Anda di halaman 1dari 206

KERJASAMA ANTARA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


dengan
KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2011
KURIKULUM PELATIHAN
FASILITATOR
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN
362.1
Pelatihan Fasilitator
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Ind
DI BIDANG KESEHATAN

Kerjasama Antara
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Dengan
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia

i
Pelatihan Fasilitator
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN

Sambutan
SEKRETARIS JENDERAL
KEMENTERIAN KESEHATAN RI

U ndang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa pembangunan
kesehatan harus ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat masyarakat yang setinggi-
tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumberdaya
masyarakat. Oleh karena itu Kementerian Kesehatan RI telah
menetapkan Visi Pembangunan Kesehatan Tahun 2010 – 2014 adalah
“Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Dengan Misi : 1)
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani, 2) Melindungi
kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan, 3)
Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan,
dan 4) Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
Pembangunan Kesehatan juga tidak terlepas dari komitmen
Indonesia sebagai warga masyarakat dunia untuk mencapai
Millenium Development Goals (MDGs). Lima (5) dari delapan
(8) agenda MDGs berkaitan langsung dengan kesehatan, dan
tiga (3) lainnya berkaitan secara tidak langsung. Lima (5) agenda
yang berkaitan langsung dengan kesehatan adalah Agenda ke-1
Memberantas kemiskinan dan kelaparan, Agenda ke-4 Menurunkan
angka kematian anak, Agenda ke-5 Meningkatkan kesehatan ibu,
Agenda ke-6 Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit lainnya,
serta Agenda ke-7 Melestarikan lingkungan hidup.
Dalam upaya mencapai visi, misi dan MDGs salah satu kunci
utama adalah pemberdayaan masyarakat, swasta, dan masyarakat
madani melalui kerjasama nasional dan global; memantapkan peran
masyarakat termasuk swasta sebagai subjek atau penyelenggara

ii
Pelatihan Fasilitator
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN

dan pelaku pembangunan kesehatan; meningkatkan upaya kesehatan


bersumberdaya masyarakat dan mensinergikan sistem kesehatan
modern dan asli Indonesia; menerapkan promosi kesehatan yang
efektif memanfaatkan agent of change setempat; memobilisasi sektor
untuk sektor kesehatan. Sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah
untuk memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat
dalam segala bentuk upaya kesehatan adalah dengan merevitalisasi
pengembangan Desa Siaga guna akselerasi pencapaian target Desa
dan Kelurahan Siaga Aktif pada tahun 2015.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (SPM) Bidang
Kesehatan di Kabupaten dan Kota serta Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 828/ Menkes/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (SPM) Bidang Kesehatan di
Kabupaten dan Kota menetapkan bahwa pada tahun 2015 sebanyak
80% Desa dan Kelurahan telah menjadi Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif. Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif juga
merupakan salah satu urusan wajib yang harus diselenggarakan oleh
Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota sebagai realisasi dari
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada
Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2007
tentang Pelimpahan Urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada
Kelurahan.
Dengan demikian diperlukan fasilitator pemberdayaan masyarakat
yang memadai baik dalam kuantitas maupun kualitas melalui
pelatihan. Oleh karena itu saya menyambut baik terbitnya Buku
Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat
di Bidang Kesehatan ini yang dapat digunakan sebagai acuan semua
pihak untuk menyelenggarakan pelatihan Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan. Meningkatnya keberadaan
Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan akan
memberikan kontribusi bermakna terhadap akselerasi pencapaian
Desa dan Kelurahan Siaga Aktif pada tahun 2015.

iii
Pelatihan Fasilitator
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan


bimbingan dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Jakarta, Oktober 2011


Sekretaris Jenderal
Kementerian Kesehatan RI

dr. Ratna Rosita, MPHM

iv
Pelatihan Fasilitator
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN

Sambutan
DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DAN DESA
KEMENTERIAN DALAM NEGERI

S
esuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Pasal 13 dan 14 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota bahwa penanganan bidang kesehatan
menjadi salah satu urusan wajib kewenangan Pemerintah provinsi
dan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, dalam rangka penguatan
pemerintah desa dan kelurahan, Kementerian Dalam Negeri telah
menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006
tentang Tata Cara Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten/
Kota kepada Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36
Tahun 2007 tentang pelimpahan Urusan Pemerintahan Kabupaten/
Kota Kepada Kelurahan.
Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif merupakan salah
satu target kinerja yang ingin dicapai oleh Kementerian Kesehatan
yang pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Pemerintah Provinsi
dan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, maka pengembangan Desa
dan Kelurahan Siaga Aktif merupakan salah satu urusan wajib
yang harus diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan
yang juga harus berperan aktif dan mendukung serta bersinergi
dengan proses pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan di
wilayahnya, agar target cakupan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
dapat dicapai. Untuk itu Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan
Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 140.05/292 Tahun
2011 tanggal 27 April 2011 tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Operasional dan Sekretariat Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Tingkat
Pusat.

v
Pelatihan Fasilitator
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN

Kita menyadari bahwa proses pemberdayaan masyarakat


menuju kemandirian khususnya di bidang kesehatan memerlukan
suatu proses yang harus dilakukan masyarakat sendiri dengan
mendapat fasilitasi dari berbagai pihak, baik Pemerintah Pusat
sampai Pemerintah Daerah maupun organisasi masyarakat atau
lembaga kemasyarakatan serta unsur masyarakat luas termasuk
dunia usaha/swasta.
Dalam rangka penumbuhkembangan, penggerakan prakarsa
dan partisipasi serta swadaya gotong royong masyarakat dalam
pembangunan di desa dan kelurahan perlu dibentuk Kader
Pemberdayaan Masyarakat dimana Kader Pemberdayaan
masyarakat merupakan mitra Pemerintah Desa dan Kelurahan
yang diperlukan keberadaan dan peranannya dalam pemberdayaan
masyarakat dan pembangunan partisipatif di Desa dan Kelurahan.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 7
Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat.
Selain itu, untuk mendukung dan mengembangkan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif, berbagai pihak dapat menggunakan dasar
hukum Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2007
tentang Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa/Kelurahan
yang menyatakan perlunya dilakukan peningkatan kapasitas
Pemberdayaan Masyarakat melalui berbagai upaya yang meliputi
pelatihan fasilitator, pelatihan petugas kesehatan, dan pelatihan-
pelatihan lain bagi pemberdayaan masyarakat guna menciptakan
fasilitator pemberdayaan masyarakat yang memadai baik dalam
kuantitas maupun kualitas.
Dengan diterbitkannya Buku Kurikulum dan Modul Pelatihan
Fasilitator Pemberdayan Masyarakat di Bidang Kesehatan ini dapat
digunakan sebagai acuan semua pihak untuk menyelenggarakan
Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan
yang akan menyelenggarakan pelatihan Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan di daerah. Sehingga keberadaan
Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan semakin

vi
Pelatihan Fasilitator
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN

meningkat dan tentunya akan memberikan kontribusi bermakna


terhadap akselerasi pencapaian Desa dan Kelurahan Siaga Aktif pada
tahun 2015 dan secara tidak langsung turut mendukung pencapaian
target MDG’s.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan


bimbingan dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Jakarta, Oktober 2011


Direktur Jenderal
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Kementerian Dalam Negeri

Drs. Ayip Muflich, SH, MSi

vii
Pelatihan Fasilitator
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN

Kata Pengantar
P
uji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang atas ijin-Nya, Kurikulum
dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat
di Bidang Kesehatan ini, selesai disusun. Buku ini diharapkan dapat
dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang akan menyelenggarakan
pelatihan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan terutama
dalam pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
Desa dan Keluarga Siaga Aktif yang merupakan salah satu
indikator dalam Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten dan Kota yang di targetkan pada tahun 2015 mencapai
80% Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Desa dan Kelurahan Siaga
Aktif merupakan revitalisasi dari Desa dan Kelurahan Siaga yang
pada tahun 2009 baru mencapai 42.295 (56,1%) dari 75.410 desa
dan kelurahan di Indonesia. Oleh karena itu keberadaan fasilitator
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan perlu ditingkatkan
sehingga dapat memfasilitasi percepatan pencapaian Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif di Indonesia.
Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan ini, terdiri dari 2 (dua) bagian:
l Bagian 1 : Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan
l Bagian 2 : Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat

di Bidang Kesehatan yang terdiri dari :


1.  Modul Kebijakan dan Strategi Promosi Kesehatan
2. Modul Konsep Dasar Desa dan Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan
3. Modul Peran dan Fungsi Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan
4.  Modul Fasilitasi Pengembangan Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif

viii
Pelatihan Fasilitator
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN

5. Modul Fasilitasi Pembinaan PHBS di Masyarakat


6. Modul Komunikasi dan Advokasi
7. Modul Kemitraan
8. Modul Praktik Kerja Lapangan
9. Modul Membangun Komitmen Belajar
10. Modul Menyusun Rencana Tindak Lanjut

Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua


pihak yang telah memfasilitasi penyusunan kurikulum dan modul ini.
Namun demikian tetap kami harapkan masukan, saran perbaikan
untuk penyempurnaan Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator
Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan ini.

Jakarta, Oktober 2011


Kepala Pusat Promosi Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI

dr. Lily S. Sulistyowati, MM

ix
Pelatihan Fasilitator
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN

Daftar Isi
SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL
KEMENTERIAN KESEHATAN RI .................................................. ii

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN


MASYARAKAT DAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI ... v

KATA PENGANTAR .................................................................... viii

DAFTAR ISI . .................................................................................. x

BAGIAN 1
KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN

I PENDAHULUAN . ................................................................................... 1
A. Latar Belakang . ............................................................................ 1
B. Filosofi Pelatihan .......................................................................... 3

II PERAN, FUNGSI DAN KOMPETENSI FASILITATOR .......................... 4


A. Peran ............................................................................................. 4
B. Fungsi............................................................................................. 4
C. Kompetensi . .................................................................................. 4

III TUJUAN PELATIHAN . .......................................................................... 5


A. Tujuan Umum . ................................................................................ 5
B. Tujuan Khusus ................................................................................ 5

IV PESERTA, PELATIH, PENYELENGGARA . .......................................... 6


A. Peserta . ......................................................................................... 6
B. Pelatih ............................................................................................ 6
C. Penyelenggara ............................................................................... 7

V STRUKTUR PROGRAM . .................................................................. 8

x
Pelatihan Fasilitator
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN

VI PROSES, DIAGRAM ALIR, METODE DAN GARIS BESAR


PROSES PEMBELAJARAN ............................................................. 9
A. Proses Pembelajaran .................................................................... 9
B. Diagram Alir Proses Pembelajaran ............................................. 10
C. Metode Pembelajaran ................................................................ 13
D. Garis Besar Proses Pembelajaran .............................................. 14

VII EVALUASI DAN SERTIFIKASI ....................................................... 24


A. Evaluasi . ....................................................................................... 24
B. Sertifikasi ..................................................................................... 25

BAGIAN 2
MODUL PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI
BIDANG KESEHATAN

Modul 1 Kebijakan dan Strategi Promosi Kesehatan ............................. 27


Modul 2 Konsep Dasar Desa dan Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan ............................................ 41
Modul 3 Peran dan Fungsi Fasilitator Pemberdayan
Masyarakat di Bidang Kesehatan ............................................ 67
Modul 4 Fasilitasi Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif . .... 79
Modul 5 Fasilitasi Pembinaan PHBS di Masyarakat ............................ 105
Modul 6 Komunikasi dan Advokasi ....................................................... 127
Modul 7 Kemitraan................................................................................. 159
Modul 8 Praktik Kerja Lapang ............................................................... 173
Modul 9 Membangun Komitmen Belajar ............................................... 179
Modul 10 Menyusun Rencana Tindak Lanjut ........................................ 183

xi
MODUL PELATIHAN
FASILITATOR
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
 ujuan pembangunan kesehatan sebagaimana disebutkan dalam Undang-
T
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa
“Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis, selanjutnya Pemerintah bertanggung jawab memberdayakan
dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya
kesehatan”.

 leh karena itu, Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan Visi


O
Pembangunan Kesehatan Tahun 2010 – 2014 adalah “MASYARAKAT
SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN” dengan salah satu
misinya adalah “Meningkatkan derajat kesehatan melalui pemberdayaan
masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani.

 usat Promosi Kesehatan sebagai unit kerja di Kelembagaan Kementerian


P
Kesehatan RI, mempunyai tugas melaksanakan pemberdayaan masyarakat
dan promosi kesehatan. Dalam melaksanakan tugas Pusat Promosi
Kesehatan menyelenggarakan fungsi antara lain : menyusun kebijakan
teknis, rencana dan program di bidang pemberdayaan masyarakat
dan promosi kesehatan; melaksanakan tugas di bidang pemberdayaan
masyarakat dan promosi kesehatan; pembinaan pemberdayaan dan
peran serta masyarakat di bidang kesehatan; mengembangkan metode
dan teknologi promosi kesehatan. Indikator output antara lain; Rumah
Tangga Ber-PHBS, Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


1
 ejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal
S
13 dan 14 serta Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bahwa penanganan
bidang kesehatan menjadi salah satu urusan wajib yang menjadi
kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kemudian,
dalam rangka penguatan pemerintahan desa, Kementerian Dalam Negeri
telah menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun
2006 tentang Tata Cara Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten/
Kota kepada Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri 36 Tahun 2007
tentang Pelimpahan Urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Desa/
Kelurahan. Maka diharapkan pemberdayaan masyarakat dan promosi
kesehatan dapat berjalan dengan baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota
terutama di Puskesmas, sebagai ujung tombak pelaksana pemberdayaan
masyarakat dan promosi kesehatan. Desa dan Kelurahan Siaga Aktif,
Rumah Tangga Ber-PHBS, pengembangan dan pembinaannya juga
merupakan salah satu urusan wajib yang harus diselenggarakan oleh
Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota.

 leh karena itu diperlukan Fasilitator-Fasilitator Pemberdayaan


O
Masyarakat di bidang Kesehatan yang memadai dalam kuantitas maupun
kualitasnya agar dapat dicapai target 80 % Desa dan Kelurahan Siaga
Aktif pada tahun 2015.

 ntuk maksud tersebut perlu disusun Buku Kurikulum dan Modul Pelatihan
U
Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan sehingga dapat
digunakan sebagai acuan berbagai pihak yang akan menyelenggarakan
pelatihan bagi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di bidang Kesehatan.
Dengan demikian pelatihan tersebut diharapkan menghasilkan Fasilitator
yang handal mampu memfasilitasi pemberdayaan masyarakat dibidang
kesehatan pada umumnya dan fasilitasi pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif pada khususnya.

2 KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


 urikulum ini didesain dengan pendekatan “learner centered” yakni
K
pendekatan yang menempatkan pembelajar sebagai pusat perhatian,
sedangkan pelatih/fasilitator lebih berperan sebagai catalyst, process
helper, dan resource linker. Mengingat adanya keanekaragaman kebijakan
dan budaya setempat, maka tujuan pembelajarannyapun diarahkan
pada tumbuhnya proses penemuan sendiri (self discovery), sehingga
kompetensi yang telah diperoleh dapat diterapkan dalam pelaksanaan
tugas.

B. Filosofi Pelatihan
 elatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan ini
P
diselenggarakan dengan memperhatikan :
1. Prinsip andragogi, yaitu bahwa selama pelatihan peserta berhak untuk :
a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya mengenai pemberdayaan
masyarakat dan promosi kesehatan
b. D  ipertimbangkan setiap ide dan pendapat, sejauh berada didalam
konteks pelatihan.
c. Diberikan apresiasi atas pendapat yang baik dan positif yang
diutarakan oleh peserta.

2. Berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk :


a. Mendapatkan paket bahan belajar.
b. M endapatkan pelatih profesional yang dapat memfasilitasi dengan
berbagai metode, melakukan umpan balik, dan menguasai materi
yang disampaikan.
c. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki individu, baik
secara visual, auditorial maupun kinestetik (gerak).
d. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka.
e. Melakukan evaluasi (terhadap pelatih dan penyelenggara) dan
dievaluasi tingkat pemahaman peserta dalam pemberdayaan
masyarakat dan promosi kesehatan.

KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


3
3. Berbasis kompetensi, yang memungkinkan peserta untuk :
a. Mengembangkan keterampilan langkah demi langkah dalam
memperoleh kompetensi yang diharapkan dalam pelatihan.
b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mendapatkan
kompetensi yang diharapkan pada akhir pelatihan.

4. Learning by doing yang memungkinkan peserta untuk :


a. Berkesempatan melakukan eksperimentasi dari materi pelatihan
dengan menggunakan metode pembelajaran antara lain ceramah
tanya jawab, penugasan, diskusi kelompok, latihan-latihan, baik
secara individu maupun kelompok.
b. M elakukan pengulangan atau pun perbaikan yang dirasa perlu.

II. P
 ERAN, FUNGSI DAN KOMPETENSI FASILITATOR

A. Peran
 Sebagai fasilitator pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dalam bidang
kesehatan khususnya dalam pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga
Aktif.

B. Fungsi
Dalam melakukan perannya Fasilitator berfungsi :
1. Melakukan fasilitasi pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
khususnya dalam pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
2. Melakukan fasilitasi pembinaan PHBS di masyarakat
3. Memfasilitasi pelatihan pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan bagi Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM)/Kader
Kesehatan khususnya dalam pengembangan Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif.

4 KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


C. Kompetensi
Setelah pelatihan, Fasilitator diharapkan memiliki kompetensi sebagai
berikut :
1. Mampu menjelaskan Peran dan Fungsi Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat di bidang Kesehatan
2. Mampu melakukan Fasilitasi Pengembangan Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif
3. Mampu melakukan Fasilitasi Pembinaan PHBS di Masyarakat
4. Mampu melakukan Komunikasi dan Advokasi
5. Mampu melakukan Kemitraan
6. Mampu melaksanakan Praktik Kerja Lapang

III. TUJUAN PELATIHAN

A. Tujuan Umum
 etelah selesai mengikuti pelatihan, peserta mampu
S melakukan
pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan khususnya dalam
pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

B. Tujuan Khusus
 etelah selesai mengikuti pelatihan, diharapkan peserta mampu :
S
1. Menjelaskan Kebijakan dan Strategi Promosi Kesehatan
2. Menjelaskan Konsep Dasar Desa dan Pemberdayaan Masyarakat di
Bidang Kesehatan
3. Menjelaskan Peran dan Fungsi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat
di Bidang Kesehatan
4. Melakukan Fasilitasi Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
5. Melakukan Fasilitasi Pembinaan PHBS di Masyarakat
6. Melakukan Komunikasi dan Advokasi
7. Melakukan Kemitraan
8. Melakukan Praktik Kerja Lapang
9. Menyusun Rencana Tindak Lanjut

KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


5
IV. PESERTA, PELATIH, PENYELENGGARA

A. Peserta
Peserta pelatihan fasilitator pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan ini adalah :
1. Kriteria :
• Petugas Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
diutamakan Pejabat Fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat
Ahli
• Anggota Organisasi Profesi Kesehatan
• Pelatih/Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat
• Petugas Lintas Sektor terkait
• Aktivis Organisasi masyarakat/Lembaga Swadaya Masyarakat
• Penanggung Jawab Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
(PKBL)

2. Jumlah peserta dalam 1 kelas berjumlah maksimal 35 orang.

B. Pelatih
Pelatih berasal dari :
1. Pelatih dari Komite Standar Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat dan
Desa/Kelurahan
2. Pejabat fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat (PKM) Ahli yang
telah mengikuti pelatihan pelatih (Training of the Trainers/TOT) atau
pelatihan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
3. Widyaiswara Pusat Pendidikan dan Pelatihan
4. Kelompok Profesi Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat
Indonesia (PPPKMI) yang telah berpengalaman dalam TOT atau
pelatihan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan

6 KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


C. Penyelenggara
Penyelenggara pelatihan fasilitator pemberdayaan masyarakat di
bidang kesehatan adalah :
1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur, Badan PPSDM
Kesehatan
2. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, Badan PPSDM
Kesehatan
3. Balai Besar/Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kementerian
Dalam Negeri
4. Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK), Badan PPSDM Kesehatan
5. Balai Pelatihan Kesehatan Nasional, Badan PPSDM Kesehatan
6. Balai Pelatihan Kesehatan Provinsi
7. Pusat Promosi Kesehatan, Sekretariat Jenderal Kementerian
Kesehatan RI
8. Instansi atau Dinas Provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi
pelatihan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa/Kelurahan

KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


7
V. STRUKTUR PROGRAM

Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, maka disusun materi yang akan
diberikan secara rinci pada tabel struktur program sebagai berikut :

JPL
NO Materi
t P pl jumlah

A MATERI DASAR
1 Kebijakan dan Strategi Promosi Kesehatan 2 0 0 2
2 Konsep Dasar Desa dan Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan 3 0 0 3

B MATERI INTI
1 Peran dan Fungsi Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan 1 2 0 3
2 Fasilitasi Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif 2 8 0 10
3 Fasilitasi Pembinaan PHBS di Masyarakat 2 6 0 8
4 Komunikasi dan Advokasi 2 4 0 6
5 Kemitraan 1 3 0 4
6 Praktik Kerja Lapangan 0 0 10 10

C MATERI PENUNJANG
1 Membangun Komitmen Belajar
(Building Learning Comitmment/BLC) 0 3 0 3
2 Rencana Tindak Lanjut (RTL) 0 2 0 2
TOTAL 13 28 10 51

Keterangan :
Waktu : 1 jam pembelajaran (jpl) = 45 menit
T = Teori, P = Penugasan, PL = Praktik Lapangan

8 KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


VI. PROSES, DIAGRAM ALIR, METODE DAN
GARIS BESAR PROSES PEMBELAJARAN

A. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut :
1. Dinamisasi dan penggalian harapan peserta serta membangun
komitmen belajar di antara peserta.
2. Penyiapan peserta sebagai individu atau kelompok yang mempunyai
pengaruh terhadap perubahan perilaku untuk menciptakan iklim
yang kondusif dalam melaksanakan tugas.
3. Penjajagan awal peserta dengan memberikan pre-tes.
4. Pembahasan materi kelas.
5. Praktik kelas dalam bentuk penugasan-penugasan.
6. Praktik lapangan.
7. Penjajagan akhir peserta dengan memberikan post-tes.

Dalam setiap pembahasan materi inti, peserta dilibatkan secara aktif


baik dalam teori maupun penugasan, dimana :
1. Pelatih mempersiapkan peserta untuk siap mengikuti proses
pembelajaran.
2. Pelatih menjelaskan tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai
pada setiap materi.
3. Pelatih dapat mengawali proses pembelajaran dengan :
a. Penggalian pengalaman peserta.
b. Penjelasan singkat tentang seluruh materi.
c. Penugasan dalam bentuk individual atau kelompok.
4. Setelah semua materi disampaikan, pelatih dan atau peserta dapat
memberikan umpan balik terhadap isi keseluruhan materi yang
diberikan.
5. Sebelum pemberian materi berakhir, pelatih dan peserta dapat
membuat rangkuman dan atau pembulatan.

KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


9
B. Diagram Alir Proses Pembelajaran

Pembukaan

Pre tes

Membangun Komitmen Belajar (BLC)

WAWASAN KETERAMPILAN
1. Kebijakan dan Strategi 1. Peran dan Fungsi Fasilitator
Promosi Kesehatan 2. Fasilitasi Pengembangan Desa
2. Konsep Dasar Desa dan dan Keluarga Siaga Aktif
Pemberdayaan Masyarakat di 3. Fasilitasi Pembinaan PHBS di
Bidang Kesehatan Masyarakat
4. Komunikasi dan Advokasi
METODE 5. Kemitraan
• Curah pendapat
• Ceramah tanya jawab METODE
• Curah pendapat
• Ceramah tanya jawab
• Simulasi
• Bermain peran
• Diskusi kelompok
• Latihan
• Studi kasus

Praktik Kerja Lapangan

Rencana Tindak Lanjut

Evaluasi

Penutupan
10 KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN
Rincian rangkaian alur proses pelatihan sebagai berikut :

1. Pembukaan
Proses pembukaan pelatihan meliputi beberapa kegiatan berikut :
a. Laporan ketua penyelenggara pelatihan.
b. Pengarahan dari pejabat yang berwenang tentang latar belakang
perlunya pelatihan.
c. Perkenalan peserta secara singkat.

2. Pelaksanaan Pre Tes


 Pelaksanaan pre tes dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman awal peserta terhadap materi yang akan diberikan pada
proses pembelajaran.

3. Membangun komitmen belajar


 Kegiatan ini ditujukan untuk mempersiapkan peserta dalam mengikuti
proses pelatihan. Kegiatannya antara lain :
a. Penjelasan oleh pelatih tentang tujuan pembelajaran dan kegiatan
yang akan dilakukan dalam materi membangun komitmen belajar.
b. Perkenalan antara peserta dan para pelatih dan panitia penyelenggara
pelatihan, dan juga perkenalan antar sesama peserta. Kegiatan
perkenalan dilakukan dengan permainan, dimana seluruh peserta
terlibat secara aktif.
c. Mengemukakan kebutuhan/harapan, kekhawatiran dan komitmen
masing-masing peserta selama pelatihan.
d. Kesepakatan antara para pelatih, penyelenggara pelatihan dan
peserta dalam berinteraksi selama pelatihan berlangsung, meliputi :
pengorganisasian kelas, kenyamanan kelas, keamanan kelas, dan yang
lainnya.

4. Pengisian pengetahuan/wawasan
 Setelah materi Membangun Komitmen Belajar, kegiatan dilanjutkan
dengan memberikan materi sebagai dasar pengetahuan/wawasan

KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


11
yang sebaiknya diketahui peserta dalam pelatihan ini, sebagai berikut
adalah :
a. Kebijakan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
b. Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang
kesehatan.

5. Pemberian keterampilan
Pemberian materi keterampilan dari proses pelatihan mengarah pada
kompetensi keterampilan yang akan dicapai oleh peserta. Penyampaian
materi dilakukan dengan menggunakan berbagai metode yang
melibatkan semua peserta untuk berperan serta aktif dalam mencapai
kompetensi tersebut, yaitu metode tanya jawab, studi kasus, diskusi
kelompok, bermain peran, tugas baca, simulasi, dan latihan-latihan
tentang fasilitasi pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan
desa dan kelurahan siaga aktif, fasilitasi pembinaan PHBS di berbagai
tatanan, serta praktik melatih dengan menggunakan kurikulum dan
modul pelatihan fasilitator pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan.

6. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan


Tujuan dari Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan ini adalah agar
peserta mampu menerapkan peran dan fungsinya sebagai fasilitator
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.

7. Rencana Tindak Lanjut (RTL)


 Masing-masing peserta menyusun rencana tindak lanjut hasil
pelatihan berupa rencana melakukan fasilitasi pelatihan pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan di wilayahnya masing-masing.

8. Evaluasi
Evaluasi dilakukan tiap hari dengan cara me-review kegiatan proses
pembelajaran yang sudah berlangsung, ini sebagai umpan balik untuk
menyempurnakan proses pembelajaran selanjutnya. Di samping itu
juga dilakukan proses umpan balik dari pelatih ke peserta berdasarkan

12 KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


penilaian penampilan peserta, baik di kelas maupun di lapangan.
Selain itu akan dilakukan post tes untuk mengetahui sejauh mana
peserta dapat menyerap materi selama pelatihan.

9. Penutupan
 Acara penutupan dapat dijadikan sebagai upaya untuk mendapatkan
masukan dari peserta ke penyelenggara dan pelatih untuk perbaikan
pelatihan yang akan datang.

C. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran ini berdasarkan pada prinsip :
1. Orientasi kepada peserta meliputi latar belakang, kebutuhan dan
harapan yang terkait dengan tugas yang dilaksanakan.
2. Peran serta aktif peserta sesuai dengan pendekatan pembelajaran.
3. Pembinaan iklim yang demokratis dan dinamis untuk terciptanya
komunikasi dari dan ke berbagai arah.

Oleh karena itu metode yang digunakan selama proses pembelajaran


diantaranya adalah :
1. Ceramah singkat dan tanya jawab.
 Curah pendapat, untuk penjajagan pengetahuan dan pengalaman
peserta terkait dengan materi yang diberikan.
2. Penugasan berupa : diskusi kelompok, role play dan studi kasus,
lapangan.

KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


13
D. Garis Besar Proses Pembelajaran (GBPP)
Nomor : MD.1
Materi : Kebijakan dan Strategi Promosi Kesehatan
Waktu : 2 Jpl (T=2 jpl; P=0; PL=0)

Tujuan Pembelajaran Umum :


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Kebijakan dan
Strategi Promosi Kesehatan

Tujuan Pokok Bahasan/


Pembelajaran Sub Pokok Bahasan Metode Alat Bantu Referensi
Khusus

Setelah mengikuti • Departemen Kesehatan


materi ini, peserta RI, Pusat Promosi
mampu menjelaskan Kesehatan, Kebijakan
Nasional Promosi
1. Arah Kebijakan 1. Arah Kebijakan • Ceramah • Komputer Kesehatan, Jakarta,
dan Strategi dan Strategi • Tanya jawab • LCD 2004
Kementerian Kementerian dan • Departemen Kesehatan
Kesehatan Kesehatan • Curah RI, Pusat Promosi
1.1 Arah Kebijakan pendapat Kesehatan, Pedoman
dan Strategi Pelaksanaan Promosi
Kementerian Kesehatan di Daerah,
Kesehatan Jakarta, 2005
1.2. Peran Promosi • Departemen Kesehatan
Kesehatan RI, Sistem Kesehatan
Nasional, Jakarta, 2009
• Kementerian Kesehatan
RI, Renstra 2010-2014,
2. Kebijakan 2. Kebijakan Promosi • Ceramah
Jakarta 2010
Promosi Kesehatan • Tanya jawab
• Hartono. B, Materi
Kesehatan dan
Peningkatan Kompetensi
• Curah
Petugas Pusat Promosi
pendapat
Kesehatan, Strategi
Promosi Kesehatan
3. Strategi 3. Strategi Promosi • Ceramah
dalam
Promosi Kesehatan • Tanya jawab
Kesehatan dan
• Curah
pendapat

14 KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


Nomor : MD.2
Materi : Konsep Dasar Desa dan Pemberdayaan Masyarakat di Bidang
Kesehatan
Waktu : 3 Jpl (T=3 jpl; P=0; PL=0)

Tujuan Pembelajaran Umum :


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Konsep Dasar Desa
dan Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan
Tujuan Pokok Bahasan/
Pembelajaran Sub Pokok Bahasan Metode Alat Bantu Referensi
Khusus

Setelah mengikuti 1. Pemberdayaan Masyarakat • Ceramah • Departemen


• Komputer
materi ini, peserta 1.1. Pengertian Pemberdayaan • Tanya jawab Kesehatan RI,
• LCD
mampu menjelaskan : Masyarakat dan Sistem Kesehatan
1. P
 engertian 1.2. Tahapan Kegiatan Pemberdayaan • Curah Nasional,
Pemberdayaan Masyarakat pendapat Jakarta,2009
Masyarakat 1.3. Prinsip Dasar Pemberdayaan • Kementerian
Masyarakat Kesehatan RI,
Pedoman Umum
2. P
 engertian 2. Pemberdayaan Masyarakat di bidang • Ceramah Pengembangan
Pemberdayaan kesehatan • Tanya jawab Desa dan Kelurahan
Masyarakat di 2.1. Pengertian Pemberdayaan dan Siaga Aktif, Jakarta,
Bidang Kesehatan Masyarakat di Bidang Kesehatan • Curah 2010
2.2. Unsur-unsur Pemberdayaan pendapat • Totok Mardikanto,
Masyarakat di Bidang Kesehatan Konsep-konsep
Pemberdayaan
3. P
 engertian Konsep 3. Konsep Dasar Desa • Ceramah Masyarakat,
Dasar Desa 3.1. Pengertian Desa dan Syarat • Tanya jawab Surakarta,2010
Pembentukan Desa dan • Departemen Dalam
3.2. Penyelenggaraan Pemerintahan • Curah Negeri, Undang-
Desa pendapat undang Nomor 32
3.3. Pokok-Pokok kebijakan Tahun 2004 tentang
desentralisasi dan otonomi daerah Pemerintah Daerah,
3.4. Hubungan antara pemerintah pusat Depdagri, Jakarta
dan pemerintah daerah dengan 2004.
pemerintahan desa • Departemen Dalam
3.5. Kebijakan pemerintah tentang Negeri, Peraturan
pemerintahan desa Pemerintah No.72
Tahun 2005
4. P
 engertian 4. Partisipasi Masyarakat • Ceramah tentang Desa,
Partisipasi • Tanya jawab Direktorat Jenderal
Masyarakat dan Pemberdayaan
• Curah Masyarakat dan
5. P
 emberdayaan 5. Pemberdayaan Masyarakat Melalui pendapat Desa, Depdagri
Masyarakat Melalui Pengembangan UKBM Jakarta, 2005.
Pengembangan
UKBM

KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


15
Nomor : MI.1
Materi : P
 eran dan Fungsi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang
Kesehatan
Waktu : 3 Jpl (T=1 jpl; P=2; P=0)

Tujuan Pembelajaran Umum :


Memahami Peran dan Fungsi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di
Bidang Kesehatan
Tujuan Pokok Bahasan/
Pembelajaran Sub Pokok Bahasan Metode Alat Bantu Referensi
Khusus

Setelah • BPPSDMK
mengikuti materi Departemen
ini, peserta Kesehatan
mampu : RI, Kurikulum
1. Menjelaskan 1. Peran Fasilitator • Ceramah • Komputer & Modul
Peran Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di • Tanya jawab • LCD Pelatihan
Pemberdayaan bidang Kesehatan dan Fasilitator
Masyarakat • Curah Tingkat
di bidang pendapat Puskesmas
Kesehatan dalam
Pengembangan
2. Menjelaskan 2. Fungsi Fasilitator • Ceramah Desa Siaga,
Fungsi Pemberdayaan Masyarakat di • Tanya jawab Jakarta, 2007
Fasilitator bidang Kesehatan dan • Kementerian
Pemberdayaan • Curah Kesehatan
Masyarakat pendapat RI, Pedoman
di bidang Umum
Kesehatan Pengembangan
Desa dan
Kelurahan
Siaga Aktif,
Jakarta, 2010
• Totok
Mardikanto,
Konsep-konsep
Pemberdayaan
Masyarakat,
Surakarta,
2010
• Totok
Mardikanto,
Model-model
Pemberdayaan
Masyarakat,
Surakarta,
2010

16 KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


Nomor : MI.2
Materi : Fasilitasi Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Waktu : 10 Jpl (T=2 jpl; P=8; PL=0)

Tujuan Pembelajaran Umum :


Mampu melakukan fasilitasi penyelenggaraan pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif

