Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah bahwa hakikat warna-
warni kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan (tetapkan) dalam
kitab“Lauhul Mahfudz” yang terjaga rahasianya dan tidak satupun makhluk Allah yang
mengetahui isinya. Semua kejadian yang telah terjadi adalah kehendak dan kuasa Allah
SWT. Begitu pula dengan bencana-bencana yang akhir-akhir ini sering menimpa bangsa
kita. Gempa, tsunami, tanah longsor, banjir, angin ribut dan bencana-bancana lain yang
telah melanda bangsa kita adalah atas kehendak, hak, dan kuasa Allah SWT. Dengan
bekal keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT, Seorang mukmin
tidak pernah mengenal kata frustasi dalam kehidupannya, dan tidak berbangga diri
dengan apa – apa yang telah diberika Allah SWT.
Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan
sesuaiketentuan-ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan
tidak adanya pengetahuan tentang ketetapan dan ketentua Allah ini, maka kita harus
berlomba – lomba menjadi hamba yang saleh-muslih, dan berusaha keras untuk
menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim yaitu melihat Rabbul‟alamin
dan menjadi penghuni Surga. Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup
enam rukun. Yang terakhiradalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik
maupun yang buruk.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Definisi iman kepada qada dan qadar ?
2. Urgens dan Hikmah Mengimani Qadha dan Qadhar ?
3. Qada dan qadar atas ciptaannya ?
4. Takdir Manusia ?
5. Hubungan Takdir dengan Ihktiar Manusia
C. Tujuan Makalah
1. Untuk memahami iman kepada qadha dan qadhar
2. Untuk memahami Urgens dan Hikmah Mengimani Qadha dan Qadhar
3. Untuk memahami Qada dan qadar atas ciptaannya
4. Untuk memahami Takdir Manusia
5. Untuk memahami Hubungan Takdir dengan Ihktiar Manusia

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kelompok menggunakan metode dengan studi
kepustakaan yaitu menggunakan beberapa literature yang digunakan sebagai referensi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman kepada Qadha dan Qadhar


Iman adalah keyakinan yang diyakini didalam hati, diucapkan dengan lisan, dan
dilaksanakan dengan amal perbuatan. Kalau kita melihat qada’ menurut bahasa artinya
Ketetapan. Qada’artinya ketetapan Allah swt kepada setiap mahluk-Nya yang bersifat
Azali. Azali Artinya ketetapan itu sudah ada sebelumnya keberadaan atau kelahiran
mahluk. Sedangkan Qadar artinya menurut bahasa berarti ukuran. Qadar artinya terjadi
penciptaan sesuai dengan ukuran atau timbangan yang telah ditentuan sebelumnya. Qada’
dan Qadar dalam keseharian sering kita sebut dengan takdir.
Sedangkan arti qodo dan qodar menurut al-quran yaitu :

 Arti Qada
1. Qada berarti hukum atau keputusan terdapat ( Q.S. Surat An- Nisa’ ayat 65 )
2. Qada berarti mewujudkan atau menjadikan ( Q.S. Surat Fussilat ayat 12 )
3. Qada berarti kehendak ( Q.S. Surat Ali Imron ayat 47 )
4. Qada berarti perintah ( Q.S. Surat Al- Isra’ ayat 23
 Arti Qadar
1. Qadar berarti mengatur atau menentukan sesuatu menurut batas-batasnya ( Q.S.
Surat Fussilat ayat 10 )
2. Qadar berarti ukuran ( Q.S. Surat Ar- Ra’du ayat 17 )
3. Qadar berarti kekuasaan atau kemampuan ( Q.S. Surat Al- Baqarah ayat 236 )
4. Qadar berarti ketentuan atau kepastian ( Q.S. Al- Mursalat ayat 23 )
5. Qadar berarti perwujudan kehendak Allah swt terhadap semua makhluk-Nya
dalam bentuk-bentuk batasan tertentu ( Q.S. Al- Qomar ayat 49)
Jadi, Iman kepa qada’ dan qadar adalah percaya sepenuh hati bahwa sesuatu yang
terjadi, sedang terjadi, akan terjadi di alam raya ini, semuangnya telah ditentukan Allah
SWT sejak jaman azali.
Iman kepada qada’ dan qadar termasuk rukun iman yang keenam. Rasulullah
SAW bersabda
‫اال يمان أ ن تو من با ل ومل ئكته وكتبه ورسله واليوم ال خر وتومن با لقد ر خيره وسره )رواه مس‬

