Anda di halaman 1dari 15

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Rumah Tinggal

Rumah secara umum dapat diartikan sebagai tempat untuk berlindung atau
bernaung dari pengaruh keadaan alam sekitarnya ( Hujan, Matahari, dll ) Serta
merupakan tempat beristirahat setelah bertugas untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Namun, pengertian rumah juga dapat ditinjau lebih jauh secara fisik dan
psikologis.

Dalam arti umum, rumah adalah bangunan yang dijadikan tempat tinggal
selama jangka waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia maupun
hewan, namun tempat tinggal yang khusus bagi hewan biasa disebut sangkar, sarang,
atau kandang. Sedangkan dalam arti khusus, rumah mengacu pada konsep-konsep
sosial-kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunan tempat tinggal, seperti
keluarga, tempat bertumbuh, makan, tidur,beraktivitas, dll. (Wikipedia, 2012). Rumah
merupakan sebuah bangunan, tempat manusia tinggal dan melangsungkan
kehidupannya. Disamping itu rumah juga merupakan tempat berlangsungnya proses
sosialisasi pada saat seorang individu diperkenalkan kepada norma dan adat kebiasaan
yang berlaku di dalam suatu masyarakat.Jadi setiap perumahan memiliki sistem nilai
yang berlaku bagi warganya.Sistem nilai tersebut berbeda antara satu perumahan
dengan perumahan yang lain, tergantung pada daerah ataupun keadaan masyarakat
setempat. (Sarwono dalam Budihardjo, 1998 : 148).

Ditinjau dari segi psikologis rumah berarti suatu tempat untuk tinggal dan untuk
melakukan hal-hal tersebut di atas, yang tentram, damai, menyenangkan bagi
penghuninya. rumah dalam pengertian psikologis ini lebih mengutamakan situasi dan
suasana daripada kondisi dan keadaan fisik rumah itu sendiri.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1992 Tentang
Perumahan dan Permukiman mendefinisikan bahwa:

a. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian
dan sarana pembinaan keluarga.
b. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan.
c. Permukiman bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan te
mpat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.

Rumah mengandung pengertian :


a. Sebagai tempat penyelenggaraan kehidupan dan penghidupan keluarga. Rumah
harus memenuhi kebutuhan yang bersifat biologis seperti makan, belajar, dan lain-
lain, juga memenuhi kebutuhan non biologis, seperti bercengkrama dengan anggota
keluarga atau dengan tetangga.
b. Rumah berfungsi sebagai sarana investasi. Rumah mempunyai nilai investasi yang
bersifat moneter yang dapat diukur dengan uang dan non moneter yang tidak dapat
diukur dengan uang, tetapi lebih pada keuntungan moral dan kebahagiaan keluarga.
c. Rumah sebagai sarana berusaha. Penghuni dapat meningkatkan pendapatannya guna
kelangsungan hidupnya.
d. Rumah sebagai tempat bernaung harus memenuhi kebutuhan ruang akan kegiatan
bagi penghuninya. Terdapat beberapa ruang pokok yang ada pada sebuah rumah,
yaitu ruang tidur, ruang belajar atau ruang kerja, ruang keluarga, ruang services
seperti dapur, dan teras atau ruang tamu. Makna yang terkandung didalam
kebutuhan ruang-ruang tersebut mencerminkan bahwa rumah adalah tempat untuk
istirahat, tempat untuk mengaktualisasikan diri guna meningkatkan mutu kehidupan,
rumah sebagai tempat sosialisasi utamanya dengan keluarga, rumah sebagai tempat
menyediakan kebutuhan jasmani dan rohani, serta rumah sebagai tempat bernaung.
(Johan Silas, 2002)

2.2 Metode Penjadwalan

Pada setiap pelaksanaan proyek atau sebuah pekerjaan konstruksi, penjadwalan


merupakan salah satu hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan. Dalam
penjadwalan tidak hanya pengalokasian waktu yang tersedia yang dipertimbangkan,
tapi juga mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan lain agar penyelesaian suatu
proyek dapat optimal. dengan adanya penjadwalan dapat diketahui jadwal rencana serta
kemajuan proyek. Dari sana akan diketahui apakah proyek telah berjalan degan baik
atau tidak, dan apakah telah sesuai dengan yang direncanakan.
Penjadwalan dibuat dengan mengikuti perkembangan dalam pelaksanaan proyek,
karena satu proyek dengan proyek yang lainnya berbeda-beda. Hal ini dilakukan agar
didapat penjadwalan yang realistis sesuai dengan kondisi proyek yang ada sehingga
alokasi sumber daya serta durasi waktunya sesuai dengan sasaran dan tujuan proyek.
Dalam proses penjadwalan, penyusunan kegiatan dan hubungan antar kegiatan
haruslah dibuat dengan detil agar dapat membantu dalam evaluasi proyek.

