penggantian serotipe.63 Bentuk vaksin ini akan lebih terjangkau dan terutama
berguna di negara berkembang, dimana kebutuhan akan vaksin sangat besar.71
Vaksin pneumokokus terbaru dengan perlindungan terhadap serotipe tambahan
telah dikembangkan, termasuk vaksin 13-valent pneumokokusdan vaksin konjugat
11-valent pneumokokus polisakaridadengan protein D sebagai karier, yang juga
memiliki keuntungan dalam melawan OM H.Influenza non-tipe. Peran strategi
imunisasi maternal juga berguna dalam perlindungan terhadap bayi.

Perkembangan di bidang mikrobiologi dan resistensi bakteri


Penggunaan antibiotik secara luas sering diketahui dapat menyebabkan resistensi.
Antibiotik-menginduksi stress dapat meningkatkan tingkat transformasi genetik
S.pneumoniae yang menghasilkan fenotipe yang resisten. Paparan kadar antibiotik
konsentrasi inhibitor sub-minimum meningkatkan tingkat mutasi pneumokokus,
sehingga dapat menyebabkan resistensi.72 Penisilin merupakan antibiotik pilihan
untuk S.pneumoniae, makrolid dan fluorokuinolon juga efektif.73 The European
Centre for Disease Control and Preventionmemaparkan surveilan resistensi
antimikroba pada 27 negara di Eropa menunjukkan peningkatan secara
15

keseluruhan tingkat kepekaanS.pneumoniaeterhadap penisilin dan marolid antara


tahun 2009 dan 2011.74,75 Data tahun 2011 menunjukkan 8.8% S.pneumoniaetidak
peka terhadap penisilin dan 0.02% telah resisten; 14.6% dan 14.1% pneumokokus
tidak peka dan resisten terhadap makrolid dan 5.8% tidak peka terhadap
keduanya.75 Resistensi terhadap fluorokuinolon juga telah ditampilkan.72,75H.
influenzae non tipe, serotipe utama penyebab OM, sering memproduksi beta
laktamase dan resisten terhadap ampisilin;29,76,77amoksisilin/klavulanat dapat
menjadi pilihan,77 tetapi sebuah penelitian di Spanyol menemukan sebanyak 13%
H. influenzae juga resisten terhadap amoksisilin/klavulanat.29
Masalah terapeutik lainnya ialah keterlibatan biofilm pada OME. Pertumbuhan
biofilmpersisten melalui berbagai mekanisme, secara fenotip mengganggu
“persister cell” yang dapat menghasilkan kembali bakteri biofilm;78,79
perlindungan dengan matriks eksopolisakarida dapat memblok mekanisme
pertahanan host, menyebabkan respon inflamasi yang tidak efektif; dan transfer
gen horizontal yang meningkatkan virulensi. 79 Tingkat OME rekuren yang tinggi,
20-25% setelah tabung ventilasi diangkat,80 juga dapat dijelaskan oleh adanya
biofilm yang persisten karena tabung ventilasi dapat mengurangi efusi namun
tidak dapat mengatasi biofilm.56 Biofilm dapat menjadi rekalsitrans dan resisten
terhadap antibiotik.81 Matriks dan aggregasi bakteri dapat menghambat antibiotik
mencapai biofilm pada kadar diatas konsentrasi inhibisi minimum.81 Resistensi,
yang berbeda dengan rekalsitran diakibatkan mutasi genetik yang terjadi akibat
peningkatan hipermutabilitas.82 Secara klinis, ini berarti bahwa eradikasi biofilm
memerlukan kadar antibiotik 10-1000 kali lebih tinggi dibandingkan kadar yang
dibutuhkan untuk menangani bentuk planktonik.83 Kadar antibiotik yang tinggi
akan berefek sistemik tetapi lebih aman dengan pemberian obat secara lokal.57
Pemahaman bahwa biofilm penting dalam patogenesis OME membuka potensi
strategi tatalaksana terbaru berdasarkan eradikasi biofilm, meliputi metode
pemberian antibiotik di area infeksi.

Pemberian obat ke telinga tengah


Pemberian antibiotik lokal secara langsung ke telinga sebagai terapi OM,
merupakan strategi terapi yang efisien dan aman terhadap resiko toksisitas
16

sistemik, terutama jika dibutuhkan dosis tinggi.84 Secara luas terdapat dua strategi
pemberian yaitu transtimpanik dan intratimpanik. Pemberian transtimpani
bergantung pada kemungkinan molekul teraupetik menyebar melalui membran
timpani dari kanal telinga menuju telinga tengah; ini dapat difasilitasi dengan
penggunaan chemical permeation enhancers. Pada penelitian in vivo experiments
menunjukkan bahwa metode ini merupakan stratedi yang menjanjikan dimasa
depan, meskipun tidak digunakan secara klinis saat ini. Agen teraupetik juga
dapat diberikan secara transtimpani sebagai partikel magnetik,86 tetapi juga belum
digunakan secara klinis sebagai tetapi OM saat ini. Kemungkinan keterbatasan
utama pemberian transtimpani berkaitan dengan keterbatasan jumlah obat yang
dapat masuk ke membran timpani. Alternatif pemberian obat secara langsung ke
telinga tengah, yang memungkinkan lebih banyak jumlah obat yang masuk untuk
mencapai area target. Namun, dibutuhkan insisi atau pungsi membran timpani
untuk mencapai area target obat. Berbagai metode yang telah diketahui yaitu
pemberian gel87 dan pil antibiotik56 dengan strategi selanjutnya untuk eradikasi
biofilm S. aureus in vitro.
Keamanan metode pemberian ini sebaiknya dinilai berdasarkan penggunaan
klinis secara luas. Obat apapun, bagaimanapun cara pemberiannya memiliki
potensi toksik jika diberikan langsung dengan kuantitas yang besar. Telinga
tengah maupun terlinga dalam dapat terganggu akibat toksisitas, efek pendengaran
dan/atau keseimbangan. Pemeriksaan toksisitas yang komprehensif diharuskan
sebelum aplikasi klinis.

Kesimpulan
OME dan OMA merupakan penyebab signifikan morbiditas pasien dan biaya
pelayanan kesehatan. Guideline terbaru menampilkan tatalaksana tetapi masih
memiliki kekurangan yang signifikan. Penelitian di bidang mikrobiologi, studi
biofilm, perkembangan vaksin, genetik dan pemberian obat sebagai potensi untuk
tatalaksana yang lebih baik dimasa depan.

Anda mungkin juga menyukai