Anda di halaman 1dari 10

RESUME SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

NAMA : ANDI HERIAWAN KUBE

KELAS : G-7

NPP : 28.1302

ABSEN : 5 (LIMA)

a. Sistem pemerintahan indonesia menurut UUD 1945

Pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang berbunyi, "bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu
susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat".Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1
UUD 1945, yang berbunyi, "Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
republik".

Dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, sedangkan bentuk
pemerintahannya ialah Republik. Selain bentuk pemerintahan republik dan bentuk negara
kesatuan, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan
sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi,
"Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang
Dasar". Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut Sistem Pemerintahan
Presidensial.
b. Presidential threeshold penguatan sistem pemerintahan indonesia

Presidential Threshold tidak dapat menciptakan sistem pemerintahan sistem


presidensil yang kuat dan stabil. Karena, sistem presidensil dikombinasikan dengan multi
partai. keberadaan koalisi seringkali justru menimbulkan partai politik memiliki
kepentingannya sendiri, seperti kepentingan untuk mendapatkan jatah kursi menteri dan
kepentingan-kepentingan lain. Presiden yang kurangnya dukugan koalisi juga akan
mempengaruhi cara penyelesaiaan persoalan yang dihadapi presiden. Bisa saja dalam
dukungannya koalisi menarik dukungannya terhadap presiden kapan saja. Partai politik
akan lebih dominan daripada presiden, persoalan koalisi seperti ini tidak akan memperkuat
dan menstabilkan sistem presidensil, tetapi malah memperlemah sistem presidensil.
Karena presiden seringkali terikat oleh partai politik koalisi apabila kebijakan presiden
tidak sejalan dengan keinginan partai dalam koalisi. Presidential Threshold hanya
dianggap untuk memperkuat kekuatan sebagian elit partai politik dalam proses pengajuan
calon presiden dan wakil presiden. Presidential Threshold tidak dapat mempengaruhi
kuatnya sistem presidensil karena adanya koalisi. Terpilihnya presiden dan wakil presiden
teridiri dari banyak partai politik mengakibatkan sistem pemerintahan di Indonesia
tersebut tidak dapat berjalan efektif karena harus mempertimbangkan banyak kepentingan
dari partai-partai yang ada dalam suatu koalisi.

2. Hal-hal yang mempengaruhi penguatan sistem presidensil yaitu:

a. Sistem multi partai akan menimbulkan pertikaian dimana partai politik


yang berkoalisi tidak memiliki ideologi yang sama. Partai politik yang berkoalisi akan
saling memperjuangkan ideologinya masing-masing. Sehingga terjadinya campur partai-
partai politik dalam proses pembentukan kabinet dan pemberhentian anggota kabinet.

Sistem komunikasi akan mempengaruhi penguatan sistem presidensil yang ada


karena biasanya sistem komunikasi lebih memperjuangkan atau memenangkan
kepentingan kaum elite semata. Komunikasi presiden juga harus tidak dalam konteks
rendah artinya presiden sebagai pemimpin dapat memegang peran keberhasilan
pemerintahan dalam menyampaikan sehingga dapat dipahami dan dimengerti.

c. Personal presiden dapat mempengaruhi sistem presidensil dimana karakter


presiden harus sesuai dengan visi dan misi. Presiden dituntut agar dapat melayani rakyat
dengan baik. Personal presiden dapat dilihat baik apabila kepemimpinannya dapat
diterima rakyat. presiden haruslah sesuai dengan janji yang dikampanyekan agar presiden
dapat menyelasaikan persoalan rumit yang dihadapi serta memiliki kemampuan
komunikasi lobby yang baik.