Artinya : “Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah, para malaikatnya, kitab-
kitabnya, para Rasulnya, hari akhirat, dan engkau percaya kepada qadar yang baiknya
ataupun yang buruk”. (H.R. Muslim)
Dan sabda Rasullullah SAW yang artinya : “Malaikat akan mendatangi nuthfah
yang telah menetap dalam rahim selama empat puluh atau empat puluh lima malam
seraya berkata; ‘Ya Tuhanku, apakah nantinya ia ini sengsara atau bahagia? ‘ Maka
ditetapkanlah (salah satu dari) keduanya. Kemudian malaikat itu bertanya lagi; ‘Ya
Tuhanku, apakah nanti ia ini laki-laki ataukah perempuan? ‘ Maka ditetapkanlah antara
salah satu dari keduanya, ditetapkan pula amalnya, umurnya, ajalnya, dan rezekinya.
Setelah itu catatan ketetapan itu dilipat tanpa ditambah ataupun dikurangi lagi.” (HR.
Muslim).
B. Urgensi dan Hikmah Iman kepada Qadha dan Qadar
1. Urgensi iman kepada Qadha dan Qadar
 Mukmin yang percaya kepada qadla dan qadar Allah, mereka sangat jauh dari
tabiat dengki dan pemanas hati.
 Mukmin yang percaya kepada qadla dan qadar Allah bersifat pemberani dan
tidak penakut.
 Mukmin yang percaya kepada Qadla dan Qadar Allah maka ia berlomba-lomba
menjadi hamba sholeh, berusaha keras untuk mencapai yang dicita-citakan tanpa
berpangku tangan menunggu takdir dan berupaya memperbaiki citra diri.
 Mukmin yang percaya kepada Qadla dan Qadar Allah, mereka tidak mengenal
kata frustasi dalam kehidupannya dan tidak berbangga diri dengan apa yang telah
di berikan oleh Allah.
2. Hikmah Iman Kepada Qadha dan Qadhar
Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi
kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan
akhirat. Hikmah tersebut antara lain:
a. Banyak Bersyukur dan Bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat
keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan
nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia
akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian. Firman Allah :
Artinya:”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari
Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nyalah
kamu meminta pertolongan. ” ( QS. An-Nahl ayat 53).
b. Menjauhkan Diri dari Sifat Sombong dan Putus Asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh
keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil
usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan,
ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan
itu sebenarnya adalah ketentuan Allah. Firman Allah SWT:
Artinya: Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang
Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.
(QS.Yusuf ayat 87)
c. Bersifat Optimis dan Giat Bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua
orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak
datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman
kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih
kebahagiaan dan keberhasilan itu. Firman Allah :
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
(QS Al- Qashas ayat 77)
d. Jiwanya Tenang
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa mengalami
ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang
ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika
terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi. Allah SWT berfirman :
Artinya : Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-
Ku, dan masuklah kedalam sorga-Ku. ( QS. Al-Fajr ayat 27-30).
C. Qadha dan Qadhar atas Ciptaannya
Sesungguhnya Allah Swt. telah menciptakan segala ciptaan-Nya, dan sekaligus
telah menetapkan dalam garis takdir-Nya yang tertulis dalam sebuah kitab di Lauh al-
Mahfuzh, termasuk juga segala perbuatan manusia, baik maupun buruknya. Seperti telah
disebutkan di dalam firman-Nya Swt. berikut ini, "Allah-lah yang menciptakan kamu dan
apa yang kamu perbuat itu," (QS Al-Shâffât [37]: 96).
Rasulullah Saw. juga pernah bersabda, "Sesungguhnya Allah yang Maha Mulia
telah menciptakan manusia dan segala perbuatan-Nya."