Penjadwalan dibutuhkan untuk membantu:

 Menunjukkan hubungan tiap kegiatan lainnya dan terhadap keseluruhan


proyek.
 Mengidentifikasikan hubungan yang harus didahulukan di antara kegiatan.
 Menunjukkan perkiraan biaya dan waktu yang realistis untuk tiap kegiatan.
 Membantu penggunaan tenaga kerja, uang dan sumber daya lainnya dengan
cara hal-hal kritis pada proyek
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam membuat jadwal pelaksanaan
proyek :

 kebutuhan dan fungsi proyek tersebut. Dengan selesainya proyek itu proyek
diharapkan dapat dimanfaatkan sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.
 keterkaitannya dengan proyek berikutnya ataupun kelanjutan dari proyek
selanjutnya.
 alasan social politis lainnya, apabila proyek tersebut milik pemerintah.
 kondisi alam dan lokasi proyek.
 keterjangkauan lokasi proyek ditinjau dari fasilitas perhubungannya.
 ketersediaan dan keterkaitan sumber daya material, peralatan, dan material
pelengkap lainnya yang menunjang terwujudnya proyek tersebut.
 kapasitas atau daya tampung area kerja proyek terhadap sumber daya yang
dipergunakan selama operasional pelaksanaan berlangsung.
 produktivitas sumber daya, peralatan proyek dan tenaga kerja proyek, selama
operasional berlangsung dengan referensi dan perhitungan yang memenuhi
aturan teknis.
 cuaca, musim dan gejala alam lainnya.
 referensi hari kerja efektif.

Ada beberapa metode penjadwalan proyek yang dapt digunakan dalam


mengelola waktu dan sumber daya proyek. Masing-masing metode memiliki kelebihan
dan kekurangannya. Penggunan metode ini tergantung dari kebutuhan proyek serta
hasil dan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu proyek.
2.3 Metode Penjadwalan Proyek

2.3.1 Bar Chart

Bar Chart atau lebih dikenal sebagai diagram batang mula-mula dipakai
dan diperkenalkan oleh Hendri Lawrence Gantt pada tahun 1917. Metode ini
bertujuan mengidentifikasikan unsur waktu dan urutan untuk merencanakan
suatu kegiatan, yang terdiri dari waktu mulai, waktu selesai, dan waktu
pelaporan. Hingga kini metode ini masih banyak digunakan karena mudah
dibuat dan dipahami sehingga sangat berguna sebagai alat komunikasi dalam
penyelenggaraan proyek. Penggunaannya sendiri sering digabungkan dengan
kurva “S” sebagai pemantau biaya. Disebut kurva S karena bentuknya yang
menyerupai huruf S.

Bagan balok terdiri atas sumbu-Y yang dinyatakan kegiatan atau paket
kerja dari lingkup proyek, sedangkan sumbu-X menyatakan satuan waktu
dalam hari, minggu, atau bulan sebagai durasi.
Pada bagan ini juga dapat ditentukan Milestone / Baseline sebagai bagian target
yang harus diperhatikan guna kelancaran produktifitas proyek secara
keseluruhan. Untuk proses updating, bagan balok dapat diperpendek atau
diperpanjang dengan memperhatikan total floatnya, yang menunjukan bahwa
durasi kegiatan akan bertambah atau berkurang sesuai kebutuhan dalam
perbaikan jadwal.
Penyajian informasi bagan balok agak terbatas, misal hubungan antar kegiatan
tidak jelas dan lintasan kritis kegiatan proyek tidak dapat diketahui. Karena
urutan kegiatan kurang terinci, maka bila terjadi keterlambatan proyek, prioritas
kegiatan yang akan dikoreksi menjadi sukar untuk dilakukan.
2.3.2 Kurva S

Kurva ini pertama kali dikembangkan oleh Warren T. Hannum atas


dasar pengamatan terhadap pelaksanaan sejumlah besar proyek dari awal
hingga selesai. Kurva S secara grafis adalah penggambaran kemajuan kerja
(bobot %) kumulatif pada sumbu vertikal terhadap waktu pada sumbu
horisontal.

