Resume Sistem Pemerintahan Indonesia
Resume Sistem Pemerintahan Indonesia
KELAS : G-7
NPP : 28.1302
ABSEN : 5 (LIMA)
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang berbunyi, "bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu
susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat".Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1
UUD 1945, yang berbunyi, "Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
republik".
Dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, sedangkan bentuk
pemerintahannya ialah Republik. Selain bentuk pemerintahan republik dan bentuk negara
kesatuan, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan
sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi,
"Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang
Dasar". Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut Sistem Pemerintahan
Presidensial.
b. Presidential threeshold penguatan sistem pemerintahan indonesia
Kedua, untuk menciptakan sistem presidensial yang efektif dalam rangka memperbaiki sistem
pemerintahan di Indonesia, maka perlu beberapa langkah untuk ditempuh. Di antaranya adalah
(i) penyederhanan partai politik. (ii) membentuk koalisi partai politik yang permanen. (iii)
gaya kepemimpinan presiden.
d. Asas musyawarah dalam sistem pemerintahan indonesia
Bahwa asaz musyawarah berhasil dipraktekkan dalam masyarakat hukum adat, karena mental
individunya yaitu mental yang mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan
pribadi, golongan, selain dari hal tersebut masyarakat tersebut bersifat homogen sehingga
pelaksanaan asaz musyawarah lebih mudah karena relatif kehidupan dan pandangan hidup
yang sama. Dalam keadaan seperti diatas, maka kemungkinan pemakaian asaz musyawarah
masih ada, walaupun pemakaian suara terbanyak masih ada, tetapi bagaimanapun berhasil atau
tidaknya asaz musyawarah tergantung dari mental individunya, dimana individunya tetap
beranggapan bahwa kepentingan bersama lebih penting daripada kepentingan pribadi maka
asaz musyawarh akan mudah dicapai dalam sistem pemerintahan indonesia
e. Cek dan balance sistem pemerintahan indonesia
Indonesia menganut sistem pemisahan kekuasaan dalam arti formal atau pembagian
kekuasaan yang tidak mempertahankan secara tegas pembagian kekuasaan tersebut.
Didalam lembaga legislatif terdapat suatu faktor yang tidak mendukung kestabilan
kehidupan ketatanegaraan di Indonesia yang menganut sistem presidensial, yakni adanya
interfensi partai-partai yang mendukung pihak yang berada dalam lembaga tersebut. Pada
hakekatnya DPR sebagai lembaga yang telah dipilih secara langsung oleh rakyat seharusnya
keterikatan terhadap rakyat jauh lebih kuat dibandingkan keterikatan terhadap kepentingan
partainya. Hal ini lah yang menjadi dilema dalam hubungan antara presiden dan DPR di
Indonesia, pada sistem presidensial yang secara tegas memisahkan kekuasaan antar
lembaga, namun pada praktiknya pemisahan kekuasaan sebagai ciri dari sistem presidensial
tidak terpenuhi bahkan pada Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen dan setelah
ternyata masih menganut sistem pembagian kekuasaan yang mencerminkan keraguan untuk
benar-benar menerapkan sistem presidensial.
Negara Indonesia mengharapkan dapat menjalankan sistem pemerintahan presidensial
secara murni dan sesuai dengan karakteristik–karakterisitik sistem presidensial yang
seharusnya. Akan tetapi pada kenyataannya, di Indonesia belum dapat menjalankan
pemerintahan sistem presidensial secara murni karena dalam pelaksanaan pemerintahan di
Indonesia sekarang ini dinilai masih cenderung menggunakan sistem pemerintahan
parlementer, memang didalam perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 telah memperkuat mengenai sistem presidensial yang berlaku dalam
pemerintahan di Indonesia, akan tetapi didalamnya masih terdapat kerancuan yang dapat
menimbulkan berbagai penafsiran yang berbeda.
adanya pertimbangan dan persetujuan DPR dalam beberapa keputusan eksekutif, juga akan
dapat menghambat kebijakan Presiden
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan tersebut, maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
(1) Pegawai negeri sipil yang merupakan bagian dari aparatur negara yang bertugas sebagai abdi
masyarakat yang fungsinya menyelenggarakan pemerintahan dan
undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat
Pegawai Negeri sipil dalam memberikan layanan kepada masyarakat tetap berpedoman pada
Peraturan Pemerintah nomor 42 Tahun 2004 tentang pembinaan Jiwa Korps dan Kode etik
Pegawai Negeri Sipil. (2) Pegawai Negeri Sipil adalah bagian daripada aparatur pemerintah yakni
sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, maka Pegawai Negeri Sipil tetap menjaga netralitas dan
bebas dari pengaruh partai politik.