Artinya, apa saja yang dilakukan oleh manusia, seperti mengukir batu alam, maka
pencipta dan segala perbuatannya hanyalah bersumber dari sisi Allah Swt. semata. Dia
memberi kalian kepandaian dan kemampuan untuk berpikir serta berbuat sesuatu yang
baik. Dia pula yang menjadikan kalian mampu berpikir, sehingga kalian dapat
mengekspresikan apa yang kalian pikirkan itu ke dalam bentuk amalan. Jadi, hanya Allah
Swt. yang menciptakan kalian dan seluruh perbuatan kalian. Kalau begitu, bagaimanakah
giliran kehendak kita, dan sampai di manakah fungsi kehendak kita itu?
Perlu diketahui di sini, bahwa kehendak seseorang akan sangat kecil fungsinya,
meskipun sangat luas dan sangat dalam pandangannya. Akan tetapi, pandangan dimaksud
tidak dapat menembus atau mengetahui apa yang berada di balik alam semesta ini.
Alhasil, kemauan manusia tidak akan mampu mewujudkan seluruh yang menjadi
kehendaknya. Dengan kata lain, segala yang dikehendaki manusia harus mendapat
persetujuan dari sisi Allah Swt. terlebih dahulu. Kalau tidak, maka kehendak manusia itu
tidak akan terwujud sedikit pun. Meski sedemikian kecilnya peranan kehendak manusia,
akan tetapi kemurahan Allah Swt. sebagai Dzat Yang Segalanya Mahaluas lagi
Mahabesar.
Jadi, pencipta utama atas segala sesuatu hanyalah Allah Swt.. Al-Qur’an, Al-
Sunnah dan sanubari manusia yang sehat telah menyaksikan betapa besarnya peranan
kehendak Allah untuk terwujudnya segala sesuatu. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. dan
seluruh umat beliau harus selalu berharap hanya kepada Allah Swt., semoga Dia
menetapkan segala kebaikan bagi kita sesuai dengan kehendak-Nya, bukan yang sesaui
dengan kehendak manusia. Dan untuk lebih jelasnya masalah ini, kiranya perlu kami
sebutkan sebuah do’a berikut ini. Diriwayatkan dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah
Saw. pernah mengajarkan kepada umat beliau do’a berikut ini,
"Allahumma innî astakhîruka bi’ilmika, wa astaqdiruka biqudratika, wa as-aluka
min fadhlikal ‘azhîm, fa innaka taqdiru wa lâ aqdiru, wa ta’lamu wa lâ a’lamu, wa anta
‘allâmu; ghuyûb. Allâhumma in kunta ta’lamu anna hâdzâl amri khairun lî, fî dînî wa
ma’asyî wa ‘âqibati amrî, au qâla: ‘âjili amrî wa ajilihi faqdurhu lî wa yassirhu lî
tsumma bârik lî fîhi, wa in kunta ta’lamu anna hâdzâl amri syarrun lî, fî dînî wa ma’âsyî
wa ‘âqibati amrî, au ‘âjili amrî wa ajilihi, fashrifhu ‘annî washrifnî ‘anhu, waqdurliyal
khaira haitsu kâna, tsumma radhdhinî bihi."
"Ya Allah, aku memohon petunjuk-Mu dengan ilmu-Mu, aku mohon kekuasaan-
Mu dengan ke-Maha Kuasaan-Mu, dan aku memohon karunia-Mu yang sangat agung.
Karena Engkau Mahakuasa, sedang aku tidak dapat berbuat apa pun, Engkau Maha
Mengetahui dan aku tidak mengetahui apa pun. Dan Engkau Maha Mengetahui segala
sesuatu yang baik. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa masalah ini lebih baik
bagiku dalam urusan agamaku, kehidupanku, dan dampak dari urusanku di waktu cepat
maupun lambat, maka takdirkanlah bagiku, serta berilah kemudahan bagiku untuk
mendapatkannya, kemudian berilah berkah bagiku di dalamnya. Akan tetapi, jika
Engkau mengetahui bahwa masalah ini akan berakibat buruk bagiku dalam urusan
agamaku, kehidupanku, dan dampak dari urusanku di waktu yang cepat maupun lambat,
maka jauhkanlah masalah ini dariku, serta jauhkanlah aku darinya. Kemudian takdirkan
bagiku mana yang terbaik, bagaimana pun caranya. Kemudian berilah kepuasan pada
diriku dengannya."
Makna dari do’a Rasulullah Saw. di atas adalah, beliau mengajarkan kepada kita
semua bagian dari hikmah di balik takdir, bahwa tidak seorang pun dapat mencapai
kebaikan atau mencegah keburukan, kecuali hanya dengan pertolongan Allah Swt..
Kiranya hanya dengan pertolongan Allah Swt. saja seorang hamba dapat terhindar dari
berbagai kesulitan dan keburukan. Juga hanya dengan pertolongan Allah Swt. saja
seorang hamba dapat mencapai kebaikan dan kebahagiaan. Sebab, permasalahan