c. Anomali sistem pemerintahan presidensial pasca amandemen


Pertama, bahwa terjadinya anomali sistem pemerintahan presidensial pasca amandemen UUD
1945 bukan terjadi begitu saja dan tanpa sebab apapun. Melainkan dipengaruhi oleh tiga faktor
determinan yang menimbulkan anomali. Ada pun faktor-faktor tersebut adalah: (i) terjadinya
perpaduan antara sistem multi partai dengan sistem presidensial. Perpaduan kedua sistem ini
bukanlah pasangan yang serasi untuk mengasilkan sistem presidensial yang efektif. Jika terus
dipaksakan maka sistem presidensial akan menjadi lemah dan memperburuk kondisi
pemerintahan. (ii) terciptanya koalisi dalam sistem pemerintahan presidensial. Akibat dari
diterapkannya sistem multi parti maka menyebabkan lahirnya koalisi antar partai. Terlebih
lagi koalisi yang terbentuk adalah koalisi yang rapuh yang hanya ingin mencari kekuasaan.
Sehingga koalisi hanya menjadi buah simalakama dalam sistem presidensial. (iii) reduksi
kekuasaan presiden pasca amandemen. Lemahnya posisi presiden akibat kewenangan yang
dimiliknya direduksi menjadi bukti nyata terjadinya anomali sistem presidendial. Sebab
presiden merupakan aktor utama yang memainkan jalannya sistem kepemerintahan. Jika
kewenangan yang dimilikinya direduksi maka presiden akan lemah dihadapan parlemen.

Kedua, untuk menciptakan sistem presidensial yang efektif dalam rangka memperbaiki sistem
pemerintahan di Indonesia, maka perlu beberapa langkah untuk ditempuh. Di antaranya adalah
(i) penyederhanan partai politik. (ii) membentuk koalisi partai politik yang permanen. (iii)
gaya kepemimpinan presiden.
d. Asas musyawarah dalam sistem pemerintahan indonesia
Bahwa asaz musyawarah berhasil dipraktekkan dalam masyarakat hukum adat, karena mental
individunya yaitu mental yang mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan
pribadi, golongan, selain dari hal tersebut masyarakat tersebut bersifat homogen sehingga
pelaksanaan asaz musyawarah lebih mudah karena relatif kehidupan dan pandangan hidup
yang sama. Dalam keadaan seperti diatas, maka kemungkinan pemakaian asaz musyawarah
masih ada, walaupun pemakaian suara terbanyak masih ada, tetapi bagaimanapun berhasil atau
tidaknya asaz musyawarah tergantung dari mental individunya, dimana individunya tetap
beranggapan bahwa kepentingan bersama lebih penting daripada kepentingan pribadi maka
asaz musyawarh akan mudah dicapai dalam sistem pemerintahan indonesia
e. Cek dan balance sistem pemerintahan indonesia
Indonesia menganut sistem pemisahan kekuasaan dalam arti formal atau pembagian
kekuasaan yang tidak mempertahankan secara tegas pembagian kekuasaan tersebut.
Didalam lembaga legislatif terdapat suatu faktor yang tidak mendukung kestabilan
kehidupan ketatanegaraan di Indonesia yang menganut sistem presidensial, yakni adanya
interfensi partai-partai yang mendukung pihak yang berada dalam lembaga tersebut. Pada
hakekatnya DPR sebagai lembaga yang telah dipilih secara langsung oleh rakyat seharusnya
keterikatan terhadap rakyat jauh lebih kuat dibandingkan keterikatan terhadap kepentingan
partainya. Hal ini lah yang menjadi dilema dalam hubungan antara presiden dan DPR di
Indonesia, pada sistem presidensial yang secara tegas memisahkan kekuasaan antar
lembaga, namun pada praktiknya pemisahan kekuasaan sebagai ciri dari sistem presidensial
tidak terpenuhi bahkan pada Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen dan setelah
ternyata masih menganut sistem pembagian kekuasaan yang mencerminkan keraguan untuk
benar-benar menerapkan sistem presidensial.
Negara Indonesia mengharapkan dapat menjalankan sistem pemerintahan presidensial
secara murni dan sesuai dengan karakteristik–karakterisitik sistem presidensial yang
seharusnya. Akan tetapi pada kenyataannya, di Indonesia belum dapat menjalankan
pemerintahan sistem presidensial secara murni karena dalam pelaksanaan pemerintahan di
Indonesia sekarang ini dinilai masih cenderung menggunakan sistem pemerintahan
parlementer, memang didalam perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 telah memperkuat mengenai sistem presidensial yang berlaku dalam
pemerintahan di Indonesia, akan tetapi didalamnya masih terdapat kerancuan yang dapat
menimbulkan berbagai penafsiran yang berbeda.