Kemajuan kegiatan biasanya diukur terhadap jumlah uang yang telah


dikeluarkan oleh proyek. Perbandingan kurva S rencana dengan kurva S
realisasi memungkinkan dapat diketahuinya kemajuan pelaksanaan proyek
apakah sesuai, terlambat, atau lebih cepat dari yang direncanakan. Kelemahan
penggunaan metode diagram batang dan kurva S ini adalah pada kurangnya
penjelasan akan keterkaitan antar kegiatan, dan tidak dapat secara langsung
memberikan informasi mengenai akibat-akibat yang akan terjadi bila ada
suatu perubahan.

Visualisasi Kurva S dapat memberikan informasi mengenai kemajuan


proyek dengan membandingkannya terhadap jadwal rencana. Dari sinilah
diketahui apakah ada keterlambatan atau percepatan jadwal proyek. Indikasi
tersebut dapat menjadi informasi awal guna melakukan tindakan koreksi
dalam proses pengendalian jadwal. Tetapi informasi tersebut tidak detail dan
hanya terbatas untuk menilai kemajuan proyek. Perbaikan lebih lanjut dapat
menggunakan metode lain hyang dikombinasikan, misal dengan metode
bagan balok yang dapat digeser –geser dan network plaining dengan
memperbaharui suber daya maupun waktu pada masing – masing kegiatan.
Untuk membuat kurva S, jumlah persentase kumulatif bobot masing – masing
kegiatan pada suatu periode diantara durasi proyek diplotkanterhadap sumbu
vertikal sehingga bila hasilnya dihubungkan dengan garis, akan membentuk
kurva S. Bentuk demikian terjadi karena volume kegiatan pada bagian awal
biasanya masih sedikit, kemudian pada pertengahan meningkat dalam jumlah
cukup besar, lalu pada akhir proyek volume kegiatan kembali mengecil.
Untuk menentukan bobot pekerjaan, pendekatan yang dilakukan dapat berupa
perhitungan persentase berdasarkan biaya per item pekerjaan / kegiatan dibagi
nilai anggaran, karena satuan biaya dapat dijadikan bentuk persentase
sehingga lebih mudah untuk menghitungnya.

2.3.3 PERT

Metode PERT dikembangkan oleh Navy Spesial Project Officepada


tahun 1957. Metode ini bertujuan untuk sebanyak mungkin mengurangi
penundaan, termasuk gangguan atau konflik suatu jadwal. PERT pada
prinsipnya adalah hubungan ketergantungan antara bagian-bagian
kegiatan yang digambarkan dalam bentuk diagram network. Dengan
demikian dapat diketahui bagian-bagian kegiatan mana yang harus didahulukan
dan kegiatan mana yang menunggu selesainya pekerjaan. Kelemahan metode ini
terletak pada cara pembacaan. Tidak semua level manajemen dapat membaca dan
mengetahui kegiatan mana yang memerlukan perhatian penuh agar proyek dapat
berjalan sesuai dengan rencana.

PERT dapat bekerja dengan ketidakpastian melalui penggunaan waktu


probabilitas (Ma’arif, Syamsul Mohammad dan Tanjung, Hendri, 2003). Bila
waktu kegiatan individual acak, maka waktu proyek juga akan acak. Bila waktu
kegiatan tidak pasti, lintasan kritis pun bersifat acak. Hanya saja, karena bekerja
dengan ketidakpastian, maka lintasan kritis penyelesaian proyek pun menjadi
tidak pasti. Inilah gambaran dari metode PERT, yaitu risiko ketidakpastian.
Perkiraan waktu yang diperlukan untuk masing-masing kegiatan seperti
menit, jam, hari, minggu atau bulan adalah unit umum yang biasa digunakan
waktu untuk penyelesaian suatu kegiatan. Sebuah fitur yang membedakan PERT
adalah kemampuannya untuk menghadapi ketidakpastian di masa penyelesaian
kegiatan. Untuk setiap aktivitas, model biasanya mencakup tiga perkiraan waktu
(Soeharto, 2002) :
1. Waktu Optimis, yaitu perkiraan waktu yang paling singkat bagi penyelesaian
aktivitas.
2. Waktu Perkiraan Paling Mungkin, waktu penyelesaian yang memiliki
probabilitas tertinggi (berbeda dengan : waktu yang diharapkan), dan
3. Waktu Pesimis, yaitu waktu terpanjang yang mungkin diperlukan suatu kegiatan.