keduanya hanya berada pada sisi Allah Swt. yang berwenang memegang kekuasaan atas
keduanya, dan tidak seorang pun dapat mendatangkan kebaikan bagi dirinya atau
menjauhkan keburukan dari dirinya, tanpa bantuan dari sisi Allah. Sebab, yang
berwenang tentang keduanya hanyalah Allah Swt. semata.
Sesungguhnya hanya Allah Swt. yang dapat menjauhkan cobaan dari pribadi
Yusuf as., dan kami tidak ingin membahas tentang burhân yang disebutkan bahwa beliau
telah mendapatinya. Akan tetapi, menurut hemat kami, yang disebut dengan burhân itu
adalah perlindungan dari sisi Allah Swt. kepada Nabi-Nya dari segala bentuk perbuatan
maksiat yang ditimbulkan oleh bujuk rayu istri penguasa Mesir pada waktu itu
(Zulaikha). Karenanya, Al-Qur’an menyebutkan kejadian itu menggunakan redaksi
sebagai berikut, "Demikianlah, agar Kami memalingkan dari sisinya kemunkaran dan
kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih," (QS
Yûsuf [12]: 24).
Penjelasan dari firman Allah Swt. di atas adalah, Allah berkehendak melindungi
Nabi Yusuf as. dari perbuatan keji, karena beliau termasuk seorang hamba yang terpilih
atau orang yang sangat dekat dengan-Nya. Ada sebuah hadis Nabi Saw. yang juga seiring
dengan firman Allah Swt. di atas, yaitu sabda beliau berikut ini, "Ketahuilah, bahwa di
jasad manusia ada segumpal daging, jika ia baik maka seluruh jasad itu akan menjadi
baik. Akan tetapi, jika ia tidak baik maka seluruh jasad itu juga menjadi tidak baik.
Ketahuilah, bahwa segumpal daging dimaksud adalah qalbu (jantung)."
Ketahuilah, bahwa qalbu yang terbaik adalah qalbu yang ikhlas sepenuhnya.
Sedangkan qalbu yang termulia adalah qalbu yang selalu mencintai dan mengagungkan
Allah Swt.. Dan, qalbu yang seperti itu dapat mencegah segala bentuk bencana yang akan
selalu ada pada sisi manusia.
Ada sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa Rasulullah
Saw. mengisyaratkan dalam sebuah do’a yang beliau penjatkan, bahwa Allah Swt. adalah
Dzat yang menciptakan segala perbuatan manusia, dan juga menciptakan seluruh
aktivitas makhluk-Nya. Seperti disebutkan dalam do’a beliau Saw. berikut ini, "Ya Allah,
tidak ada yang dapat menolak apa yang telah Engkau berikan kepada seseorang, dan
tidak ada pula yang akan memberi apa yang Engkau tolak dari seseorang. Juga
kekayaan orang yang kaya tidak berguna sedikit pun, karena segala kekayaan datangnya
hanya dari sisi-Mu.
Sebenarnya, kita beriman dan meyakini sepenuhnya bahwa Allah Swt. adalah
pencipta diri kita dan segala perbuatan kita. Tentunya, masalah ini merupakan berita yang
sangat menggembirakan bagi setiap Mu’min yang meyakini bahwa Allah Swt. akan
senantiasa berada di sisi setiap Mu’min.
Jika seseorang telah merasa bahwa dirinya selalu didampingi oleh Allah Swt.,
sudah tentu qalbunya akan selalu merasakan ketenangan. Oleh karena itu, ia akan selalu
pasrah kepada kehendak Allah Swt. terhadap diri dan perbuatannya. Semoga kita selalu
dilindungi oleh Allah Swt. dari segala bentuk keburukan.
D. Takdir Manusia
Qadar disebut juga takdir, sebagian besar orang seringkali menggunakan istilah
qada dan qadar dengan satu istilah, yaitu takdir. Para ulama berpendapat, bahwa takdir itu
ada dua macam :
a. Takdir mua’llaq : yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh:
seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-
citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi
kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah berfirman yang
artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran,
di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya
Allah tidak akan merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak
ada pelindung bagi mereka selain Dia” ( Q.S Ar-Ra’d ayat 11).
b. Takdir mubram : yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat
diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh: Ada orang
yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu
dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.