Tujuan Pokok Bahasan/


Pembelajaran Sub Pokok Bahasan Metode Alat Bantu Referensi
Khusus

Setelah • Departemen
mengikuti materi 1. Pengembangan Desa dan Kesehatan RI,
ini, peserta Kelurahan Siaga Aktif • Ceramah • Komputer BPPSDMK,
mampu : 1.1. Pendekatan tanya • LCD Kurikulum
1. Menjelaskan pengembangan Desa dan jawab, • Skenario & Modul
pendekatan Kelurahan Siaga Aktif • Curah • Lembar Pelatihan
dan persiapan 1.2. Persiapan pengembangan pendapat, diskusi Fasilitator
pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga • Diskusi kelompok Tingkat
Desa dan Aktif kelompok • Lembar Puskesmas
Kelurahan Siaga • Presentasi penugasan dalam
Aktif • Simulasi lapangan Pengembangan
• Bermain Desa Siaga,
peran Jakarta, 2007
• Penugasan • Pusat Promosi
lapangan Kesehatan,
Pemberdayaan
2. Melakukan 2. Langkah-langkah fasilitasi • Ceramah Masyarakat
langkah-langkah siklus pemecahan masalah tanya Dalam
fasilitasi siklus kesehatan yang dihadapi jawab, Pengembangan
pemecahan masyarakat desa dan • Curah Desa dan
masalah kelurahan pendapat, Kelurahan
kesehatan 2.1. Langkah-langkah siklus • Diskusi Siaga Aktif,
yang dihadapi pemecahan masalah kelompok Jakarta, 2009
masyarakat kesehatan • Presentasi • Kementerian
desa dan 2.2. Pentahapan • Simulasi Kesehatan
kelurahan pengembangan Desa dan • Bermain RI, Pedoman
Kelurahan Siaga Aktif. peran Umum
• Penugasan Pengembangan
lapangan Desa dan
Kelurahan
Siaga Aktif,
Jakarta, 2010

KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


17
Nomor : MI.3
Materi : Fasilitasi Pembinaan PHBS di Masyarakat
Waktu : 8 Jpl (T=2 jpl; P=6; PL=0)

Tujuan Pembelajaran Umum :


Mampu melakukan fasilitasi Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) di Berbagai Tatanan

Tujuan Pokok Bahasan/


Pembelajaran Sub Pokok Bahasan Metode Alat Bantu Referensi
Khusus

Setelah
mengikuti materi 1. PHBS
ini, peserta 1.1. Pengertian PHBS • Ceramah • Komputer • Pusat Promosi
mampu : 1.2. PHBS di berbagai Tatanan tanya • LCD Kesehatan,
1. Menjelaskan 1.3. Hakikat Perilaku jawab, • Skenario Panduan
tentang PHBS • Curah • Lembar Pembinaan dan
pendapat, diskusi Penilaian PHBS
• Diskusi kelompok di RT melalui
kelompok Tim Penggerak
• Presentasi PKK, Jakarta,
• Simulasi 2009
• Bermain • Pusat Promosi
peran Kesehatan,
• Penugasan Panduan
lapangan Peningkatan
PHBS di RT,
2. Melakukan 2. Langkah-langkah Fasilitasi • Ceramah Jakarta, 2009
Langkah- proses pembinaan PHBS tanya • Kementerian
Langkah 2.1. Strategi Pembinaan PHBS jawab, Kesehatan
Fasilitasi Proses 2.2. Pembinaan PHBS di • Curah RI, Pedoman
Pembinaan Rumah Tangga pendapat, Umum
PHBS 2.3. Indikator keberhasilan • Diskusi Pengembangan
kelompok Desa dan
• Presentasi Kelurahan
• Simulasi Siaga Aktif,
• Bermain Jakarta, 2010
peran
• Penugasan
lapangan

18 KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


Nomor : MI.4
Materi : Komunikasi dan Advokasi
Waktu : 6 Jpl (T = 2 jpl; P: 4; PL: 0)

Tujuan Pembelajaran Umum :


Mampu melakukan Komunikasi dan Advokasi

Tujuan Pokok Bahasan/


Pembelajaran Sub Pokok Bahasan Metode Alat Bantu Referensi
Khusus

Setelah • Komputer • Pusat Promosi


mengikuti materi • Ceramah • LCD Kesehatan,
ini, peserta • Tanya jawab • Skenario Modul
mampu : 1. Komunikasi • Curah • Lembar Teknologi
1. Melakukan 1.1. Pengertian komunikasi pendapat diskusi Advokasi
komunikasi 1.2. Bentuk-bentuk • Diskusi kelompok Kesehatan,
Komunikasi kelompok Jakarta, 2002
1.3. Membangun komunikasi • Presentasi • Depkes.RI.,
yang efektif • Simulasi BPPSDMK,
• Bermain Kurikulum
peran & Modul
Pelatihan
Fasilitator
Tingkat
2. Melakukan 2. Advokasi • Ceramah Puskesmas
advokasi 2.1. Pengertian advokasi • Tanya jawab dalam
2.2. Langkah-langkah advokasi • Curah Pengembangan
2.3. Cara melakukan advokasi pendapat Desa Siaga,
• Diskusi Jakarta, 2007
kelompok • Prof.
• Presentasi DR.Soekidjo
• Simulasi Notoatmodjo,
• Bermain SKM,
peran M.Com.H,
Promosi
Kesehatan dan
Ilmu Perilaku,
Jakarta, 2007

KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


19
Nomor : MI.5
Materi : Kemitraan
Waktu : 4 jpl (T = 1 jpl; P: 3; PL: 0)

Tujuan Pembelajaran Umum :


Mampu menggalang kemitraan dalam mewujudkan Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif

Tujuan Pokok Bahasan/


Pembelajaran Sub Pokok Bahasan Metode Alat Bantu Referensi
Khusus

Setelah • Departemen
mengikuti materi Kesehatan RI,
ini, peserta • Ceramah • Komputer Sekretariat
mampu : • Tanya jawab • LCD Jenderal,
1. Menjelaskan 1. Kemitraan • Curah • Skenario Kemitraan
Pengertian 1.1 Pengertian Kemitraan pendapat • Lembar Menuju
Kemitraan dan 1.2 Peran Mitra • Diskusi diskusi Indonesia
Peran mitra kelompok kelompok Sehat, Jakarta,
• Presentasi 2003
• Soekidjo
Notoatmodjo,
2. Menyusun 2. Perencanaan (kemitraan) • Ceramah et.al., Promosi
rencana bersama • Tanya jawab kesehatan,Teori
bersama • Curah dan Aplikasi,
pendapat Rineka Cipta,
• Diskusi Jakarta, 2005
kelompok • Kementerian
Kesehatan
RI, Second
3. Melaksanakan 3. Pelaksanaan Kemitraan, • Ceramah Decentralized
Kemitraan, pemantauan dan penilaian hasil • Tanya jawab Health Services
memantau dan • Curah Project, Modul
menilai hasil pendapat Pelatihan
• Diskusi Pemberdayaan
kelompok Masyarakat
• Bermain Bagi Petugas
peran Puskesmas,
Jakarta, 2010
• Kementerian
Kesehatan
RI, Pedoman
Umum
Pengembangan
Desa dan
Kelurahan
Siaga Aktif,
Tahun 2010

20 KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


Nomor : MI.6
Materi : Praktik Kerja Lapangan (PKL)
Waktu : 10 Jpl (T=0 jpl; P=0; PL=10)

Tujuan Pembelajaran Umum :


Setelah melaksanakan PKL, peserta mampu menerapkan peran dan
fungsinya sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
khususnya dalam mewujudkan Desa dan Kelurahan Siaga aktif.

Tujuan Pokok Bahasan/


Pembelajaran Sub Pokok Bahasan Metode Alat Bantu Referensi
Khusus

Setelah mengikuti • Komputer • Depkes.RI,


materi ini, peserta • LCD BPPSDMK
mampu : • pedoman Kurikulum
1. Mempersiapkan 1. Persiapan PKL • Ceramah tanya PKL dan Modul
PKL jawab • Format Pelatihan
• kunjungan laporan Fasilitator
lapangan PKL Tingkat
Puskesmas
2. Mengaplikasikan 2. Mengaplikasikan dan dalam
dan memantap- memantapkan pengeta- • Ceramah tanya Pengembangan
kan pengetahuan huan dan keterampilan jawab Desa Siaga,
dan keterampilan fasilitasi pembinaan • Curah pendapat Jakarta, 2007
fasilitasi pembi- Desa dan Kelurahan • kunjungan • Kementerian
naan Desa dan Siaga Aktif serta PHBS lapangan Kesehatan
Kelurahan Siaga RI, Second
Aktif serta PHBS Decentralized
Health Services
3. Menyusun lapo- 3. Laporan PKL • Penulisan Project, Modul
ran PKL Laporan Pelatihan
• Penyajian Pemberdayaan
Masyarakat
Bagi Petugas
Puskesmas,
Jakarta, 2010

KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


21
Nomor : MP.1
Materi : Membangun Komitmen Belajar (BLC)
Waktu : 3 Jpl (T=0 jpl; P=3; PL=0)

Tujuan Pembelajaran Umum :


Setelah mengikuti materi ini, peserta, pelatih dan penyelenggara/panitia saling
mengenal serta menyepakati norma selama proses pelatihan berlangsung

Tujuan Pokok Bahasan/


Pembelajaran Sub Pokok Bahasan Metode Alat Bantu Referensi
Khusus

Setelah
mengikuti materi • BPPSDMK
ini, peserta • Ceramah • Komputer Depkes RI,
mampu : tanya jawab • LCD Kurikulum
1. Mengenal 1. Pencairan/perkenalan • Curah • Lembar & Modul
seluruh pendapat diskusi Pelatihan
peserta, pelatih • Diskusi kelompok Fasilitator
dan panitia Kelompok • Kertas Tingkat
penyelenggara • Presentasi berwarna Puskesmas
dalam
2. Mengetahui 2. Tujuan pelatihan • Ceramah Pengembangan
tujuan pelatihan tanya jawab Desa Siaga,
yang diikutinya • Curah Jakarta, 2007
pendapat • Depkes
• Diskusi RI, Ditjen
Kelompok PP&PL Modul
• Presentasi Pelatihan Bagi
Pelatih PSN
3. Menyampaikan 3. Harapan Peserta • Ceramah DBD dengan
harapannya tanya jawab pendekatan
• Curah Komunikasi
pendapat Perubahan
• Diskusi Perilaku
Kelompok (COMBI), 2007
• Presentasi • Kementerian
Kesehatan
4. Norma selama proses pelatihan • Ceramah RI, Second
4. Menyepakati tanya jawab Decentralized
norma selama • Curah Health Services
proses pelatihan pendapat Project, Modul
• Diskusi Pelatihan
Kelompok Pemberdayaan
• Presentasi Masyarakat
Bagi Petugas
Puskesmas,
Jakarta, 2010

22 KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


Nomor : MP.2
Materi : Rencana Tindak Lanjut
Waktu : 2 Jpl (T=0 jpl; P=2; PL=0)

Tujuan Pembelajaran Umum :


Mampu menyusun rencana tindak lanjut

Tujuan Pokok Bahasan/


Pembelajaran Sub Pokok Bahasan Metode Alat Bantu Referensi
Khusus

Setelah mengikuti • Komputer • Kementerian


materi ini, peserta • LCD Kesehatan
mampu : • Lembar RI, Pedoman
1. Menjelaskan 1. Pengertian dan Ruang • Ceramah tanya RTL Umum
pengertian dan lingkup RTL jawab Pengembangan
ruang lingkup • Curah pendapat Desa dan
RTL Kelurahan Siaga
Aktif, Jakarta,
2. Menyusun RTL 2. Langkah-langkah • Ceramah tanya 2010
penyusunan RTL jawab • ADB, Modul
• Curah pendapat Pelatihan
• Diskusi kelompok Pemberdayaan
Masyarakat
Bagi Petugas
3. Menyajikan RTL 3. Penyajian RTL • Ceramah tanya Puskesmas,
jawab Jakarta,2010
• Curah pendapat
• Diskusi
• Pleno

KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


23
VII. EVALUASI DAN SERTIFIKASI

A. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan dalam pelatihan ini meliputi :
1. Evaluasi terhadap peserta melalui :
a. Penjajagan awal melalui pre test
b. Pemahaman peserta terhadap materi yang telah diterima (post
test)
c. Evaluasi kompetensi yaitu penilaian terhadap kemampuan yang
telah didapat peserta melalui penugasan-penugasan dan praktik
lapang

2. Evaluasi terhadap pelatih/fasilitator


 Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh
penilaian yang menggambarkan tingkat kepuasan peserta terhadap
kemampuan pelatih dalam menyampaikan pengetahuan dan atau
keterampilan kepada peserta dengan baik, dapat dipahami dan
diserap oleh peserta, meliputi :
a. Penguasaan materi
b. Penggunaan metode
c. Hubungan interpersonal dengan peserta
d. Motivasi

3. Evaluasi terhadap penyelenggara pelatihan


Evaluasi dilakukan oleh peserta terhadap pelaksanaan pelatihan.
Obyek evaluasi adalah pelaksanaan administrasi dan akademis, yang
meliputi :
a. Tujuan pelatihan
b. Relevansi program pelatihan dengan tugas
c. Manfaat setiap materi bagi pelaksanaan tugas peserta di tempat
kerja
d. Manfaat pelatihan bagi peserta/instansi

24 KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


e. Hubungan peserta dengan pelaksana pelatihan
f. Pelayanan sekretariat terhadap peserta
g. Pelayanan akomodasi dan lainnya
h. Pelayanan konsumsi
i. Pelayanan komunikasi dan informasi

B. Sertifikasi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 725 tahun 2003 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di Bidang Kesehatan, bagi
peserta yang telah menyelesaikan proses pembelajaran selama 51 JPL
@ 45 menit dengan kehadiran minimal 90% dari keseluruhan jumlah jam
pembelajaran, akan diberikan sertifikat dengan angka kredit 1 (satu).
Sertifikat akan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang atas nama
Menteri Kesehatan dan oleh panitia penyelenggara. Sertifikasi juga bisa
diberikan oleh Lembaga yang berwenang menerbitkan sertifikat untuk
pelatihan pemberdayaan masyarakat.

KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIBIDANG KESEHATAN


25
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
PROMOSI KESEHATAN
Modul 1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
PROMOSI KESEHATAN

DAFTAR ISI

I. DESKRIPSI SINGKAT

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
B. Tujuan Pembelajaran Khusus

III. POKOK BAHASAN


A. Pokok Bahasan 1 : A
 rah Kebijakan dan Strategi Kementerian
Kesehatan
B. Pokok Bahasan 2 : Kebijakan Promosi Kesehatan
C. Pokok Bahasan 3 : Strategi Promosi Kesehatan

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

V. URAIAN MATERI
A. Pokok Bahasan 1 : A
 rah Kebijakan dan Strategi Kementerian
Kesehatan
B. Pokok Bahasan 2 : Kebijakan Promosi Kesehatan
C. Pokok Bahasan 3 : Strategi Promosi Kesehatan

REFERENSI

Kebijakan dan strategi promosi kesehatan


27
I. DESKRIPSI SINGKAT

 odul Kebijakan dan Strategi Promosi Kesehatan ini disusun untuk


M
membekali para Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang
Kesehatan agar memahami kebijakan dan strategi promosi kesehatan
kaitannya dengan keberhasilan kesehatan.

 engertian promosi kesehatan di Indonesia adalah ”Upaya untuk


P
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari,
oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong
dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan
publik yang berwawasan kesehatan”. Makna dari pengertian tersebut sarat
dengan upaya pemberdayaan dalam bidang kesehatan agar masyarakat
mampu ber perilaku hidup sehat dan tentunya upaya tersebut perlu dibina
lingkungan yang kondusif dalam dukungan pengambil keputusan/penentu
kebijakan dan pemangku kepentingan (stakeholders). Oleh karena itu
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193 tahun 2004 tentang
Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan disebutkan bahwa Pemberdayaan
Masyarakat, Bina Suasana, Advokasi yang didukung dengan Kemitraan
merupakan Strategi Dasar Promosi Kesehatan.

 adi dapat dikatakan bahwa promosi kesehatan merupakan tulang


J
punggung pembangunan kesehatan khususnya untuk mencapai visi
”Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan”, seperti yang
tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-
2014. Masyarakat sehat yang mandiri adalah suatu kondisi dimana
masyarakat Indonesia menyadari, mau dan mampu mengenali, mencegah
dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat
bebas dari gangguan kesehatan, baik yang disebabkan karena penyakit
termasuk gangguan kesehatan akibat bencana, maupun lingkungan dan
perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat, dengan menggunakan
potensi yang dimilikinya.

28 Kebijakan dan strategi promosi kesehatan


II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


 Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Kebijakan dan
Strategi Promosi Kesehatan

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan :
1. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Kesehatan
2. Kebijakan Promosi Kesehatan
3. Strategi Promosi Kesehatan

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1 : Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian


Kesehatan
1.1. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Kesehatan
1.2. Peran Promosi Kesehatan
B. Pokok Bahasan 2 : Kebijakan Promosi Kesehatan
C. Pokok Bahasan 3 : Strategi Promosi Kesehatan

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

 umlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 jam pelajaran
J
(T=2 jpl, P=0, PL=0) @45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran,
dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut :

A. Langkah 1 (15 menit) :


1. Pelatih memperkenalkan diri
2. Pelatih menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
3. Menggali pendapat peserta tentang promosi kesehatan
4. Berdasarkan pendapat peserta, pelatih menjelaskan pengertian
promosi kesehatan
Kebijakan dan strategi promosi kesehatan
29
B. Langkah 2 (60 menit) :
1. Pelatih menyampaikan pokok bahasan :
• Arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan
• Kebijakan promosi kesehatan
• Strategi promosi kesehatan
2. Pelatih memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan
hal-hal yang kurang jelas dan pelatih menjawab pertanyaan peserta
tersebut.

C. Langkah 3 (15 menit) :


1. Pelatih meminta peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas, memberikan jawaban atas pertanyaan peserta.
2. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada
kertas yang telah disediakan.
3. Pelatih menutup sesi pembelajaran dengan menegaskan peran
penting promosi kesehatan dalam pembangunan kesehatan dan
pentingnya strategi pemberdayaan masyarakat yang merupakan
salah satu strategi promosi kesehatan.

V. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1 :
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN KESEHATAN

1.1. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Kesehatan


Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025
menetapkan bahwa Pembangunan Kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat
setinggi-tingginya dapat terwujud. Selanjutnya, dalam Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 yang tertuang

30 Kebijakan dan strategi promosi kesehatan


dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
HK.03.01/160/1/2010 telah ditetapkan bahwa Visi Kementerian
Kesehatan adalah ”Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan”.
Masyarakat sehat yang mandiri adalah suatu kondisi dimana masyarakat
Indonesia menyadari, mau dan mampu mengenali, mencegah dan
mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat
bebas dari gangguan kesehatan, baik yang disebabkan karena penyakit
termasuk gangguan kesehatan akibat bencana, maupun lingkungan dan
perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat, dengan menggunakan
potensi yang dimilikinya.

Untuk mencapai visi tersebut ditetapkan Misi Kementerian Kesehatan


adalah 1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani;
2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya
upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan;
3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; 4)
Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

Dalam mencapai Misi tersebut ada lima strategi yang telah ditetapkan,
salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat dan daerah.
Peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan semakin penting.
Tantangan dan permasalahan pembangunan kesehatan makin
bertambah berat, kompleks dan bahkan terjadi secara tidak terduga,
karena Indonesia merupakan negara yang daerahnya rawan bencana.
Upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat tidak akan tercapai
apabila tidak mengikut sertakan peran masyarakat dalam pembangunan
kesehatan. Masyarakat tidak lagi sebagai obyek melainkan sebagai
subyek dalam pembanguan kesehatan, seperti yang telah diamanatkan
dalam Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Masalah kesehatan perlu diatasi oleh masyarakat sendiri dan
pemerintah. Selain itu banyak permasalahan kesehatan yang wewenang
dan tanggung jawabnya berada di luar sektor kesehatan.

Kebijakan dan strategi promosi kesehatan


31
Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat meliputi : a) Penggerakkan
masyarakat; masyarakat mempunyai peluang yang sebesar-besarnya untuk
terlibat aktif dalam proses pembangunan kesehatan, b) Pengorganisasian
dalam pemberdayaan; diupayakan agar peran organisasi masyarakat lokal
makin berfungsi dalam pembangunan kesehatan, c) Advokasi; masyarakat
memperjuangkan kepentingannya di bidang kesehatan, d) Kemitraan;
dalam pemberdayaan masyarakat penting untuk meningkatkan kemitraan
dan partisipasi lintas sektor terkait, swasta, dunia usaha dan pemangku
kepentingan, e) Sumber daya; diperlukan sumber daya yang memadai
seperti Sumber Daya Manusia (SDM), informasi dan dana.

Mengapa pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan


sangat penting ? 1) Ketentuan ini tercantum dalam UU Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan; 2) Dari hasil kajian ternyata 70% sumber daya
pembangunan nasional berasal kontribusi/partisipasi masyarakat;
3) Pemberdayaan masyarakat/partisipasi masyarakat berazaskan
gotong royong, merupakan budaya masyarakat Indonesia yang perlu
dilestarikan; 4) Perilaku masyarakat merupakan faktor penyebab utama,
terjadinya permasalahan kesehatan, oleh sebab itu masyarakat sendirilah
yang dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan pendampingan/
bimbingan pemerintah; 5) Pemerintah mempunyai keterbatasan
sumber daya dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang semakin
kompleks di masyarakat, sedangkan masyarakat mempunyai potensi
yang cukup besar untuk dapat dimobilisasi dalam upaya pencegahan
di wilayahnya; 6) Potensi yang dimiliki masyarakat diantaranya meliputi
community leadership, community organization, community financing,
community material, community knowledge, community technology,
community decision making process, dalam upaya peningkatan
kesehatan, potensi tersebut perlu dioptimalkan. 7) Upaya pencegahan
lebih efektif dan efisien dibanding upaya pengobatan, dan masyarakat
juga mempunyai kemampuan untuk melakukan upaya pencegahan
apabila dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat terutama untuk
ber-perilaku hidup bersih dan sehat.

32 Kebijakan dan strategi promosi kesehatan


1.2. Peran Promosi Kesehatan
Pengertian promosi kesehatan sebagai “the process of enabling
individuals and communities to increase control over the determinants
of health and thereby improve their health“ (WHO) yang di Indonesia
dirumuskan sebagai “upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat,
sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik
yang berwawasan kesehatan” (Keputusan Menteri Kesehatan RI,
Nomor 1193 Tahun 2004).

Dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 promosi


kesehatan merupakan program generik dengan nama Pemberdayaan
Masyarakat dan Promosi Kesehatan. Tujuan umum Pemberdayaan
Masyarakat dan Promosi Kesehatan adalah meningkatnya perilaku
sehat individu, keluarga, masyarakat dan berperan aktif dalam setiap
gerakan kesehatan masyarakat melalui upaya promosi kesehatan yang
terintegrasi secara lintas program, lintas sektor, swasta dan masyarakat.
Sedangkan tujuan khususnya adalah : 1) Meningkatkan komitmen
pembangunan berwawasan kesehatan dari para pengambil kebijakan
dari berbagai pihak; 2) Meningkatkan kerjasama, antar masyarakat, antar
kelompok, serta antar lembaga dalam rangka pembangunan berwawasan
kesehatan; 3) Meningkatkan peran masyarakat termasuk swasta sebagai
subyek atau penyelenggara upaya pemberdayaan masyarakat dan
promosi kesehatan; 4) Meningkatkan upaya pemberdayaan masyarakat
dan promosi kesehatan yang efektif dengan mempertimbangkan kearifan
lokal; 5) Meningkatkan keterpaduan pelaksanaan upaya pemberdayaan
masyarakat dan promosi kesehatan dengan seluruh program, dan sektor
terkait, di pusat, provinsi dan kabupaten/kota dengan mengacu kepada
rencana strategis kementerian kesehatan.

Kebijakan dan strategi promosi kesehatan


33
Fokus kegiatan diarahkan kepada 1) Upaya peningkatan perilaku sehat
masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan perilaku individu dan
masyarakat untuk hidup bersih dan sehat; 2) Upaya pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat
untuk hidup sehat melalui pengembangan tatanan sehat dan; 3) Upaya
pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan nasional. Ketiga
fokus utama tersebut diindikasikan dengan : 1) Meningkatnya Rumah
Tangga berPHBS (70%) pada tahun 2014; 2) Meningkatnya Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif (70%) pada tahun 2014; 3) Meningkatnya Jumlah
Poskesdes beroperasi pada tahun 2014.

Pengertian tersebut mempunyai makna bahwa promosi kesehatan


sebagai suatu proses pemberdayaan masyarakat yang memposisikan
masyarakat sebagai pelaku pembangunan yang mampu/mandiri dalam
menyelesaikan masalah dan meningkatkan kesehatannya.

Ruang lingkup utama kegiatan promosi kesehatan (Ottawa Charter)


adalah : 1) Pengembangan kebijakan publik yang mendukung kesehatan
(build healthy public policy), 2) Penguatan gerakan masyarakat untuk
hidup sehat (strengthen community action), 3) Menciptakan lingkungan
dan suasana yang mendukung (create supportive environment), 4)
Mengembangkan kemampuan individu dan masyarakat untuk hidup
sehat (develop personal skills), 5) Menata kembali arah pelayanan
kesehatan, yang selama ini menitikberatkan upaya kuratif menuju
upaya promotif preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan
rehabilitatif (re-orient health services). Pelaksanaan promosi kesehatan
yang menitik beratkan kepada upaya pemberdayaan dan kemandirian
masyarakat dengan maksud untuk memfasilitasi masyarakat dengan
pengetahuan untuk memperoleh kemampuan untuk mencegah dan
atau mengatasi masalah kesehatannya dengan menggali seluruh
potensi berdasarkan yang mereka miliki dilingkungan, saat mereka
berinteraksi baik di rumah tangga, sekolah, tempat kerja, tempat-
tempat umum dan sarana kesehatan.

34 Kebijakan dan strategi promosi kesehatan


Berdasarkan paparan tersebut diatas menggambarkan bahwa Promosi
kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam proses
pemberdayaan masyarakat. Yaitu melalui proses pembelajaran
dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, sesuai lingkungan sosial
budaya setempat, agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri
di bidang kesehatan. Promosi kesehatan juga berperan dalam proses
peningkatan kualitas tenaga kesehatan agar lebih responsif dan mampu
memberdayakan kliennya, sehingga akan tercapai pelayanan yang
bermutu adil serta merata. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah,
upaya promosi kesehatan harus berawal dari masalah dan potensi spesifik
masing-masing daerah. Promosi kesehatan harus dilakukan secara
paripurna (komprehensif) agar dapat melakukan peran penting yang
strategis atau dapat dikatakan sebagai pilar utama dalam pembangunan
kesehatan.

POKOK BAHASAN 2 :
KEBIJAKAN PROMOSI KESEHATAN

Kebijakan umum untuk mencapai tujuan pemberdayaan masyarakat


dan promosi kesehatan tersebut diatas adalah : 1) Menempatkan upaya
promosi kesehatan menjadi salah satu prioritas pembangunan kesehatan; 2)
Melaksanakan peningkatan akses informasi dan edukasi tentang kesehatan
yang seimbang dan bertanggung jawab; 3) Memantapkan peran serta
masyarakat, kelompok-kelompok potensial, termasuk swasta dan dunia
usaha dalam pembangunan kesehatan; 4) Melaksanakan upaya promosi
kesehatan secara holistik dan terpadu; 5) Melaksanakan peningkatan kualitas
penyelenggaraan promosi kesehatan.

Kebijakan dan strategi promosi kesehatan


35
POKOK BAHASAN 3 :
STRATEGI PROMOSI KESEHATAN

Strategi promosi kesehatan yang dilaksanakan harus paripurna, yakni


terdiri dari (1) Pemberdayaan, yang didukung oleh (2) Bina suasana, dan
(3) Advokasi, serta dilandasi oleh semangat (4) Kemitraan. Pemberdayaan
adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam mencegah dan
menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu, keluarga
atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau,
dan mampu mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Bina
suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang kondusif
dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutan-panutan
dalam mengadopsi PHBS dan melestarikannya. Sedangkan advokasi adalah
pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak tertentu yang diperhitungkan
dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari segi materi
maupun non materi.

Pemberdayaan
Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan merupakan bagian yang
sangat penting, dan bahkan dapat dikatakan sebagai ujung tombak. Sejak
dari Piagam Ottawa, yang mengubah istilah pendidikan kesehatan menjadi
promosi kesehatan, pemberdayaan sudah dijadikan salah satu strategi dari
promosi kesehatan. Selanjutnya dalam komitmen global yang dicapai di
setiap Konferensi Internasional Promosi Kesehatan, pemberdayaan tidak
pernah dilupakan. Dalam konferensi internasional yang diselenggarakan di
Jakarta misalnya, yang melahirkan Deklarasi Jakarta, disebutkan bahwa salah
satu prioritas bagi promosi kesehatan di abad ke-21 adalah “Meningkatkan
kemampuan masyarakat dan memberdayakan individu-individu.” Sedangkan
dalam konferensi internasional terakhir yang diselenggarakan di Nairobi,
Kenya, pemberdayaan masyarakat dinyatakan sebagai salah satu tindakan
(action) yang harus segera dilaksanakan.
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada individu,
keluarga atau kelompok (klien) secara terus-menerus dan berkesinambungan

36 Kebijakan dan strategi promosi kesehatan


mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien
tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek pengetahuan
atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap atau attitude), dan dari
mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek
tindakan atau practice). Oleh sebab itu, sesuai dengan sasaran (klien)nya
dapat dibedakan adanya (a) Pemberdayaan individu, (b) Pemberdayaan
keluarga, dan (c) Pemberdayaan kelompok/masyarakat.

Bina Suasana
Bina Suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku
yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan
sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun berada (keluarga di rumah,
organisasi siswa/mahasiswa, serikat pekerja/karyawan, orang-orang yang
menjadi panutan/idola, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-lain, dan
bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut.
Oleh karena itu, untuk memperkuat proses pemberdayaan, khususnya dalam
upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan
bina suasana.

Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini berupa tokoh-tokoh masyarakat
(formal dan informal) yang umumnya berperan sebagai narasumber (opinion
leader), atau penentu kebijakan (norma) atau penyandang dana. Juga berupa
kelompok-kelompok dalam masyarakat dan media massa yang dapat
berperan dalam menciptakan suasana kondusif, opini publik, dan dorongan
(pressure) bagi terciptanya PHBS masyarakat. Advokasi merupakan upaya
untuk menyukseskan bina suasana, pemberdayaan, dan bahkan proses
pembinaan PHBS secara keseluruhan.
Sebagaimana pemberdayaan dan bina suasana, advokasi juga akan
lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan. Yaitu dengan

Kebijakan dan strategi promosi kesehatan


37
membentuk jejaring advokasi atau forum kerjasama. Dengan kerjasama,
melalui pembagian tugas dan saling-dukung, maka sasaran advokasi akan
dapat diarahkan untuk sampai kepada tujuan yang diharapkan. Sebagai
konsekuensinya, metode dan media advokasi pun harus ditentukan secara
cermat, sehingga kerjasama dapat berjalan baik.

Kemitraan
Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun
bina suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan
dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu digalang antar individu,
keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang terkait dengan urusan
kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh masyarakat, media massa, dan
lain-lain. Kemitraan yang digalang itu harus berlandaskan kepada tiga prinsip
dasar, yaitu (a) Kesetaraan, (b) Keterbukaan, dan (c) Saling menguntungkan.
Berdasar strategi dasar tersebut dikembangkan strategi umum
pemberdayaan masyarakat dan promosi kesehatan tahun 2010-2014, sebagai
berikut : 1) Memperkuat , kelembagaan dan penganggaran serta sarana promosi
kesehatan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota; 2) Mengupayakan
terbitnya kebijakan publik berwawasan kesehatan; 3) Meningkatkan advokasi,
sosialisasi dan komitmen politis disemua tingkatan; 4) Meningkatkan akses
informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung
jawab; 5) Meningkatkan kemitraan dengan lintas sektor terkait, swasta, dunia
usaha, dan LSM; 6) Menumbuhkan partisipasi dan peran individu, keluarga,
dan masyarakat dalam upaya kesehatan; 7) Menyelaraskan upaya promosi
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat pada setiap upaya pencegahan
penyakit, peningkatan KIA dan Gizi, peningkatan akses ke pelayanan
kesehatan; 8) Melakukan riset dan pengembangan upaya promosi kesehatan
dan pemberdayaan masyarakat; 9) Melaksanakan pemantauan dan evaluasi
untuk kemajuan upaya promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

38 Kebijakan dan strategi promosi kesehatan


REFERENSI
• Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, Kebijakan Nasional
Promosi Kesehatan, Jakarta, 2004
• Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, Pedoman
Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, Jakarta, 2005
• Departemen Kesehatan RI, Sistim Kesehatan Nasional, Jakarta, 2009
• Kementerian Kesehatan RI, Renstra 2010-2014, Jakarta, 2010
• Pusat Promosi Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat dan Promosi
Kesehatan, Jakarta, 2010
• Hartono. B, Materi Peningkatan Kompetensi Petugas Pusat Promosi
Kesehatan, Strategi Promosi Kesehatan dalam Meningkatkan Kesehatan
Masyarakat, Jakarta, 2011

Kebijakan dan strategi promosi kesehatan


39
KONSEP DASAR DESA
DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN
Modul 2
KONSEP DASAR DESA DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DI BIDANG KESEHATAN
DAFTAR ISI
I. DESKRIPSI SINGKAT

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
B. Tujuan Pembelajaran Khusus

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Pokok Bahasan 1 : Pemberdayaan Masyarakat
B. Pokok Bahasan 2 : Pemberdayaan Masyarakat di Bidang
Kesehatan
C. Pokok Bahasan 3 : Konsep Dasar Desa
D. Pokok Bahasan 4 : Partisipasi Masyarakat
E. Pokok Bahasan 5 : Pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan UKBM

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

V. URAIAN MATERI
A. Pokok Bahasan 1 : Pemberdayaan Masyarakat
B. Pokok Bahasan 2 : Pemberdayaan Masyarakat di Bidang
Kesehatan
C. Pokok Bahasan 3 : Konsep Dasar Desa
D. Pokok Bahasan 4 : Partisipasi Masyarakat
E. Pokok Bahasan 5 : Pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan UKBM

REFERENSI

Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


41
I. DESKRIPSI SINGKAT

 odul Konsep Dasar Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan ini


M
disusun untuk membekali para fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di
Bidang Kesehatan agar memahami pengertian, unsur-unsur dan UKBM
dalam pemberdayaan masyarakat yang dibumikan dalam mewujudkan
Desa dan Keluarga Siaga Aktif.

 esa dan Kelurahan Siaga Aktif merupakan salah satu urusan wajib
D
Pemerintah Kabupaten/Kota yang kemudian pelaksanaannya diserahkan
ke desa/kelurahan. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota menetapkan bahwa pada tahun
2015 sebanyak 80% desa/kelurahan telah menjadi Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


 Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Konsep Dasar
Desa dan Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan Pengertian Pemberdayan Masyarakat
2. Menjelaskan Pengertian Pemberdayaan Masyarakat di Bidang
Kesehatan
3. Menjelaskan Tentang Konsep Dasar Desa
4. Menjelaskan Pengertian Partisipasi Masyarakat
5. Menjelaskan Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan
UKBM.

