Anda di halaman 1dari 2

Di dalam ajaran kristen, kebiasaan saling menghormati telah dibina sejak dini.

Bentuk pertama dari


kebiasaan baik ini adalah ramah. Namun dicatatkan dalam kisah yang berlatarbelakang negatif yaitu
sikap anak-anak Yakub yang tidak ramah menyapa saudara mereka, Yusuf karena iri hati (baca lagi
Kejadian 37:1-11). Dalam perjanjian baru, keramahan itu malah sangat jelas, seperti kata rasul Paulus
dalam Efesus 4:32 yang berbunyi “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh
kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Jadi
sudah seharusnya kita melakukan aktivitas yang sangat melatih tingkat kecerdasan otak ini.

Tuhan Yesus Kristus adalah pribadi yang ramah dan lemah lembut

Timbul satu pertanyaan di dalam hati kita, bagaimana dengan Tuhan Yesus Kristus, apakah dia tidak
memiliki sikap yang santun ini? Sama halnya seperti yang ditunjukkan di film-film?. Menurut anda,
masuk akalkah bila orang secerdas, sebijaksana dan sebaik Yesus Kristus tidak ramah sama sekali seperti
yang kita tonton di film-film zaman dulu? Bagi kami, hal ini mustahil! Tingginya kepintaran dan hikmat
yang dimiliki oleh Sang Penebus adalah saat Dia lagi-lagi melakukan hal yang paling tidak masuk akal,
yaitu membasuh kaki murid-murid-Nya. Kaki budak-budak-Nya saja dicuci & dilap-Nya, masakan sikap-
Nya tidak ramah terhadap sesama? (Selengkapnya baca “Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya”
Yohanes 13:1-20)

Jadi kesantunan sikap Kristus Yesus tidak perlu lagi diragukan apalagi dipertanyakan. Sebab pekerjaan
yang dilakukan-Nya dari awal hingga kembali ke sorga mencerminkan kerendahan hati yang adalah dasar
dari sikap hormat-menghormati. Pastilah pribadi Sang Mesias itu santun juga ramah terhadap sesama
hanya injil kurang mengeksposnya. Para penulis injil lebih fokus pada mukzizat, didikan dan
perumpamaan luar biasa yang diberikan-Nya. Namun beruntunglah kita, ada rasul Paulus yang secara
gamblang menyatakan hal ini, berikut pesannya.

(II Korintus 10:1) Aku, Paulus, seorang yang tidak berani bila berhadapan muka dengan kamu, tetapi
berani terhadap kamu bila berjauhan, aku memperingatkan kamu demi Kristus yang lemah lembut dan
ramah.

Jalaslah bahwa Allah yang kita sembah adalah Tuhan yang ramah bahkan lebih lagi, yakni lemah lembut.
Oleh karena itu, jadilah pribadi yang santun dimana pun berada. Inilah salah satu ciri khas dari orang
yang percaya kepada Sang Pencipta.

Hormat-menghormati di dalam hukum Taurat


Ternyata, anjuran untuk saling memberi hormat ada di dalam Alkitab, bahkan hukum Taurat sangat
gamblang memerintahkan hal tersebut, seperti firman yang berbunyi.

(Keluaran 20:12) Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN,
Allahmu, kepadamu.

Lalu pertanyaannya sekarang adalah siapakah ayah dan siapakah ibu yang pantas untuk dihormati itu?
Lagi-lagi Tuhan Yesus Kristus telah menegaskan siapakah orang-orang yang dimaksudkan dalam hukum
Taurat tersebut, seperti firman-Nya yang berbunyi demikian.

(Markus 3:33-35) Jawab Yesus kepada mereka: “Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?” Ia melihat
kepada orang-orang yang duduk di sekeliling-Nya itu dan berkata: “Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku!
Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan,
dialah ibu-Ku.”

Ibu dan Ayah yang pantas untuk kita hormati adalah “orang yang melakukan kehendak Allah.” Sekarang
cakupannya sudah lebih meluas, tidak hanya orang tua biologis saja melainkan semua orang yang ada di
sekitar kita. Sebab semua manusia melakukan kehendak Allah, yaitu kebenaran hakiki (kasihilah Tuhan
sepenuh hidup ini dan sesama manusia sama seperti diri sendiri). Jadi, tidak perlu ragu lagi untuk
hormat-menghormati kepada orang lain, bukankah itu diperintahkan langsung oleh Yang Maha Mulia
(hukum Taurat)? Hanya saja, lakukanlah semuanya itu tidak demi materi, uang dan kenikmatan duniawi
lainnya serta bukan pula demi mengharapkan dihormati balik (kemuliaan duniawi). Melainkan
lakukanlah segala sesuatu kepada sesama tetapi bertujuan mengharapkan balasannya kepada Tuhan,
tepat seperti kata firman. [Lirik juga kawan, Mengapa kita berbuat baik?]

(Kolose 3:23) Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan
dan bukan untuk manusia.

Anda mungkin juga menyukai