E. Hubungan Takdir Dengan Ikhtiar Manusia


Iman kepada qada dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa
Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya. Berkaitan dengan
qada dan qadar, Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan
dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal
darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaikat untuk
meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya,
ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupnya) sengsara atau bahagia.” (HR.Bukhari
dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud). Dari hadits tersebut dapat kita ketahui bahwa
nasib manusia telah ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap
manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam
menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha,
sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya. Janganlah sekali-kali menjadikan
takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan. Hal ini pernah
terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa
kehadapan Khalifah Umar. ”Mengapa engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu
menjawab, ”Memang Allah sudah mentakdirkan saya menjadi pencuri.” Mendengar
jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ”Pukul saja orang ini dengan
cemeti, setelah itu potonglah tangannya!”. Orang-orang yang ada disitu bertanya,
”Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?”. Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah
yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena
berdusta atas nama Allah”.
Mengenai adanya kewajiban berikhtiar, ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada
zaman Nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang
menghadap Nabi. Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun
dari kudanya dan langsung menghadap Nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya.
Nabi menegur orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?”. Orang Arab Badui itu
menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah
kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”. Dari kisah tersebut jelaslah bahwa
walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban
untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh
sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika
ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan
segala urusan kepada Allah kita kepada Allah SWT. Dengan demikian apapun yang
terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Qada dan qadar selalu berhubungan erat . Qada adalah ketentuan, hukum atau
rencana Allah sejak zaman azali. Sedangkan Qadar adalah kenyataan dari ketentuan
atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qada dan qadar ibarat rencana dan perbuatan.
Iman kepada qada dan qadar sebagai pokok keimanan karena beriman kepada qada
dan qadar merupakan salah satu rukun iman, yang mana iman seseorang tidaklah
sempurna dan sah kecuali beriman kepadanya. Barangsiapa yang mentauhidkan Allah
dan beriman kepada qadar, maka tauhidnya sempurna. Dan barangsiapa yang
mentauhidkan Allah dan mendustakan qadar, maka dustanya merusakkan
tauhidnya.”(Majmu’ Fatwa Syeikh al-Islam, 8/258). Oleh karena itu, iman kepada
qada dan qadar ini merupakan faridhah atau kewajiban yang harus dilakukan setiap
muslim dan mukmin.
Beriman kepada qada’ dan qadar juga akan melahirkan sikap optimis,tidak mudah
putus asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah
takdirkan kepadanya dan Allah akan memberikan yang terbaik kepada seorang
muslim, sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Oleh
karena itu, jika kita tertimpa musibah maka ia akan bersabar, sebab buruk menurut
kita belum tentu buruk menurut Allah, sebaliknya baik menurut kita belum tentu baik
menurut Allah. Karena dalam kaitan dengan takdir ini akan terlahir sikap sabar dan
tawakal yang dibuktikan dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan
untuk mencari takdir yang terbaik dari Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. (2019). Iman Kepada Qada dan Qadar. https://www.yuksinau.id. Diakses pada
tanggal 17 Oktober 2019

Anna. (2012). Beriman Kepada Qada dan Qadar. https://www.academia.edu. Diakses pada
tanggal 17 Oktober 2019

Alwahab, Muhammad. (2017). Tinjauan Umum Tentang Biografi Iman dan Qada dan
Qadar. http://repository.uin-suska.ac.id. Diakses pada tanggal 17 Oktiber 2019

Anda mungkin juga menyukai