f. Hukum tata usaha negara sistem pemerintahan indonesia


bahwa esensi yang terkandung dalam ketentuan Pasal 18 UUD 1945 pertama, adanya daerah
otonomi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah yang didasarkan pada asas desentralisasi.
Kedua, satuan pemerintahan tingkat daerah menurut UUD 1945 dalam penyelenggaraan
dilakukan dengan “memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem
pemerintahan negara”. Ketiga, pemerintahan tingkat daerah harus disusun dan
diselenggarakan dengan “memandang dan mengingati hak-hak asal-usul dalam daerah-
daerah yang bersifat istimewa”.2
Adanya perintah kepada pembentuk undang-undang dalam menyusun undang-undang tntang
desentralisasi territorial harus “memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam
sistem pemerintahan negara”, menurut ketentuan Pasal 18 UUD 1945 adalah bahwa dasar
permusyawaratan juga diadakan pada tingkat daerah. Dengan demikian,
permusyawaratan/perwakilan tidak hanya terdapat pada pada pemerintahan tingkat pusat,
melainkan juga pada pemerintahan tingkat daerah. Dengan kata lain, Pasal 18 UUD 19945
menentukan bahwa pemerintahan daerah dalam susunan daerah besar dan kecil harus
dijalankan melalui permusyawaran atau harus mempunyai badan perwakilan. Hak melakukan
pemerintahan sendiri sebagai sendi kerakyatan dalam sebuah negara kesatuan (eenheidsstaat)
tidak lain berarti otonomi, yaitu hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.
Dengan demikian, makin kuat alasan bahwa pemerintahan dalam susunan daerah besar dan
kecil menurut Pasal 18 tidak lain dari pemerintahan yang disusun atas dasar otonomi.3
g. Karakteristik sistem parlemen dalam sistem pemerintahan indonesia pasca amandemen
Secara umum tentang sistem pemerintahan di Indonesia pasca amandemen yang ada dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah jelas mengarah
kepada sistem presidensil. Namun masih ada Pasal-Pasal dalam Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengarah pada ciri-ciri sistem pemerintahan
palementer yaitu: Pasal 11 ayat (1), Pasal 11 Ayat (2), Pasal 13 ayat (2), Pasal 13 ayat (3),
Pasal 14 ayat (2), Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B Implikasi
parlementer dalam sistem pemerintahan di Indonesia pasca amandemen Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia dalam ketatanegaraan di Indonesia yaitu
Pertama, mengakibatkan suara Presiden tidak bersifat tunggal
sebagai kepala pemerintahan. Keadaan pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden sebagai
syarat bila dengan partai politik atau gabungan partai politik. Kedua, Dalam sistem
kepartaian multi partai berimplikasi pada keputusan dan kebijakan eksekutif dan legislatif
tidak sejalan karena adanya tarik ulur kepentingan politik didalam penyusunan kabinet.
Partai dominan dalam legislatif adalah partai lawan dari Presiden pada saat koalisi apabila
pemilihan umum. Ketiga, Apabila dalam legislatif, komposisi koalisi DPR yang demikian
adalah partai politik yang menjadi lemahnya Presiden pada saat pemilihan Presiden, maka
akan menyulitkan Presiden dealam mengambil kebijakan. Keempat,

adanya pertimbangan dan persetujuan DPR dalam beberapa keputusan eksekutif, juga akan
dapat menghambat kebijakan Presiden

h. Kedudukan dan fungsi wakil menteri dalam sistem pemerintahan indonesia

Ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian


Negara mengenai jabatan Wakil Menteri menentukan bahwa Wakil Menteri bertugas
untuk membantu menteri dan bertanggung jawab kepada Menteri. Berdasarkan ketentuan
konstitusi, pengangkatan Wakil Menteri itu adalah bagian dari kewenangan Presiden untuk
melaksanakan tugas-tugasnya. Tidak adanya perintah maupun larangan di dalam UUD
1945 memberi arti berlakunya asas umum di dalam hukum bahwa “sesuatu yang tidak
diperintahkan dan tidak dilarang itu boleh dilakukan” dan dimasukkan di dalam Undang-
Undang sepanjang tidak berpotensi melanggar hak-hak konstitusional atau ketentuan-
ketentuan lain di dalam UUD 1945.

i. Netralitas ASN dalam sistem pemerintahan indonesia

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan tersebut, maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :

(1) Pegawai negeri sipil yang merupakan bagian dari aparatur negara yang bertugas sebagai abdi
masyarakat yang fungsinya menyelenggarakan pemerintahan dan

pembangunan serta berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung


jawab, serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Pegawai Negeri adalah bagian
daripada aparatur pemerintahan yang diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasilguna. Pegawai Negeri Sipil juga
adalah sebagai pelaksana dari sistim pemerintahan dan pelaksana dari peraturan perundang
undangan, sehingga setiap pegawai Negeri Sipil berkewajiban untuk memberikan contoh

yang baik dalam mentaati dan melaksanakan segala peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat
Pegawai Negeri sipil dalam memberikan layanan kepada masyarakat tetap berpedoman pada
Peraturan Pemerintah nomor 42 Tahun 2004 tentang pembinaan Jiwa Korps dan Kode etik
Pegawai Negeri Sipil. (2) Pegawai Negeri Sipil adalah bagian daripada aparatur pemerintah yakni
sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, maka Pegawai Negeri Sipil tetap menjaga netralitas dan
bebas dari pengaruh partai politik.

j. Hakekat ilmu pemerintahan


Terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli dalam memberikan pengertian dan sejarah
tentang Ilmu Pemerintahan. Ada yang mengatakan bahwa Ilmu Pemerintahan bukanlah ilmu
baru. Ilmu Pemerintahan telah ada pada pada awal Abad XX tepatnya di tahun 1841 dimana
Clinton Roosevelt menulis buku yang di dalamnya terdapat Ilmu Pemerintahan secara eksplisit.
Yang kemudian pemikiran tersebut dikaji oleh Robert Mac Iver dalam bukunya The Web of
Government di tahun 1947. Namun ada juga yang mengatakan bahwa Ilmu Pemerintahan
merupakan ilmu baru yang muncul pada tahun 1970-an. Perbedaan lain terletak pada
pengertian/definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang Ilmu Pemerintahan. Perbedaan
tersebut terletak pada objek forma kajian Ilmu Pemerintahan. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan latar-belakang ilmu masing-masing ahli. Perbedaan ini yang menyebabkan ketidak-
jelasan tentang kedudukan dan posisi Ilmu Pemerintahan itu sendiri. Jadi Ilmu
Pemerintahan merupakan multiaspek dan multidisiplin. Tidak dapat berdiri sendiri dan
memerlukan ilmu lain. Kajian Ilmu Pemerintahan secara epistemologi, bekerja sama dengan
ilmu-ilmu lain dalam metodologinya. Secara aksiologi, Ilmu Pemerintahan mempunyai
guna/manfaat dalam mengurus kepentingan publik. Kepentingan publik yang dimaksud seperti
dalam hal aturan, fasilitas, dan pelayanan. Hal ini sesuai dengan tujuan Negara dalam hal
partisipasi publik untuk pencapaian tujuan Negara. Jadi dapat dikatakan bahwa Ilmu
Pemerintahan merupakan ilmu pengetahuan yang ilmiah, karena memiliki metodologi/filsafat-
ilmu dan memiliki guna/manfaat, yaitu untuk kesejahteraan masyarakat. Ilmu Pemerintahan ini
tidak dapat berdiri sendiri, namun membutuhkan ilmu-ilmu lain untuk mengembangkan Ilmu
Pemerintahan.

k. Dampak uu 23 tahun 2014

UU 23 tahun 2014 lahir dari adanya keresahan akan dampak negatif yang ditimbulkan UU no
32 tahun 2004. Ada beberapa masalah yang disorot sebagai kelamahan UU lama (UU 32/2004)
yang ditulis oleh sang arsitek, yakni DIRJEN Otda Kemendagri, Djohermansyah Djohan di
Kompas (25 April 2015) beberapa waktu yang lalu. Pertama dan yang paling penting adalah
lemahnya fungsi gubernur dan pemerintah pusat dalam mengontrol pemerintah kabupaten dan
kota. Dalam banyak kasus, gubernur sebagai kepanjangan pemerintah pusat di daerah gagal
mencegah abuse of power dari pemerintah kota dan kabupaten terutama dalam masalah
pertambangan, kelautan dan kehutanan. Dampak negatifnya adalah kerusakan lingkungan yang
parah akibat eksploitasi pemerintah kabupaten dan kota dalam rangka meningkatakan
pendapatan daerah. Muncul raja-raja kecil di daerah yang tanpa bisa dikontrol gubernur dan
pemerintah pusat ini, dalam banyak kasus tidak bisa berkoordinasi dengan gubernur yang
biasannya dikarenakan perbedaan latar belakang politik. Dan di sisi yang lain gubernur berada
pada posisi menggantung tanpa bisa berpijak. Kedua, maraknya daerah pemekaran yang
kebablasan. Ketiga, ada kewenangan yang tumpang tindih.