42 Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1 : Pemberdayaan Masyarakat


1.1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
1.2. Tahapan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat
1.3. Prinsip Dasar Pemberdayaan Masyarakat.

B. Pokok Bahasan 2 : Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan


2.1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan
2.2. Unsur-unsur Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan.

C. Pokok Bahasan 3 : Konsep Dasar Desa


3.1. Pengertian Desa dan Syarat Pembentukan Desa
3.2. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
3.3. Pokok-Pokok kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah
3.4. Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dengan pemerintahan desa
3.5. Kebijakan pemerintah tentang pemerintahan desa.

D. Pokok Bahasan 4 : Partisipasi Masyarakat

E. Pokok Bahasan 5 : Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan


UKBM

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

 umlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 3 jam pelajaran
J
(jpl) @ 45 menit (T=3 jpl) untuk memudahkan proses pembelajaran,
dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut :

Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


43
A. Langkah 1 (15 menit) :
1. Pelatih memperkenalkan diri
2. Pelatih menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
3. Menggali pendapat tentang pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan diwilayah kerja peserta.

B. Langkah 2 (90 menit) :


1. Berdasarkan pendapat peserta pelatih menyampaikan pokok
bahasan
• Pemberdayaan Masyarakat
• Pengertian dan Komponen Pemberdayaan Masyarakat di Bidang
Kesehatan
• Konsep Dasar Desa
• Partisipasi Masyarakat
• Pemberdayaan Masyarakat melalui pembangunan UKBM.
2. Pelatih memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan
hal-hal yang kurang jelas dan pelatih menjawab pertanyaan peserta
tersebut.

C. Langkah 3 (30 menit) :


1. Pelatih meminta peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas, memberikan jawaban atas pertanyaan peserta.
2. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta
pada kertas yang telah disediakan.
3. Pelatih menutup sesi pembelajaran dengan memberikan apresiasi
pada peserta.

44 Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


V. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1 :
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

1.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat


Istilah “pemberdayaan masyarakat” sebagai terjemahan dari kata
“empowerment” mulai ramai digunakan dalam bahasa sehari-hari di
Indonesia bersama-sama dengan istilah “pengentasan kemiskinan”
(poverty alleviation) sejak digulirkannya Program Inpres Desa Tertinggal
(IDT). Sejak itu, istilah pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan
merupakan “saudara kembar” yang selalu menjadi topik dan kata kunci
dari upaya pembangunan.

Sejalan dengan itu, pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya


peningkatan kemampuan masyarakat (miskin, marjinal, terpinggirkan)
untuk menyampaikan pendapat dan atau kebutuhannya, pilihan-
pilihannya, berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi dan mengelola
kelembagaan masyarakatnya secara bertanggung-gugat (accountable)
demi perbaikan kehidupannya.

Dalam pengertian tersebut, pemberdayaan mengandung arti perbaikan


mutu hidup atau kesejahteraan setiap individu dan masyarakat baik
dalam arti :
1. Perbaikan ekonomi, terutama kecukupan pangan
2. Perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan)
3. Kemerdekaan dari segala bentuk penindasan
4. Terjaminnya hak asasi manusia yang bebas dari rasa takut dan
kekhawatiran, dan lain-lain.

Beberapa komponen penting yang harus diperhatikan dalam upaya


pemberdayaan masyarakat yaitu (1) Enabling ; menciptakan suasana
atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang

Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


45
(enabling). Artinya tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya,
karena jika demikian maka dapat dikatakan sudah punah. Pemberdayaan
adalah upaya untuk memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. (2)
Empowering ; memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat.
Perkuatan ini meliputi langkah lebih nyata dan menyangkut penyediaaan
potensi berbagai masukan serta pembukaan akses kedalam berbagai
peluang yang akan membuat masyarakat berdaya upaya berupa
peningkatan taraf pendidikan dan derajat kesehatan, sumber kemajuan
ekonomi seperti modal, teknologi dan informasi, serta peningkatan
pranata, kerja keras, hemat, keterbukaan dan kebertanggungjawaban.

1.2. Tahapan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat


Adapun tahapan kegiatan pemberdayaan masyarakat yaitu penyadaran,
menunjukkan adanya masalah, membantu pemecahan masalah,
memproduksi dan mempublikasi informasi, melakukan pengujian
dan demonstrasi, menunjukkan pentingnya perubahan dan akhirnya
melaksanakan pemberdayaan/penguatan kapasitas. Untuk dapat
memaksimalkan pemberdayaan masyarakat, diperlukan pendekatan-
pendekatan berupa :
1. Pendekatan Mikro : berpusat pada tugas, pemberdayaan dilakukan
terhadap penerima manfaat secara langsung berupa bimbingan,
konseling, stress management dan crisis intervention
2. Pendekatan Meso : dilakukan terhadap sekelompok penerima
manfaat, pemberdayaan dengan menggunakan kelompok, berupa
pelatihan dan pendidikan
3. Pendekatan Makro : berupa perumusan kebijakan, perencanaan
sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, perorganisasian masyarakat,
manajemen konflik, dan lain-lain.
Selain pendekatan-pendekatan tersebut diatas, diperlukan juga strategi
pemberdayaan masyarakat berupa pengembangan sumber daya
manusia, pengembangan kelembagaan kelompok, pemupukan modal

46 Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


masyarakat (swasta), pengembangan usaha produktif dan penyedia
tepat guna.

1.3. Prinsip Dasar Pemberdayaan Masyarakat


Beberapa prinsip dasar pemberdayaan masyarakat yang perlu dipahami
yaitu : Dalam pemberdayaan masyarakat dikenal istilah pengorganisasian
masyarakat (community organization) dan pengembangan masyarakat
(community development). Keduanya berorientasi pada proses
pemberdayaan masyarakat menuju tercapainya kemndirian melalui
keterlibatan dan peran serta aktif dari keseluruhan anggota masyarakat.

Lima prinsip dasar pemberdayaan masyarakat tersebut yaitu :


1. Menumbuh kembangkan kemampuan, peran serta masyarakat dan
semangat gotong royong.
2. Melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun
pelaksanaan. Berbasis masyarakat (community based), memberikan
kesempatan mengemukakan pendapat, memilih dan menetapkan
keputusan bagi dirinya (voice and choice), keterbukaan (openness),
kemitraan (partnership), kemandirian (self reliance).
3. Menggalang kemitraan dengan berbagai pihak untuk memaksimalkan
sumber daya, khususnya dalam dana, baik yang berasal dari
pemerintah, swasta maupun sumber lainnya seperti penyandang
dana dan sponsor pembangunan sosial.
4. Petugas harus lebih memfungsikan diri sebagai katalis yang
menghubungkan antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro
dan antara kepentingan masyarakat yang bersifat mikro.
5. Untuk mempertahankan ekstensinya, pemberdayaan masyarakat
memerlukan break even dalam setiap kegiatan yang dikelola. Tidak
sebagai organisasi bisnis/profit.

Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


47
POKOK BAHASAN 2 :
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI BIDANG KESEHATAN

2.1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan


Pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan
kesempatan dan kemampuan kepada kelompok masyarakat (miskin)
untuk mampu dan berani bersuara (voice) atau menyuarakan pendapat,
ide, atau gagasan-gagasannya, serta kemampuan dan keberanian untuk
memilih (choice) sesuatu (konsep, metode, produk, tindakan, dan lain-lain)
yang terbaik bagi pribadi, keluarga, dan masyarakatnya. Sejalan dengan
itu pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya peningkatan kemampuan
masyarakat (miskin, marjinal, terpinggirkan). Pemberdayaan adalah suatu
cara agar rakyat, komunitas, dan organisasi diarahkan agar mampu
menguasai atau berkuasa atas kehidupannya.
Pemberdayaan adalah sebuah proses agar setiap orang menjadi
cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas,
dan mempengaruhi, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang
mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya. Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan
sustainable development dimana pemberdayaan masyarakat merupakan
suatu prasyarat utama yang akan membawa masyarakat menuju
keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis.

48 Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


Proses dan Keterkaitan Pemberdayaan Masyarakat dan
Sustainable Development

Pemberdayaan Masyarakat
• Self-organizing
• Self-reliance

Mekanisme
Mekanisme Pasar/
Produksi Ekonomi

Faktor Internal/ Masyarakat Faktor Eksternal/


Activities Pedesaan Activities

Mekanisme Mekanisme
Sosial Ekologi

Mekanisme
Ekologi

Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


49
Proses pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan
eksternal. Kedua faktor tersebut saling berkontribusi dan mempengaruhi
secara sinergis dan dinamis. Proses pemberdayaan masyarakat didampingi
oleh tim pelatih (bersifat multi disiplin) yang merupakan salah satu faktor
eksternal dalam proses pemberdayaan masyarakat. Peran Pelatih pada awal
proses sangat aktif tetapi akan berkurang secara bertahap selama proses
berjalan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan kegiatannya secara
mandiri.
Dalam bidang kesehatan pemberdayaan masyarakat dapat diartikan
sebagai penyediaan layanan kesehatan dasar yang mudah cepat, dan
murah dengan memanfaatkan pengobatan “modern” dan atau pengobatan
tradisional yang teruji kemanjuran dan keamanannya. Pemberdayaan
masyarakat bidang kesehatan, juga menyangkut kemandirian masyarakat
untuk mengorganisir lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM, PKK,
Dasawisma, Posyandu, dan lain-lain) untuk menanggulangi faktor risiko
penyakit dan menghimpun iuran kesehatan, termasuk meningkatkan
kemampuan untuk memerangi kapitalistik medik yang lebih menekankan
praktik-praktik kuratif dibanding preventif dan promotif. Karena itu
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, lebih menekankan
pada upaya promotif, preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan
rehabilitatif.

Pemberdayaan masyarakat merupakan sub sistim dalam Sistim Kesehatan


Nasional, dan merupakan salah satu strategi dasar promosi kesehatan.

Pengertian Pemberdayaan Masyarakat dalam bidang kesehatan adalah adalah


proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien)
secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan
klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak
tahu menjadi tahu atau sadar (aspek pengetahuan atau knowledge), dari
tahu menjadi mau (aspek sikap atau attitude), dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek tindakan atau practice).

2.2. U
 nsur-unsur Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan

2.2.1. P
 enggerak Pemberdayaan : Pemerintah, masyarakat, dan swasta
menjadi inisiator, motivator, dan fasilitator yang mempunyai kompetensi
memadai dan dapat membangun komitmen dengan dukungan para
pemimpin, baik formal maupun non formal.

50 Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


2.2.2. S
 asaran pemberdayaan : Perorangan (tokoh masyarakat, tokoh agama,
politisi, figur masyarakat, dan sebagainya), kelompok (organisasi
kemasyarakatan, organisasi profesi, kelompok masyarakat), dan
masyarakat luas serta pemerintah yang berperan sebagai agen
perubahan untuk penerapan perilaku hidup sehat.
2.2.3. K
 egiatan hidup sehat : Kegiatan hidup sehat yang dilakukan sehari-
hari oleh masyarakat, sehingga membentuk kebisaan dan pola hidup,
tumbuh dan berkembang, serta melembaga dan membudaya dalam
kehidupan bermasyarakat.
2.2.4. S
 umber daya. Potensi yang dimiliki oleh masyarakat, swasta dan
pemerintah yang meliputi : dana, sarana dan prasarana, budaya,
metode, pedoman, dan media untuk terselenggaranya proses
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.

POKOK BAHASAN 3 :
KONSEP DASAR DESA

3.1. Pengertian Desa dan Syarat Pembentukan Desa


Di dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa
“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi,
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah,
yang diatur dengan undang-undang. Selanjutnya dalam ketentuan
Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 ditegaskan bahwa “Pemerintahan daerah
provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2002: 66). Di dalam UU. Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, diatur tentang satuan wilayah
administrasi pemerintahan di daerah, yakni daerah provinsi dibagi atas
daerah kabupaten dan daerah kota (ketentuan Pasal, selanjutnya daerah
kabupaten dan daerah kota dibagi atas kecamatan (ketentuan Pasal
126), selanjutnya kecamatan dibagi atas kelurahan (ketentuan Pasal 127)
dan Desa (ketentuan Pasal 200). (Departemen Dalam Negeri, 2004).

Berdasarkan konstruksi pembagian satuan wilayah administrasi


pemerintahan tersebut, maka penyelenggaraan pemerintahan desa
merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan secara

Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


51
nasional, sehingga keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan secara
nasional turut ditentukan oleh efektivitas penyelenggaraan pemerintahan
desa. Oleh karena itu, mengingat strategisnya penyelenggaraan
pemerintahan desa dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan secara
nasional, maka di dalam UU. Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, diatur ketentuan mengenai penyelengaraan pemerintahan desa,
yang ditindaklanjuti pengaturannya di dalam PP Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa, serta kebijakan-kebijakan turunannya yang diatur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Sesuai dengan PP No. 72 Tahun 2005, yang dimaksud dengan Desa


atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa,


atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa
menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa
yang telah ada. Adapun terkait dengan Pemerintahan Desa yaitu
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Wilayah desa dapat dibentuk Dusun atau sebutan lain yang merupakan
bagian wilayah kerja pemerintahan desa dan ditetapkan dengan
peraturan desa. Sebutan bagian wilayah kerja pemerintahan desa,
disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat yang
ditetapkan dengan peraturan desa.

3.2. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa


Dalam pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Desa atau yang disebut
dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan desa bekerja sama dengan
Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yang merupakan perwujudan

52 Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa, dan Lembaga Kemasyarakatan
(lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan
merupakan mitra pemerintah desa).

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:


a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul
desa;
b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota
yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
c. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota; dan
d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-
undangan diserahkan kepada desa.

Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa.


Perangkat Desa yang dimaksud terdiri atas sekretariat desa, pelaksana
teknis lapangan dan unsur kewilayahan. Adapun jumlah perangkat desa
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat dengan susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa
ditetapkan dengan peraturan desa.

3.3. P
 okok-pokok Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Menurut beberapa teori modern, bentuk-bentuk negara modern yang
terpenting dewasa ini adalah Negara Serikat atau Federasi dan Negara
Kesatuan atau Unitarisme. Negara Kesatuan dapat dibedakan ke dalam
bentuk: a. negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, dimana segala
sesuatu dalam Negara itu langsung ditetapkan oleh Pemerintah Pusat,
dan daerah-daerah tinggal melaksanakannya; dan b. Negara Kesatuan
dengan sistem desentralisasi, dimana kepada Daerah diberikan
kekuasaan untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya
sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan Daerah Otonom. (Kansil,
1976).

Dengan demikian, penyelenggaraan kewenangan pemerintahan di


dalam sebuah Negara Kesatuan, senantiasa berada dalam dua pilihan
kebijakan antara “sentralisasi” atau “desentralisasi”. Bila ditetapkan
pilihan pada desentralisasi, maka kewenangan pemerintahan harus
diserahkan kepada daerah otonom, sehingga setiap daerah otonom

Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


53
memiliki kewenangan otonomi yang disebut otonomi daerah (Lipson,
1981).

Aspek-aspek pokok pentingnya desentralisasi adalah :


a. Aspek politik dalam rangka mewujudkan demokratisasi dan partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan negara.
b. Aspek pemerintahan, agar dapat diselenggarakan secara lebih efektif
dan efisien.
c. Aspek pembangunan, agar dalam pengelolaannya dapat lebih sesuai
dengan prioritas masalah dan kebutuhan masyarakat lokal.
d. Aspek kultural, agar dapat lebih meningkatkan apresiasi budaya lokal
sesuai latar belakang sejarah dan warisan budaya yang dapat menjadi
perekat interaksi sosial antara berbagai suku bangsa.

Oleh karena itu, setiap Daerah Otonom, baik daerah provinsi maupun
daerah kabupaten dan kota, harus mengabdikan penyelenggaraan
otonomi daerah bagi kepentingan masyarakat setempat. Dengan
mengikuti pendapat Rasyid (1996:37-38), maka Pemerintah dan
Pemerintah Daerah memiliki tiga fungsi hakiki, yakni: ”pelayanan (services),
pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development).
Meskipun, dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, menurut
Osborne dan Gaebler (1993: 49), pemerintah harus lebih mengutamakan
upaya memberdayakan masyarakat ketimbang memberikan pelayanan
kepada masyarakat (empowering rather than serving).

Pentingnya tugas pelayanan, pemberdayaan, dan pembangunan yang


harus diemban oleh setiap daerah otonom, dapat dicermati di dalam
konsiderans UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
yang menegaskan bahwa “otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan,
dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.

Oleh karena itu, tingkat kinerja Pemerintah Daerah dalam melaksanakan


kewenangan otonominya akan diukur dari:
a. Tingkat penerimaan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan
oleh Pemerintah Daerah.

54 Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


b. Meningkatnya keberdayaan masyarakat dalam seluruh aspek
kehidupannya.
c. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat sebagai dampak langsung
dari pelaksanaan pembangunan daerah.

Di dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,


dinyatakan bahwa ”desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia”. Penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, diimplementasikan dalam bentuk ”pembagian urusan
pemerintahan antara pemerintah dan daerah otonom”. Pembagian
urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa ”selalu
terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi
kewenangan pemerintah”.

Terdapat 6 (enam) urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada


daerah otonom, yakni: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,
moneter dan fiskal nasional, dan agama. Tidak diserahkannya urusan
pemerintahan tersebut kepada daerah otonom, karena pelaksanaan
urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan
kehidupan bangsa dan negara secara keseluruhan dalam rangka
menegakkan wibawa negara dan pemerintahan dalam hubungan
internasional (urusan politik luar negeri), menjaga persatuan dan
kesatuan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(urusan pertahanan, keamanan, dan yustisi), kepentingan stabilitas
perekonomian nasional (urusan moneter dan fiskal nasional), serta
penegakkan kebebasan beragama bagi setiap warga negara sesuai
amanat Pasal 28E UUD 1945 (urusan agama).

3.4. H
 ubungan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dengan
Pemerintahan Desa
A. Di dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
telah diatur lima bentuk hubungan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah Otonom, yakni:
1. Hubungan dalam bidang kewenangan, meliputi : a. penyerahan
urusan pemerintahan dari pemerintah kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


55
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (melalui asas desentralisasi dan
dilaksanakan secara otonom); dan b. penugasan dari pemerintah
kepada daerah, atau dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/
kota untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan asas tugas
pembantuan.
2. Hubungan dalam bidang keuangan, meliputi: a. pemberian sumber-
sumber keuangan untuk menyelengarakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah; b. pengalokasian
dana perimbangan kepada pemerintah daerah; dan c. pemberian
pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah.
3. Hubungan dalam bidang pelayanan umum, meliputi: a. kewenangan,
tanggungjawab dan penentuan standar pelayanan minimal;
b. pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi
kewenangan daerah; dan c. fasilitasi pelaksanaan kerjasama antar
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum.
4. Hubungan dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya, meliputi: a. kewenangan, tanggungjawab
dan pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya,
dan pelestarian; b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya
sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan c. penyerasian
lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.
5. Hubungan dalam bidang pembinaan dan pengawasan, meliputi :
a. P  embinaan penyelengaraan pemerintahan daerah dilaksanakan
oleh pemerintah, yang meliputi: 1) koordinasi pemerintahan antar
susunan pemerintahan; 2) pemberian pedoman dan standar
pelaksanaan urusan pemerintahan; 3) pemberian bimbingan,
supervisi, dan konsultasi pelaksanan urusan pemerintahan;
4) pendidikan dan pelatihan; dan 5) perencanaan, penelitian,
pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan
pemerintahan.
b. Pengawasan penyelengaraan pemerintahan daerah dilaksanakan
oleh pemerintah, yang meliputi: 1) pengawasan atas pelaksanaan
urusan pemerintahan; 2) pengawasan atas peraturan daerah dan
peraturan kepala daerah; 3) pemberian penghargaan dan sanksi
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; 4) pendidikan
dan pelatihan; dan 5) perencanaan, penelitian, pengembangan,
pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan.

56 Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


B. Sejalan dengan bentuk-bentuk hubungan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah Otonom, maka sesuai dengan ketentuan UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 72 tahun
2005 tentang Desa, terdapat tiga bentuk hubungan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Desa, yakni :
1. Hubungan dalam bidang kewenangan, meliputi :
a. H ubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Desa,
meliputi: penugasan dari pemerintah pusat kepada desa
untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan asas tugas
pembantuan.
b. H ubungan antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintahan Desa,
meliputi: penugasan dari pemerintah provinsi kepada desa
untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan asas tugas
pembantuan.
c. Hubungan
 antara Pemerintah Kabupaten/Kota dan
Pemerintahan Desa, meliputi: 1) penyerahan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota
kepada desa untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan tersebut; dan 2) penugasan dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas
tertentu berdasarkan asas tugas pembantuan.
2. Hubungan dalam bidang keuangan, meliputi:
a. H ubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Desa,
meliputi : pemberian bantuan keuangan oleh Pemerintah Pusat
kepada desa untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan
desa dan program-program pemberdayaan masyarakat desa.
b. Hubungan antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintahan Desa,
meliputi : pemberian bantuan keuangan oleh Pemerintah Provinsi
kepada desa untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan
desa dan program-program pemberdayaan masyarakat desa.
c. H  ubungan antara Pemerintah Kabupaten/Kota dan
Pemerintahan Desa, meliputi : 1) bagi hasil pajak daerah minimal
10% untuk desa; 2) bagi hasil retribusi daerah; 3) pemberian
”Alokasi Dana Desa”, yakni bagian dari dana perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah yang diterima kabupaten/
kota minimal sebesar 10% untuk desa; dan 4) pemberian
bantuan keuangan oleh Pemerintah kabupaten/kota kepada
desa untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan desa
dan program-program pemberdayaan masyarakat desa.

Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


57
3. Hubungan dalam bidang pembinaan dan pengawasan, meliputi :
a.Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi berkewajiban untuk
melakukan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan
desa.
b.Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan
desa.
c. A paratur Kecamatan berkewajiban untuk melakukan fasilitasi dan
koordinasi atas penyelenggaraan pemerintahan desa.

3.5. Kebijakan Pemerintah Tentang Pemerintahan Desa

3.5.1. Lima Kebijakan Baru Mengenai Desa di dalam UU. Nomor 32


Tahun 2004.
Bila kita mencermati ketentuan di dalam UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (khususnya ketentuan-ketentuan yang
mengatur mengenai desa), yang ditindaklanjuti dengan PP Nomor
72 Tahun 2005 tentang Desa, maka jika kita bandingkan dengan
pengaturan mengenai desa pada peraturan perundang-undangan
sebelumnya, sekurang-kurangnya terdapat 5 (lima) kebijakan baru
mengenai desa, yakni :
1. Penambahan kewenangan desa, yakni : urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan
pengaturannya kepada desa;
2. Kepastian sumber-sumber keuangan desa, yakni: bagian dari
dana perimbangan yang diterima oleh kabupaten/kota, minimal
10% diberikan kepada Desa (yang disebut Alokasi Dana Desa);
3. Memperkuat makna demokrasi desa berdasarkan nilai
musyawarah untuk mufakat dalam penetapan kebijakan desa,
yakni merubah nomenklatur ”Badan Perwakilan Desa” menjadi
”Badan Permusyawaratan Desa”.
4. Memperkuat kedudukan Kepala Desa sebagai Kepala
Pemerintahan Desa, agar tercipta kesinambungan dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa yakni: a) melarang Kepala
Desa menjadi pengurus partai politik; b) memastikan kedudukan
keuangan kepala desa; dan c) Kepala Desa bertanggungjawab
kepada Bupati/Walikota;
5. Meningkatkan kinerja penyelenggaraan administrasi pemerintahan
desa, yakni jabatan Sekretaris desa diisi dari pegawai negeri sipil.

58 Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


3.5.2. Pembentukan dan Perubahan Status Desa
1. Pembentukan Desa
a. D  esa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan
memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat.
b. Pembentukan desa harus memenuhi syarat: jumlah
penduduk; luas wilayah; bagian wilayah kerja; perangkat;
dan sarana dan prasarana pemerintahan.
c. P  embentukan desa dapat berupa penggabungan
beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan,
atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau
lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah
ada.
d. Pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih
dapat dilakukan setelah mencapai paling sedikit 5 (lima)
tahun penyelenggaraan pemerintahan desa.
e. D  esa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi
memenuhi persyaratan dapat dihapus atau digabung.
f. Dalam wilayah desa dapat dibentuk Dusun atau sebutan
lain yang merupakan bagian wilayah kerja pemerintahan
desa dan ditetapkan dengan peraturan desa.
g. Sebutan bagian wilayah kerja pemerintahan desa,
disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat yang ditetapkan dengan peraturan desa.

2. Perubahan Status
a. D  esa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi
kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa
bersama BPD dengan memperhatikan saran dan
pendapat masyarakat setempat.
b. Perubahan status desa menjadi kelurahan memperhatikan
persyaratan: luas wilayah; jumlah penduduk; prasarana
dan sarana pemerintahan; potensi ekonomi; dan kondisi
sosial budaya masyarakat.
c. D  esa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan
Perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil.
d. Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan,
kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola

Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


59
oleh kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat
setempat.
e. Pendanaan sebagai akibat perubahan status desa menjadi
kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kabupaten/kota.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pembentukan, Penghapusan


dan Penggabungan Desa, serta perubahan status desa menjadi
kelurahan diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan
berpedoman pada Peraturan Menteri. Peraturan Daerah Kabupaten/
Kota wajib mengakui dan menghormati hak asal-usul, adat istiadat
desa dan sosial budaya masyarakat setempat.

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur mengenai


pembentukan dan perubahan status desa adalah: a. Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2006 tentang Penetapan Dan
Penegasan Batas Desa; dan b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan
Desa, dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan.

POKOK BAHASAN 4 :
PARTISIPASI MASYARAKAT

Pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan


telah diakui oleh semua pihak. Hasil pengamatan, pengalaman lapangan
sampai peningkatan cakupan program yang dikaji secara statistik,
semuanya membuktikan bahwa peran serta masyarakat amat menentukan
tehadap keberhasilan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan
kesehatan. Partisipasi masyarakat itu semakin menampakkan sosoknya,
setelah munculnya Posyandu sebagai salah satu bentuk Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), yang merupakan wujud nyata peran
serta mereka dalam pembangunan kesehatan. Kondisi ini ternyata mampu
memacu munculnya berbagai bentuk UKBM lainnya seperti Polindes (Pondok
Bersalin Desa), POD (Pos Obat Desa), Pos UKK (Pos Upaya Kesehatan Kerja),
TOGA (Tanaman Obat Keluarga), Dana Sehat, dan lain-lain, yang jenis dan
jumlahnya terus bertambah.

60 Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


Wujud partisipasi masyarakat dalam upaya pembangunan melalui upaya
pemberdayaan antara lain melalui :
1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan
2. Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan. Berupa pemerataan sumbangan
masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai, dan atau beragam
bentuk korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang akan
diterima oleh warga masyarakat yang bersangkutan.
3. Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi pembangunan.
4. Dalam hal ini partisipasi masyarakat untuk mengumpulkan informasi
yang berkaitan dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat
pembangunan sangat diperlukan.
5. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan.

Adapun bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dapat berupa :


1. Menjadi anggota kelompok masyarakat.
2. Melibatkan diri pada kegiatan diskusi kelompok.
3. Melibatkan diri pada kegiatan organisasi untuk menggerakkan partisipasi
masyarakat yang lain.
4. Menggerakkan sumberdaya masyarakat.
5. Memanfaatkan hasil-hasil yang dicapai dari kegiatan masyarakatnya.

 esehatan merupakan kebutuhan setiap orang, oleh karena itu kesehatan


K
seharusnya tercermin dalam kegiatan setiap insan. Peran serta masyarakat
dalam bidang kesehatan diarahkan melalui 3 kegiatan utama yakni :
1. Kepemimpinan, yaitu melakukan intervensi kepemimpinan yang
berwawasan Kesuma (Kesehatan Untuk Semua) bagi semua pemimpin,
baik formal maupun informal, dari tingkat atas sampai tingkat terbawah.
2. Pengorganisasian, yaitu melalui intervensi “community development” di
bidang kesehatan pada setiap kelompok masyarakat, sehingga muncul
bentuk UKBM di setiap kelompok masyarakat.
3. Pendanaan, yaitu mengembangkan sumber dana masyarakat untuk
membiayai berbagai bentuk kegiatan di bidang kesehatan, dari tingkat
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Wujudnya dapat berupa
Dana Sehat atau JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat),
yang merupakan kunci “sustainibilitas” kegiatan kesehatan kelompok
masyarakat yang bersangkutan.

Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


61
Syarat tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat yaitu :

Adanya kesempatan Adanya kemampuan Adanya


yang diberikan kepada masyarakat untuk kemampuan
masyarakat untuk berpartisipasi masyarakat untuk
berpartisipasi

• Adanya kesempatan • Kemampuan


dari penguasa untuk untuk menemukan
melibatkan masyarakat dan memahami
• Kesempatan kesempatan untuk
memperoleh informasi memperbaiki
• Kesempatan pengetahuan
memanfaatkan dan • Kemampuan untuk
memobilisasi SDS dan melaksanakan
SDM yang dipengaruhi
• Kesempatan untuk pendidikan dan
memperoleh dan keterampilan
menggunakan • Kemampuan untuk
teknologi yang tepat memecahkan
• Kesempatan masalah
mengembangkan
kepemimpinan

62 Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


POKOK BAHASAN 5 :
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN UKBM

Pemberdayaan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari fungsi pelayanan


kesehatan daerah setempat sebagai fasilitator masyarakat untuk memainkan
perannya dalam pembangunan di daerahnya. Puskesmas sebagai unit
pelayanan kesehatan yang terinstitusionalisasi mempunyai kewenangan
yang besar dalam mengupayakan kesehatan masyarakat. Pengorganisasian
masyarakat dalam rangka pencapaian tujuan kesehatan masyarakat, pada
hakikatnya adalah menghimpun potensi masyarakat atau sumber daya yang
ada didalam masyarakat itu sendiri atau untuk mendorong secara efektif
modal sosial masyarakat agar mempunyai kekuatan untuk menyelesaikan
permasalahan kesehatan secara mandiri.

Melalui proses pengorganisasian, masyarakat diharapkan mampu belajar


untuk menyelesaikan ketidakberdayaan dan mengembangkan potensinya
dalam mengontrol kesehatan lingkunannya dan memulai untuk menentukan
sendiri upaya-upaya strategis di masa depan, memperkokoh kekuatan
komunitas basis. Jadi pengorganisasian masyarakat mempunyai tujuan untuk
membangun dan menjaga keberlanjutan kelompok-kelompok kesehatan/
UKBM seperti Posyandu, Polindes, Posyandu Lansia, Pokmair, Dokter
Kecil, dan lain-lainnya. Organisasi di area komunitas dapat menjamin tingkat
partisipasi, pada saat bersamaan, mengembangkan dan memperjumpakan
dengan organisasi atau kelompok lain untuk semakin memperkokoh kekuatan
komunitas, serta membangun aliansi untuk menambah proses pembelajaran
dan menambah kekuatan diri. Oleh karena itu peran Puskesmas tidak hanya
memberikan pelayanan kesehatan yang accessible, tapi juga memberikan
pencerdasan melalui upaya pemberdayaan masyarakat.

Perwujudan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah


pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif. Komponen Desa
dan Kelurahan Siaga Aktif adalah (1) Pelayanan kesehatan dasar, (2)
Pemberdayaan masyarakat melalui UKBM, dan mendorong upaya surveilans
berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana
serta penyehatan lingkungan, (3) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

Pemberdayaan masyarakat terus diupayakan melalui pengembangan


UKBM. UKBM adalah upaya kesehatan yang direncanakan, dibentuk, dikelola
dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam upaya mengatasi permasalahan

Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


63
kesehatan di daerahnya. Kegiatan difokuskan pada upaya surveilans berbasis
masyarakat, kedaruratan kesehatan, dan penanggulangan bencana, serta
penyehatan lingkungan. UKBM-UKBM tersebut berupa :
a. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), merupakan salah satu bentuk
UKBM yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Saat ini
termasuk yang telah dikembangkan pelayanannya sehingga mencakup
tidak hanya bayi, balita, dan ibu hamil, melainkan juga penduduk usia
lanjut, dan lain-lain.
b. Pondok Bersalin Desa (Polindes), yang merupakan sarana bagi bidan di
desa melaksanakan pertolongan persalinan.
c. Sarana penanggulangan kedaruratan kesehatan seperti rumah tunggu
(transit) bagi ibu yang hendak bersalin, angkutan atau kendaraan yang
dapat digunakan untuk membawa pasien dari desa ke Puskesmas dan
atau Rumah Sakit secara aman dan relatif cepat, kelompok donor darah,
Tim Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana, dan lain-lain.
d. Sarana penanggulangan penyakit dan wabah, seperti Pos Malaria Desa
(Posmaldes), Pos TB Desa, Kader Surveilans Desa, dan lain-lain.
e. Warung Obat Desa dan atau Taman Obat Keluarga (TOGA).
f. S
 arana penyehatan lingkungan seperti Kelompok Pemakai Air (Pokmair),
Koperasi Jamban, dan lain-lain.
g. Dana sosial untuk membiayai pengeluaran masyarakat di bidang
kesehatan, seperti Dana Sehat, Tabungan Untuk Ibu Bersalin (Tabulin),
dan lain-lain.
h. Upaya lain seperti Saka Bakti Husada, Usaha Kesehatan Sekolah, dan
lain-lain.

