S PDF Gustin Candra Devi
S PDF Gustin Candra Devi
Abstrak
IMS (Infeksi Menular Seksual) merupakan kelompok penyakit pada genital yang ditularkan
melalui hubungan seksual. Trikomoniasis vaginalis (15,1%) dan sifilis (8,7%) adalah salah
satu jenis IMS yang paling sering terjadi setelah gonore dan kandidiasis. Infeksi ini dapat
terjadi sebagai infeksi tunggal maupun infeksi campuran antara beberapa IMS. IMS
dipengaruhi oleh faktor seperti pekerjaan, pendidikan, dan jenis kontrasepsi. Prostitusi
merupakan salah satu jalur penyebaran IMS yang paling dominan di Indonesia dimana 67%
PSK tercatat terinfeksi IMS. PSK (Pekerja Seks Komersial) sebagai salah satu komponen
prostitusi merupakan individu dengan faktor risiko yang tinggi untuk terinfeksi. Penelitian ini
ditujukan untuk mengetahui hubungan antara trikomoniasis vaginalis dan sifilis pada PSK
serta hubungannya dengan faktor usia, tingkat pendidikan, dan jenis kontrasepsi. Penelitian
ini menggunakan desain cross sectional dengan menggunakan data sekunder mengenai IMS
pada PSK yang dikumpulkan di Puskesmas Kuningan, Kuningan, Jawa Barat. Penelitian ini
menunjukkan bahwa dengan uji chi-square dari 50% subjek yang positif trikomoniasis
vaginalis juga sifilis tidak ditemukan hubungan bermakna antara keduanya (p>0,001). Selain
itu, ditemukan terdapat hubungan bermakna antara faktor usia dengan koinfeksi trikomoniasis
vaginalis juga sifilis (p<0,001) sedangkan faktor tingkat pendidikan (p=0,484) dan jenis
kontrasepsi (p=0,084) ditemukan tidak memiliki hubungan yang bermakna. Berdasarkan hasil
tersebut, trikomoniasis vaginalis dan koinfeksi sifilis dapat terjadi pada wanita usia
reproduktif pada berbagai tingkat pendidikan dan jenis kontrasepsi.
Kata Kunci: IMS (Infeksi Menular Seksual); trikomoniasis vaginalis; sifilis; usia; tingkat
pendidikan; jenis kontrasepsi; PSK (Pekerja Seks Komersial); dan Kuningan.
Association Between Trichomoniasis Vaginalis and Siphylis Also Other Factors Contributed
Among Female Sex Workers in Kuningan, Jawa Barat
Abstract
STD (Sexual Transmitted Disease) is a group of genital disease which is distributed by sexual
course. Trichomoniasis vaginalis (15,1%) and siphylis (8,7%) were the most common kind of
STD after gonorrhea and candidiasis. This infection can be manifestated as single infection
or combination with another kind of STD. STD can be influenced by many factors such as age,
education, and contraception. Prostitution is the most common way of STD distribution in
Indonesia where 67% of FSW (Female Sex Workers) were infected. FSW as an important
component of prostitution is a high risk population to be infected. Therefore, this study aimed
Pendahuluan
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual.1,2 Daili SF dkk (2011) menyebutkan bahwa padahun 1994 didapatkan data prevalensi
IMS di Indonesia berkisar antara 7,4-50%.1 Harahap M (1984) menyatakan bahwa prostitusi
merupakan sumber dari 80-90% kasus IMS.2 Penelitian yang dilakukan pada tahun 2005 yang
dilakukan oleh Tanudyaya dkk (2010) juga menyebutkan bahwa prevalensi IMS secara umum
pada pekerja seks komersial (PSK) adalah 64%, prevalensi tikomoniasis vaginalis 15,1%, dan
sifilis 8,7%.3
Trikomoniasis vaginalis dan sifilis adalah infeksi genital yang tergolong dalam IMS
tersering di Indonesia setelah gonore dan kandidiasis.4,5 Berdasarkan angka kejadian IMS di
beberapa negara berkembang, WHO (1999) memperkirakan akan terus terjadi peningkatan
pada prevalensi IMS pada negara-negara berkembang seperti Indonesia yakni sebesar 350 juta
kasus baru setiap tahunnya.1,2 Harahap M (1984) menyebutkan bahwa selain faktor ekonomi,
budaya, dan pendidikan prostitusi yang dilakukan oleh waria, PSK, dan homoseksual adalah
salah satu faktor terbesar yang menyebabkan tingginya prevalensi IMS..2 Selain faktor risiko
tinggi IMS seperti usia, pelancong, PSK, pengguna narkotika, dan homoseksual, menurut
Daili dkk (2011) terdapat faktor sosial seperti mobilitas penduduk, prostitusi, kebebasan
individu, dan ketidaktahuan. Penggunaan kondom merupakan salah satu upaya dalam
pengendalian IMS.1