Selain itu dalam naskah akademiknya (2011: 13-16), Kementrian dalam negeri merasa perlu
melakukan revisi terhadap UU ini dikarenakan adanya overhead cost akibat otonomi daerah
yang berimbas pada naiknya anggaran kepagawaian. Overhead cost ini dianggap membebeni
anggaran daerah yang tidak sedikit
mengorbankan sektor vital lainnya yang lebih layak untuk diprioritaskan seperti
infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Dampak –dampak negatif inilah menurut
pemerintah pusat yang menjadi latar belakang mengapa UU 32 tahun 2004 perlu direvisi.
Tulisan ini akan membahas beberapa catatan kritis penulis terhadap UU ini dan bagaimana
solusi yang dapat ditawarkan untuk menjawab permasalahan otonomi daerah.

l. Kewenangan dekonsentrasi

Sebagaimana ketentuan dalam UU Pemerintahan Daerah, dekonsentrasi merupakan salah


satu prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dapat diabaikan. Dekonsentrasi memiliki
fungsi yang sangat strategis dalam rangka menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu
sebagai pengikat hubungan antara pusat dan daerah. Permasalahan yang selama ini melingkupi
penyelenggaraan kewenangan dekonsentrasi harus mendapatkan perhatian yang serius oleh
pemerintah sehingga tidak menjadi permasalahan yang berkepanjangan yang pada gilirannya
malah akan mengaburkan makna pentingnya dekonsentrasi dalam NKRI. Dengan ditetapkannya
PP Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, bisa jadi akan membuat
penyelenggaraan kewenangan dekonsentrasi menjadi lebih baik. Namun demikian, berkaca pada
berbagai permasalahan yang selama ini terjadi dalam penyelenggaraan dekonsentrasi akan
menimbulkan pertanyaan, apakah PP ini mampu mengatasinya?. Lepas dari hal tersebut,
pengawalan, kontrol, dan monitoring mulai dari perencanaan, pelaksanaan serta
pertanggungjawaban menjadi salah satu kunci keberhasilan penyelenggaraan dekonsentrasi,
disamping itu faktor penting lainnya adalah adanya kebijakan yang mengintegrasikan fungsi,
institusi dan program dalam penyelenggaraan kewenangan ini.

m. Politik hukum desa

desa merupakan salah satu entitas politik yang memiliki peran strategis dalam
mencapai tujuan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia. Urgensi Negara mengakui desa
adat yaitu, (a) mengembalikan identitas dan budaya masyarakat pedesaan, (b)
mengembangkan dan melestarikan kearifan-kearifan lokal yang merupakan sistem
kehidupan masyarakat asli desa, (c) sebagai pengendali pengaruh globalisasi yang
dapat menghancurkan kebudayaan sosial dan budaya masyarakat Indonesia, dan (d)
mengembalikan identitas bangsa.

Konsep unifikasi menjadi salah satu penyebab tergerusnya sistem kekuatan dan
karakter kehidupan masyarakat adat melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
oleh Negara. Oleh karenanya penting mewujudkan konsep hukum yang mencirikan
watak dan budaya masyarakat Indonesia sesuai dengan perkembangan zaman dan
hukum yang hidup dalam masyarakat. Dalam perkembangannya konsep desa adat sulit
untuk dioperasionalkan karena dipengaruhi berbagai pergulatan yang berhubungan
dengan konsep unifikasi hukum, pluralisme dan internasionalisasi dalam sistem hukum
di Indonesia.

n. Batas wilayah desa saat berlaku uu no 6 tahun 2014

Merujuk pada data, informasi dan pembahasan yang dikemukakan, maka dapat disimpulkan
bahwa “penetapan batas wilayah desa pasca berlakunya Undang-undang No.6 tahun 2014 tentang
Desa”, dapat dikemukakan sebagai berikut:

Sebelum berlakunya UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Semua provinsi pada lokasi
kajian sebelum berlakunya UU nomor 6 tahun 2014 dan UU nomor 32 tahun 2004 beserta
turunannya, desa dan batas desa sudah ada dan diakui secara turun temurun. Secara khusus
batas desa yang sudah diakui dan diterima secara turun temurun tersebut, disepakati secara
alami seperti pemantang sawah
o. Perkembangan teori pembangunan

Anda mungkin juga menyukai