64 Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


REFERENSI
• Departemen Kesehatan RI, Sistim Kesehatan Nasional, Jakarta,2009
• Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Umum Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif, Jakarta, 2010
• Totok Mardikanto, Konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat, Surakarta,
2010
• Kementerian Kesehatan RI, Second Decentralized Health Services Project,
Modul Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Bagi Petugas Puskesmas,
Jakarta, 2010
• Departemen Dalam Negeri, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Depdagri, Jakarta, 2004
• Departemen Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat
dan Desa, Depdagri, Jakarta, 2004

Konsep dasar desa dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


65
PERAN DAN FUNGSI
FASILITATOR PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN
Modul 3
PERAN DAN FUNGSI FASILITATOR
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KESEHATAN

DAFTAR ISI

I. DESKRIPSI SINGKAT

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
B. Tujuan Pembelajaran Khusus

III. POKOK BAHASAN


C. Pokok Bahasan 1 : P
 eran Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di
Bidang Kesehatan
D. Pokok Bahasan 2 : F
 ungsi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di
Bidang Kesehatan

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

V. URAIAN MATERI
A. Pokok Bahasan 1 : P
 eran Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di
Bidang Kesehatan
B. Pokok Bahasan 2 : F
 ungsi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di
Bidang Kesehatan

REFERENSI

LEMBAR KERJA
Pedoman Diskusi Kelompok Peran dan Fungsi Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan

Peran dan fungsi fasilitator pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


67
I. DESKRIPSI SINGKAT

 Kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai suatu


proses yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah atau
suatu lembaga pemberdayaan masyarakat agar masyarakat selalu tahu,
mau dan mampu mengadopsi inovasi demi tercapainya peningkatan
produktivitas guna memperbaiki mutu hidup atau kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan. Karena itu, kegiatan pemberdayaan
masyarakat akan membutuhkan tenaga-tenaga fasilitator yang handal
agar dapat melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang
direncanakan.

Secara konvensional, peran fasilitator hanya dibatasi pada


kewajibannya untuk menyampaikan inovasi dan atau mempengaruhi
penerima manfaat pemberdayaan melalui metoda dan teknik-
teknik tertentu sampai penerima manfaat itu dengan kesadaran dan
kemampuannya sendiri mengadopsi inovasi yang disampaikan. Tetapi,
dalam perkembangannya, peran fasilitator tidak hanya terbatas pada
fungsi menyampaikan inovasi dan mempengaruhi proses pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh penerima manfaatnya, tetapi juga
harus mampu menjadi jembatan penghubung antara pemerintah
atau lembaga pemberdayaan masyarakat yang diwakili dengan
masyarakatnya, baik dalam hal menyampaikan inovasi atau kebijakan-
kebijakan yang harus diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat,
maupun untuk menyampaikan umpan balik atau tanggapan masyarakat
kepada pemerintah/lembaga pemberdayaan yang bersangkutan.

 Modul Peran dan fungsi fasilitator disusun untuk memberikan pemahaman


kepada para Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan
akan peran dan fungsinya agar fasilitator mampu fasilitasi pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan khususnya pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif dan Pembinaan PHBS.

68 Peran dan fungsi fasilitator pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami peran dan
fungsinya sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan perannya sebagai fasilitator pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan.
2. Menjelaskan fungsinya sebagai fasilitator pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan.

III. POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1 : Peran fasilitator pemberdayaan masyarakat di


bidang kesehatan
B. Pokok Bahasan 2 : Fungsi fasilitator pemberdayaan masyarakat di
bidang kesehatan

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 3 jam pelajaran
(T=1jpl,P=2jpl) @ 45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran,
dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut :

A. Langkah 1 (15 menit) :


1. Pelatih memperkenalkan diri
2. Pelatih menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
3. Menggali pendapat peserta tentang apa yang telah dilakukan

Peran dan fungsi fasilitator pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


69
selama ini sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan
4. Pelatih mengklarifikasi pendapat peserta dikaitkan dengan
pengertian fasilitator pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan dan kegiatan yang dilakukan

B. Langkah 2 (90 menit) :


1. Pelatih membagi peserta dalam kelompok berdasar asal
tempat kerja. Kemudian masing-masing kelompok diminta untuk
mendiskusikan peran dan fungsinya selaku fasilitator pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan. Hasil diskusi tentang peran
dituliskan pada kertas metaplan warna kuning dan tentang fungsi
ditulis pada kertas metaplan warna hijau. Setelah menuliskan
peran dan fungsi, peserta diminta menempelkan pada tempat yang
disediakan.
2. Wakil kelompok diminta menyajikan hasil diskusi kelompok masing-
masing.
3. Pelatih memberi kesempatan kepada peserta untuk menanggapi
setiap selesai penyajian dari masing-masing kelompok.
4. Berdasarkan pendapat peserta, pelatih menjelaskan peran dan
fungsinya sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan.
5. Pelatih memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan
hal-hal yang kurang jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan
peserta tersebut.

C. Langkah 3 (30 menit) :


1. Pelatih merangkum sesi pembelajaran ini dan menegaskan
bahwa fasilitator pemberdayaan masyarakat bisa disebut sebagai
“agen perubahan” (change agent), Karena itu, fasilitator haruslah
profesional, memiliki kualifikasi tertentu baik yang menyangkut
kepribadian, pengetahuan, sikap, dan ketrampilan memfasilitasi
pemberdayaan masyarakat. Sehingga dapat berperan dan

70 Peran dan fungsi fasilitator pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


menjalankan fungsinya dengan baik.
2. Peserta diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang
masih kurang jelas, Pelatih memberikan jawaban atas pertanyaan
peserta.
3. Pelatih menutup sesi pembelajaran dengan memberikan apresiasi
pada peserta.

V. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1 :
PERAN FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI BIDANG
KESEHATAN

Kegiatan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan dapat diartikan


sebagai suatu proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau
kelompok (klien) secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti
perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut
berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek pengetahuan atau
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap atau attitude), dan dari mau
menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek tindakan
atau practice) oleh Fasilitator baik pemerintah atau dari suatu lembaga
pemberdayaan.

Fasilitator pemberdayaan masyarakat bisa disebut sebagai “agen perubahan“


(change agent), yaitu seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga
pemberdayaan masyarakat berkewajiban untuk mempengaruhi proses
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh (calon) penerima manfaat dalam
mengadopsi inovasi. Karena itu, fasilitator haruslah profesional, memiliki
kualifikasi tertentu baik yang menyangkut kepribadian, pengetahuan, sikap,
dan ketrampilan memfasilitasi pemberdayaan masyarakat. Sehingga dapat
berperan dan menjalankan fungsinya dengan baik.

Peran dan fungsi fasilitator pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


71
Berdasarkan status dan lembaga tempatnya bekerja, fasilitator dibedakan
dalam :
1. Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu pegawai negeri yang ditetapkan dengan
status jabatan fungsional sebagai Penyuluh/Fasilitator.
2. Fasilitator Swasta, yaitu fasilitator Pemberdayaan Masyarakat yang
bertugas sebagai karyawan perusahaan swasta. Termasuk kategori
penyuluh swasta adalah penyuluh dari Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM).
3. Fasilitator, yaitu fasilitator Pemberdayaan Masyarakat yang berasal dari
masyarakat yang secara sukarela (tanpa imbalan) melakukan kegiatan
pemberdayaan masyarakat di lingkungannya. Termasuk kelompok ini
adalah penyuluh/fasilitator yang diangkat atau memperoleh imbalan dari
masyarakat di lingkungannya.

Fasilitator bekerja dengan mengaplikasikan keahlian dan metode spesifik


yang digabungkan dengan perhatian cermat dan kepekaan terhadap orang
serta proses yang berlangsung. Cara kerja fasilitator akan mendorong
masyarakat untuk mencapai kinerja terbaiknya. Fasilitator harus memiliki
kemampuan meramu teknologi pengelolaan masyarakat, gaya pribadi yang
khas, serta kreativitas dan energi agar dapat mengantarkan masyarakat
untuk beroperasi dan berkreasi secara maksimal.
Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di bidang Kesehatan mempunyai
peran :
1. Sebagai Katalisator (Catalyst)
Fasilitator hendaknya dapat menjadi media yang subur bagi tumbuh
kembang individu yang sedang dibimbingnya untuk mencapai harapan
(pengetahuan/kemampuan) untuk melaksanakan tupoksinya. Hal ini
dapat dimungkinkan jika fasilitator yang bersangkutan menguasai
isi materi yang difasilitasinya dengan menggunakan model-model
fasilitasi yang sesuai, sehingga akan menimbulkan sikap positif bagi
pihak yang difasilitasinya.

2. Sebagai Pemberi Bantuan dalam Proses (Process Helper)

72 Peran dan fungsi fasilitator pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


Fasilitator hendaknya dapat membantu saat pihak yang difasilitasi
mengalami kesulitan dalam proses penyelesaian tugas. Perbantuan
diberikan terutama pada individu yang mengalami kesulitan dalam
proses mengaplikasikan materi atau juklak/juknis yang telah
diterimanya berkaitan dengan pelaksanaan tupoksinya.

3. Sebagai Penghubung dengan Sumber Daya (Resource Linker)


Fasilitator yang baik hendaknya dapat membantu pihak yang dibimbing
untuk dihubungkan dengan sumber-sumber yang tepat manakali yang
bersangkutan mengalami kesulitan/keterbatasan sumber daya saat
melaksanakan tupoksinya. Bentuk dari peran ini diantaranya fasilitator
harus mampu berkomunikasi secara efektif dalam advokasi. Advokasi
yang dilakukan dalam rangka menghubungkan provider dengan pihak
pemangku kepentingan (stakeholder) untuk memperoleh dukungan
sumber daya yang dibutuhkan.

4. Sebagai Pemberi Solusi (Solution Giver)


Fasilitator jika diperlukan harus memberikan solusi, manakala
pihak yang dibimbingnya menemukan kendala dalam pelaksanaan
tupoksinya. Walaupun demikian solusi yang disodorkan hendaknya
berupa alternatif-alternatif yang dihasilkan berdasarkan kesepakatan
bersama.

5. Sebagai Pemantau dan Evaluator


Fasilitator harus melakukan kegiatan pemantauan dan evaluator
dengan melakukan pembinaan monitoring dan evaluasi secara berkala
dan berkesinambungan.

Peran dan fungsi fasilitator pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


73
POKOK BAHASAN 2 :
FUNGSI FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI BIDANG
KESEHATAN

Dalam menjalankan perannya, fasilitator pemberdayaan masyarakat di bidang


kesehatan berfungsi sebagai berikut :
1. Melakukan pembinaan
Bila kegiatan masyarakat dalam bidang kesehatan sudah berjalan
maka secara berkala dapat dilaksanakan telaah wawas diri oleh tokoh
masyarakat bersama kader. Kegiatan pembinaan dilakukan dengan
mengkaji berfungsinya kepemimpinan, berfungsinya pengorganisasian
dan berfungsinya pendanaan masyarakat dalam masyarakat dalam
upaya kesehatan. Dengan telaah wawas diri ini, dapat ditemukan
kelemahan dan kekuatan upaya masyarakat tersebut, sehingga dapat
dilakukan peningkatan kegiatan-kegiatannya. Pembinaan merupakan
langkah untuk memelihara kelancaran dan kelestarian kegiatan program
kesehatan.
Tujuan pembinaan adalah : (1) Terpeliharanya kelancaran pelaksanaan
kegiatan oleh masyarakat; (2) Meningkatnya hasil kegiatan oleh
masyarakat; (3) Dikenalnya masalah oleh masyarakat sendiri.
Tempat, waktu dan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan
pembinaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan
setempat.

2. Melakukan advokasi
Advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melaui
macam-macam bentuk komunikasi persuasif.
Advokasi kesehatan juga dapat diartikan suatu rangkaian komunikasi
strategis yang dirancang secara sistimatis dan dilaksanakan daklam
kurun waktu tertentu, baik oleh individu maupun kelompok agar pembuat
keputusan membuat suatu kebijakan publik yang menguntungkan
masyarakat.
Sebagai fasilitator tentunya harus dapat membantu provider dilapangan

74 Peran dan fungsi fasilitator pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


untuk melakukan advokasi sehingga mendapatkan komitmen dan
dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders).

3. Melakukan Pemantauan dan Evaluasi


Pemantauan (monitoring) adalah mengumpulkan informasi untuk
kebutuhan operasional manajemen, dan untuk selanjutnya hasil
pekerjaan monitoring dipakai sebagai dasar dasar evaluasi. Oleh karena
itu pekerjaan monitoring dan evaluasi saling berhubungan satu sama
lain.
Evaluasi atau penilaian berarti suatu tindakan untuk menentukan
nilai sesuatu. Dalam arti luas, evaluasi adalah suatu proses dalam
merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat
diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.
Sebagai fasilitator tentunya mempunyai kewajiban untuk melakukan
kegiatan pemantauan dan evaluasi, sehingga selama kurun waktu tertentu
dapat diketahui hambatan-hambatan yang terjadi serta pencapaian yang
telah dihasilkan.

4. Menggalang Komunikasi
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan, pendapat, perasaan
atau berita kepada orang lain. Komunikasi dapat pula diartikan sebagai
proses pertukaran pendapat, pemikiran atau informasi melaui ucapan,
tulisan maupun tanda-tanda. Dengan demikian maka komunikasi
dapat mencakup segala bentuk interaksi dengan orang lain yang
berupa percakapan biasa, melakukan kemitraan dengan pihak terkait
(stakeholder) maupun advokasi.
Sebagai fasilitator harus dapat menggalang komunikasi dengan berbagai
pihak dan lapisan masyarakat, baik lintas program maupun lintas sektor,
baik secara formal maupun informal.

Peran dan fungsi fasilitator pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


75
5. Memberi Kesempatan Konsultasi
Konsultasi merupakan media berbagi yang sangat berguna, dengan
memberikan kesempatan konsultasi fasilitator dapat memberikan
masukan sesuai dengan peran dan fungsinya. Bila terjadi masalah
yang sangat spesifik yang dialami provider di lapangan, fasilitator dapat
memberikan saran, pembinaan, dan sebagainya.

REFERENSI
• Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Umum Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif, 2011
• Totok Mardikanto, Konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat,
Surakarta, Tahun 2010
• Totok Mardikanto, Model-Model Pemberdayaan Masyarakat, Surakarta,
Tahun 2010
• BPPSDMK Departemen Kesehatan RI, Kurikulum & Modul Pelatihan
Fasilitator Tingkat Puskesmas dalam Pengembangan Desa Siaga,
2007

76 Peran dan fungsi fasilitator pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


Lembar Kerja

Pedoman Diskusi Kelompok


Peran dan Fungsi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat
di Bidang Kesehatan

1. Peserta dibagi dalam kelompok berdasar asal tempat kerja.


2. Masing-masing kelompok diminta untuk mendiskusikan peran dan
fungsinya selaku fasilitator pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan.
3. Hasil diskusi tentang peran dituliskan pada kertas metaplan warna kuning
dan tentang fungsi ditulis pada kertas metaplan warna hijau.
4. Setelah menuliskan peran dan fungsi, peserta diminta menempelkan
kertas metaplan pada tempat yang disediakan.
5. Penyajian hasil diskusi kelompok oleh wakil kelompok. Pada saat
penyajian ada moderator dari kelompok lain yang memandu jalannya
penyajian. Peserta menanggapi setiap selesai penyajian dari masing-
masing kelompok.

Peran dan fungsi fasilitator pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


77
FASILITASI
PENGEMBANGAN DESA
DAN KELURAHAN
SIAGA AKTIF
Modul 4
FASILITASI PENGEMBANGAN DESA
DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF
DAFTAR ISI

I. DESKRIPSI SINGKAT

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
B. Tujuan Pembelajaran Khusus

III. POKOK BAHASAN


A. Pokok Bahasan 1 : P
 engembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
B. Pokok Bahasan 2 : L
 angkah-langkah fasilitasi siklus pemecahan
masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat
desa dan kelurahan

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

V. URAIAN MATERI
A. Pokok Bahasan 1 : P
 engembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
B. Pokok Bahasan 2 : L
 angkah-langkah fasilitasi siklus pemecahan
masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat
desa dan kelurahan

REFERENSI

LEMBAR KERJA
1. Pedoman Diskusi Kelompok Persiapan dalam Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif
2. Lembar Kasus Identifikasi Masalah Kesehatan
3. Skenario Bermain Peran
4. Musyawarah Desa/Kelurahan
5. Menyusun Perencanaan (partisipatif)
6. Melakukan Kegiatan Promosi Kesehatan melalui Dasa Wisma

Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


79
I. DESKRIPSI SINGKAT

Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif merupakan revitalisasi


dari Desa Siaga, telah dimulai sejak tahun 2006 yang merupakan bentuk
dari pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Oleh karena itu
para Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan perlu
mendapatkan pemahaman mengenai pendekatan pengembangan desa
dan kelurahan siaga aktif, dapat melakukan kegiatan persiapan maupun
melakukan langkah-langkah siklus pemecahan masalah kesehatan dan
mempunyai pengertian yang baik tentang pentahapan pengembangan
desa dan kelurahan siaga aktif, sebagai capaian penyelenggaraan
pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif. Sehingga dapat
menghantarkan para Fasilitator mampu memfasilitasi Pengembangan
Desa dan Kelurahan Siaga Aktif di daerah masing-masing.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Mampu melakukan fasilitasi penyelenggaraan pengembangan Desa
dan Kelurahan Siaga Aktif

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan pendekatan dan persiapan pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif
2. Melakukan kegiatan langkah-langkah siklus pemecahan masalah
kesehatan yang dihadapi masyarakat desa dan kelurahan

III. POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1 : 
Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

80 Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


1. Sub Pokok Bahasan 1 : Pendekatan pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif
2. Sub Pokok Bahasan 2 : Persiapan pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif

B. Pokok Bahasan 2 : 
Langkah-langkah fasilitasi siklus pemecahan masalah
kesehatan yang dihadapi masyarakat desa dan kelurahan
1. Sub Pokok Bahasan 1 : Langkah-langkah siklus pemecahan
masalah kesehatan
2. Sub Pokok Bahasan 2 : Pentahapan pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 10 Jpl (T=2
jpl; P=8; PL=0) @ 45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran,
dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut :

A. Langkah 1 (20 menit) :


1. Pelatih memperkenalkan diri
2. Pelatih menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
3. Menggali pendapat peserta tentang pendekatan yang digunakan
dalam pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
4. Berdasarkan pendapat peserta, pelatih menjelaskan pendekatan
dalam pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

B. Langkah 2 (120 menit) :


1. Pelatih membagi peserta menjadi 4 kelompok dengan jalan
berhitung 1-4, kemudian nomor satu bergabung dengan nomor 1,
nomor 2 bergabung dengan nomor 2, demikian selanjutnya sampai
terbentuk menjadi 4 kelompok

Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


81
2. Pelatih meminta peserta untuk melakukan diskusi kelompok dengan
topik “Persiapan yang perlu dilakukan dalam pengembangan desa
dan keluarga siaga aktif”
3. Masing-masing wakil kelompok diminta menyajikan hasil diskusi
kelompok
4. Pelatih meminta peserta untuk menanggapi hasil diskusi
5. Pelatih melakukan klarifikasi tentang persiapan yang perlu
dilakukan dalam pengembangan desa dan keluarga siaga aktif
serta memberikan penegasan singkat tentang pentingnya kegiatan
persiapan dilakukan untuk keberhasilan pengembangan desa dan
keluarga siaga aktif

C. Langkah 3 (120 menit) :


1. Pelatih membagi peserta menjadi 4 kelompok (masih kelompok
yang sama)
2. Masing-masing kelompok diskusi identifikasi masalah kesehatan
dari lembar kasus
3. Masing-masing wakil kelompok diminta menyajikan hasil diskusi
kelompok
4. Pelatih meminta peserta untuk menanggapi hasil diskusi
5. Pelatih menjelaskan berdasarkan penyajian empat kelompok
tersebut adalah mengidentifikasi masalah, penyebab masalah,
potensi, UKBM yang sudah ada dan bantuan yang diharapkan
pada lokus tersebut

D. Langkah 4 (150 menit) :


1. Pelatih membagi peserta menjadi 3 kelompok. Masing-masing
kelompok melakukan simulasi dan bermain peran sesuai skenario
yang dibagikan, secara bergantian. Kelompok 1 melakukan simulasi
dan bermain peran “Musyawarah Desa/Kelurahan”, kelompok 2
melakukan simulasi dan bermain peran “Perencanaan Partisipatif”
dan kelompok 3 melakukan simulasi dan bermain peran “Melakukan
Kegiatan Promosi Kesehatan Melalui Dasawisma”

82 Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


2. Setiap selesai simulasi dan bermain peran, peserta diminta untuk
memberikan evaluasi
3. Setelah seluruh kelompok selesai melakukan simulasi dan bermain
peran pelatih memberikan komentar terhadap seluruh permainan
peran tersebut adalah menggambarkan penyelenggaraan desa dan
kelurahan siaga aktif

E. Langkah 5 (30 menit) :


1. Pelatih merangkum sesi pembelajaran ini dengan minta peserta
untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang jelas, memberikan
jawaban atas pertanyaan peserta
2. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada
kertas yang telah disediakan
3. Pelatih menutup sesi pembelajaran dengan memberikan apresiasi
pada peserta

V. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1 :
PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF

1.1. Pendekatan Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif


Desa dan Keluarga Siaga Aktif merupakan revitalisasi Desa Siaga yang
telah dimulai sejak tahun 2006 dan pada tahun 2009 telah mencapai
Desa dan Kelurahan Siaga sejumlah 42.295 (56,1% dari 75.410 desa dan
kelurahan). Namun demikian, belum semua Desa dan Kelurahan Siaga
mencapai kondisi Desa dan Keluarga Siaga Aktif. Upaya revitalisasi ini
guna mengakselerasi pencapaian target Desa atau Kelurahan Siaga Aktif
80 % pada tahun 2015.

Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


83
l Pengertian Desa Dan Kelurahan Siaga Aktif

Desa dan Keluarga Siaga Aktif adalah bentuk pengembangan


dari Desa Siaga yang telah dimulai sejak tahun 2006. Desa atau
Kelurahan Siaga Aktif adalah desa atau yang disebut dengan nama
lain kelurahan yang :
1. P  enduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan
kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari melalui
Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), atau Pos Kesehatan yang
ada di wilayah tersebut seperti, Pusat Kesehatan Masyarakat
Pembantu (Pustu), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas),
atau pelayanan kesehatan dasar lainnya.
2. P  enduduknya mengembangkan UKBM dan melaksanakan
surveilans berbasis masyarakat (meliputi pemantauan penyakit,
kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku), kedaruratan
kesehatan, dan penanggulangan bencana, serta penyehatan
lingkungan sehingga masyarakatnya menerapkan PHBS.

l Komponen Desa Dan Kelurahan Siaga Aktif


Desa dan Kelurahan Siaga Aktif memiliki komponen :
1. P
 elayanan Kesehatan Dasar. Yang dimaksud pelayanan kesehatan
dasar adalah pelayanan primer, sesuai dengan kewenangan tenaga
kesehatan yang bertugas. Pelayanan kesehatan dasar berupa: (1)
Pelayanan kesehatan untuk ibu hamil, (2) Pelayanan kesehatan
untuk ibu menyusui, (3) Pelayanan kesehatan untuk anak, serta (4)
Penemuan dan penanganan penderita penyakit.
2. P
 emberdayaan Masyarakat melalui pengembangan UKBM.
Pemberdayaan masyarakat difokuskan kepada upaya surveilans
berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan, dan penanggulangan
bencana, serta penyehatan lingkungan.
3. P
 HBS. Masyarakat di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif wajib
melaksanakan PHBS. PHBS adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran,
yang menjadikan seseorang, keluarga, atau masyarakat mampu

84 Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


menolong dirinya sendiri (mandiri) dibidang kesehatan dan berperan
aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.

Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga aktif dilaksanakan melalui


pemberdayaan masyarakat, yaitu upaya memfasilitasi proses belajar
masyarakat desa dan kelurahan dalam memecahkan masalah-masalah
kesehatannya. Oleh karena merupakan upaya pembangunan desa dan
kelurahan, maka program ini memerlukan peran aktif dari berbagai
pihak mulai dari pusat, provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, sampai
ke desa dan kelurahan.

Pendekatan Pengembangan Desa Dan Kelurahan Siaga Aktif


1. Urusan Wajib Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota
Bidang kesehatan yang berskala kabupaten dan kota merupakan
salah satu urusan wajib untuk daerah kabupaten dan kota. Berkaitan
dengan hal tersebut. Menteri Kesehatan telah menetapkan
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di kabupaten
dan kota sebagai tolak ukur kinerja pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan daerah kabupaten dan kota. Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan (SPM Kesehatan) tersebut berkaitan
dengan pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayanan beserta
indikator kinerja dan targetnya untuk tahun 2010 - 2015. Salah satu
target dalam SPM Kesehatan tersebut adalah cakupan Desa (dan
Kelurahan) Siaga Aktif yang harus tercapai sebesar 80% pada
tahun 2015. Dengan demikian, jajaran kesehatan di kabupaten dan
kota mulai dari dinas kesehatan, Puskesmas sampai ke rumah sakit
wajib memberikan fasilitasi dan rujukan, serta dukungan dana dan
sarana bagi pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif pada hakikatnya


merupakan bagian dari urusan pemerintahan yang menjadi
kewajiban dan kewenangan kabupaten dan kota yang diserahkan
pengaturannya kepada desa dan kelurahan, dan menjadi tanggung

Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


85
jawab Pemerintahan Desa dan Pemerintahan Kelurahan.
Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif harus tercakup
dalam rencana pembangunan desa, baik dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) dan Rencana
Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa). Mekanisme perencanaan
dan penganggarannya dibahas melalui forum Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Sedangkan
kegiatan-kegiatan dalam rangka pengembangan Kelurahan Siaga
Aktif diusulkan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Kota.

2. Dukungan Kebijakan di Tingkat Desa dan Kelurahan


Pada tingkat pelaksanaan di desa, pengembangan Desa Siaga
Aktif harus dilandasi minimal oleh Peraturan Kepala Desa yang
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
Pada tingkat pelaksanaan di kelurahan, pengembangan Kelurahan
Siaga Aktif mengacu kepada kebijakan atau peraturan yang
ditetapkan oleh Bupati atau Walikota.

3. Integrasi dengan Program Pemberdayaan Masyarakat


Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif merupakan
program pemberdayaan masyarakat, sehingga dalam
pelaksanaan kegiatannya terintegrasi dengan program-program
pemberdayaan masyarakat lain, baik yang bersifat nasional,
sektoral maupun daerah. Salah satu contohnya adalah Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Integrasi
pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif ke dalam
PNPM Mandiri merupakan sesuatu yang sangat penting,karena
tujuan dari PNPM Mandiri memang sejalan dengan tujuan dari
pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Pada tingkat
pelaksanaannya pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
dapat bersinergi dengan program PNPM Mandiri yang ada untuk
kegiatan-kegiatan di bidang kesehatan masyarakat.

86 Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


2.1. Persiapan Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Dalam rangka persiapan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif perlu dilakukan sejumlah kegiatan yang meliputi : pelatihan
fasilitator, pelatihan petugas kesehatan, analisis situasi perkembangan
Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, penetapan Kader Pemberdayaan
Masyarakat, serta pelatihan Pemberdayaan Masyarakat dan lembaga
kemasyarakatan.
1. Pelatihan Fasilitator
a. Dalam rangka pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
diperlukan adanya fasilitator di kabupaten dan kota. Fasilitator
Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif adalah Petugas
Promosi Kesehatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten atau Dinas
Kesehatan Kota yang ditunjuk/ditugasi dan tenaga lain dari program
pemberdayaan masyarakat (seperti PNPM Mandiri), LSM, dunia
usaha, atau pihak-pihak lain.
b. Pelatihan Fasilitator diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi
dengan materi pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat
dalam pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

2. Pelatihan Petugas Kesehatan


a. Petugas kesehatan di kabupaten, kota dan kecamatan adalah
pembina teknis terhadap kegiatan UKBM-UKBM di desa dan
kelurahan. Oleh sebab itu, kepada mereka harus diberikan pula
bekal yang cukup tentang pengembangan Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif.
b. Pelatihan bagi mereka dibedakan ke dalam 2 (dua) kategori
berdasarkan kualitas pesertanya, yaitu (1) Pelatihan Manajemen,
dan (2) Pelatihan Pelaksanaan.
c. Pelatihan Manajemen diikuti oleh para Kepala Puskesmas dan
pejabat pengelola program-program kesehatan di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Materi pelatihan ini lebih ditekankan kepada
konsep dan aspek-aspek manajerial dari pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif.

Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


87
d. Pelatihan Pelaksanaan diikuti oleh para petugas yang diserahi
tanggung jawab membina Desa dan Kelurahan Siaga Aktif (satu
orang untuk masing-masing Puskesmas) dan para petugas
kesehatan membantu pelaksanaan UKBM di desa atau kelurahan
(misalnya bidan di desa). Materi pelatihan ini selain mencakup
proses pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, lebih
ditekankan kepada teknis pelayanan di Desa dan Kelurahan Siaga
Aktif, dan promosi kesehatan
e. P
 elatihan bagi petugas kesehatan diselenggarakan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi dengan mengacu kepada petunjuk teknis yang
dibuat oleh Kementerian Kesehatan.

3. Analisis Situasi Perkembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif


a. Analisis situasi perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
dilaksanakan oleh Fasilitator dengan dibantu pihak-pihak lain terkait.
b. Pelaksanaannya mengacu kepada petunjuk teknis yang dibuat
oleh Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan, yang
mengarah kepada evaluasi dan inventarisasi terhadap desa-desa
dan kelurahan-kelurahan dalam kaitannya dengan pengembangan
Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
c. H asil evaluasi dan inventarisasi berupa daftar desa dan kelurahan
yang dikelompokkan ke dalam kategori : (1) Desa dan Kelurahan
yang belum digarap, (2) Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Pratama,
(3) Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Madya, (4) Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif Purnama, dan (5) Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Mandiri.
d. Daftar desa dan kelurahan hasil evaluasi dan inventarisasi
dilaporkan kepada Bupati atau Walikota dengan tembusan
kepada : (1) Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif Tingkat Kabupaten/Kota, (2) Pokjanal
Tingkat Provinsi, dan (3) Pokjanal Tingkat Pusat.
4. Penetapan Kader Pemberdayaan Masyarakat
a. K ader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) adalah anggota
masyarakat desa atau kelurahan yang memiliki pengetahuan,

88 Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


kemauan dan kemampuan untuk menggerakkan masyarakat
berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan
partisipatif di desa dan kelurahan.
b. KPM merupakan tenaga penggerak di desa atau kelurahan yang
akan diserahi tugas pendampingan di desa atau kelurahan dalam
rangka pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

5. Pelatihan KPM dan Lembaga Kemasyarakatan


a. Di kabupaten atau kota yang belum menyelenggarakan Pelatihan
Pemberdayaan Masyarakat atau masih ada Pelatihan Pemberdayaan
Masyarakat yang belum diselenggarakan, di dalam kurikulum
pelatihannya diintegrasikan materi tentang Pengembangan Desa
dan Kelurahan Siaga Aktif. Dengan demikian, sekaligus para
peserta pelatihan, termasuk KPM dan lembaga kemasyarakatan,
selanjutnya dapat berperan dalam pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif.
b. Untuk kabupaten atau kota yang telah menyelenggarakan Pelatihan
Pemberdayaan Masyarakat atau telah memiliki KPM, untuk para
KPM dan lembaga kemasyarakatan perlu diselenggarakan pelatihan
khusus tentang Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
c. Materi dan metode penyelenggaraan pelatihan Pengembangan
Desa dan Kelurahan Siaga Aktif untuk KPM atau yang diintegrasikan
ke dalam Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat, mengacu kepada
petunjuk teknis dari Kementerian Kesehatan.
d. Dalam pelatihan, tugas dari Fasilitator adalah membantu Panitia
Pelatihan untuk menyusun jadwal pelatihan dan mencarikan
narasumber yang sesuai.

POKOK BAHASAN 2 :
LANGKAH-LANGKAH FASILITASI SIKLUS PEMECAHAN MASALAH
KESEHATAN YANG DIHADAPI MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN

 .1. Langkah-Langkah Siklus Pemecahan Masalah Kesehatan


2
Kepala Desa/Lurah dan Perangkat Desa/Kelurahan bersama Badan

Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


89
Permusyawaratan Desa (BPD) adalah penyelenggara pemerintah desa.
Oleh karena itu, kegiatan memfasilitasi masyarakat menyelenggarakan
pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif, yang merupakan tugas
dari Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) dan Kader Kesehatan,
harus mendapat dukungan dari Kepala Desa/Lurah dan BPD, Perangkat
Desa/Kelurahan, serta lembaga kemasyarakatan yang ada. Kegiatannya
berupa langkah-langkah dalam memfasilitasi siklus pemecahan masalah
demi masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat desa/kelurahan,
yang secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :

2. Indentifikasi Masalah
Kesehatan & PHBS

1. Pengenalan Kondisi 3. Musyawarah Masyarakat


Desa/Kelurahan Desa/Kelurahan

Konsultan/
Fasilitator/
KPM

6. Pembinaan 4. Perencanaan
Kelestarian Partisipatif

5. Pelaksanaan
Kegiatan

Sirkulasi Pemecahan masalah kesehatan oleh masyarakat


Upaya pemecahan suatu masalah dilestarikan dan
masalah berikutnya dipecahkan, dst

90 Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


1. Pengenalan Kondisi Desa/Kelurahan
Pengenalan kondisi Desa/Kelurahan oleh KPM/Kader kesehatan, lembaga
kemasyarakatan yang ada dan perangkat Desa/Kelurahan dilakukan
dengan mengkaji data Profil Desa/Kelurahan dan hasil analisis situasi
perkembangan desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang sudah dapat dan
belum dapat dipenuhi oleh desa atau kelurahan yang bersangkutan.

2. Identifikasi Masalah Kesehatan dan PHBS


Dengan mengkaji Profil/Monografi Desa/Kelurahan dan hasil analisis
situasi, maka dapat diidentifikasi :
a. Masalah-masalah kesehatan yang masih dihadapi masyarakat dan
urutan prioritas penanganannya.
b. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah-masalah kesehatan,
baik dari sisi teknis kesehatan maupun dari sisi perilaku masyarakat.
c. Potensi yang dimiliki Desa/Kelurahan untuk mengatasi masalah-
masalah kesehatan tersebut.
d. UKBM-UKBM apa saja yang sudah ada (jika ada) dan atau harus
diaktifkan kembali/dibentuk baru dalam rangka mengatasi masalah-
masalah kesehatan tersebut.
e. Bantuan/dukungan yang diharapkan : apa bentuknya, berapa banyak,
dari mana kemungkinan didapat (sumber), dan bilamana dibutuhkan.

3. Musyawarah Desa/Kelurahan
Bila dirasakan perlu, Musyawarah Masyarakat Desa/Kelurahan dapat
dilakukan secara berjenjang dengan terlebih dulu menyelenggarakan
Musyawarah Dusun atau Rukun Warga (RW). Musyawarah Desa/
Kelurahan ini bertujuan :
a. Menyosialisasikan tentang adanya masalah-masalah kesehatan yang
masih dihadapi masyarakat dan program pengembangan Desa dan
Kelurahan menjadi Desa Siaga.
b. Mencapai kesepakatan tentang urutan prioritas masalah-masalah
kesehatan yang hendak ditangani.
c. Mencapai kesepakatan tentang UKBM-UKBM yang hendak

Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


91
dibentuk baru atau diaktifkan kembali.
d. Memantapkan data/informasi tentang potensi Desa/Kelurahan
serta bantuan/dukungan yang diperlukan dan alternatif sumber-
sumber bantuan/dukungan tersebut.
e. Menggalang semangat dan partisipasi warga Desa/Kelurahan untuk
mendukung pengembangan Desa Siaga dan Kelurahan Siaga
Aktif.