Beberapa penelitian menunjukan bahwa sebuah IMS dapat menyebabkan terjadinya
IMS jenis lain. Penelitian yang dilakukan oleh Tanudyaya dkk (2010) pada PSK di sembilan
propinsi di Indonesia menyebutkan bahwa beberapa PSK diantaranya terinfeksi beberapa IMS
Tinjauan Teoritis
Daili etal (2011) menyatakan bahwa IMS terbanyak di Indonesia menurut data statistik
pada tahun 1988 hingga 1994 adalah gonorrhea (16-58%) yang diikuti oleh penyakit infeksi
genital nonspesifik (24-54%), kandidiasis (23%), trikomoniasis, sifilis, kemudian herpes
genital.1
Prevalensi IMS di Indonesia berkisar antara 7,4-50%.1 Angka ini diperkirakan WHO
(1999) akan mengalami peningkatan pada negara-negara berkembang seperti Indonesia
dengan penambahan sekitar 350 juta kasus baru setiap tahunnya. Harahap M (1984)
menyatakan faktor ekonomi, budaya, pekerjaan, dan pendidikan dapat mempengaruhi
peningkatan insiden IMS.2 Peningkatan insiden IMS di Indonesia dipengaruhi oleh faktor
risiko tinggi seperti usia (laki-laki pada usia 20-34 tahun, perempuan usia 16-24 tahun, usia
20-24 tahun pada kedua jenis kelamin), wisatawan, PSK, pecandu narkoba, homoseksual.1
Trikomoniasis vaginalis merupakan IMS yang disebabkan oleh protozoa anareob
berflagel, Trichomonas vaginalis (T. vaginalis) dengan insisden puncak pada usia 15-24
tahun.7,8 Stadium infektif dari T. vaginalis adalah trofozoit. Protozoa ini menempati area
genital perempuan bagian bawah juga, prostat, dan uretra pada pria dalam bentuk trofozoit
yang akan membelah secara binari dan kemudian akan transmisikan pada area genital
pasangan seksual. Stadium diagnostiknya adalah trofozoit pada sekret vagina dan prostat.
Patogenesis terjadinya infeksi T. vaginalis diawali oleh proses adhesi melalui molekul adhesi
pada membran plasma sel target sehingga dapat menghasilkan molekul sitotoksik pada
membran plasma sel target dan menyebabkan kerusakan.9,10 Infeksi T. vaginalis pada
perempuan umumnya memiliki gejala berupa cairan vagina yang purulen. Gejala tersebut
dapat pula diikuti oleh gejala lain seperti lesi pada vulva vagina maupun serviks, nyeri pada
daerah abdomen, disuria, dan dispareunea.11 Diagnosis dilakukan dengan menggunakan
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Sebanyak 265 PSK yang telah diberikan penjelasan mengenai prosedur penelitian,
seluruhnya bersedia menjadi subjek penelitian untuk kemudian dilakukan pengambilan sekret
vagina. Tabel 1 menunjukkan karakteristik subjek penelitian yang terdiri dari asal daerah.
Subjek penelitian terbanyak berasal dari daerah kuningan sebanyak 72 (27,7%). Sebagian
kecil subjek berasal dari daerah lain seperti Jakarta, Bogor, Haeurgeulis, Jatibarang,
Tangerang, Sukamandi, Tangsel, Padang, Solok, dan Subang.
Tabel 2 menunjukkan sebaran usia pada subjek yang digunakan dalam penelitian ini.
Subjek terbanyak berusia 16 hingga 20 tahun sebanyak 128 orang (48,3%).
Tabel 3 menunjukkan sebaran tingkat pendidikan yang ditempuh oleh subjek yang
digunakan dalam penelitian ini. Mayoritas subjek penelitian yakni 191 (72,1%) adalah PSK
Tabel 4 menunjukan jenis kontrasepsi yang digunakan oleh PSK sebagai subjek dalam
penelitian ini. Mayoritas responden merupakan PSK yang menggunakan kontrasepsi selain
kondom sebanyak 174 (65,7%) sedangkan sekitar 71 subjek (26,8%) menggunakan kondom
dan 20 (7,5%) yang tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Sifilis
Variabel Positif Negatif Nilai P
n % n %
Trikomoniasis Positif 83 50 84 50 0,962
Negatif 49 50 49 50
Total 132 100 133 100
Diskusi
Pada penelitian ini didapatkan 63% subjek terinfeksi trikomoniasis vaginalis dan 50%
subjek terinfeksi sifilis. Dari 63% subjek yang positif terinfeksi trikomoniasis vaginalis
Saran
Saran yang dapat peneliti berikan terkait dengan penelitian ini adalah dilakukan
penyuluhan kepada PSK sebagai subjek dengan risiko tinggi IMS dan pasangan usia subur di
daerah Kuningan, Jawa Barat mengenai penyakit-penyakit IMS, penularannya, dan
pencegahannya serta diadakan penelitian lain mengenai hubungan infeksi trikomoniasis
vaginalis dan sifilis dan IMS lain yang lebih bervariasi.
Daftar Pustaka