2.3.4 CPM

Pada tahun 1958, perusahaan bahan-bahan kimia Du Pon


Company menemukan metode Critical Path Method (CPM) untuk
memecahkan kesulitan-kesulitan dalam proses fabrikasi. Pada dasarnya metode
ini mirip dengan metode PERT. Perbedaan mendasarnya terletak dalam
penentuan perkiraan waktu. CPM dapat memperkirakan waktu yang
dibutuhkan untuk melaksanakan setiap kegiatan dan dapat menentukan
prioritas kegiatan yang harus mendapat pengawasan cermat agar semua
kegiatan selesai sesuai rencana. Dengan kata lain, metode ini memungkinkan
terbentuknya suatu jalur atau lintasan kritis.

Metode ini dikembangkan untuk mengendalikan sejumlah besar


kegiatan yang memiliki ketergantungan yang kompleks. Metode ini relatif lebih
sulit, hubungan antar kegiatan jelas, dan dapat memperlihatkan kegiatan kritis.
Dari informasi network planning-lah monitoring serta tindakan koreksi
kemudian dapat dilakukan, yakni dengan memperbaharui jadwal. Akan tetapi,
metode ini perlu dikombinasikan dengan metode lainnya agar lebih informatif.

Tahapan penyusunan network SCHEDULING :

1. Menginfentarisasi kegiatan – kegiatan dari paket WBS berdasarkan item pekerjaan,


lalu diberi kode kegiatan untuk memudahkan identifikasi.

2. Memperkirakan durasi setiapkan dengan mempertimbangkan dengan janis


pekerjaan, volume pekerjaan, jumlah sumberdaya, lingukungan kerja, serta
produktifitas pekerja.

3. Penentuan logika ketergantungan antara kegiatan dilakukan dengan tiga


kemungkinan hubungan, yaitu kegiatan yang mendahului (predecessor), kegiatan
yang didahului (successor), serta bebas.

4. Perhitungan analisis waktu serta alokasi sumber daya, dilakukan setelah langkah –
langkah diatas dilakukan dengan akurat dan teliti.
Manfaat penerapan network scheduling.

1. Penggambaran logika hubungan antar kegiatan, membuat perencanaan proyek


menjadi lebih rinci dan detail.

2. Dengan memperhitungkan dan mengetahui waktu terjadinya setiap kejadian yang


ditimbulkan oleh satu atau beberapa kegiatan, kesukaran – kesukaran yang bakal
timbul dapat diketahui jauh sebelum terjadi sehingga tindakann pencegahan yang
diperlukan dapat dilakukan.

3. Dalam network planning dapat terlihat jelas waktu penyelesaian yang dapat ditunda
atau harus disegerakan.

4. Membantu mengomunikasikan hasil network yang ditampilkan.

5. Memungkinkan dicapainya hasil proyek yang lebih ekonomis dari segi biaya
langsung (direct cost) serta penggunaan sumber daya.
6. Berguna untuk menyelesaikan klaim yang diakibatkan oleh keterlambatan dalam
menentukan pembayaran kemajuan pekerjaan, menganalisis cashflow, dan
pengendalian biaya.

7. Menyediakan kemampuan analisis untuk mencoba mengubah sebagian dari proses,


lalu mengamatai efek terhadap proyek secara keseluruhan.

8. Terdiri atas metode Activity On Arrow dan Activity On Node (precedence Diagram
Method).

2.3.5 PDM

Metode Preseden Diagram (PDM) diperkenalkan oleh J.W Fondahldari


Universitas Stanford USA pada awal dekade 60-an. PDM adalah jaringan kerja yang
umumnya berbentuk segi empat, sedangkan anak panahnya hanya sebagai petunjuk
kegiatan-kegiatan yang bersangkutan. Dengan demikian dummy pada PDM tidak
diperlukan.

Precedence Diagram Method (PDM) adalah salah satu teknik penjadwalan


rencana jaringan kerja atau Networking Planning. PDM merupakan jaringan kerja yang
termasuk dalam klasifikasi AON (Activity On Node). Kegiatan ditulis dalam kotak dan
anak panah hanya menjelaskan hubungan ketergantungan diantara kegiatan-kegiatan.
Di dalam node biasanya dapat diisikan hal-hal berikut :
1. Durasi pekerjaan.
2. Nomor kegiatan.
3. Deskripsi kegiatan.
4. ES, EF, LS, LF.
5. Float yang terjadi.