4. Perencanaan Partisipatif
Setelah diperolehnya kesepakatan dari warga Desa/Kelurahan, KPM
dan lembaga kemasyarakatan yang ada mengadakan pertemuan-
pertemuan secara intensif guna menyusun rencana pengembangan
Desa dan Kelurahan Siaga Aktif untuk dimasukkan ke dalam Rencana
Pembangunan Desa/Kelurahan.
Rencana pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif mencakup :
a. UKBM-UKBM yang akan dibentuk baru atau diaktifkan kembali, berikut
jadwal pembentukan/pengaktifannya kembali.
b. Sarana-sarana yang akan dibangun baru atau direhabilitasi (misalnya
Poskesdes, Polindes, Sarana Air Bersih, Sarana Jamban Keluarga,
dan lain-lain), berikut jadwal pembangunannya.
c. Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dan membutuhkan biaya
operasional, berikut jadwal pelaksanaannya.

Hal-hal yang dapat dilaksanakan dengan swadaya masyarakat dan atau


bantuan dari donatur (misalnya swasta), disatukan dalam dokumen tersendiri.
Sedangkan hal-hal yang memerlukan dukungan Pemerintah dimasukkan
ke dalam dokumen Musrenbang Desa/Kelurahan untuk diteruskan ke
Musrenbang selanjutnya.

5. Pelaksanaan Kegiatan
a. Sementara menunggu proses Musrenbang selesai dan ditetapkannya
alokasi dana Pemerintah, KPM/Kader kesehatan dan lembaga
kemasyarakatan yang ada dapat memulai kegiatan dengan

92 Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


membentuk UKBM-UKBM yang diperlukan, menetapkan kader-
kader pelaksananya, dan melaksanakan kegiatan-kegiatan swadaya
atau yang sudah diperoleh dananya dari donatur. Juga pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang tidak memerlukan biaya operasional seperti
misalnya promosi kesehatan melalui Dasa Wisma, pertemuan Rukun
Tetangga, pertemuan Rukun Warga/Dusun, atau forum-forum kegiatan
kemasyarakatan dan keagamaan.
b. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan secara swakelola oleh
masyarakat dengan didampingi Perangkat Pemerintahan serta dibantu
oleh para KPM/Kader Kesehatan dan Fasilitator. Pelaksanaan kegiatan
meliputi pemilihan dan penetapan tim pengelola kegiatan (para kader
pelaksana UKBM atau pihak lain), pengajuan dan pencairan dana,
pengerahan tenaga kerja (khususnya untuk pembangunan sarana),
pengadaan barang dan jasa, serta pelaksanaan kegiatan yang
diusulkan.
c. Tim pelaksana kegiatan bertanggung jawab mengenai realisasi fisik,
keuangan, dan administrasi kegiatan yang dilakukan, sesuai dengan
rencana.
d. Apabila dibutuhkan barang/jasa berupa bahan, alat dan tenaga
teknis kesehatan yang tidak dapat disediakan/dilakukan sendiri
oleh masyarakat, maka Dinas Kesehatan melalui Puskesmas dapat
membantu masyarakat untuk menyediakan barang/jasa tersebut.
e. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan
petunjuk teknis dari Kementerian Dalam Negeri.
f. Pelatihan teknis, termasuk kursus-kursus penyegar, bagi para
kader pelaksanan UKBM menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan
kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Dinas Kesehatan Provinsi untuk
melaksanakannya, dengan mengacu kepada petunjuk teknis yang
dibuat oleh Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan.

2.2. P
 entahapan Pengembangan Desa Dan Kelurahan Siaga Aktif
Pentahapan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dapat
digambarkan sebagai berikut :

Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


93
PENTAHAPAN DESA/KELURAHAN SIAGA AKTIF
Kriteria
Pratama Madya Purnama Mandiri

1. Forum Desa/Kelurahan Ada, tetapi Berjalan, tetapi Berjalan setiap Berjalan setiap
belum berjalan belum rutin triwulan bulan
setiap riwulan

2. KPM/Kader Kesehatan Sudah ada Sudah ada 3-5 Sudah ada 6-8 Sudah ada 9
minimal 2 orang orang orang orang atau lebih

3. Kemudahan Akses Ya Ya Ya Ya
Pelayanan Kesehatan

4. Posyandu dan UKBM Posyandu ya, Posyandu dan Posyandu dan Posyandu dan
lainnya aktif UKBM lainnya 2 UKBM lainnya 3 UKBM lainnya 4 UKBM lainnya
tidak aktif aktif aktif aktif

5. Dukungan dana untuk Sudah ada dana Sudah ada dana Sudah ada dana Sudah ada dana
kegiatan kesehatan di dari Pemerintah dari Pemerintah dari Pemerintah dari Pemerintah
Desa dan Kelurahan : Desa dan Desa dan Desa dan Desa dan
• Pemerintah Desa dan Kelurahan serta Kelurahan serta Kelurahan serta Kelurahan serta
Kelurahan belum ada satu sumber dua sumber dua sumber dana
• Masyarakat sumber dana dana lainnya dana lainnya lainnya
• Dunia Usaha lainnya

6. Peran serta masyarakat Ada peran aktif Ada peran aktif Ada peran aktif Ada peran aktif
dan Organisasi masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan
kemasyarakatan tidak ada peran peran aktif satu peran aktif dua peran aktif lebih
aktif ormas ormas ormas dari dua ormas

7. Peraturan Kepala Desa Belum ada Ada, belum Ada, sudah Ada, sudah
atau peraturan Bupati/ direalisasikan direalisasikan direalisasikan
Walikota

8. Pembinaan PHBS di Pembinaan Pembinaan Pembinaan Pembinaan


Rumah Tangga PHBS kurang PHBS minimal PHBS minimal PHBS minimal
dari 20% Rumah 20% Rumah 40% Rumah 70% Rumah
Tangga yang ada Tangga yang ada Tangga yang ada Tangga yang ada

94 Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


 Dengan ditetapkannya tingkatan atau kategorisasi tersebut diatas, maka
Desa dan Kelurahan Siaga yang saat ini sudah dikembangkan harus
dievaluasi untuk menetapkan apakah masih dalam kategori Desa dan
Kelurahan Siaga atau sudah dapat dimasukkan kedalam salah satu dari
tingkatan/kategori Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Evaluasi ini dilakukan
dengan mengacu kepada petunjuk teknis yang disusun bersama oleh
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan.

• Pembinaan Kelestarian Desa Siaga


Pembinaan kelestarian Desa dan Kelurahan Siaga Aktif pada dasarnya
merupakan tugas dari KPM/kader kesehatan, Kepala Desa/Lurah dan
perangkat Desa/Kelurahan dengan dukungan dari berbagai pihak,
utamanya Pemerintah Daerah dan Pemerintah. Dengan demikian
kehadiran Fasilitator di Desa/Kelurahan sudah sangat minimal, karena
perannya sudah dapat sepenuhnya digantikan oleh para KPM/kader
kesehatan.

Perencanaan partisipatif dalam rangka pembinaan Desa dan Kelurahan


Siaga Aktif sudah berjalan baik dan rutin serta terintegrasi dalam
proses perencanaan Pembangunan Desa/Kelurahan dan mekanisme
Musrenbang. Kemitraan dan dukungan sumber daya dari pihak di luar
Pemerintah juga sudah tergalang dengan baik dan melembaga.

Pada tahap ini, selain pertemuan-pertemuan berkala dan kursus-


kursus penyegar bagi para kader, termasuk KPM/kader kesehatan,
juga dikembangkan cara-cara lain untuk memelihara dan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan para kader tersebut. Antara lain melalui
program Kelompencapir dan Perpustakaan Desa/Kelurahan.

Pembinaan kelestarian juga dilaksanakan terintegrasi dengan


penyelenggaraan Perlombaan Desa dan Kelurahan yang diselenggarakan
setiap tahun secara berjenjang sejak dari tingkat Desa dan Kelurahan
yang diselenggarakan tiap tahun secara berjenjang sejak dari tingkat
Desa/Kelurahan sampai ke tingkat Nasional.

Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


95
REFERENSI
• Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Umum Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif, Tahun 2010
• Kementerian Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, Pengembangan
Desa dan Kelurahan Siaga Aktif – Panduan bagi Petugas Puskesmas,
Tahun 2010
• Totok Mardikanto, Konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat, Surakarta,
Tahun 2010
• Totok Mardikanto, Model-Model Pemberdayaan Masyarakat, Surakarta,
Tahun 2010

96 Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


Lembar Kerja

Pedoman Diskusi Kelompok


Persiapan dalam Pengembangan Desa
dan Kelurahan Siaga Aktif

1. Peserta dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok memilih


Ketua, Sekretaris dan Penyaji.
2. Masing-masing kelompok mendiskusikan topik “persiapan yang perlu
dilakukan dalam pengembangan Desa dan Keluarga Siaga Aktif”.
3. Masing-masing wakil kelompok diminta menyajikan hasil diskusi
kelompok, peserta dari kelompok lain menanggapi. Demikian sampai
selesai seluruh kelompok menyajikan hasil diskusinya.
4. Pelatih melakukan klarifikasi tentang persiapan yang perlu dilakukan
dalam pengembangan desa dan keluarga siaga aktif serta memberikan
penegasan singkat tentang pentingnya kegiatan persiapan dilakukan
untuk keberhasilan pengembangan Desa dan Keluarga Siaga Aktif.

Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


97
Lembar Kerja

Pedoman Diskusi Kelompok


Identifikasi Masalah Kesehatan
di Desa Cisoka Kecamatan Sukaraja

1. Peserta dibagi menjadi 4 kelompok (kelompok yang sama), masing-


masing kelompok memilih Ketua, Sekretaris dan Penyaji.
2. Masing-masing kelompok diskusi “Identifikasi masalah kesehatan di
desa Cisoka kecamatan Sukaraja”, silahkan menambahkan angka
dalam dalam kasus Desa Cisoka untuk menggambarkan besaran
masalah. Diskusikan juga penyebab masalah dan prioritas masalah
yang perlu ditangani.
3. Masing-masing wakil kelompok diminta menyajikan hasil diskusi
kelompok, peserta dari kelompok lain menanggapi. Demikian sampai
selesai seluruh kelompok menyajikan hasil diskusinya.

98 Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


Lembar Kerja

Skenario Bermain Peran

1. Peserta menjadi 3 kelompok. Masing-masing kelompok melakukan


simulasi dan bermain peran sesuai skenario yang dibagikan.
• Kelompok 1 melakukan simulasi dan bermain peran “Musyawarah
Desa/Kelurahan”,
• kelompok 2 melakukan simulasi dan bermain peran “Perencanaan
Partisipatif” dan
• kelompok 3 melakukan simulasi dan bermain peran “Melakukan
Kegiatan Promosi Kesehatan Melalui Dasawisma”.

2. Kelompok 1 melakukan simulasi “Musyawarah Desa” dibalai desa, pada


malam hari. Musyawarah desa tersebut bertujuan :
- M
 enyosialisasikan tentang adanya masalah kesehatan (bisa
menggunakan kasus didesa Cisoka)
- K
 esepakatan tentang urutan prioritas masalah
- K
 esepakatan tentang UKBM yang hendak dibentuk baru atau
diaktifkan kembali
- Memantapkan data potensi desa
- M
 enggalang semangat dan partisipasi warga desa untuk mendukung
pengembangan Desa Siaga Aktif
Anggota kelompok 1 bermain peran sebagai : Pak Bunari, Kepala
Desa yang membuka Musyawarah Desa dan Bu Nonon, Sekretaris
desa yang mencatat seluruh proses musyawarah desa tersebut.
Bapak Bunyamin, Tokoh Masyarakat, Ustadzah Rohmah, Tokoh
Agama juga hadir. Bu Risa, Kader kesehatan, melaporkan adanya
masalah kesehatan, sedangkan Pak Sigrak, Kader Pemberdayaan
Masyarakat (KPM), menyampaikan kondisi UKBM didesanya dan
ditambah informasi dari Bu Benah, Tim Penggerak PKK yang hadir

Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


99
bahwa Posyandu yang sedikit pengunjungnya dan kekurangan dana
untuk penyelenggaraannya. Musyawarah berlanjut untuk menyepakati
prioritas masalah. Sebagai narasumber hadir Ibu Laila, Petugas Pustu
dan Pak Muhaimin, Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan
Sukaraja, yang menjelaskan pengembangan Desa Siaga Aktif guna
menyelesaikan masalah kesehatan yang dihadapi sekaligus sebagai
upaya kemandirian masyarakat desa dalam penyelesaian masalah di
bidang kesehatan.

3.  Kelompok 2 melakukan simulasi “Perencanaan Partisipatif” dibalai


desa. Perencanaan partisipatif ini dilakukan guna menyusun rencana
pengembangan desa siaga aktif untuk dimasukkan kedalam Rencana
Pembangunan Desa.
 Anggota kelompok 2 bermain peran sebagai : Pak Sigrak, KPM dan
anggota Lembaga Kemasyarakatan Desa (Bapak Bunyamin, Tokoh
Masyarakat, Bu Risa, Kader PKK, Pak Lihai, kader Pokmair dan Pak
Toni Guru SD di desa Cisoka) yang berdiskusi mencakup aspek :
a. UKBM-UKBM yang akan dibentuk baru atau diaktifkan kembali,
berikut jadwal pembentukan/pengaktifannya kembali.
b. Sarana-sarana yang akan dibangun baru atau direhabilitasi
(misalnya Poskesdes, Polindes, Sarana Air Bersih, Sarana Jamban
Keluarga, dan lain-lain), berikut jadwal pembangunannya.
c. Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dan membutuhkan
biaya operasional, berikut jadwal pelaksanaannya.
 Hal-hal yang dapat dilaksanakan dengan swadaya masyarakat
dan atau bantuan dari donatur (misalnya swasta), disatukan dalam
dokumen tersendiri. Sedangkan hal-hal yang memerlukan dukungan
Pemerintah dimasukkan ke dalam dokumen Musrenbang Desa/
Kelurahan untuk diteruskan ke Musrenbang selanjutnya.
Dalam bermain peran ini ada yang memimpin diskusi dan ada yang
berperan sebagai notulis. Pada akhir pertemuan Pimpinan Rapat
menyimpulkan hasil rapat perencanaan partisipatif tersebut.

100 Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


4. Kelompok 3 melakukan simulasi “Melakukan Kegiatan Promosi
Kesehatan Melalui Dasawisma”.
Anggota kelompok 3 bermain peran sebagai : sebagai Bu Munir dan
Bu Risa, KPM/Kader Kesehatan/Kader PKK melakukan kunjungan
rumah (dasawisma), mengumpulkan ibu-ibu untuk penyuluhan
kelompok tentang KIA dan ibu-ibu/masyarakat yang mempunyai anak
balita. Dan juga ada yang berperan sebagai ibu-ibu/masyarakat yang
mempunyai anak balita. Media penyuluhan yang digunakan adalah
lembar balik, flash card, poster, buku KIA.

5. Setiap selesai simulasi dan bermain peran, peserta diminta untuk


memberikan evaluasi.

6. Setelah seluruh kelompok selesai melakukan simulasi dan bermain


peran pelatih memberikan komentar terhadap seluruh permainan
peran tersebut yang menggambarkan penyelenggaraan desa dan
kelurahan.

Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


101
Lembar Kasus

Kasus Desa Cisoka


di Kecamatan Sukaraja

Desa Cisoka terletak 20 Km ibukota kecamatan Sukaraja dan berlokasi


di perbukitan. Hanya kendaraan tertentu saja yang bisa mencapai daerah
tersebut karena jalannya yang menanjak, berbelok dan tidak bagus. Untuk
mencapai desa tersebut hanya dapat dicapai dengan kendaraan yang dobel
gardan, Puskesling tidak bisa masuk ke wilayah desa tersebut, petugas harus
jalan kaki atau naik ojek.
Masalah kesehatan yang ada di Desa Cisoka yang terdiri dari 3 RW dan 9
RT berpenduduk 2890 jiwa tersebut, dapat diketahui dengan melihat laporan
Puskesmas Pembantu yaitu dari 10 besar penyakit yang banyak disana
diantaranya adalah ISPA, diare, TB, darah tinggi, penyakit pencernaan.
Masalah kesehatan lainnya adalah pada tahun 2009 jumlah kasus Tetanus
Neonatorum pada bayi menelan korban 2 orang, hal ini disebabkan masih
banyak ibu-ibu yang masih bersalin ditolong oleh dukun. KLB diare juga
sering terjadi. Jumlah anak balita yang tergolong kurang gizi pun meningkat.
Anak sekolah dasar yang menderita diare, juga masih tergolong tinggi, hal
ini karena anak sekolah makan jajanan yang tidak sehat di sekolahnya.
Mulai tahun 2009 angka penderita TB juga mengalami peningkatan, yang
memprihatinkan adalah penderita TB tersebut tidak suka minum obat dari
puskesmas melainkan minum ramuan obat tradisional.
Fasilitas kesehatan yang ada disamping puskesmas pembantu adalah
adanya dokter dan bidan praktik, rumah bersalin swasta, dan beberapa
warung yang juga menjual obat.
Di wilayah Desa Cisoka ada beberapa lokasi peternakan ayam milik
perorangan. Berdasarkan laporan dari masyarakat, banyak kematian unggas
mendadak terjadi di Desa Cisoka, Cijambe dan Glodok, Kecamatan Sukaraja.
Pada mulanya mereka merasa tidak ada masalah dalam kematian unggas
yang mendadak tersebut. Pemeliharaan unggas masih bersifat tradisionial

102 Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


yaitu diliarkan di halaman rumah dan kandangnya diletakan di bawah rumah
atau sangat berdekatan dengan rumah. Masyarakat di 3 desa tersebut
menganggap kematian unggas mendadak sebagai hal biasa, karena setiap
tahun pada musim dingin terjadi banyak unggas yang mati (tetelo). Bahkan
sebagian disembelih pada waktu unggas itu sakit sehingga dagingnya dapat
dimakan keluarga atau dijual. Mereka berpendapat yang haram itu makan
ayam mati sedangkan makan ayam sakit dan sudah dipotong dan sesuai
ajaran agama, tidak masalah. Baru mereka merasa khawatir karena ada anak
usia 7 tahun dari desa Glodok yang meninggal akibat flu burung.
Karena Desa Cisoka terletak 15 Km dari pasar traditional yang letaknya
di desa Glodok, penduduk membeli bahan makanan untuk keperluan sehari
– hari (beras, sayur, daging sapi dan ayam) dari pedagang keliling yang
menggunakan sepeda motor. Pedagang keliling tersebut mengunjungi Cisoka
2 hari sekali, karena jangkauan penjualannya meliputi beberapa desa.
Setiap bulan ada pertemuan bapak-bapak dimasing-masing RT dan
ibu-ibu mengadakan arisan PKK sebulan sekali di balai desa. Kerja bakti
diadakan sesekali dan tidak rutin. Sebagian besar penduduknya adalah
karyawan pabrik yang mempunyai status ekonomi menengah kebawah. Di
Desa Cisoka ada beberapa pabrik pembuatan teh, kopi dan cokelat. Kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang ada di Desa Cisoka adalah sumbangan dana
kematian dan kas RT yang berasal dari warga masyarakat. Sebulan sekali di
beberapa RW ada kegiatan posyandu juga posyandu lansia, tetapi jumlah
pengunjungnya sedikit. Jumlah warga yang merokok cukup banyak, sumber
air yang digunakan untuk keperluan MCK berasal dari air tanah, hanya saja
mereka tidak memasak air tersebut terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.

Fasilitasi pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif


103
FASILITASI
PEMBINAAN PHBS
DI MASYARAKAT
Modul 5
FASILITASI PEMBINAAN PHBS DI MASYARAKAT

DAFTAR ISI

I. DESKRIPSI SINGKAT

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
B. Tujuan Pembelajaran Khusus

III. POKOK BAHASAN


A. Pokok Bahasan 1 : PHBS
B. Pokok Bahasan 2 : Langkah-langkah Fasilitasi Proses Pembinaan
PHBS

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

V. URAIAN MATERI
A. Pokok Bahasan 1 : PHBS
B. Pokok Bahasan 2 : L
 angkah-langkah Fasilitasi Proses Pembinaan
PHBS

REFERENSI

LEMBAR KERJA

1. Pedoman Diskusi Kelompok dengan topik: 1 :“Kegiatan PHBS di


Rumah Tangga”. Kelompok 2 :“Kegiatan PHBS di Sekolah”. Kelompok
3 :“Kegiatan PHBS di Tempat Kerja”. Kelompok 4 :“Kegiatan PHBS
di Tempat-tempat Umum”. Kelompok 5 : “Kegiatan PHBS di Institusi
Kesehatan”.
2. Pedoman Diskusi Kelompok “Identifikasi masalah PHBS penyebab
masalah dan kegiatan solusi permasalahan dari lembar kasus”.
3. Skenario bermain peran “Pembinaan terhadap kader/motivator dalam
kaitan ASI ekslusif”, “Melakukan kegiatan promosi kesehatan dalam
kaitan membudayakan gaya hidup sehat di suatu kelurahan”.

Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


105
I. DESKRIPSI SINGKAT

 erilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku


P
yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran,
yang menjadikan seseorang, keluarga, atau masyarakat mampu
menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan
aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. PHBS merupakan upaya
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang harus dilakukan di
perbagai tatanan terutama di tatanan Rumah Tangga.

 alam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan, yang dijadikan tolok


D
ukur keberhasilan pembinaan PHBS adalah persentase rumah tangga
yang sudah mempraktikkan PHBS. Namun disadari bahwa PHBS di rumah
tangga memiliki hubungan saling pengaruh dengan PHBS di tatanan-
tatanan lain, yaitu institusi pendidikan, tempat kerja, tempat umum, dan
sarana kesehatan. Maka jika diinginkan keberhasilan dalam pembinaan
PHBS di rumah tangga, pembinaan PHBS harus dilaksanakan di semua
tatanan. Dengan demikian, pembinaan PHBS tidak hanya melibatkan
dua atau tiga sektor saja, melainkan banyak sektor. Kerjasama dan
keterpaduan antar berbagai sektor tersebut diperlukan dalam akselerasi
pencapaian sasaran yang telah ditetapkan.

 omitmen dan aliansi strategis berbagai pihak, termasuk swasta dan


K
dunia usaha dapat dikembangkan, sehingga kebijakan-kebijakan
dan kegiatan-kegiatan dalam rangka pembinaan PHBS di semua
tatanan terkoordinasi dengan baik. Kapasitas pengelola tatanan dapat
ditingkatkan, sehingga pembinaan PHBS tidak lagi merupakan tugas
dan tanggung jawab pemerintah, melainkan juga seluruh komponen
masyarakat. Akses informasi tentang kesehatan bagi masyarakat di
semua tatanan meningkat, dan dengan demikian gerakan dan peran serta
masyarakat, khususnya di bidang kesehatan, menjadi semakin kuat.

106 Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


 aat ini, perilaku masyarakat merupakan faktor utama yang menyebabkan
S
masalah kesehatan, oleh sebab itu upaya untuk pemberdayaan masyarakat
agar mampu berperilaku hidup bersih dan sehat menjadi prioritas utama
dalam program kesehatan. PHBS juga merupakan salah satu komponen
pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Oleh karena itu para
Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan harus mampu
memfasilitasi Pembinaan PHBS di daerah masing-masing.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Mampu melakukan fasilitasi Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS)
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan tentang PHBS
2. Melakukan Langkah-Langkah Fasilitasi Proses Pembinaan
PHBS

III. POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1 : PHBS


1.1. Pengertian PHBS
1.2. PHBS di Berbagai Tatanan
1.3. Hakikat Perilaku

B. Pokok Bahasan 2 : Langkah-langkah Fasilitasi Proses Pembinaan


PHBS
2.1. Strategi Pembinaan PHBS
2.2. Pembinaan PHBS di Rumah Tangga
2.3. Indikator keberhasilan

Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


107
IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

 umlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 8 Jpl (T=2 jpl;
J
P=6; PL=0) @ 45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran,
dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut :

A. Langkah 1 (20 menit) :


1. Pelatih memperkenalkan diri
2. Pelatih menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
3. Menggali pendapat peserta tentang PHBS
4. Berdasarkan pendapat peserta pelatih menjelaskan tentang
pengertian dan tujuan PHBS

B. Langkah 2 (60 menit) :


1. Pelatih membagi peserta menjadi 5 kelompok dengan jalan
berhitung 1-5, kemudian nomor satu bergabung dengan nomor
1, nomor 2 bergabung dengan nomor 2, demikian selanjutnya
sampai terbentuk menjadi 5 kelompok
2. Pelatih meminta masing-masing kelompok melakukan diskusi
dengan topik berlainan seperti berikut Kelompok 1 :“Kegiatan
PHBS di Rumah Tangga”. Kelompok 2 :“Kegiatan PHBS di
Sekolah”. Kelompok 3 :“Kegiatan PHBS di Tempat Kerja”.
Kelompok 4 :“Kegiatan PHBS di Tempat-tempat Umum”.
Kelompok 5 :“Kegiatan PHBS di Institusi Kesehatan”
3. Masing-masing wakil kelompok diminta menyajikan hasil diskusi
kelompok
4. Pelatih meminta peserta untuk menanggapi hasil diskusi
tersebut
5. Berdasarkan hasil diskusi kelompok pelatih menjelaskan hakikat
perilaku dan pentingnya PHBS dilakukan di berbagai tatanan,
terutama di rumah tangga

108 Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


C. Langkah 3 (90 menit) :
1. Pelatih membagi peserta menjadi 2 kelompok
2. Masing-masing kelompok diskusi identifikasi masalah PHBS
penyebab masalah dan kegiatan solusi permasalahan yang ada dari
lembar kasus yang dibagikan
3. Masing-masing wakil kelompok diminta menyajikan hasil diskusi
kelompok
4. Pelatih meminta peserta untuk menanggapi hasil diskusi
5. Pelatih menjelaskan berdasarkan penyajian dua kelompok tersebut
adalah mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, kegiatan solusi
yang bisa dilakukan sebagai fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di
bidang kesehatan

D. Langkah 4 (150 menit) :


1. Pelatih membagi peserta menjadi 2 kelompok (kelompok yang sama
pada langkah 3). Masing-masing kelompok melakukan simulasi dan
bermain peran sesuai skenario yang dibagikan, secara bergantian.
Kelompok 1 melakukan simulasi dan bermain peran “Pembinaan
terhadap kader/motivator dalam kaitan ASI ekslusif”. Kelompok 2
melakukan simulasi dan bermain peran “Melakukan kegiatan promosi
kesehatan dalam kaitan membudayakan gaya hidup sehat di suatu
kelurahan”.
2. Setiap selesai simulasi dan bermain peran, peserta diminta untuk
memberikan evaluasi.
3. Setelah seluruh kelompok selesai melakukan simulasi dan bermain
peran pelatih memberikan komentar terhadap seluruh permainan
peran tersebut dikaitkan dengan pembinaan rumah tangga ber
PHBS.

E. Langkah 5 (40 menit):


1. Pelatih merangkum sesi pembelajaran ini dengan meminta peserta
untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang jelas, memberikan
jawaban atas pertanyaan peserta dan menegaskan kembali
pentingnya penerapan PHBS di masyarakat.
Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat
109
2. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada
kertas yang telah disediakan.
3. Pelatih menutup sesi pembelajaran dengan memberikan apresiasi
pada peserta.

V. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1 :
PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)

1.1. Pengertian Phbs


Dalam Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
pada pasal 4 disebutkan bahwa ”Setiap orang berhak atas kesehatan”,
selanjutnya pada pasal 11 menyatakan bahwa ”Setiap orang berkewajiban
berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan
memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya”.

M
 asyarakat di Desa atau Kelurahan Siaga Aktif wajib melaksanakan
PHBS. PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang,
keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri
(mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakat. Dengan demikian, PHBS mencakup beratus-
ratus bahkan mungkin beribu-ribu perilaku yang harus dipraktikkan
dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Di bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit serta
penyehatan lingkungan harus dipraktikkan perilaku mencuci tangan
dengan sabun, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat,
memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam ruangan, dan lain-
lain. Di bidang kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana harus
dipraktikkan perilaku meminta pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan, menimbang balita secara berkala, mengimunisasi lengkap

110 Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


balita, menjadi akseptor keluarga berencana, dan lain-lain. Di bidang gizi
dan farmasi harus dipraktikkan perilaku makan dengan gizi seimbang,
minum tablet tambah darah selama hamil, memberi bayi air susu ibu (ASI)
eksklusif, mengkonsumsi garam beryodium, dan lain-lain. Sedangkan
di bidang pemeliharaan kesehatan harus dipraktikkan perilaku ikut
serta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan, aktif mengurus dan
atau memanfaatkan upaya kesehatan bersumber masyarakat (UKBM),
memanfaatkan Puskesmas dan sarana kesehatan lain, dan lain-lain.

N
 amun demikian perlu disadari bahwa PHBS di tatanan rumah tangga
sangat dipengaruhi oleh PHBS di tatanan-tatanan lain, yaitu tatanan
institusi pendidikan, tatanan tempat kerja, tatanan tempat umum, dan
tatanan sarana kesehatan. Oleh sebab itu, yang dimaksud dengan
masyarakat dalam hal ini tidak terbatas pada masyarakat dalam
pengertian umum, tetapi juga masyarakat khusus di berbagai tatanan.

BAGAN TATANAN PHBS

TATANAN SARANA TATANAN INSTITUSI


KESEHATAN PENDIDIKAN

TATANAN TEMPAT KERJA TATANAN TEMPAT UMUM

TATANAN RUMAH TANGGA

Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


111
S
 ebagaimana masyarakat di tatanan rumah tangga, yaitu masyarakat
umum, masyarakat di masing-masing tatanan pun memiliki struktur
masyarakat dan peran-peran dalam masyarakat. Jika di masyarakat
umum terdapat struktur masyarakat formal dan struktur masyarakat
informal, di tatanan-tatanan lain pun terdapat pula struktur yang serupa.
Di masing-masing tatanan juga terdapat berbagai peran, sehingga
dapat dijumpai tiga kelompok besar sasaran pembinaan PHBS, yaitu
sasaran primer, sasaran sekunder, dan sasaran tersier. Sasaran primer
berupa sasaran langsung, yaitu individu anggota masyarakat, kelompok-
kelompok dalam masyarakat, dan masyarakat secara keseluruhan,
yang diharapkan untuk mempraktikkan PHBS. Sasaran sekunder
adalah mereka yang memiliki pengaruh terhadap sasaran primer dalam
pengambilan keputusannya untuk mempraktikkan PHBS. Termasuk
di sini adalah para pemuka masyarakat atau tokoh masyarakat, yang
umumnya menjadi panutan sasaran primer.

T
 erdapat berbagai jenis tokoh masyarakat, seperti misalnya tokoh atau
pemuka adat, tokoh atau pemuka agama, tokoh politik, tokoh pertanian,
tokoh pendidikan, tokoh bisnis, tokoh pemuda, tokoh remaja, tokoh
wanita, tokoh kesehatan, dan lain-lain. Pemuka atau tokoh adalah
seseorang yang memiliki kelebihan di antara orang-orang lain dalam
suatu kelompok atau dalam masyarakat. Ia akan menjadi panutan bagi
kelompoknya atau bagi masyarakat karena ia merupakan figur yang
menonjol. Di samping itu, ia dapat mengubah sistim nilai dan norma
masyarakat secara bertahap, dengan terlebih dulu mengubah sistim
nilai dan norma yang berlaku dalam kelompoknya. Sedangkan sasaran
tersier adalah mereka yang berada dalam posisi pengambilan keputusan
formal, sehingga dapat memberikan dukungan, baik berupa kebijakan/
pengaturan dan atau sumber daya dalam proses pembinaan PHBS
terhadap sasaran primer. Mereka sering juga disebut sebagai tokoh
masyarakat formal, yakni orang yang memiliki posisi menentukan dalam
struktur formal di masyarakatnya (disebut juga penentu kebijakan).
Dengan posisinya itu, mereka juga memiliki kemampuan untuk

112 Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


mengubah sistim nilai dan norma masyarakat melalui pemberlakuan
kebijakan/pengaturan.

1.2. Phbs Di Berbagai Tatanan


Di atas disebutkan bahwa PHBS mencakup semua perilaku yang harus
dipraktikkan di bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit,
penyehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana,
gizi, farmasi, dan pemeliharaan kesehatan. Perilaku-perilaku tersebut
harus dipraktikkan di mana pun seseorang berada – di institusi
pendidikan, di tempat kerja, di tempat umum, di sarana kesehatan, dan
di rumah tangga – sesuai dengan situasi dan kondisi yang dijumpai.

Di institusi pendidikan, sasaran primer harus mempraktikkan perilaku


yang dapat menciptakan institusi pendidikan (kampus, sekolah,
pesantren, seminari, padepokan, dan lain-lain) sehat, yang mencakup
antara lain mencuci tangan menggunakan sabun, mengonsumsi
makanan dan minuman sehat, menggunakan jamban sehat, membuang
sampah di tempat sampah, tidak merokok, tidak mengkonsumsi napza,
tidak meludah sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk, dan
lain-lain.

D
 i tempat kerja, sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang
dapat menciptakan tempat kerja (kantor, pabrik, dan lain-lain) sehat,
yang mencakup mencuci tangan dengan sabun, mengonsumsi makanan
dan minuman sehat, menggunakan jamban sehat, membuang sampah
di tempat sampah, tidak merokok, tidak mengkonsumsi napza, tidak
meludah sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk, dan lain-
lain.

D
 i tempat umum, sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang
dapat menciptakan tempat umum (tempat ibadah, pasar, pertokoan,
terminal, dermaga, dan lain-lain) sehat, yang mencakup mencuci tangan
dengan sabun, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di

Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


113
tempat sampah, tidak merokok, tidak mengkonsumsi napza, tidak
meludah di sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk, dan lain-
lain.

D
 i sarana kesehatan, sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang
dapat menciptakan sarana kesehatan (klinik, puskesmas, rumah sakit,
dan lain-lain) sehat, yang mencakup mencuci tangan dengan sabun,
menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah,
tidak merokok, tidak mengonsumsi napza, tidak meludah di sembarang
tempat, memberantas jentik nyamuk, dan lain-lain.