UU 23 tahun 2014 lahir dari adanya keresahan akan dampak negatif yang ditimbulkan UU no
32 tahun 2004. Ada beberapa masalah yang disorot sebagai kelamahan UU lama (UU 32/2004)
yang ditulis oleh sang arsitek, yakni DIRJEN Otda Kemendagri, Djohermansyah Djohan di
Kompas (25 April 2015) beberapa waktu yang lalu. Pertama dan yang paling penting adalah
lemahnya fungsi gubernur dan pemerintah pusat dalam mengontrol pemerintah kabupaten dan
kota. Dalam banyak kasus, gubernur sebagai kepanjangan pemerintah pusat di daerah gagal
mencegah abuse of power dari pemerintah kota dan kabupaten terutama dalam masalah
pertambangan, kelautan dan kehutanan. Dampak negatifnya adalah kerusakan lingkungan yang
parah akibat eksploitasi pemerintah kabupaten dan kota dalam rangka meningkatakan
pendapatan daerah. Muncul raja-raja kecil di daerah yang tanpa bisa dikontrol gubernur dan
pemerintah pusat ini, dalam banyak kasus tidak bisa berkoordinasi dengan gubernur yang
biasannya dikarenakan perbedaan latar belakang politik. Dan di sisi yang lain gubernur berada
pada posisi menggantung tanpa bisa berpijak. Kedua, maraknya daerah pemekaran yang
kebablasan. Ketiga, ada kewenangan yang tumpang tindih.
Selain itu dalam naskah akademiknya (2011: 13-16), Kementrian dalam negeri merasa perlu
melakukan revisi terhadap UU ini dikarenakan adanya overhead cost akibat otonomi daerah
yang berimbas pada naiknya anggaran kepagawaian. Overhead cost ini dianggap membebeni
anggaran daerah yang tidak sedikit
mengorbankan sektor vital lainnya yang lebih layak untuk diprioritaskan seperti
infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Dampak –dampak negatif inilah menurut
pemerintah pusat yang menjadi latar belakang mengapa UU 32 tahun 2004 perlu direvisi.
Tulisan ini akan membahas beberapa catatan kritis penulis terhadap UU ini dan bagaimana
solusi yang dapat ditawarkan untuk menjawab permasalahan otonomi daerah.
l. Kewenangan dekonsentrasi
desa merupakan salah satu entitas politik yang memiliki peran strategis dalam
mencapai tujuan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia. Urgensi Negara mengakui desa
adat yaitu, (a) mengembalikan identitas dan budaya masyarakat pedesaan, (b)
mengembangkan dan melestarikan kearifan-kearifan lokal yang merupakan sistem
kehidupan masyarakat asli desa, (c) sebagai pengendali pengaruh globalisasi yang
dapat menghancurkan kebudayaan sosial dan budaya masyarakat Indonesia, dan (d)
mengembalikan identitas bangsa.
Konsep unifikasi menjadi salah satu penyebab tergerusnya sistem kekuatan dan
karakter kehidupan masyarakat adat melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
oleh Negara. Oleh karenanya penting mewujudkan konsep hukum yang mencirikan
watak dan budaya masyarakat Indonesia sesuai dengan perkembangan zaman dan
hukum yang hidup dalam masyarakat. Dalam perkembangannya konsep desa adat sulit
untuk dioperasionalkan karena dipengaruhi berbagai pergulatan yang berhubungan
dengan konsep unifikasi hukum, pluralisme dan internasionalisasi dalam sistem hukum
di Indonesia.
Merujuk pada data, informasi dan pembahasan yang dikemukakan, maka dapat disimpulkan
bahwa “penetapan batas wilayah desa pasca berlakunya Undang-undang No.6 tahun 2014 tentang
Desa”, dapat dikemukakan sebagai berikut:
Sebelum berlakunya UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Semua provinsi pada lokasi
kajian sebelum berlakunya UU nomor 6 tahun 2014 dan UU nomor 32 tahun 2004 beserta
turunannya, desa dan batas desa sudah ada dan diakui secara turun temurun. Secara khusus
batas desa yang sudah diakui dan diterima secara turun temurun tersebut, disepakati secara
alami seperti pemantang sawah
o. Perkembangan teori pembangunan