PDM mempunyai hubungan logis ketergantungan yang bervariasi. Hubungan


antara dua kegiatan dalam PDM ada empat macam hubungan yang bervariasi yaitu:
1. Finish to finish (FF)
Hubungan yang menunjukkan bahwa selesainya (finish) kegiatan berikutnya
(successor) tergantung pada selesainya (finish) kegiatan sebelumnya (predecessor).
2. Finish to start (FS)
Hubungan yang menunjukkan bahwa mulainya kegiatan berikutnya tergantung
pada selesainya kegiatan sebelumnya.
3. Start to start (SS)
Hubungan yang menunjukkan bahwa mulainya kegiatan berikutnya tergantung
pada mulainya kegiatan sebelumnya.
4. Start to finish (SF)
Hubungan yang menunjukkan bahwa selesainya kegiatan berikutnya tergantung
pada mulainya kegiatan sebelumnya.

Adapun notasi yang digunakan dalam perhitungan pada PDM adalah sebagai berikut :
1. ES = waktu mulai paling awal suatu kegiatan (Earliest Start Time).
2. EF = waktu selesai paling awal suatu kegiatan (Earliest Finish Time). Bila
hanya ada satu kegiatan terdahulu, maka EF suatu kegiatan terdahulu adalah ES
kegiatan berikutnya.
3. LS = waktu paling akhir kegiatan boleh mulai (Latest Allowable Start Time),
yaitu waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai tanpa memperlambat proyek
secara keseluruhan.
4. LF = waktu paling akhir kegiatan boleh selesai (Latest Allowable Finish Time).

2.4 Rencana Anggaran Biaya


Rencana anggaran biaya pada suatu bangunan atau proyek adalah perhitungan
banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang
berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek tersebut (Ibrahim,1993).
Rencana anggaran biaya merupakan perkiraan biaya yang diperlukan untuk
setiap pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi sehingga akan diperoleh biaya total
yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu proyek (Djowirono, 1984). Rencana
anggaran bangunan (RAB) adalah perhitungan banyaknya biaya yang dikeluarkan
untuk material, upah, alat, dan biaya-biaya lainnya yang berhubungan dengan
pekerjaan proyek.
Adapun penjelasan secara rinci mengenai komponen penyusun rencana anggaran
biaya yaitu :
a. Komponen biaya langsung (Direct Cost)
Biaya langsung atau direct cost merupakan seluruh biaya permanen yang melekat
pada hasil akhir konstruksi sebuah proyek. Biaya langsung terdiri dari :
1. Biaya bahan/material
Harga bahan atau material yang digunakan untuk proses pelaksanaan
konstruksi, yang sudah memasukan biaya angkutan, biaya loading dan unloading,
biaya pengepakkan, penyimpanan sementara di gudang, pemeriksaan kualitas,
dan asuransi.
2. Upah tenaga kerja
Biaya yang dibayarkan kepada pekerja/buruh dalam menyelesaikan suatu jenis
pekerjaan sesuai dengan keterampilan dan keahliannya.
3. Biaya peralatan
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan sewa, pengangkutan, pemasangan alat,
memindahkan, membongkar, dan biaya operasi, juga dapat dimasukkan upah dari
operator mesin dan pembantunya.

b. Komponen biaya tidak langsung (Indirect Cost)


Biaya tidak langsung atau indirect cost adalah biaya yang tidak melekat pada
hasil akhir konstruksi sebuah proyek tapi merupakan nilai yang dipungut karena proses
pelaksanaan konstruksi proyek. Biaya tidak langsung terdiri dari :
1. Overhead umum
Overhead umum biasanya tidak dapat segera dimasukkan ke suatu jenis
pekerjaan dalam proyek itu, misalnya sewa kantor, peralatan kantor, air, listrik,
telepon, asuransi, pajak, bunga uang, biaya-biaya notaris, biaya perjalanan, dan
pembelian berbagai macam barang-barang kecil.
2. Overhead proyek
Overhead proyek adalah biaya yang dapat dibebankan kepada proyek tetapi
tidak dapat dibebankan kepada biaya bahan-bahan, upah tenaga kerja, atau biaya
alat-alat seperti asuransi, telepon yang dipasang di proyek, pembelian tambahan
dokumen kontrak pekerjaan, pengukuran (survey), surat-surat izin, dan lain
sebagainya. Jumlah overhead dapat berkisar antara 12 sampai 30 %.
3. Profit
Keuntungan yang didapat oleh pelaksana kegiatan proyek (kontraktor) sebagai
nilai imbal jasa dalam proses pengadaan proyek yang sudah dikerjakan. Secara
umum keuntungan yang yang diset oleh kontraktor dalam penawarannya berkisar
antara 10% sampai 12% atau bahkan lebih, tergantung dari keinginan kontrakor.
4. Pajak
Berbagai macam pajak seperti PPN, PPh dan lainnya atas hasil operasi
perusahaan.