D
 i rumah tangga, sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang
dapat menciptakan rumah tangga sehat, yang mencakup persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan, bayi diberi ASI eksklusif, berat badan
balita ditimbang secara teratur, menggunakan air bersih, mencuci tangan
dengan sabun, mengkonsumsi buah dan sayur setiap hari, menggunakan
jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak merokok
di dalam rumah, tidak mengonsumsi napza, melakukan aktivitas fisik
setiap hari, tidak meludah sembarang tempat, memberantas jentik
nyamuk, dan lain-lain.

1.3. Hakikat Perilaku


Perilaku adalah sesuatu yang rumit. Perilaku individu berkaitan dengan
faktor-faktor pengetahuan dan sikap individu. Perilaku juga menyangkut
dimensi kultural yang berupa sistim nilai dan norma. Sistim nilai adalah
acuan tentang hal-hal yang dianggap baik dan hal-hal yang dianggap
buruk. Sedangkan norma adalah aturan tak tertulis yang disebut
norma sosial, dan aturan tertulis yang disebut norma hukum. Selain itu,
perilaku juga berkaitan dengan dimensi ekonomi dan hal-hal lain yang
merupakan pendukung perilaku. Perilaku seseorang, selain dipengaruhi
oleh pengetahuan dan sikapnya, memiliki acuan kepada sistim nilai dan
norma yang dianutnya. Dengan kata lain, nilai dan norma merupakan
rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan

114 Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


sesuatu. Sistim nilai dan norma dibuat oleh masyarakat di suatu
tatanan untuk dianut oleh individu-individu anggota masyarakat tatanan
tersebut.

N
 amun demikian nilai dan norma, sebagai sistim sosial, adalah
sesuatu yang dinamis. Artinya, nilai dan norma suatu masyarakat akan
berubah mengikuti perubahan-perubahan lingkungan dari masyarakat
yang bersangkutan. Jadi, antara nilai dan norma di satu pihak dengan
individu-individu masyarakat di pihak lain, terdapat hubungan timbal-
balik, nilai dan norma mempengaruhi perilaku individu, perilaku individu
yang berubah akan dapat mengubah nilai dan norma.

HAKIKAT PERILAKU
SISTEM NILAI
(Acuan Baik/Buruk)

NORMA SOSIAL NORMA HUKUM


(Aturan Tak Tertulis) (Aturan Tertulis)

PENGETAHUAN SIKAP PERILAKU

U
 ntuk nilai dan norma yang sesuai dengan kaidah-kaidah kesehatan,
perlu diupayakan terpeliharanya nilai dan norma tersebut. Sedangkan
untuk sistim nilai dan norma yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah
kesehatan, perlu dilakukan upaya guna mengubah sistim nilai dan
norma tersebut melalui perubahan perilaku individu-individu anggota
masyarakat. Individu-individu anggota masyarakat yang memiliki
potensi besar untuk mengubah sistim nilai dan norma adalah mereka
yang disebut dengan pemuka masyarakat atau tokoh masyarakat, baik
yang formal maupun yang informal.

Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


115
A
 kan tetapi perilaku juga menyangkut dimensi ekonomi. Seseorang yang
sudah mau berperilaku tertentu tidak pernah mempraktikkan perilaku itu
karena tidak adanya kemampuan secara ekonomis. Misalnya, seseorang
yang sudah mau membuang hajat (air besar) di jamban, tidak kunjung
melakukan hal itu karena ia tidak mampu membuat jamban pribadi dan di
sekitarnya tidak terdapat jamban umum. Contoh lain : seorang ibu yang
sudah mau memeriksakan kandungannya secara teratur di Puskesmas,
tidak juga datang ke Puskesmas karena ia tidak memiliki uang untuk
ongkos transport, walaupun untuk periksa di Puskesmas tidak dipungut
biaya alias gratis.

Oleh karena itu, agar perilaku dari sasaran primer di setiap tatanan
dapat tercipta dan berkesinambungan diperlukan dukungan perilaku
dari sasaran sekunder dan sasaran tersier di setiap tatanan yang
bersangkutan. Sasaran sekunder harus berperilaku yang dapat
menciptakan suasana kondusif dan lingkungan sosial yang mendorong
(social pressure) bagi tercipta dan berkesinambungannya perilaku
sasaran primer. Sasaran sekunder juga diharapkan berperilaku sebagai
panutan dalam rangka mempraktikkan PHBS. Sedangkan sasaran
tersier harus berperilaku memberikan dukungan, baik material maupun
non material, bagi tercipta dan berkesinambungannya perilaku sasaran
primer. Dukungan tersebut antara lain dalam bentuk menetapkan dan
memberlakukan kebijakan atau peraturan sebagai acuan dan rambu-
rambu bagi pembinaan PHBS di tatanan, dan juga menyediakan sarana-
sarana sebagai faktor pemudah (enabling factors) seperti misalnya
tempat sampah, air bersih, jamban sehat, kantin sehat, perlengkapan
kesehatan kerja, dan lain-lain.

116 Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


POKOK BAHASAN 2 :
LANGKAH-LANGKAH FASILITASI PROSES PEMBINAAN PHBS

2.1. Strategi Pembinaan Phbs


Pembinaan PHBS dilaksanakan melalui penyelenggaraan promosi
kesehatan, yaitu upaya untuk membantu individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan PHBS,
melalui proses pembelajaran dalam mencegah dan mengatasi masalah-
masalah kesehatan yang dihadapi, sesuai sosial budaya setempat serta
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

M
 enyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan
strategi promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari (1) Pemberdayaan,
yang didukung oleh (2) Bina suasana, dan (3) Advokasi, serta dilandasi
oleh semangat (4) Kemitraan.

Ketiga strategi tersebut dilaksanakan dalam bentuk tindakan-tindakan


sebagai berikut :
1.  Mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan (healthy
public policy), yaitu mengupayakan agar para penentu kebijakan
di berbagai sektor di setiap tingkatan administrasi menetapkan
kebijakan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap
masyarakat.
2.  Menciptakan lingkungan yang mendukung (supportive environment),
yaitu menupayakan agar setiap sektor dalam melaksanakan
kegiatannya mengarah kepada terwujudnya lingkungan sehat (fisik
dan non fisik).
3.  Memperkuat gerakan masyarakat (community action), yaitu
memberikan dukungan terhadap kegiatan masyarakat agar lebih
berdaya dalam mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan.
4. Mengembangkan kemampuan individu (personal skills), yaitu
mengupayakan agar setiap individu masyarakat tahu, mau, dan

Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


117
mampu membuat keputusan yang efektif dalam upaya memelihara,
meningkatkan, serta mewujudkan kesehatannya, melalui pemberian
informasi, serta pendidikan dan pelatihan yang memadai.
5.  Menata kembali arah pelayanan kesehatan (reorient health services),
yaitu mengubah pola pikir serta sistim pelayanan kesehatan
masyarakat agar lebih mengutamakan aspek promotif dan preventif,
tanpa mengesampingkan aspek kuratif dan rehabilitatif.

2.2. Pembinaan Phbs Di Rumah Tangga


Di tatanan rumah tangga, pembinaan PHBS dilaksanakan secara
terintegrasi dengan kegiatan pengembangan dan pembinaan Desa dan
Kelurahan Siaga. Tanggung jawab pembinaan terendah berada di tingkat
kecamatan (Forum Kecamatan).

a. Pemberdayaan
Pemberdayaan di tatanan rumah tangga dilakukan terhadap individu,
keluarga, dan kelompok masyarakat. Prosesnya diawali dengan
pemberdayaan terhadap kelompok masyarakat melalui pengorganisasian
masyarakat, untuk membentuk atau merevitalisasi Forum Desa/
Kelurahan. Dengan pengorganisasian masyarakat, maka selanjutnya
pemberdayaan individu dan keluarga dapat ditimbang-terimakan
kepada perangkat desa/kelurahan, pemuka masyarakat, dan anggota-
anggota masyarakat yang ditunjuk sebagai kader. Pemberdayaan
individu dilaksanakan dalam berbagai kesempatan, khususnya pada
saat individu-individu masyarakat berkunjung dan memanfaatkan upaya-
upaya kesehatan bersumber masyarakat (UKBM) seperti Posyandu,
Poskesdes, dan lain-lain, melalui pemberian informasi dan konsultasi.
Sedangkan pemberdayaan keluarga dilaksanakan melalui kunjungan
rumah dan konsultasi keluarga oleh para kader. Juga melalui bimbingan
atau pendampingan ketika keluarga tersebut membutuhkan (misalnya
tatkala membangun jamban, membuat taman obat keluarga, dan lain-
lain).

118 Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


b. Bina Suasana
Bina suasana di tatanan rumah tangga dilakukan oleh para pemuka
atau tokoh-tokoh masyarakat, termasuk pemuka agama dan pemuka
adat, dalam rangka menciptakan opini publik, suasana yang kondusif,
dan panutan di tingkat desa dan kelurahan bagi dipraktikkannya PHBS
oleh rumah tangga. Bina suasana juga dilakukan oleh para pengurus
organisasi kemasyarakatan di tingkat desa dan kelurahan seperti
pengurus Rukun Warga/Rukun Tetangga, pengurus PKK, pengurus
pengajian, pengurus arisan, pengurus koperasi, pengurus organisasi
pemuda (seperti Karang Taruna), dan lain-lain. Para pengurus organisasi
kemasyarakatan tersebut ikut memotivasi anggota-anggotanya agar
mempraktikkan PHBS. Di samping itu, bina suasana juga dapat
dilakukan dengan pemanfaatan media seperti pemasangan spanduk
dan atau billboard di jalan-jalan desa/kelurahan, penempelan poster di
tempat-tempat strategis, pembuatan dan pemeliharaan taman obat/
taman gizi percontohan di beberapa lokasi, serta pemanfaatan media
tradisional.

c. Advokasi
Advokasi dilakukan oleh fasilitator dari kecamatan/kabupaten/
kota terhadap para pemuka masyarakat dan pengurus organisasi
kemasyarakatan tingkat desa dan kelurahan, agar mereka berperan
serta dalam kegiatan bina suasana. Advokasi juga dilakukan terhadap
para penyandang dana, termasuk pengusaha, agar mereka membantu
upaya pembinaan PHBS di rumah tangga (desa/kelurahan).

K
 egiatan-kegiatan pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi di
desa dan kelurahan tersebut di atas harus didukung oleh kegiatan-
kegiatan (1) Bina suasana PHBS di rumah tangga dalam lingkup
yang lebih luas (kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional)
dengan memanfaatkan media massa berjangkauan luas seperti surat
kabar, majalah, radio, televisi, dan internet; serta (2) Advokasi secara
berjenjang dari tingkat pusat ke tingkat provinsi, dari tingkat provinsi

Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


119
ke tingkat kabupaten/kota, dan dari tingkat kabupaten/kota ke tingkat
kecamatan.

d. Kemitraan
Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun
bina suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan
mendapatkan dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu digalang
antar individu, keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang
terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh
masyarakat, media massa, dan lain-lain. Kemitraan yang digalang
harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar, yaitu (a) kesetaraan, (b)
keterbukaan, dan (c) saling menguntungkan.
1.  Kesetaraan; berarti tidak diciptakan hubungan yang bersifat
hirarkis. Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa
masing-masing berada dalam kedudukan yang sama (berdiri sama
tinggi, duduk sama rendah). Keadaan ini dapat dicapai apabila
semua pihak bersedia mengembangkan hubungan kekeluargaan.
Yaitu hubungan yang dilandasi kebersamaan atau kepentingan
bersama. Bila kemudian dibentuk struktur hirarkis (misalnya
sebuah tim), adalah karena kesepakatan.
2.  Keterbukaan; di dalam setiap langkah diperlukan adanya kejujuran
dari masing-masing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus
disertai dengan alasan yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-
nutupi sesuatu. Pada awalnya hal ini mungkin akan menimbulkan
diskusi yang seru layaknya “pertengkaran”. Akan tetapi kesadaran
akan kekeluargaan dan kebersamaan, akan mendorong timbulnya
solusi yang adil dari “pertengkaran” tersebut.
3.  Saling menguntungkan; solusi yang adil ini terutama dikaitkan
dengan adanya keuntungan yang didapat oleh semua pihak yang
terlibat.PHBS dan kegiatan-kegiatan kesehatan dengan demikian
harus dapat dirumuskan keuntungan-keuntungannya (baik
langsung maupun tidak langsung) bagi semua pihak yang terkait.
Termasuk keuntungan ekonomis, bila mungkin.

120 Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


2.3. Indikator Keberhasilan
Untuk melihat keberhasilan pembinaan PHBS , praktik PHBS yang
diukur adalah yang dijumpai di tatanan rumah tangga. Telah ditetapkan
10 (sepuluh) indikator untuk menetapkan apakah sebuah rumah tangga
telah mempraktikkan PHBS, yaitu : (1) Persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan, (2) Bayi diberi ASI eksklusif, (3) Berat badan balita ditimbang
secara teratur, (4) Menggunakan air bersih, (5) Mencuci tangan dengan
air bersih dan sabun, (6) Menggunakan jamban sehat, (7) Memberantas
jentik nyamuk, (8) Mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari, (9)
Melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan (10) Tidak merokok di dalam
rumah. Kesepuluh indikator tersebut merupakan sebagian dari semua
perilaku yang harus dipraktikkan di rumah tangga, dan dipilih karena
dianggap mewakili atau dapat mencerminkan keseluruhan perilaku.

REFERENSI
• Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, Kebijakan Nasional
Promosi Kesehatan, Jakarta, 2004
• Soekidjo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka
Cipta, Jakarta, Tahun 2007
• Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan,Panduan Pembinaan
dan Penilaian PHBS di Rumah Tangga melalui Tim Penggerak PKK, Tahun
2009.
• Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, Panduan
Peningkatan PHBS di Rumah Tangga Tahun 2009.
• Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, Rumah Tangga
Ber-PHBS, Tahun 2009
• Kementerian Kesehatan RI,Pedoman Umum Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif, Tahun 2010

Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


121
Lembar Kerja

Pedoman Diskusi Kelompok ”Kegiatan PHBS


di Berbagai Tatanan”

1. Peserta dibagi menjadi 5 kelompok.Masing-masing kelompok memilih


Ketua, Sekretaris dan Penyaji.
2. Kelompok 1 mendiskusikan topik : “Kegiatan PHBS di Rumah Tangga”.
Kelompok 2 mendiskusikan topik : “Kegiatan PHBS di Sekolah”.
Kelompok 3 mendiskusikan topik : “Kegiatan PHBS di Tempat Kerja”.
Kelompok 4 mendiskusikan topik : “Kegiatan PHBS di Tempat-tempat
Umum”.
Kelompok 5 mendiskusikan topik : “Kegiatan PHBS di Institusi
Kesehatan”.
3. Setelah diskusi, wakil masing-masing kelompok menyajikan hasil
diskusinya.
4. Setiap selesai penyajian, peserta dari kelompok lain diminta untuk
menanggapi.
5. Pelatih menyampaikan rangkuman hasil diskusi 5 kelompok tersebut.

122 Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


Lembar Kerja

Pedoman Diskusi Kelompok


“Identifikasi masalah PHBS penyebab masalah dan
kegiatan solusi permasalahan dari lembar kasus”

1. Peserta dibagi menjadi 2 kelompok.


2. Masing-masing kelompok diskusi identifikasi masalah PHBS
penyebab masalah dan kegiatan solusi permasalahan yang ada dari
lembar kasus Desa Cisoka.
3. Masing-masing wakil kelompok diminta menyajikan hasil diskusi
kelompok.
4. Pelatih meminta peserta untuk menanggapi hasil diskusi
5. Pelatih menjelaskan berdasarkan penyajian dua kelompok tersebut
adalah mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, kegiatan solusi
yang bisa dilakukan sebagai fasilitator Pemberdayaan masyarakat di
bidang kesehatan.

Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


123
Lembar Kerja

Pedoman Bermain Peran “Pembinaan terhadap kader/


motivator dalam kaitan ASI eksklusif” dan “Melakukan kegiatan
promosi kesehatan dalam kaitan membudayakan gaya hidup
sehat di suatu desa”

Bermain Peran “Pembinaan terhadap kader/motivator dalam kaitan ASI


eksklusif”
1. Pelatih membagi peserta menjadi 2 kelompok
2. Kelompok 1 melakukan simulasi pembinaan terhadap kader
kesehatan/PKK dalam kaitan ASI ekslusif di Poskesdes, dan anggota
kelompok 1 bermain peran sebagai :
- Bidan Desa yang memberikan pembinaan kader/motivator dalam
kaitan ASI eksklusif, yang mencakup
- Kader kesehatan/PKK
- Toma
- Toga
- Dukun bayi

Bermain Peran “Melakukan kegiatan promosi kesehatan dalam kaitan


membudayakan gaya hidup sehat di suatu desa”.
1. Kelompok 2 melakukan simulasi memberikan penyuluhan pertemuan
PKK bulanan di balai desa, dan anggota kelompok 2 bermain peran
sebagai :
• Kepala Desa yang memberikan sambutan pada acara pertemuan
• Ketua PKK Desa yang membuka acara pertemuan PKK
• Petugas Puskesmas yang memberikan penyuluhan, meliputi aspek
: pengertian, tujuan, sasaran manfaat dan indikator PHBS
• Ketua RW, menyampaikan permasalah PHBS di wilayah RWnya
• Ketua RT, menanyakan bagaimana cara membina kepada anggota
RTnya

124 Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


• Tokoh Agama, menyampaikan pertanyaan untuk dapat berperan
aktif
• Kader Posyandu
• Dukun bayi
• Ibu-ibu, anggota PKK Desa
2. Setiap selesai simulasi dan bermain peran, peserta diminta untuk
memberikan evaluasi
3. Setelah seluruh kelompok selesai melakukan simulasi dan bermain
peran pelatih memberikan komentar terhadap seluruh permainan
peran tersebut dikaitkan dengan pembinaan rumah tangga ber
PHBS

Fasilitas pembinaan PHBS di masyarakat


125
KOMUNIKASI DAN
ADVOKASI
Modul 6
KOMUNIKASI DAN ADVOKASI

DAFTAR ISI

I. DESKRIPSI SINGKAT

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


a. Tujuan Pembelajaran Umum
b. Tujuan Pembelajaran Khusus

III. POKOK BAHASAN


A. Pokok Bahasan 1 : Komunikasi
B. Pokok Bahasan 2 : Advokasi

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

V. URAIAN MATERI
A. Pokok Bahasan 1 : Komunikasi
B. Pokok Bahasan 2 : Advokasi

REFERENSI

LEMBAR KERJA
1. Skenario Bermain Peran Komunikasi Efektif
2. Skenario Bermain Peran Advokasi

Komunikasi dan advokasi


127
I. DESKRIPSI SINGKAT

Keberhasilan mewujudkan desa dan kelurahan siaga aktif membutuhkan


dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) oleh karena itu perlu
berbagai upaya antara lain komunikasi yang efektif dan advokasi.

Komunikasi dapat pula diartikan sebagai proses pertukaran pendapat,


pemikiran atau informasi melalui ucapan, tulisan maupun tanda-tanda
yang dapat mencakup segala bentuk interaksi dengan orang lain yang
berupa percakapan biasa juga diperlukan dalam melakukan advokasi.
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders).

Strategi membangun komunikasi yang efektif dan kemampuan melakukan


advokasi perlu dikuasai oleh Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam
Bidang Kesehatan sehingga dapat melaksanakan peran dan fungsinya
dalam fasilitasi.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Mampu melakukan Komunikasi dan Advokasi

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Melakukan komunikasi
2. Melakukan advokasi

128 Komunikasi dan advokasi


III. POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1 : Komunikasi


1.1. Pengertian komunikasi
1.2. Bentuk-bentuk Komunikasi
1.3. Membangun komunikasi yang efektif

B. Pokok Bahasan 2 : Advokasi


2.1. Pengertian advokasi
2.2. Langkah-langkah advokasi
2.3. Cara melakukan advokasi

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak Waktu : 6 Jpl (T=2
jpl; P=4; PL=0) @ 45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran,
dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut :

A. Langkah 1 (15 menit) :


1. Pelatih memperkenalkan diri
2. Pelatih menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
3. Menggali pendapat peserta tentang pengalamannya melakukan
komunikasi dan advokasi dalam pengembangan desa dan kelurahan
siaga aktif

B. Langkah 2 (120 menit) :


1. Pelatih membagi peserta menjadi 4 kelompok dengan jalan
berhitung 1-4, kemudian nomor satu bergabung dengan nomor 1,
nomor 2 bergabung dengan nomor 2, demikian selanjutnya sampai
terbentuk menjadi 4 kelompok.
2. Pelatih meminta masing-masing kelompok bermain peran
komunikasi efektif
3. Setiap selesai permainan peran peserta diminta untuk
menanggapi.

Komunikasi dan advokasi


129
4. Setelah seluruh permainan peran selesai, berdasarkan hasil
permainan peran tersebut fasilitator menjelaskan komunikasi efektif
dan memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya hal-hal
yang belum jelas.

C. Langkah 3 (120 menit) :


1. Pelatih membagi peserta menjadi 4 kelompok (masih kelompok
yang sama).
2. Masing-masing kelompok bermain peran advokasi sesuai skenario
yang dibagikan.
3. Setiap selesai permainan peran peserta diminta untuk
menanggapi.
4. Setelah seluruh permainan peran selesai, berdasarkan hasil
permainan peran tersebut pelatih menjelaskan pengertian,
langkah-langkah advokasi, cara melakukan advokasi dan memberi
kesempatan kepada peserta untuk bertanya hal-hal yang belum
jelas.

D. Langkah 4 (15 menit) :


1. Pelatih merangkum sesi pembelajaran ini dengan meminta peserta
untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang jelas, memberikan
jawaban atas pertanyaan peserta.
2. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada
kertas yang telah disediakan.
3. Pelatih menutup sesi pembelajaran dengan memberikan apresiasi
pada peserta.

130 Komunikasi dan advokasi


V. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1 :
KOMUNIKASI

1.1. Pengertian Komunikasi


Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan. Pendapat,
perasaan, atau berita kepada orang lain. Komunikasi dapat pula
diartikan sebagai proses pertukaran pertukaran pendapat, pemikiran
atau informasi melalui ucapan, tulisan maupun tanda-tanda.

Dengan demikian maka komunikasi dapat mencakup segala bentuk


interaksi dengan orang lain yang berupa percakapan biasa, advokasi.

1.2. Bentuk-Bentuk Komunikasi


1.2.1. Komunikasi Verbal
Komunikasi yang ada sangat beragam sekali, mempunyai aneka
bentuk tergantung dari sisi apa kita melihat komunikasi tersebut.
Yang dimaksud dengan verbal adalah lisan, dengan demikian
komunikasi verbal adalah penyampaian tujuannya secara lisan.
Proses penyampaian informasi secara lisan ini yang biasa kita kenal
dengan berbicara.
Dalam praktik sehari-hari penyampaian dan penerimaan pesan
yang menggunakan kata-kata, sering juga menggunakan tulisan.
Meskipun dalam bentuk tulisan tetapi bahasa yang dipakai adalah
bahasa lisan. Contoh konkritnya adalah apabila kita mengirim pesan
melalui telepon seluler (HP) atau yang kita kenal dengan SMS (Short
Message Service). Bahasa yang kita gunakan adalah bahasa lisan.
Kenyataannya bahwa SMS tersebut mempunyai hubungan personal
yang tinggi dan dapat langsung memberikan umpan balik. Bahkan
orang dapat bertransaksi apa saja melalui SMS tersebut, seolah-olah
kita berbicara satu sama lain. Contoh lain misalnya media verbal;
seperti buletin, pamflet, leaflet, dan sebagainya. Demikian juga
dengan dokumen organisasi lainnya yang diterbitkan secara berkala

Komunikasi dan advokasi


131
yang berisi masalah-masalah yang berhubungan dengan organisasi,
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai, PROTAP kerja, standar-
standar, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan berbagai isu
misalnya pengembangan SDM dan sebagainya.

1.2.2. Komunikasi Non Verbal


Penyampaian pesan selain melalui lisan atau tulisan dapat juga
dilakukan dengan melalui cara berpakaian, waktu, tempat, isyarat
(gestures), gerak-gerik (movement), sesuatu barang, atau sesuatu yang
dapat menunjukkan suasanan hati perasaan pada saat tertentu.
Contoh komunikasi non verbal :
a. Cara berpakaian
Orang yang sedang berkabung karena kematian seseorang,
biasanya akan berpakaian hitam-hitam atau memasang tanda
dengan kain hitam di lengan bajunya. Dengan demikian kita
menjadi tahu bahwa orang tersebut dalam suasana berkabung.
Atau seseorang yang biasanya berpakaian biasa-biasa saja tiba-
tiba berpakaian lengkap dengan jas atau dasi, ini tentu juga suatu
informasi bahwa yang bersangkutan mungkin sedang dalam
suasana yang lain misalnya akan dilantik menjadi pejabat, akan
menghadiri pesta atau pertemuan yang penting dan sebagainya.

b. Waktu
Bunyi beduk atau lantunan suara adzan di mesjid atau mushola,
memberikan informasi bahwa waktu shalat telah tiba. Contoh
lain adalah bunyi bel di sekolah yang menunjukkan bahwa waktu
masuk kelas, istirahat atau pulang telah tiba.

c. Tempat
Pemimpin suatu pertemuan atau rapat biasanya duduk di depan
atau di kepala meja, tidak pernah di belakang. Ini menginformasikan
bahwa yang bersangkutan adalah pemimpin rapat atau pemimpin
pertemuan yang biasanya orang penting atau memiliki jabatan
tertentu. Ruang Kerja Kepala Puskesmas tentunya akan berbeda

132 Komunikasi dan advokasi


dengan ruang kerja juru imunisasi demikian juga ruang kerja dan
peralatannya. Demikian juga di instansi lain misalnya di Kecamatan
dan di Kelurahan atau di instansi lainnya.

d. Isyarat
Audience di suatu seminar secara spontan bertepuk tangan
dengan riuh setelah mendengarkan paparan seorang presenter
yang mempresentasikan materinya dengan baik dan menarik.
Tepuk tangan tersebut merupakan isyarat bahwa audience puas
terhadap paparan presentan tersebut. Sebaliknya para peserta latih
mulai menguap, atau keluar masuk kelas, atau ada yang berbisik-
bisik satu dengan lainnya ketika pelatih memberikan materi/kuliah,
ini juga suatu isyarat bahwa materi, atau cara membawakan materi
tersebut kurang berkenan di hati peserta latih. Contoh lain misalnya
mengacungkan dua jari tanda Victory (kemenangan), menggeleng
tanda tidak tahu, raut wajah yang asam tanda tidak senang, murung
tanda bersedih, tangan mengepal tanda marah, tatapan mata bisa
bermacam arti dan sebagainya.

1.3. Membangun Komunikasi Yang Efektif


1.3.1. Strategi Membangun Komunikasi yang Efektif
Komunikasi yang efektif dapat terjadi apabila pesan yang dikirim
oleh komunikator (sender) dapat diterima dengan baik dalam arti
kata menyenangkan, aktual, nyata oleh si penerima (komunikan).
Kemudian penerima menyampaikan kembali bahwa pesan telah
diterima dengan baik dan benar. Dalam hal ini terjadi komunikasi
dua arah atau komunikasi timbal balik. Agar terjadi komunikasi yang
efektif, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Mengetahui siapa mitra bicara
Dalam berkomunikasi kita harus menyadari benar dengan siapa
kita berbicara, apakah dengan Pak Camat, dengan Pak Lurah,
dengan Bidan desa, dengan tokoh masyarakat, atau dengan Kader.
Kenapa kita harus mengetahui dengan siapa kita bicara ? Karena

Komunikasi dan advokasi


133
dengan mengetahui audience, kita harus cerdas dalam memilih
kata-kata yang digunakan dalam menyampaikan informasi buah
pikiran kita. Kita harus memakai bahasa yang sesuai dan mudah
dipahami oleh audience kita.
Selain itu pengetahuan mitra bicara kita juga harus diperhatikan
informasi yang ingin kita sampaikan mungkin bukan merupakan
hal yang baru bagi mitra kita, tetapi kalau penyampaiannya
menggunakan istilah-istilah yang tidak dipahami oleh mitra kita,
informasi atau gagasan yang kita sampaikan bisa saja tidak
dipahami oleh mitra. Dengan memperhatikan mitra bicara kita
akan dapat menyesuaikan diri dalam berkomunikasi dengannya.

b. Mengetahui apa tujuan komunikasi


 Cara kita menyampaikan informasi sangat tergantung kepada
tujuan kita berkomunikasi, misalnya;
• Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan ingin
menyampaikan informasi mengenai Pelatihan bagi Bidan desa
di wilayah Kecamatan A, jika tujuannya hanya menyampaikan
informasi maka komunikasi dapat dilakukan dengan membuat
Pengumuman atau surat edaran.
• Jalan pedesaan di Kecamatan A pada waktu musim hujan
menjadi becek dan licin, sehingga menyulitkan mobil Puskesmas
keliling masuk ke desa-desa terutama dalam pembinaan
POSKESDES. Untuk itu maka jalan pedesaan perlu diperbaiki
dan dibuat selokan air sehingga jalan tidak terendam dan licin
pada musin hujan. Fasilitator akan mengusulkan kepada Pak
Camat agar diinstruksikan kepada seluruh Kepala Desa/Lurah
agar warga memperbaiki jalan dan lingkungan. Bila tujuannya
seperti ini tentu pendekatannya bukan dengan surat tapi melalui
advokasi.
• Bidan desa diinstruksikan oleh Pak Camat untuk apel setiap hari
Senin pagi di Kecamatan, bila hal ini terjadi maka kemungkinan
kegiatan Poskesdes akan terganggu karena setiap Senin ada

134 Komunikasi dan advokasi


kegiatan Posyandu, padahal jarak dari desa ke Kecamatan
sebagian besar harus ditempuh lebih dari 2 jam pulang pergi.
Untuk kasus seperti ini tentunya yang paling cocok adalah
melalui negosiasi.
• Mengetahui dalam konteks apa komunikasi dilakukan.
• Dalam berkomunikasi maka kita perlu mempertimbangkan keadaan
atau lingkungan saat kita berkomunikasi. Bahasa dan informasi yang
disampaikan harus sesuai dengan keadaan dan lingkungan dimana
komunikasi itu terjadi. Bisa saja kita menggunakan bahasa dan
informasi yang jelas dan tepat tetapi karena konteksnya tidak tepat,
reaksi yang kita peroleh tidak sesuai dengan yang diharapkan.
• Mempertimbangkan penggunaan kata hemat :
- Kita harus hemat dalam mengelola anggaran Poskesdes.
- Menurut hemat saya, Bidan desa sebaiknya tinggal di desa
dimana Poskesdes berada.
- Penggunaan kata hemat pada kedua kalimat tersebut
konteksnya pasti berbeda satu sama lain.

c. Mengetahui kultur
 Dalam berkomunikasi harus diingat peribahasa “ Dimana bumi
dipijak, disitu langit dijunjung” artinya bahwa dalam berkomunikasi
kita harus memperhatikan dan menyesuaikan diri dengan budaya
atau habit atau kebiasaan orang atau masyarakat setempat.
Misalnya berbicara sambil menunjuk sesuatu dengan telunjuk
kepada orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya di
daerah Jawa Barat atau Jawa Tengah bisa dianggap kurang sopan
atau kurang ajar walaupun mungkin di daerah lain itu biasa-biasa
saja. Atau kalau di daerah Sumatera Utara orang bisa berbicara
dengan intonasi dan suara yang keras, maka apakah orang non
Sumatera Utara harus mengimbangi pula dengan nada yang
keras? Dalam hal ini, misalnya orang Sunda kalau berbicara dengan
orang Batak tidak perlu bertutur seperti orang Batak, begitu pula
sebaliknya. Dengan demikian maka tidak terjadi salah tafsir yang
mengakibatkan kegagalan komunikasi.

Komunikasi dan advokasi


135
d. Mengetahui bahasa
 Dalam berkomunikasi seyogyanya kita memahami bahasa mitra
kita, hal ini tidak berarti kita harus memahami semua bahasa dari
mitra bicara. Oleh karena ada kata-kata yang menurut etnis tertentu
merupakan hal yang lumrah tapi menurut etnis lain merupakan hal
yang tabu untuk dikatakan atau mempunyai arti yang berbeda.
Misalnya ucapan ‘nangka tok’ menurut bahasa Sunda berarti
‘nangka saja’, tetapi untuk orang Jawa ini tentu lain artinya. Begitu
juga ‘gedang’ menurut orang Sunda artinya ‘pepaya’ tapi menurut
orang Jawa artinya ‘pisang’. Bahasa asing juga perlu kita pahami
manakala kita berkomunikasi dengan orang asing yang tidak bisa
berbahasa Indonesia, misalnya ada turis asing yang tersasar ke
kampung kita, kita ingin menolongnya tapi tidak mengerti bahasa
asing misalnya bahasa Inggris, padahal si turis tidak menguasai
Bahasa Indonesia, maka jelas komunikasi akan terhambat sebab
komunikasi verbal tidak jalan. Selain itu untuk memperjelas pesan
yang hendak disampaikan dalam berkomunikasi, gunakanlah
kalimat-kalimat sederhana yang mudah dipahami. Kalimat panjang
dan kompleks seringkali mengaburkan arti dan makna pesan
yang akan disampaikan. Misalnya Kepala Puskesmas, berbicara
kepada para Bidan desa dalam suatu rapat “Bu Bidan sekalian
dalam rangka mensukseskan Pengembangan Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif, maka semua Bidan Desa harus menyadari akan arti
pentingnya pembangunan kesehatan dengan memberdayakan
semua potensi yang ada dalam masyarakat, untuk itu maka Ibu-ibu
Bidan harus berusaha sekuat tenaga untuk membuat masyarakat
berdaya dan mendukung Desa Siaga dan Kelurahan Siaga Aktif
dalam membangun Poskesdes”. Kalimat tersebut terlalu panjang
dan kompleks. Padahal informasi yang perlu disampaikan ialah
agar Poskesdes di setiap desa dibangun dengan memberdayakan
potensi yang ada di masyarakat.

136 Komunikasi dan advokasi


1.3.2. Komunikasi Verbal yang Efektif
Komunikasi akan efektif bila pesan yang disampaikan pemberi pesan
diterima oleh penerima pesan sesuai dengan maksud penyampai
pesan dan menimbulkan saling pengertian. Dalam komunikasi verbal
atau berbicara yang didengar adalah suara yang diucapkan melalui
kata-kata yang keluar dari mulut. Suara-suara itu harus mempunyai
makna sehingga maksud dari berbicara itu dapat dimengerti.
Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila :
-  Pesan diterima dan dimengerti sebagaimana yang dimaksud oleh
si pengirim.
- Pesan disetujui oleh penerima dan ditindak lanjuti dengan perbuatan
yang dikehendaki oleh pengirim.
- Tidak ada hambatan untuk melakukan apa yang seharusnya
dilakukan untuk menindaklanjuti pesan yang dikirim.

a. Ciri-ciri komunikasi verbal yang efektif


- Langsung (to the point, tidak ragu menyampaikan pesan)
- Asertif (tidak takut mengatakan apa yang diinginkan dan
mengapa)
- Ramah dan bersahabat (congenial)
- Jelas (hal yang disampaikan mudah dimengerti)
- Terbuka (tidak ada pesan dan makna yang tersembunyi)
- Secara lisan (menggunakan kata-kata untuk menyampaikan
gagasan dengan jelas)
- Dua arah (seimbang antara berbicara dan mendengarkan)
- Responsif (memperhatikan keperluan dan pandangan orang
lain)
- Nyambung (menginterpretasi pesan dan kebutuhan orang lain
dengan tepat)
- Jujur (mengungkapkan gagasan, perasaan, dan kebutuhan yang
sesungguhnya)

Komunikasi dan advokasi


137
b. Ciri-ciri komunikasi verbal yang tidak efektif
- Tidak langsung (bertele-tele)
- Pasif (malu-malu, tertutup)
- Antagonistis (marah-marah, agresif, atau bernada kebencian)
- Kriptis (pesan atau maksud yang sesungguhnya tidak pernah
diungkapkan secara terbuka)
- Satu arah (lebih banyak berbicara daripada mendengarkan)
- Tidak responsif (sedikit/tidak ada minat terhadap pandangan
atau kebutuhan orang lain)
- Tidak nyambung (respon dan kebutuhan orang lain disalahartikan
dan disalah interpretasikan)
- Tidak terus terang (perasaan, gagasan dan keputusan
diungkapkan secara tidak jujur)

c. Keterampilan berbicara
 Pada dasarnya keterampilan berbicara dapat dipelajari dan
ditingkatkan dengan berlatih, agar mampu berbicara secara efektif
maka dalam tiap komunikasi baik informal maupun formal, beberapa
teknik dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan efektivitas berbicara
sebagai berikut :
- Percaya diri.
- Ucapkan kata-kata dengan jelas dan perlahan-lahan.
- Bicara dengan wajar, seperi biasanya jangan terkesan sebagai
penyair atau sedang deklamasi.
- Atur irama dan tekanan suara dan jangan monoton. Gunakan
tekanan dan irama tertentu, untuk menampilkan poin-poin
tertentu, tapi hindarkan kesan sebagai pemain drama.
- Tarik nafas dalam-dalam 2 atau 3 kali untuk mengurangi
ketegangan. Mengatur nafas secara normal dan jangan terkesan
seperti orang yang dikejar-kejar. Bila perlu menghentikan
pembicaraan sejenak, selain untuk mengambil napas juga
berfungsi menarik perhatian.
- Hindari sindrom : Ehm, Ah, Au, Barangkali, Mungkin, anu, Apa,

138 Komunikasi dan advokasi


dan lain-lain. Jika terpojok dan kehabisan bicara atau lupa
cukup berhenti sejenak, cara ini menunjukkan bahwa seakan-
akan kita sedang berpikir dan akan berdampak positif dibanding
mengatakan mengatakan ’apa’, ’ya, eh ...’, ’apa ya, saya pikir...’,
’barangkali’, dan seterusnya.
- Membaca paragraf yang dianggap penting dari teks tulisan.
Jangan merasa malu melakukan hal ini, karena pendengar
akan berpikir bahwa kita hanya menekankan poin pembicaraan
tertentu agar lebih lengkap.
- Siapkan air minum. Ini sangat membantu pembicara berhenti
sejenak juga untuk membasahi kerongkongan.

1.3.3. Komunikasi Non-Verbal yang Efektif


Komunikasi non verbal adalah proses pertukaran pesan/makna melalui
berbagai cara selain kata-kata. Yaitu melalui bahasa tubuh, ekspresi
muka, tatapan, sentuhan tampilan vokal suara (volume, intonasi,
irama, dan sebagainya), baju yang dipakai, penggunaan ruangan, dan
lain-lain. Wajah mengekspresikan bagaimana perasaan kita, tubuh
mengekspresikan intensitas emosi. Misal kalau sedih wajah terlihat
murung atau dengan tangan mengepal kalau sedang marah.
Dalam komunikasi pertukaran makna verbal dan non verbal saling
melengkapi, saling mempengaruhi dan tidak terpisahkan satu sama
lain. Komunikasi interpersonal selalu menyangkut pesan verbal dan
non verbal. Suatu kata yang sama diekspresikan dengan berbeda
emosi yang berbeda akan bermakna berbeda. Misal : ” Sebaiknya Bu
Bidan, memeriksa pasien terlebih dahulu sebelum merujuk ke Rumah
Sakit”, bila disampaikan dengan kata-kata yang lembut akan diterima
berbeda jika disampaikan dengan dengan kata-kata yang sama tapi
dengan volume suara yang keras dan tegas. Kualitas komunikasi
verbal seringkali ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain : intonasi
suara, ekspresi raut wajah, gerakan tubuh (body language).

Komunikasi dan advokasi


139
Sebuah hasil riset (Mechribian & Ferris) menunjukkan bahwa dalam
komunikasi verbal, khususnya pada saat presentasi keberhasilan
penyampaian informasi adalah sebagai berikut :
- 55 % ditentukan oleh bahasa tubuh (body language)
- 38 % ditentukan oleh isyarat dan kontak mata
- 7 % ditentukan oleh kata-kata

Beberapa contoh yang dapat dikembangkan, agar komunikasi non


verbal dapat lebih efektif :
a. Cara berpakaian
Cara berpakaian mengkomunikasikan siapa dan apa status
seseorang, baik dalam pekerjaan sehari-hari maupun dalam
waktu tertentu (pesta, rapat, kunjungan kerja, dan lain-lain).
Misalnya seorang Kepala Puskesmas bila menghadiri rapat
dinas dengan Pak Camat, akan lebih dihargai bila berpakaian
dinas (PDH) dibandingkan jika berpakaian biasa-biasa saja. Atau
seorang dokter akan lebih dikenal jika sedang mengadakan
kunjungan ke desa menggunakan pakaian dokter (jas putih) dan
memakai stetoskop dibanding kalau hanya memakai pakaian
dinas biasa. Demikian juga seorang Bidan akan lebih cepat
dikenali oleh masyarakat jika memakai seragam bidan. Tapi
penggunaan pakaian juga harus tepat pada saat yang tepat,
misalnya pada waktu pesta di luar jam kantor maka tentu kurang
tepat kalau kita datang dengan menggunakan pakaian dinas
kantor.

b. Waktu
Di dalam berkomunikasi manfaatkan waktu secara tepat,
artinya manfaatkanlah waktu dengan sebaik-baiknya. Karena
waktu adalah sesuatu yang sangat berarti. Misalnya, kalau Tim
Fasilitator Puskesmas akan mengadakan rapat dinas dengan
para Bidan Poskesdes, maka pilihlah waktu dimana rapat
tersebut tidak mengganggu pelayanan kepada pasien.

140 Komunikasi dan advokasi


c. Tempat
Tempat sangat menentukan efektivitas komunikasi, misalnya
kantor adalah tempat kerja, restoran adalah tempat makan,
lapangan tenis adalah tempat olahraga. Namun demikian
seringkali urusan kantor bisa diselesaikan di lapangan tenis atau
bahkan di hotel atau restoran. Dalam dunia bisnis dikenal istilah
entertain yaitu untuk melobi rekan bisnis, pertemuan diadakan
di restoran atau di hotel sambil menjamu rekan bisnis. Dan
hal ini ternyata banyak membawa hasil ketimbang pertemuan
dilakukan secara formal di kantor. Demikian pula misalnya Tim
Fasilitator Puskesmas apabila bertemu dengan Pak Camat atau
Pak Lurah di lapangan tenis sambil bermain tenis, di sela-sela
waktu istirahat dapat berkomunikasi secara informal mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan kedinasan. Selanjutnya hasil
pembicaraan tersebut ditindak lanjuti di kantor.

Selain hal-hal tersebut diatas, perlu juga dipahami fungsi-fungsi


yang menunjukkan ke-non-verbal-an komunikasi, antara lain :
• Pengulangan (repetition) yaitu pengulangan pesan dari individu
dilakukan dengan verbal.
• Penyangkalan (contradiction) yaitu penyangkalan pesan yang
dilakukan terhadap seseorang. Misalnya mengangkat bahu
menyatakan ”tidak tahu”, menggeleng kepala sama dengan
”tidak”, dan sebagainya. Namun penggunaannya juga harus
memperhatikan budaya atau kebiasaan, misal, untuk orang India
menggelengkan kepala bukan berarti tidak.
• Pengganti pesan (substitution) misal mendelik berarti marah.
• Melengkapi pesan verbal misal mengatakan ”bagus” sambil
mengacungkan ibu jari, dan sebagainya.
• Penekanan (accenting) menggaris bawahi pesan verbal misalnya
berbicara dengan sangat pelan atau menekan kaki.

Komunikasi dan advokasi


141
POKOK BAHASAN 2 :
ADVOKASI

2.1. Pengertian Advokasi


Advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui
macam-macam bentuk komunikasi persuasif (JHU, 1999).

Advocacy is a combination on individual and action to design to gain


political commitment, policy support, social acceptance and system
support for particular health goal programs (WHO, 1989).
Advokasi kesehatan dapat diartikan juga suatu rangkaian komunikasi
strategis yang dirancang secara sistimatis dan dilaksanakan dalam
kurun waktu tertentu baik oleh individu maupun kelompok agar pembuat
keputusan membuat suatu kebijakan publik yang menguntungkan
masyarakat.

Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders). Berbeda dengan bina suasana, advokasi diarahkan
untuk menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam
bentuk peraturan perundang-undangan), dana, sarana, dan lain-lain.
Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal
yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan
dan penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh
masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh adat, dan lain-lain yang
umumnya dapat berperan sebagai penentu “kebijakan” (tidak tertulis) di
bidangnya. Yang juga tidak boleh dilupakan adalah tokoh-tokoh dunia
usaha, yang diharapkan dapat berperan sebagai penyandang dana non-
pemerintah.

Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan,


yaitu (1) Mengetahui atau menyadari adanya masalah, (2) Tertarik untuk
ikut mengatasi masalah, (3) Peduli terhadap pemecahan masalah dengan

142 Komunikasi dan advokasi


mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah, (4) Sepakat
untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif
pemecahan masalah, dan (5) Memutuskan tindak lanjut kesepakatan.
Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana,
cermat, dan tepat.

Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu :


1. Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi
2. Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah
3. Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah
4. Berdasarkan kepada fakta (evidence-based)
5. Dikemas secara menarik dan jelas
6. Sesuai dengan waktu yang tersedia

Advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan


yaitu dengan membentuk jejaring advokasi atau forum kerjasama.

2.2. Langkah-Langkah Advokasi


2.2.1. Mendefinisikan isu strategis
Untuk melakukan advokasi, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah menetapkan atau mendefinisikan isu-isu strategis di suatu
wilayah. Penetapan isu ini sangat penting sebagai dasar untuk
melakukan kebijakan.

Sebagai contoh, isu strategis di bidang Pembangunan Berwawasan


Lingkungan adalah sebagai berikut :
- Perilaku pekerja PT Y belum sesuai dengan perilaku sehat, yang
lebih dikenal dengan Paraigma Sehat, mereka mengkonsumsi rokok,
makanan berkadar lemak tinggi, malas minum air putih.
- Tambang emas rakyat menggunakan merkuri dan membuang
limbahnya di wilayah sekitarnya. Padahal merkuri adalah logam
beracun bagi kehidupan masyarakat sekitarnya.

Komunikasi dan advokasi


143
Setelah diterapkan isu-isu strategis, kemudian dilakukan inventarisasi
pemangku kepentingan, dan kemudian ditetapkan kegiatan-kegiatan
advokasi yang perlu dilakukan. Sebagai contoh, dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :

No Isu PEMANGKU KEGIATAN ADVOKASI


KEPENTINGAN

1 Kurangnya PEMDA, DINKES, • Peningkatan kebijakan


pengetahuan DINAS PENDIDIKAN tentang PHBS
masyarakat tentang NASIONAL, TP PKK, LSM, • Peningkatan ekspos media
PHBS ORSOSMAS, TOGA/ massa tentang PHBS
TOMA, MEDIA MASSA • Pengkajian peraturan
perundang-undangan terkait
dengan penerapan PHBS

2 Meningkatnya PEMDA, DINKES, DINAS • Peningkatan kebijakan


perokok dikalangan PENDIDIKAN NASIONAL, tentang Kawasan Tanpa Asap
remaja di Kab/ PRAMUKA, LSM, Rokok
Kota X ORSOSMAS, TOGA/ • Peningkatan expose media
TOMA, MEDIA MASSA masa tentang bahaya
merokok
• Pengkajian peraturan
perundang-undangan terkait
dengan penerapan budaya
tidak merokok

Kerangka Isu Pilihan

NILAI (P)
No KRITERIA UNTUK MEMILIH ISU
1 2 3

1 Isu yang mempengaruhi banyak orang


2 Isu yang mempengaruhi terhadap program kesehatan
3 Isu dengan misi/mandat organisasi
4 Isu dengan tujuan pembangunan berwawasan
kesehatan
5 Isu dapat dipertanggung jawabkan dengan intervensi
advokasi
6 Isu dapat memobilisasi para mitra/pemangku
kepentingan

TOTAL NILAI

144 Komunikasi dan advokasi


2.2.2. Menentukan tujuan advokasi
Tujuan adalah suatu pernyataan tentang suatu keadaan yang akan
dicapai pada masa tertentu. Dalam menetapkan tujuan advokasi
lebih diarahkan pada perubahan perilaku untuk meyakinkan para
penentu kebijakan yang berkaitan dengan isu-isu yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu, dalam menetapkan harus didahulukan
dengan pertanyaan, ”Siapa yang diharapkan mencapai seberapa
banyak dalam kondisi apa, berapa lama, dan dimana ?”.

Jadi secara umum dapat dikatakan tujuan advokasi adalah :


- Realistis, bukan angan-angan.
- Jelas dan dapat diukur.
- Isu yang akan disampaikan.
- Siapa sasaran yang akan diadvokasi.
- Seberapa banyak perubahan yang diharapkan.

Penetapan tujuan advokasi sebagai dasar untuk merancang


pesan dan media advokasi dalam merancang evaluasi. Jika tujuan
advokasi yang ditetapkan tidak jelas dan tidak operasional maka
pelaksanaan advokasi menjadi tidak fokus. Berikut adalah salah
satu contoh menetapkan tujuan mengenai pentingnya Kawasan
Tanpa Rokok ditempat kerja.

Tujuan Umum :
Meningkatnya Kawasan Tanpa Rokok ditempat kerja dari 50%
menjadi 70% sampai tahun 2014 di Kabupaten Bandung.

2.2.3. Mengembangkan pesan advokasi


Pesan adalah terjemahan tujuan advokasi ke dalam ungkapan atau
kata yang sesuai untuk khalayak sasaran.
Mengembangkan pesan advokasi diperlukan kemampuan
perpaduan antara ilmu pengetahuan dan seni. Pesan advokasi
mengajukan fakta dan data akurat, juga diharuskan mampu untuk

Komunikasi dan advokasi


145
membangkitkan emosi dan kemampuan seni untuk mempengaruhi
para penentu kebijakan.

a. Efektivitas pesan (Seven C’s for Effective Communication)


Suatu pesan advokasi dapat dikatakan efektif dan kreatif jika
memenuhi tujuh kriteria sebagai berikut :
- Command Attention
Kembangkan suatu isu atau ide yang merefleksikan desain suatu
pesan. Bila terlalu banyak ide akan membingungkan penentu
kebijakan, sehingga mudah dilupakan.
- Clarify the Message
Buatlah pesan advokasi yang mudah, sederhana dan jelas.
Pesan yang efektif harus memberikan harus memberikan
informasi yang relevan dan baru bagi penentu kebijakan. Sebab
bila diremehkan oleh mereka secara otomatis pesan tersebut
sudah gagal.
- Create Trust
Pesan advokasi dapat dipercaya dengan menyajikan data dan
fakta yang akurat.
- Communicate the Benefit
 Tindakan yang dilakukan harus memberi keuntungan sehingga
penentu kebijakan merasa termotivasi untuk menerapkan
kebijakan yang baru.
- Consistency
 Pesan advokasi harus konsisten. Artinya sampaikan suatu pesan
utama di media apa saja secara terus-menerus, baik melalui
pertemuan, tatap muka, atau pun melalui media.
- Cather to the Heart and Head
Pesan advokasi harus bisa menyentuh akal dan rasa. Komunikasi
yang efektif tidak hanya memberikan alasan teknis, tetapi harus
menyentuh nilai-nilai emosi dan membangkitkan kebutuhan
yang nyata.

146 Komunikasi dan advokasi


- Call to Action
P  esan advokasi harus dapat mendorong penentu kebijakan
untuk bertindak atau berbuat sesuatu. Kebijakan kawasan tanpa
rokok yang dikeluarkan oleh pimpinan perusahaan, merupakan
suatu tindakan nyata untuk menerapkan Kawasan Tanpa Rokok
bagi karyawan di tempat kerja.

• Pesan Advokasi
- Merupakan pernyataan yang singkat, padat dan bersifat membujuk.
- Berhubungan dengan tujuan Anda dan menyimpulkan apa yang ingin
Anda capai.
- Bertujuan untuk menciptakan aksi yang Anda inginkan untuk dilakukan
oleh pendengar pesan Anda.
• Gaya Pesan Advokasi
- Seruan : Emosional vs Rasional
- Seruan : Positif vs Negatif
- Seruan : Masa vs Individu
- Kesimpulan Tertutup vs Kesimpulan Terbuka
• Pengemasan Pesan
- Presentasi adalah kunci untuk menyampaikan pesan.
- Sebuah presentasi yang berhasil adalah presentasi yang menarik,
didukung oleh fakta yang sahih dan tampilan yang menarik.
- Pengemasan mencakup cetakan, materi audiovisual.
- Dukungan kemasan dengan ilustrasi sederhana, grafik dan foto.
b. Pengemasan materi bagi kelompok sasaran berbeda.

Pesan bagi pembuat keputusan

Pesan bagi mitra dan sekutu


1. Masalah
2. Ukuran isu Pesan bagi keluarga yang bertahan/menolak
3. Dampak
Pesan bagi masyarakat

Komunikasi dan advokasi


147
c. Penggalangan sumber daya termasuk dana.
Kenali dan coba dapatkan sumber daya (uang, tenaga, keahlian,
jejaring dan perlengkapan lainnya) untuk melaksanakan kampanye
advokasi.

d. Mengembangkan rencana kerja


Pelaksanaan rencana kegiatan advokasi sesuai dengan identifikasi
kegiatan, tugas pokok, dan fungsi dari para pelaksana, jangka waktu,
serta sumber daya, POA yang dibutuhkan.

2.3. Cara Melakukan Advokasi


2.3.1. Analisa Pemangku Kepentingan (Stakeholder)
Analisis pemangku kepentingan diperlukan karena sangat penting
peranannya dalam pengembangan rencana advokasi selanjutnya.
Dalam analisis tersebut, setiap pemangku kepentingan potensial
dijajagi siapa dan seberapa besar peranannya dalam isu yang akan
diadvokasi.

Contoh Analisis Pemangku Kepentingan :


Pengambil Keputusan
Hal yang perlu diidentifikasi adalah :
- Siapa, jumlah, lokasi dan jenis kelamin
- Pengetahuan tentang masalah atau isu advokasi
- Saluran untuk mencapai pengambil keputusan
- Seberapa jauh pengaruhnya terhadap isi advokasi
- A
 pakah mendukung atau menentang masalah/isu advokasi dan
alasannya.

Sekutu/mitra/teman
Hal yang perlu diidentifikasi adalah :
• Siapa, jumlah, lokasi dan jenis kelamin
• Pengetahuan tentang isu advokasi
• Jejaring kerja dan besarnya kelompok

148 Komunikasi dan advokasi


• Kekuatan spesial seperti hubungan dengan media, kemampuan
mobilisasi massa
• Pengalaman masa lalu di bidang advokasi
• Keinginan untuk membagi pengalaman keahlian dan sumber daya
• Harapan bergabung sebagai anggota sekutu

Kelompok bertahan/menolak lawan


Hal yang perlu diidentifikasi adalah :
• Siapa, jumlah, lokasi dan jenis kelamin
• Pengetahuan tentang masalah atau isu advokasi
• Alasan bertahan/menentang
• Bagaimana menjangkau kelompok oposisi
• Kepada siapa kelompok tersebut berkonsultasi dan melihat
kelemahan dan kekuatannya

2.3.2. Strategi Advokasi


Adalah sebuah kombinasi dari pendekatan, teknik dan pesan-pesan
yang diinginkan oleh para perencana untuk mencapai maksud
dan tujuan advokasi. Langkah-langkah kunci dalam merumuskan
strategi advokasi:
- Mengidentifikasi dan menganalisa isu advokasi
- M engidentifikasi dan menganalisa pemangku kepentingan utama
- Merumuskan tujuan yang terukur
- Mengembangkan pesan-pesan utama advokasi
- M engembangkan strategi (pendekatan, teknik-teknik, pesan-pesan,
dan lain-lain)
- Mengembangkan rencana aksi advokasi
- Merencanakan pengawasan, pemantauan, dan penilaian

Komunikasi dan advokasi


149
Rangkaian Perubahan Perilaku :
Strategi Advokasi yang memungkinkan perubahan

Tidak menyadari Tumbuhkan kesadaran dan Tawarkan solusi

Menyadari, Identifikasi hambatan dan keuntungan yang


berkepentingan dirasakan untuk merubah perilaku tersebut

Sediakan informasi yang logis,


Mendorong untuk manfaatkan kelompok masyarakat, dorong
merubah dan berikan penyuluhan

Sediakan informasi, dorong secara kontinyu,


gunakan jasa media dengan menekankan
Mencoba perilaku keuntungannya. Kurangi hambatan
baru melalui penyelesaian masalah, tingkatkan
kemampuan melalui uji coba, dukungan sosial

Melanjutkan Ingatkan mereka akan keuntungan perilaku


perilaku baru baru.Yakinkan bahwa mereka mampu untuk
meningkatkan dukungan sosial

2.3.3. Pendekatan
Pendekatan merupakan kunci advokasi
- Melibatkan para pemimpin/pengambil keputusan
- Menjalin kemitraan
- Memobilisasi kelompok peduli

a. Lobi Politik
Merupakan suatu teknik advokasi yang bertujuan untuk
menyampaikan kebijakan publik melalui pertemuan, telepon
resmi, surat, intervensi media, dan lain-lain. Lobi politik seringkali
diarahkan kepada sekelompok pemimpin politik.

150 Komunikasi dan advokasi


Hal-hal yang harus diingat :
- Akan efektif bila terdapat kebutuhan bersama yang spesifik dari
sistim legislatif
- Identifikasi anggota parlemen kunci yang anda ingin raih, jadikan
mereka sebagai individu atau komite yang berhubungan dengan
pokok persoalan
- Bertindaklah secara terfokus, tetapkan hanya pada satu pokok
persoalan untuk tiap-tiap komunikasi
- Cari tahu posisi anggota parlemen dan latar belakangnya
- Buatlah hubungan pribadi, jika Anda memiliki teman atau kolega
yang akrab dengan anggota parlemen tersebut, beritahu dia
mengenai hal ini
- Sampaikan kebenaran, memberikan informasi yang salah akan
berakibat sebaliknya
- Melobi membutuhkan kesinambungan, kadang-kadang melebihi
waktu yang telah ditentukan

b. Petisi
• Merupakan pernyataan tertulis dan resmi untuk menyampaikan
isu masalah yang sedang hangat diperbincangkan
• Mewakili suatu pandangan kolektif dan tidak hanya individu dan
kelompok tertentu
• Merupakan pernyataan yang singkat dan jelas atas isu
permasalahan dan tindakan apa yang perlu dilakukan diikuti
dengan nama dan alamat dari sejumlah besar inividu yang
mendukung petisi tersebut

Komunikasi dan advokasi


151
REFERENSI
• Pusat Promosi Kesehatan, Modul Teknologi Advokasi Kesehatan,
Jakarta,Tahun 2002
• Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, Kiat-kiat advokasi
Kesehatan, Jakarta, 2003
• Soekidjo Notoatmodjo, et.al., Promosi kesehatan,Teori dan Aplikasi,
Rineka Cipta, Jakarta,2005
• Departemen Kesehatan RI, BPPSDMK , Kurikulum & Modul Pelatihan
Fasilitator Tingkat Puskesmas dalam Pengembangan Desa Siaga,
Jakarta, Tahun 2007
• Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Umum Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif, Tahun 2010

152 Komunikasi dan advokasi


Lembar Kerja

Skenario Bermain Peran Komunikasi Efektif

1. Peserta dibagi menjadi 4 kelompok, tiap kelompok menentukan


ketua.
2. Masing-masing kelompok bermain peran komunikasi efektif dengan
menggunakan lembar kasus :
- Kelompok 1 : melakukan rapat. Anggota kelompok 1 berperan
sebagai Bapak Danu, seorang Petugas Promosi Kesehatan di
Puskesmas Bungapadi yang akan menjelaskan kepada para
undangan rapat mengenai perencanaan pelaksanaan pemantauan
jentik di rumah seluruh warga di wilayah Kecamatan Bungapadi.
Rapat ini dihadiri oleh, Ibu Bidan Dedeh (Bidan Koordinator
Puskesmas Bungapadi), Bapak Ridho (Camat Bungapadi), Ibu
Rahayu (Ketua Juru Pemantau Jentik/Jumantik Kecamatan
Bungapadi), dan Ibu Sarmiati (Anggota aktif Jumantik).
Rapat ini bertujuan untuk menentukan waktu pemantauan jentik
di seluruh rumah warga pada bulan Juni, pembagian kelompok
Jumantik yang akan mengunjungi rumah warga, dan pembiayaan
konsumsi para petugas Jumantik dan pendamping dari
Puskesmas.
- Kelompok 2 : melakukan pertemuan. Anggota kelompok 2
berperan sebagai : Bapak Danu, Petugas Puskesmas Bungapadi
yang mengadakan pertemuan dengan Bapak Amir, Kepala
Desa Sekarwangi dan Ibu Rini Bidan Desa yang tidak tinggal di
desa tersebut. Tujuan pertemuan membahas tempat Poskesdes
sebaiknya dimana. Peran antara ketiga orang tersebut untuk
mendukung penyelenggaraan Poskesdes agar bisa dimanfatkan
secara optimal oleh masyarakat setempat.
- Kelompok 3 : melakukan pertemuan antar 6 kader PKK di ruang PKK
Desa Sekarwangi, Anggota kelompok berperan sebagai Kader PKK,
yaitu : Ibu Rahayu (koordinator Kader PKK), Ibu Rahmi, Ibu Kurnia,

Komunikasi dan advokasi


153
Ibu Sarmi, Ibu Suni dan Ibu Euis. Pertemuan tersebut mempunyai
tujuan sepakat berbagi tugas untuk melakukan kunjungan rumah di
RT desa Sekarwangi. Serta materi apa saja yang perlu dipersiapkan
untuk kunjungan rumah tersebut.
- Kelompok 4 : melakukan rapat antara Petugas UKS dengan Guru
UKS/BP dan Guru Olahraga SD Sekarwangi. Anggota kelompok
4 berperan sebagai bapak Danu, seorang Petugas UKS di
Puskesmas, Ibu Rini selaku Guru UKS/BP dan bapak Sardi sebagai
Guru Olahraga. Tujuan pertemuan untuk menyepakati materi
PHBS bisa diberikan kepada siswa SD tersebut, dan bagaimana
mekanismenya.
3. Setiap selesai permainan peran peserta diminta untuk menanggapi.
4. Setelah seluruh permainan peran selesai, berdasarkan hasil permainan
peran tersebut fasilitator menjelaskan komunikasi efektif dan memberi
kesempatan kepada peserta untuk bertanya hal-hal yang belum
jelas.

154 Komunikasi dan advokasi


Lembar Kerja

Skenario Bermain Peran Advokasi

1. Peserta dibagi menjadi 4 kelompok. tiap kelompok menentukan


ketua.
2. Masing-masing kelompok bermain peran advokasi berdasarkan
lembar kasus Desa Sekarwangi.
- Kelompok 1 : bermain peran melakukan advokasi kepada Bapak
Amir, Kepala Desa Sekarwangi. Advokasi dilakukan oleh Ibu Rini
Bidan Desa, Ibu Rahayu (koordinator Kader PKK) , Pak Munif,
Fasilitator dalam Pemberdayaan Masyarakat di bidang kesehatan
dari Kecamatan Bungapadi. Tujuan advokasi adalah meminta
dukungan kebijakan Kepala desa untuk pengembangan Desa Siaga
Aktif di Sekarwangi.
- Kelompok 2 : bermain peran melakukan advokasi kepada Bapak
Gufron, Tokoh Agama Desa Sekarwangi. Advokasi dilakukan oleh
Ibu Rini Bidan Desa, Pak Saroji, Sekretaris Desa Sekarwangi,
Pak Alif, Guru Agama SD Bungapadi yang kebetulan tinggal di
Sekarwangi. Tujuan advokasi adalah minta dukungan Tokoh Agama
untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang PHBS.
- Kelompok 3 : bermain peran melakukan advokasi kepada Bapak
Hartawan, Petani kaya Desa Sekarwangi. Advokasi dilakukan oleh
Ibu Rini Bidan Desa, Ibu Rahayu (koordinator Kader PKK) , Pak
Saroji, Sekretaris Desa dan Pak Arif Kepala SD Sekarwangi. Tujuan
advokasi adalah minta dukungan pendanaan untuk pengembangan
Desa Siaga Aktif di desa Sekarwangi.
- Kelompok 4 : bermain peran melakukan advokasi kepada Bapak
Arif Kepala SD Sekarwangi. Advokasi dilakukan oleh Ibu Rini Bidan
Desa dan Pak Danu Petugas Promosi Kesehatan Puskesmas yang
merangkap Petugas UKS dari Puskesmas Bungapadi. Tujuan

Komunikasi dan advokasi


155
advokasi adalah minta dukungan penyelenggaraan Sekolah Sehat
di desa Sekarwangi.
3. Setiap selesai permainan peran peserta diminta untuk menanggapi.
4. Setelah seluruh permainan peran selesai, berdasarkan hasil permainan
peran tersebut fasilitator menjelaskan pengertian, langkah-langkah
advokasi, cara melakukan advokasi dan memberi kesempatan kepada
peserta untuk bertanya hal-hal yang belum jelas.

156 Komunikasi dan advokasi


Lembar Kasus

KASUS DESA SEKARWANGI

Desa Sekarwangi yang berpenduduk 2150, dari 430 KK dalam 15 RT,


dalam 4 RW dan merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah
Kecamatan Bungapadi, Kabupaten Pohonrindang. Waktu tempuh dari pusat
kota kabupaten sekitar 6 jam dengan menggunakan kendaraan darat. Rata
– rata penduduk bekerja sebagai petani, peternak kambing dan sapi. Hasil
utama adalah beras dan susu sapi yang memasok kebutuhan ke desa dan
kecamatan terdekat. Selain itu sebagian penduduk terutama yang miskin
mendapat penghasilan dari jualan sapu lidi dan pengki yang bahannya
didapatkan dari tanaman kelapa dikebunnya.
Dari data Puskesmas dapat diketahui beberapa permasalahan kesehatan
yang ada di Desa Sekarwangi yaitu dari 10 besar penyakit yang banyak
di sana diantaranya adalah Diare, ISPA, malaria, TB, campak, penyakit
pencernaan, penyakit kulit, dan lain-lain. Data jumlah balita yang ditimbang
setahun empat kali atau lebih sekitar 49% dan yang tidak pernah ditimbang
sekitar 23%. Selanjutnya, 50% balita yang ditimbang tidak memiliki KMS,
termasuk buku KIA yang dimiliki oleh Ibu Balita hanya sekitar 30% saja.
Anak balita yang mendapat imunisasi lengkap hanya 33%, IMD hanya 16%
dan ASI Eksklusif sekitar 15%. Gambaran akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan dasar adalah sebagai berikut : di Polindes (15%),
praktik bidan (10%), Puskesmas (10%), karena Puskesmas letaknya cukup
jauh. Tidak ada Tenaga Kesehatan/Bidan di Desa Sekarwangi. Sebagian
besar masyarakat desa masih percaya dengan dukun.
Meskipun Desa Sekarwangi berada di pegunungan tetapi susah untuk
mendapatkan air bersih. Penduduk harus menempuh jarak yang cukup jauh
untuk mendapatkan air bersih. Terdapat beberapa peternakan sapi perah
yang limbahnya mencemari air tanah di desa Sekarwangi.
Kegiatan sosial penduduk pengajian, silaturahmi hajatan dan masih
tampak kegotongroyongan penduduk pada terutama pada saat ada

Komunikasi dan advokasi


157
kematian, pendirian rumah dan masa tanam. Bapak Camat adalah
seorang pemimpin yang sangat berkomitmen dalan melaksanakan
tugasnya.
Dari gambaran masalah kesehatan, perlu pengembangan segera
diwujudkan. Oleh karena itu perlu advokasi kepada Kepala Desa
Jaim dan Imam, Tokoh Agama, Tukul, Petani dan Peternak berada
agar memberikan dukungan untuk mewudkan desa siaga aktif di
desa Sekarwangi.

158 Komunikasi dan advokasi


KEMITRAAN
Modul 7
KEMITRAAN
DAFTAR ISI

I. DESKRIPSI SINGKAT

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
B. Tujuan Pembelajaran Khusus

III. POKOK BAHASAN


A. Pokok Bahasan 1 : Kemitraan
B. Pokok Bahasan 2 : Perencanaan (Kemitraan) bersama
C. Pokok Bahasan 3 : Pelaksanaan Kemitraan, Pemantauan, dan
Penilaian Hasil

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

V. URAIAN MATERI
A. Pokok Bahasan 1 : Kemitraan
B. Pokok Bahasan 2 : Perencanaan (Kemitraan) bersama
C. Pokok Bahasan 3 : Pelaksanaan Kemitraan, Pemantauan, dan
Penilaian Hasil

REFERENSI

LEMBAR KERJA
1. Pedoman diskusi kelompok “Kemitraan”
2. Skenario untuk bermain peran :
• Menyelenggarakan pertemuan kemitraan untuk menyusun rencana
bersama;
• Melaksanakan kegiatan kemitraan pemantauan dilapangan;
• Menyelenggarakan pertemuan kemitraan membahas hasil
monitoring dan evaluasi

Kemitraan
159
I. DESKRIPSI SINGKAT

K
 emitraan harus digalang dengan baik guna membangun kerjasama
dalam mewujudkan desa dan kelurahan siaga aktif, yang berlandaskan
prinsip dasar, yaitu (a) Kesetaraan, (b) Keterbukaan, dan (c) Saling
menguntungkan.