2.4.1. Material
Material merupakan salah satu kebutuhan dari pelaksanaan pekerjaan
proyek konstruksi. Tiap pekerjaan pada proyek konstruksi membutuhkan material yang
kemudian diolah menjadi bangunan dengan metode-metode tertentu. Ketersediaan
material pada lokasi proyek merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangkan
dalam proyek konstruksi. Setiap daerah memiliki standar tersendiri dalam menetapkan
harga material. Berikut ini contoh material yang dibutuhkan pada pekerjaan beton
seperti pekerjaan sloof, kolom, balok, dan plat :
1. Semen
Semen merupakan bahan yang berfungsi untuk mengikat pada campuran beton.
Semen dapat ditambahkan bahan kimia untuk mempercepat proses pengikatan dan juga
dapat digunakan untuk memperlambat proses pengikatan.
2. Air
Air dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang digunakan pada
campuran beton menggunakan air yang bersih, tidak mengandung zat-zat organik,
minyak, dan bahan-bahan kimia lainnya yang dapat merusak beton dan baja tulangan.
3. Agregat halus
Agregat halus merupakan bahan campuran beton. Agregat halus memiliki ukuran
butiran 0,0625-2 mm. Agregat halus yang baik digunakan untuk campuran beton yaitu
memiliki butiran yang tajam, memiliki ragam bentuk butiran, tidak mengandung bahan
organik, tidak mengandung lumpur lebih dari 5% dan saat dikepal tidak ada lumpur.
4. Agregat kasar
Agregat kasar adalah batuan kecil yang biasanya berasal dari batu granit yang
dipecahkan. Ukuran agregat kasar yang biasa digunakan untuk campuran beton
berdiameter antara 2 mm dan 75 mm. Agregat kasar yang baik digunakan untuk
campuran beton yaitu tidak mudah rapuh, tidak berongga dan teksturnya keras,
permukaan kerikil tajam, untuk plat beton digunakan maksimum 1/3 lebar plat, untuk
balok beton digunakan 1/5 dari lebar balok beton, ¾ jarak bersih antara tulangan.
5. Besi tulangan
Besi tulangan yang dibutuhkan dalam pembuatan beton dapat berupa besi polos
ataupun besi ulir. Diameter besi tulangan pun bermacam-macam seperti 8 mm, 10 mm,
dan 12 mm.

2.4.2. Upah
Selain material, kebutuhan tenaga kerja pada saat pelaksanaan
pekerjaan proyek sangat dibutuhkan seperti tukang bangunan dan pekerja bangunan.
Tukang bangunan adalah profesi ahli dalam melaksanakan pekerjaan proyek bangunan
sedangkan pekerja adalah asisten dari tukang atau orang yang membantu pekerjaan
tukang. Dalam upah, tukang dan pekerja memiliki standar tersendiri. Perbedaan upah
ditentukan oleh pengalaman, kemampuan, dan kebersihan pada saat pelaksanaan
pekerjaan. Setiap daerah memiliki standar tersendiri dalam menetapkan harga upah.

2.4.3. Alat
Alat memiliki fungsi yang sangat penting dalam pekerjaan konstruksi.
Dalam pengoperasiannya alat berat membutuhkan biaya yang sangat besar sehingga
dalam pelaksanaan pekerjaan harus dimanfatkan secara optimal. Tujuan dari
penggunaan alat-alat berat tersebut adalah untuk memudahkan manusia dalam
mengerjakan pekerjaannya, sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan
lebih mudah dengan waktu yang relatif lebih singkat. (Syahbana dan Laksono, 2011).
Faktor-faktor yang menentukan dalam penggunaan alat berat yaitu tenaga yang
dibutuhkan, tenaga yang tersedia, tenaga yang dimanfaatkan.

Anda mungkin juga menyukai