W
 adah kemitraan dalam mewujudkan desa dan kelurahan siaga aktif,
adalah Forum Desa dan Kelurahan Siaga Aktif di berbagai tingkat
administrasi berdasarkan Surat Mendagri No. 140/1508/SJ, Tanggal
27 April 2011. Hal : Pedoman Pelaksanaan Pembentukan Kelompok
Kerja Operasional dan Forum Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Wadah
ini dapat dioptimalkan agar terlaksana koordinasi, integrasi, sinkronisasi
dan sinergisme antar mitra sehingga dapat mempercepat terwujudnya
desa dan kelurahan siaga aktif diwilayah kerja masing-masing fasilitator
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Mampu menggalang kemitraan dalam mewujudkan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan pengertian Kemitraan dan Peran Mitra
2. Menyusun rencana bersama
3. Melaksanakan kemitraan, memantau dan menilai hasil

III. POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1 : Kemitraan


1.1. Pengertian Kemitraan
1.2. Peran Mitra

160 Kemitraan
B. Pokok Bahasan 2 : Perencanaan (Kemitraan) bersama
C. Pokok Bahasan 3 : Pelaksanaan Kemitraan, Pemantauan, dan
Penilaian Hasil

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

J
 umlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 4 Jpl (T=1 jpl; P=3;
PL=0) @ 45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan
langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut :

A. Langkah 1 (15 menit) :


1. Pelatih memperkenalkan diri
2. Pelatih menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
3. Menggali pendapat peserta tentang kemitraan yang pernah
dilakukan
4. Berdasarkan pendapat peserta, pelatih menjelaskan secara singkat
pentingnya kemitraan dalam mewujudkan desa dan kelurahan
siaga aktif

B. Langkah 2 (60 menit) :


1. Pelatih membagi peserta menjadi 3 kelompok dan masing-masing
kelompok diminta untuk diskusi identifikasi jenis dan peran mitra
dalam mewujudkan desa dan kelurahan siaga aktif .
2. Wakil kelompok menyajikan hasil diskusinya. Kelompok lainnya
menanggapi.
3. Setelah seluruh penyajian selesai pelatih menyimpulkan dan
klarifikasi berdasarkan hasil diskusi kelompok.

C. Langkah 3 (90 menit) :


1. Masih kelompok yang sama, masing-masing kelompok diminta
untuk bermain peran:
• Menyelenggarakan pertemuan kemitraan untuk menyusun
rencana bersama;
• Melaksanakan kegiatan kemitraan pemantauan dilapangan;

Kemitraan
161
• Menyelenggarakan pertemuan kemitraan membahas hasil
monitoring dan evaluasi
2. Setiap selesai bermain peran, peserta lain memberikan
tanggapan.
3. Setelah semua selesai bermain peran, pelatih merangkum hasil
permainan peran dikaitkan dengan penjelasan tentang kemitraan
secara keseluruhan.

D. Langkah 4 (15 menit) :


1. Pelatih merangkum sesi pembelajaran ini dengan meminta peserta
untuk menanyakan hal-hal yang masih kurang jelas, memberikan
jawaban atas pertanyaan peserta.
2. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada
kertas yang telah disediakan.
3. Pelatih menutup sesi pembelajaran dengan memberikan apresiasi
pada peserta.

V. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1 :
Kemitraan

1.1. Pengertian Kemitraan


Kemitraan adalah kerjasama yang sinergis antar dua (atau lebih) pihak
untuk melaksanakan sesuatu kegiatan (in action with) berlandaskan
prinsip dasar, yaitu (a) Kesetaraan, (b) Keterbukaan, dan (c) Saling
menguntungkan.

• Alasan terbangunnya Kemitraan


 Terbangunnya kemitraan, seringkali dilatarbelakangi oleh alasan-alasan :
a. Adanya kesamaan tujuan
b. Adanya kesamaan peluang yang harus dilaksanakan bersama

162 Kemitraan
c. Adanya masalah/tantangan yang harus dihadapi/dipecahkan
bersama

• Prinsip-prinsip Kemitraan
a. Saling membutuhkan
b. Saling ketergantungan
c. Saling percaya
d. Saling menguntungkan
e. Saling mendukung
f. Saling membangun
g. Saling melindungi

• Syarat Kemitraan
a. Kesetaraan (simetris)
b. Saling menyadari kebutuhan pihak lain
c. Saling memiliki keunggulan untuk dapat membantu (memenuhi
kebutuhan) pihak lain
d. Niatan yang sama untuk bekerjasama dan bukan saling memanfaatkan
(eksploitatif)
e. Kejujuran

• Pemangku kepentingan (Stakeholders) Kemitraan


 Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pengembangan desa dan
kelurahan siaga aktif. Jenis mitra atau pemangku kepentingan terkait
(stakeholders) di kecamatan dan di desa/kelurahan yaitu :
a) Pemerintah kecamatan
b) Puskesmas
c) Kepala Desa/Kelurahan
d) Lembaga Kemasyarakatan
e) Kader Pemberdayaan masyarakat (KPM)
f) Bidan di Desa
g) Keluarga, Masyarakat

Kemitraan
163
1.2. Peran Mitra
 Pemangku kepentingan terkait atau mitra dalam pengembangan desa dan
kelurahan siaga aktif mempunyai peran sebagai berikut :
1. Peran Pemangku kepentingan di Kecamatan dan Desa/Kelurahan
- Integrasi pelaksanaan pengembangan dan kebijakan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif dengan pemberdayaan masyarakat terkait.
- Membentuk Forum Desa/Kelurahan Siaga tingkat Kecamatan.
- Menyelenggarakan Sistim Informasi Desa Siaga terintegrasi dalam
Sistim Informasi Pembangunan Desa/Kelurahan.

2. Peran Puskesmas
- Menggerakan masyarakat desa
- Menyelengarakan pelayanan kesehatan dasar
- Menggalang komitmen dan kerja sama tim di tingkat Kecamatan dan
Desa/Kelurahan
- Monitoring

3. Peran Kepala Desa/Kelurahan


- Menerbitkan peraturan desa dan kelurahan untuk pengembangan
Desa/Kelurahan Siaga Aktif
- Mengintegrasikan Rencana Pengembangan Desa/Kelurahan Siaga
Aktif ke dalam Rencana Kerja Pembangunan (RKP) Desa/Kelurahan
- Mengupayakan bantuan dana dan sumber daya lain
- Memanfaatkan Forum Desa/Kelurahan yang sudah ada, dengan
susunan sebagai berikut.
(1) Ketua : Kepala Desa/Lurah
(2) Wakil Ketua/Sekretaris : Sekretaris Desa/Kelurahan
(3) Anggota : Perangkat Pemerintahan Desa/Kelurahan, Unsur
Lembaga Kemasyarakatan seperti Tim Penggerak PKK, KPM
Desa/Kelurahan dan tokoh masyarakat
- Melaksanakan pencatatan dan pelaporan Desa Siaga Aktif atau
Kelurahan Siaga Aktif

164 Kemitraan
4. Lembaga Kemasyarakatan
- Mengintegrasikan Desa Siaga Aktif atau Kelurahan Siaga Aktif
- Menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong dan
swadaya masyarakat dalam rangka Desa Siaga Aktif atau Kelurahan
Siaga Aktif

5. Peran Tim PKK


- Berperan aktif menyelenggarakan dan mengelola UKBM
- Penyelenggarakan penyuluhan PHBS

6. Peran Tokoh Masyarakat


- Menggali sumber daya, membina, menggerakkan untuk berperan akif
dalam kegiatan Desa/Kelurahan Siaga Aktif

7. Organisasi Kemasyarakat dan Dunia Usaha


- Berperan aktif menyelenggarakan dukungan saran dan dana untuk
pengembangan dan penyelenggaraan Desa/Kelurahan Siaga Aktif

8. Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM)


- Menyusun rencana, mengendalikan, memanfaatkan, memelihara,
menggerakan melaksanakan promosi peningkatan kegiatan Desa/
Kelurahan Siaga Aktif bersama Forum Desa/Kelurahan Siaga

POKOK BAHASAN 2 :
PERENCANAAN (KEMITRAAN) BERSAMA

Menyusun rencana kemitraan bersama merupakan bagian kegiatan penting


pada langkah kemitraan dalam pengembangan dan penyelenggaraan Desa/
Kelurahan Siaga Aktif. Langkah kemitraan tersebut adalah : 1) Penjajagan
yang mencakup identifikasi jenis dan potensi/peran mitra; 2) Penyamaan
persepsi, tujuannya diperoleh pandangan yang sama dalam penanganan

Kemitraan
165
pengembangan dan penyelenggaraan Desa/Kelurahan Siaga Aktif. Untuk
itu para mitra perlu bertemu agar saling memahami kedudukan, tugas dan
fungsi serta peran masing-masing secara terbuka dan kekeluargaan. Wadah
kemitraan dalam pengembangan dan penyelenggaraan Desa/Kelurahan Siaga
Aktif adalah Pokjanal dan Forum Desa dan Kelurahan Aktif; 3) Pengaturan
peran, tujuannya agar masing-masing mitra mengetahui perannya; 4)
Komunikasi intensif, untuk menjalin dan mengetahui perkembangan kemitraan
maka perlu dilakukan komunikasi antar mitra secara teratur dan terjadwal; 5)
Melakukan kegiatan, diharapkan sesuai dengan rencana kerja tertulis yang
disepakati bersama. Pelaksanaan kegiatan biasanya dilaksanakan bersama-
sama atau sendiri-sendiri; 6) Pemantauan dan penilaian, kegiatan ini juga
harus disepakati sejak awal dalam pelaksanaan kegiatan kemitraan. Hasil
dari pemantauan dan penilaian dapat digunakan untuk menyempurnakan
kesepakatan yang telah dibuat.
Rencana kemitraan bersama dalam pengembangan dan penyelenggaraan
Desa/Kelurahan Siaga Aktif mencakup aspek tujuan, jenis kegiatan kemitraan
yang akan dilakukan, peran mitra dalam kegiatan tersebut, jadwal waktu
dan juga disepakati indikator keberhasilan kegiatan kemitraan yang akan
dilaksanakan tersebut.

POKOK BAHASAN 3 :
PELAKSANAAN KEMITRAAN, PEMANTAUAN
DAN PENILAIAN HASIL

Kemitraan dapat berjalan efektif dan efisien, antar mitra perlu melakukan
koordinasi, yang disepakati dalam mekanisme kerja kemitraan. Wadah
koordinasi dalam pengembangan dan penyelenggaraan Desa/Kelurahan Siaga
Aktif telah dibentuk dengan nama Kelompok kerja Operasional (Pokjanal)
Desa/Kelurahan Siaga Aktif di masing-masing tingkatan pemerintahan dan
Forum Desa Desa dan Kelurahan Siaga Aktif di Daerah.
Pelaksanaan kegiatan kemitraan hendaknya sesuai dengan yang tertulis
dalam dokumen perencanaan. Kegiatan dapat dilaksanakan bersama-sama

166 Kemitraan
atau sendiri-sendiri. Masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan
kegiatan dapat dibahas dan disepakati pemecahannya dalam pertemuan
koordinasi/pertemuan kemitraan yang telah dijadwalkan.

•  enis Kegiatan kemitraan dalam pengembangan Desa/Kelurahan Siaga


J
Aktif
Pada dasarnya kegiatan kemitraan dalam pengembangan Desa/
Kelurahan Siaga Aktif tidak terlepas dari kegiatan pengembangan Desa
dan Kelurahan Siaga Aktif saat :
a. Persiapan
Dalam rangka persiapan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif perlu dilakukan sejumlah kegiatan yang meliputi : pelatihan
fasilitator, pelatihan petugas kesehatan, analisis situasi perkembangan
Desa/Kelurahan Siaga Aktif, penetapan kader pemberdayaan
masyarakat, serta pelatihan kader pemberdayaan masyarakat dan
lembaga kemasyarakatan.

b. Penyelenggaraan
Kegiatannya berupa langkah-langkah dalam memfasilitasi siklus
pemecahan masalah demi masalah kesehatan yang diderita /dihadapi
masyarakat desa atau kelurahan, yang meliputi : Pengenalan Kondisi
Desa atau Kelurahan, Identifikasi Masalah Kesehatan dan PHBS,
Musyawarah Desa/Kelurahan, Perencanaan Partisipatif, Pelaksanaan
Kegiatan.

c. Pemantauan dan evaluasi


Pemantauan terhadap pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga
Aktif dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, melalui berbagai
cara, yaitu: (1) Pemantauan dan pemeriksaan partisipatif oleh
masyarakat, (2) Pemantauan dan pemeriksaan oleh Pemerintah, (3)
Pemantauan dan pengawasan oleh Fasilitator, (4) Pemantauan dan
pengawasan independen oleh berbagai pihak, serta (5) Kajian dan
audit keuangan.

Kemitraan
167
 edangkan evaluasi dilakukan terhadap kemajuan pengembangan
S
dan pembinaan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif akan dilakukan
secara: (1) Tahunan, (2) Pada tengah periode, yaitu tahun 2012, dan
(3) Pada akhir periode, yaitu pada tahun 2014.

 adi kegiatan kemitraan dapat disepakati berdasarkan kegiatan pada


J
tahapan persiapan, penyelenggaraan dan saat pemantauan dan
evaluasi. Namun pemantauan dan evaluasi kegiatan kemitraan dapat
memperhatikan indikator keberhasilan kemitraan secara kuantitatif
dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran
atau tujuan kemitraan yang telah ditetapkan.

• Indikator Keberhasilan Kemitraan


1. Indikator masukan (input) : jumlah mitra yang menjadi anggota
kemitraan (Pokjanal Desa dan Kelurahan Siaga Aktif), adanya pedoman
kemitraan
2. Indikator proses (process) : kontribusi mitra, frekuensi pertemuan,
jumlah kegiatan dan keberlangsungan
3. Indikator luaran (output) : jumlah produk percepatan upaya, efektifitas
dan efisiensi

REFERENSI
• Departemen Kesehatan RI, Sekretariat Jenderal, Kemitraan Menuju
Indonesia Sehat, Jakarta, 2003
• Soekidjo Notoatmodjo, et.al., Promosi kesehatan,Teori dan Aplikasi,
Rineka Cipta, Jakarta,2005
• Kementerian Kesehatan RI, Second Decentralized Health Services
Project, Modul Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Bagi Petugas
Puskesmas, Jakarta, 2010
• Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Umum Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif, Tahun 2010
• Surat Mendagri No. 140/1508/SJ, Tanggal 27 April 2011. Hal: Pedoman
Pelaksanaan Pembentukan Kelompok Kerja Operasional dan Forum Desa
dan Kelurahan Siaga Aktif

168 Kemitraan
Lembar Kerja

Pedoman diskusi kelompok


“Kemitraan”

1. P eserta dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing kelompok memilih


Ketua, Sekretaris dan Penyaji.
2. Masing-masing kelompok diminta untuk diskusi kemitraan dalam
mewujudkan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
3. Selesai diskusi kelompok secara bergantian wakil kelompok
menyajikan hasil diskusinya. Kelompok lainnya menanggapi.
4. Setelah seluruh penyajian selesai pelatih menyimpulkan dan klarifikasi
berdasarkan hasil diskusi kelompok.

Kemitraan
169
Lembar Kerja

Pedoman Bermain Peran

1. M asih kelompok yang sama, masing-masing kelompok diminta untuk


bermain peran : Menyelenggarakan pertemuan kemitraan dalam wadah
Pokjanal dan Forum Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
2. Kelompok 1 : bermain peran untuk menyusun rencana bersama.
Anggota kelompok 1 berperan sebagai : Pak Amir, Kepala Desa, Pak
Tohir, KPD, Ibu Minah wakil Kader PKK, Pak Jumhana, Pak Amir wakil
Lembaga Masyarakat Desa, Ibu Rukinem-Toma, Pengusaha home made
bakpia dan Pak Ali Petugas Pustu serta Bu Nina Bidan Desa melakukan
pertemuan kemitraan untuk menyusun rencana kemitraan bersama.
Dalam menyusun rencana kemitraan bersama aspek yang dibahas
adalah: 1) Penjajagan yang mencakup identifikasi jenis dan potensi/
peran mitra; 2) , Jenis kegiatan kemitraan yang akan dilakukan, peran
mitra dalam kegiatan tersebut, jadwal waktu dan 3) Menentukan indikator
keberhasilan, cara pemantauan dan penilaian kegiatan kemitraan yang
akan dilaksanakan tersebut.

 elompok 2 : bermain peran sebagai Pak Tohir, KPD, Ibu Minah Wakil
K
Kader PKK, Bu Nina Bidan Desa dan melaksanakan kegiatan kemitraan
pemantauan dilapangan dengan mengunjungi dasawisma menggunakan
formulir PHBS. Dari hasil pemantauan dilapangan tersebut masih banyak
rumah tangga yang belum ber-PHBS.

 elompok 3 : menyelenggarakan pertemuan kemitraan membahas hasil


K
monitoring dan evaluasi. Anggota kelompok 3 berperan sebagai : Pak
Amir, Kepala Desa, Pak Tohir, KPD, Ibu Minah Wakil Kader PKK, Pak
Jumhana, Pak Amir wakil Lembaga Masyarakat Desa, Ibu Rukinem-
Toma, Pengusaha home made bakpia dan Pak Ali Petugas Pustu serta

170 Kemitraan
Bu Nina Bidan Desa melakukan pertemuan kemitraan membahas hasil
monitoring dan evaluasi, yang membahas aspek temuan masalah,
penyebab masalah dan menentukan cara pemecahan masalah yang
dapat dilakukan secara kemitraan.
3. Setiap selesai bermain peran, peserta lain memberikan tanggapan.
4. Setelah semua selesai bermain peran, pelatih merangkum hasil
permainan peran dikaitkan dengan penjelasan tentang kemitraan secara
keseluruhan.

Kemitraan
171
PRAKTIK KERJA
LAPANGAN
Modul 8
PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)

DAFTAR ISI

I. DESKRIPSI SINGKAT

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
B. Tujuan Pembelajaran Khusus

III. POKOK BAHASAN


A. Pokok Bahasan 1 : Persiapan Praktik Kerja Lapangan (PKL)
B. Pokok Bahasan 2 : M
 engaplikasikan dan memantapkan
pengetahuan dan keterampilan fasilitasi
pembinaan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif serta
PHBS.
C. Pokok Bahasan 3 : Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL)

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

REFERENSI

LEMBAR KERJA
1. Pedoman Melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL)

Praktik kerja lapang (PKL)


173
I. DESKRIPSI SINGKAT

Modul ini disusun untuk memberikan kesempatan kepada peserta


memperdalam, mengaplikasikan dan memantapkan pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh di kelas seperti keterampilan fasilitasi
pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, keterampilan fasilitasi
PHBS, keterampilan praktik komunikasi dan advokasi serta menggalang
kemitraan, yang sekaligus menerapkan peran dan fungsinya sebagai fasilitator
dalam pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Hasil Praktik Kerja
Lapangan (PKL) dilaporkan secara tertulis dan dipresentasikan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah melakukan PKL peserta mampu menerapkan peran dan
fungsinya sebagai fasilitator dalam pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan, khususnya dalam pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga
Aktif

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah melakukan PKL, peserta mampu :
1. Mempersiapkan PKL
2. Mengaplikasikan dan memantapkan pengetahuan dan keterampilan
fasilitasi pembinaan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif serta PHBS.
3. Menyusun laporan PKL

III. POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1 : Persiapan PKL


B. Pokok Bahasan 2 : Mengaplikasikan dan memantapkan pengetahuan
dan keterampilan fasilitasi pembinaan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif serta PHBS.
C. Pokok Bahasan 3 : Laporan PKL

174 Praktik kerja lapang (PKL)


IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 10 jam pelajaran
(T=0 jpl; P=0; PL=10) @ 45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran,
dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut :

1. Langkah 1 (60 menit) :


a. Pelatih memperkenalkan diri
b. Pelatih menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
c. Pelatih menjelaskan persiapan yang harus dilakukan untuk PKL
d. Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok, disesuaikan dengan jumlah
RW dari Desa/Kelurahan lokasi PKL (setiap kelompok mengunjungi 1
RW). Setiap kelompok menunjuk Ketua, Sekretaris dan Penyaji. Setiap
kelompok menyusun agenda PKL, instrumen/panduan dialog.

Langkah 1 ini, sebaiknya dilakukan sehari sebelum PKL dan diharapkan


peserta telah mendapatkan informasi profil desa bahkan profil
kecamatan.

2. Langkah 2 (240 menit) :


a. Masing-masing kelompok melakukan pengenalan kondisi di RW,
identifikasi masalah kesehatan dan PHBS, hal-hal yang menyebabkan
terjadinya masalah, menganalisis situasi di RW, perkembangan
Desa/Kelurahan Siaga aktif, UKBM, potensi RW/Desa/Kelurahan:
Tokoh Masyarakat/Tokoh Agama, dan lain-lain, bantuan/dukungan
yang diharapkan. Pengumpulan data ini dinamakan Survey Mawas
Diri (SMD). Hasil musyawarah RW dibawa ke Musyawarah Desa/
Kelurahan.
b. Melakukan musyawarah Desa/Kelurahan dengan tujuan :
- Menyosialisasikan tentang adanya masalah kesehatan dan program
pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif
- Kesepakatan tentang urutan prioritas masalah
- Kesepakatan tentang UKBM yang hendak dibentuk baru atau

Praktik kerja lapang (PKL)


175
diaktifkan kembali
- Memantapkan data potensi desa atau potensi kelurahan
- Menggalang semangat dan partisipasi warga desa atau kelurahan
untuk mendukung pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga aktif
- Menyusun rencana partisipatif

Langkah 2 ini banyak melakukan praktik keterampilan komunikasi,


advokasi dan penggalangan kemitraan.

3. Langkah 3 (120 menit) :


a. Masing-masing kelompok menyusun laporan PKL.
b. Hasil PKL disajikan secara pleno dan pelatih memberikan feed back
hasil PKL tersebut.

4. Langkah 4 (30 menit) :


a. Pelatih menyampaikan simpulan tentang sesi PKL ini dengan
menegaskan peran dan fungsi peserta sebagai fasilitator pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan.
b. Pelatih menutup sesi pembelajaran dengan memberikan apresiasi
kepada peserta.

REFERENSI
1. Depkes.RI, BPPSDMK Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Tingkat
Puskesmas dalam Pengembangan Desa Siaga, Jakarta, 2007
2. Kementerian Kesehatan RI, Second Decentralized Health Services Project,
Modul Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Bagi Petugas Puskesmas,
Jakarta, 2010

176 Praktik kerja lapang (PKL)


Lembar Kerja

Pedoman Melakukan PKL

1. Persiapan (sebaiknya dilakukan sehari sebelum PKL)


• Pelatih menjelaskan persiapan yang harus dilakukan untuk PKL
• Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok, disesuaikan dengan
jumlah RW dari Desa/Kelurahan lokasi PKL (setiap kelompok
mengunjungi 1 RW). Setiap kelompok menunjuk Ketua, Sekretaris
dan Penyaji. Setiap kelompok menyusun agenda PKL, instrumen/
panduan dialog.

2. Identifikasi masalah kesehatan


Masing-masing kelompok melakukan pengenalan kondisi di RW,
identifikasi masalah kesehatan dan PHBS, hal-hal yang menyebabkan
terjadinya masalah, menganalisis situasi di RW, perkembangan
Desa/Kelurahan Siaga aktif, UKBM, potensi RW/Desa/Kelurahan:
Tokoh Masyarakat/Tokoh Agama, dan lain-lain, bantuan/dukungan
yang diharapkan. Pengumpulan data ini dinamakan Survei Mawas
Diri (SMD). Hasil musyawarah RW dibawa ke Musyawarah Desa/
Kelurahan.

3. Melakukan musyawarah desa/kelurahan dengan tujuan :


• Menyosialisasikan tentang adanya masalah kesehatan dan program
pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif
• Kesepakatan tentang urutan prioritas masalah
• Kesepakatan tentang UKBM yang hendak dibentuk baru atau
diaktifkan kembali
• Memantapkan data potensi desa atau potensi kelurahan
• Menggalang semangat dan partisipasi warga desa atau kelurahan
untuk mendukung pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga aktif

Praktik kerja lapang (PKL)


177
4. Menyusun rencana partisipatif
Rencana partisipatif ini mencakup UKBM yang akan dibentuk atau
diaktifkan kembali, sarana yang akan dibangun, kegiatan-kegiatan
yang akan dilaksanakan dengan swadaya masyarakat atau bantuan.
Hal-hal yang memerlukan dukungan pemerintah dimasukkan
dalam dokumen Musrenbang Desa/Kelurahan untuk diteruskan ke
Musrenbang Kecamatan dan Kabupaten/Kota

5. Menyusun laporan PKL


• Setelah kunjungan lapangan masing-masing kelompok menyusun
laporan PKL.
• Hasil PKL disajikan secara pleno dan pelatih memberikan feed back
hasil PKL tersebut.

178 Praktik kerja lapang (PKL)


MEMBANGUN
KOMITMEN
BELAJAR (BLC)
Modul 9
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)

DAFTAR ISI

I. DESKRIPSI SINGKAT

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
B. Tujuan Pembelajaran Khusus

III. POKOK BAHASAN


A. Pokok Bahasan 1 : P
 encairan/Perkenalan
B. Pokok Bahasan 2 : T
 ujuan pelatihan
C. Pokok Bahasan 3 : Harapan peserta
D. Pokok Bahasan 4 : Norma selama proses pelatihan

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

REFERENSI

Membangun komitmen belajar (BLC)


179
I. DESKRIPSI SINGKAT

Perkenalan adalah adaptasi awal antar peserta dan pelatih juga dengan panitia
penyelenggara pelatihan, supaya cepat terlibat dalam proses pembelajaran.
Perkenalan yang baik dan menarik biasanya akan memperlancar proses
belajar selanjutnya. Mengenai peserta dari mana asal dan pengalaman
dalam pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan akan mendapat
gambaran variasi pengetahuan dan pemahaman tentang pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan.

Dalam komunitas Pembentukan Tim dan BLC dibutuhkan lebih dari sekedar
wacana, konsep atau kumpulan materi yang dilatihkan didalam kelas. Sebagai
komitmen, pembelajaran disini sangat erat kaitannya dengan pembentukan
tim. Namun kualitas dan keberhasilan pembentukan tim tergantung
kepada setiap individu yang membangun komitmen pembelajaran. Setiap
individu harus senantiasa melibatkan dirinya untuk secara terus menerus
meningkatkan kemampuan belajarnya.

Komunitas harus menghargai setiap individu yang terlihat dari komitmen


komunitas terhadap pembelajaran. Kinerja individu dalam komunitas
ditingkatkan dengan memberdayakan dan mendorong kreativitas mereka.
Sebuah komunitas memahami persyaratan untuk mencapai keberhasilan
dengan menghargai perbedaan, mengakui setiap usaha dan mendorong
terjadinya partisipasi.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti materi ini, peserta, pelatih dan penyelenggara/panitia
saling mengenal serta menyepakati norma selama proses pelatihan
berlangsung

180 Membangun komitmen belajar (BLC)


B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta dapat :
1. Mengenal seluruh peserta, pelatih dan panitia penyelenggara
2. Mengetahui tujuan pelatihan yang diikutinya
3. Menyampaikan harapannya
4. Menyepakati norma selama proses pelatihan

III. POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1 : Pencairan/Perkenalan


B. Pokok Bahasan 2 : Tujuan pelatihan
C. Pokok Bahasan 3 : Harapan peserta
D. Pokok Bahasan 4 : Norma selama proses pelatihan

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 3 jam pelajaran
(T=0 jpl; P=3; PL=0) @ 45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran,
dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut :

A. Langkah 1 (30 menit) :


1. Pelatih memperkenalkan diri
2. Pelatih menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
3. Pelatih menyampaikan agar proses belajar berjalan efektif maka antar
peserta, dengan pelatih dan narasumber juga dengan panitia harus
saling mengenal. Perkenalan dilakukan dengan memainkan permainan
yang telah disediakan.

B. Langkah 2 (30 menit) :


1. Masing-masing peserta diminta untuk menuliskan harapannya di
kertas metaplan kuning.
2. Kemudian ditempelkan pada tempat yang telah disediakan.
3. Salah satu peserta diminta untuk membacakan.

Membangun komitmen belajar (BLC)


181
4. Pelatih menanggapi, dikaitkan dengan tujuan pelatihan yang telah
disampaikan pada awal sesi tadi.

C. Langkah 3 (45 menit) :


1. Pelatih membagi peserta menjadi 4 kelompok. Masing-masing
kelompok diminta untuk mendiskusikan norma selama proses
pelatihan berlangsung.
2. Hasil diskusi kelompok disajikan kemudian disepakati disusun menjadi
norma pelatihan.

D. Langkah 4 (30 menit) :


1. Pelatih menyampaikan kesimpulan tentang sesi yang berhasil
menyepakati norma, dan menekankan bahwa keberhasilan proses
belajar sangat tergantung pada peserta sendiri.
2. Pelatih menutup sesi pembelajaran dengan memberikan apresiasi
pada peserta.

REFERENSI
•  Departemen Kesehatan RI, Badan PPSDM Kesehatan, Kurikulum & Modul
Pelatihan Fasilitator Tingkat Puskesmas dalam Pengembangan Desa Siaga,
Jakarta, 2007
• Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PP&PL, Modul Pelatihan
Bagi Pelatih PSN DBD dengan pendekatan Komunikasi Perubahan Perilaku
(COMBI), 2007
• Kementerian Kesehatan RI, Second Decentralized Health Services Project,
Modul Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Bagi Petugas Puskesmas,
Jakarta, 2010

182 Membangun komitmen belajar (BLC)


RENCANA
TINDAK LANJUT (RTL)
Modul 10
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)

DAFTAR ISI

I. DESKRIPSI SINGKAT

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
B. Tujuan Pembelajaran Khusus

III. POKOK BAHASAN


A. Pokok Bahasan 1 : Pengertian dan Ruang lingkup RTL
B. Pokok Bahasan 2 : Langkah-langkah penyusunan RTL
C. Pokok Bahasan 3 : Penyajian RTL

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

REFERENSI

LEMBAR KERJA
1. Pedoman Penyusunan RTL

Rencana tindak lanjut (RTL)


183
I. DESKRIPSI SINGKAT

Modul RTL ini disusun untuk membekali para Fasilitator Pemberdayaan


Masyarakat di Bidang Kesehatan agar mampu memahami rincian kegiatan
dan dapat menyusun RTL yang akan dilaksanakan di tempat tugas masing-
masing.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rencana tindak
lanjut

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan:
1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup RTL
2. Menyusun RTL
3. Menyajikan RTL

III. POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1 : Pengertian dan Ruang lingkup RTL


B. Pokok Bahasan 2 : Langkah-langkah penyusunan RTL
C. Pokok Bahasan 3 : Penyajian RTL

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 jam pelajaran (T:
0 jpl; P: 2; PL: 0) @ 45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran,
dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

184 Rencana tindak lanjut (RTL)


A. Langkah 1 (15 menit):
1. Pelatih memperkenalkan diri
2. Pelatih menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
3. Menggali pendapat peserta tentang pengertian dan ruang lingkup dan
langkah-langkah RTL
4. Berdasarkan pendapat peserta, pelatih menjelaskan pentingnya RTL
5. Pelatih memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan
hal-hal yang kurang jelas dan pelatih menjawab pertanyaan peserta
tersebut

B. Langkah 2 (60 menit) :


1. Peserta dibagi kelompok berdasarkan tempat kerja
2. Masing-masing kelompok menyusun RTL

C. Langkah 3 (15 menit) :


1. Pelatih memilih wakil kelompok untuk menyajikan RTLnya, diupayakan
seluruh kelompok mendapatkan kesempatan untuk menyajikan
RTLnya secara bergantian
2. Pelatih memberi kesempatan kepada peserta lainnya untuk
menanggapi penyajian RTL yang disajikan
3. Pelatih menyampaikan kesimpulan tentang RTL yang telah disusun
peserta
4. Pelatih menutup sesi pembelajaran dengan memberikan apresiasi
pada peserta

REFERENSI
• Kementerian Kesehatan RI, Second Decentralized Health Services Project,
Modul Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Bagi Petugas Puskesmas,
Jakarta, 2010
• Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Umum Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif, Jakarta, 2010

Rencana tindak lanjut (RTL)


185
Lembar Kerja

Pedoman Penyusunan RTL

1. Peserta dibagi kelompok menurut asal tempat tugas masing-masing


2. Masing-masing kelompok menyusun RTL, yang mencakup aspek :
a. Jenis kegiatan
b. Tujuan
c. Sasaran (orang dan lokasi)
d. Waktu
e. Sumber dana
f. Penanggung Jawab

186 Rencana tindak lanjut (RTL)


TIM PENYUSUN KURIKULUM DAN MODUL
PELATIHAN FASILITATOR
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI BIDANG KESEHATAN

PENGARAH
dr. Lily S. Sulistyowati, MM

PENANGGUNG JAWAB
drg. Rarit Gempari, MARS

TIM PENYUSUN
Ismoyowati, SKM, M.Kes
Dr. P. A. Kodrat Pramudho, SKM,M.Kes.
Dr. Bambang Hartono,MSc.
Dra. Ruflina Rauf, SKM,M.Si.
Dra. Zuraidah, SKM, MPH.
Dr. Ir. Bambang Setiaji, SKM, M.Kes.
Ir. Dina Agoes Soelistijani, M.Kes

KONTRIBUTOR
Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, M.Sc
Tati Nuryati, SKM, M.Kes, Haryati Rahman, SKM, M.Pd
Ucu Djuwitasari, S.Kp, MM, M.Kes, Dra. Enny Wahyu Lestari, M.Sc
Dra. Euis Maryani, M. Kes, Ir. D. Slamet, Ph, MM, Sartono, S.Si, MM
Willianto P Siagian, S.STP, Drg. Marlina Br Ginting, M.Kes, Sunarti, S. Sos
Ch. Hartawan, MIA, Ir. Sondang Hutagalung, M.Si
Dedeh Syaadah, SKM, MKM, Dwiati Sekaringsih, SKM, M.Kes, Drg. Yusra, M.Kes
Drg. Ery HZD, MRM, Marsuli, S.Sos, M.Kes, Irma Guspita Dewi, SKM
Iis Bilqis Robitoh, Amd, Mulyana Chandra, S.Si
Woro S. Aryani, SKM, Eunice Margarini, SKM
R. Danu Ramadityo, S.Psi, dr. Marti Rahayu D.K

Rencana tindak lanjut (RTL)


187

Anda mungkin juga menyukai