Anda di halaman 1dari 12

FILSAFAT KETUHANAN SEBAGAI CABANG FILSAFAT

ANALISIS

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah “Filsafat Ketuhanan”

Disusun oleh:

M Fatkhur Rohman (E01218012)

Dosen pengampu:

Drs. Loekisno Choiril Warsito, M.Ag

PROGRAM STUDI AQIDAH FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2019
Judul : Filsafat ketuhanan sebagai cabang filsafat
Mata kuliah : Filsafat Ketuhanan
Nama : M Fatkhur Rohman
Nim : E01218012
Semester :2
Kelas :B
Url : https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/21/epistimologi-ontologi-
aksiologi-pengetahuan-filsafat-2/
Materi RPS : Filsafat ketuhanan sebagai cabang filsafat
- Ontologi, epistemologi dan aksiologi

Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan filsafat itu
sebenarnya. Struktur filsafat dibahas juga disini. Yang dimaksud struktur filsafat disini ialah
cabang-cabang filsafat serta isi (yaitu teori) dalam setiap cabang itu. Yang dibicarakan disini
hanyalah cabang-cabang saja, itupun hanya sebagian. Dalam hakikat pengetahuan filsafat,
Hatta mengatakan bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu, nanti bila
orang telah banyak mempelajari filsafat orang itu akan mengerti dengan sendirinya apa
filsafat itu (Hatta, Alam Pikiran Yunani, 1966, I:3). Langeveld juga berpendapat seperti itu.
Katanya, setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum apa filsafat itu, makin dalam ia
berfilsafat akan semakin mengerti ia apa filsafat itu (Langeveld, Menuju ke Pemikiran
Filsafat, 1961:9). Filsafat terdiri atas tiga cabang besar yaitu: ontologi, epistimologi, dan
aksiologi. Ketiga cabang itu sebenarnya merupakan satu kesatuan :
- Ontologi membicarakan hakikat (segala sesuatu), ini berupa pengetahuan tentang hakikat
segala sesuatu.
- Epistimologi membicarakan cara memperoleh pengetahuan itu.
- Aksiologi membicarakan guna pengetahuan itu.
Ontologi mencakup banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk disini,
misalnya Logika, Metafisika, Kosmologi, Teologi, Antropologi, Etika, Estetika, Filsafat
Pendidikan, Filsafat Hukum dan lain-lain.
Epistimologi hanya mencakup satu bidang saja yang disebut epistimologi yang
membicarakan cara memperoleh pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi setiap cabang filsafat.
Sedangkan Aksiologi hanya mencakup satu bidang filsafat yaitu aksiologi yang
membicarakan guna pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi semua cabang filsafat. Inilah
kerangka struktur filsafat. Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tidak empiris.
Pernyataan ini menjelaskan bahwa ukuran kebenaran filsafat itu ialah logis tidaknya
pengetahuan itu. Bila logis berarti benar dan bila tidak logis berarti salah. Ada hal yang patut
diingat. Kita tidak boleh menuntut bukti empiris untuk membuktukan kebenaran filsafat.
Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis dan tidak empiris. Bila logis dan tidak
empiris itu adalah pengetahuan sains. Kebenaran teori filsafat ditentukan oleh logis dan
tidaknya teori itu. Ukuran logis dan tidaknya tersebut akan terlihat pada argumen yang
menghasilkan kesimpulan teori itu.

Ontologi Pengetahuan Filsafat


Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan filsafat itu
sebenarnya. Struktur filsafat dibahas juga disini. Yang dimaksud struktur filsafat disini ialah
cabang-cabang filsafat serta isi (yaitu teori) dalam setiap cabang itu. Yang dibicarakan disini
hanyalah cabang-cabang saja, itupun hanya sebagian. Teori dalam setiap cabang tentu sangat
banyak dan itu tidak dibicarakan disini. Struktur dalam arti cabang-cabang filsafat sering
juga disebut sistematika filsafat. Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan
penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Jadi ontology adalah the theory of being qua
being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan Noeng Muhadjir dalam
bukunya Filsafat ilmu mengatakan, ontology membahas tentang yang ada,yang tidak terikat
oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal,
menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat
dalam setiap kenyataan, menurut istilah, ontology ialh ilmu yang membahas tentang hakikat
yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret mauun
rohani/abstrak.
Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan filsafat itu
sebenarnya. Struktur filsafat dibahas juga disini. Yang dimaksud struktur filsafat disini ialah
cabang-cabang filsafat serta isi (yaitu teori) dalam setiap cabang itu. Yang dibicarakan disini
hanyalah cabang-cabang saja, itupun hanya sebagian. Teori dalam setiap cabang tentu sangat
banyak dan itu tidak dibicarakan disini. Struktur dalam arti cabang-cabang filsafat sering
juga disebut sistematika filsafat.
Di dalam pemahaman ontology dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok
pemikiran sebagai berikut:
1. Monoisme

Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari selruh kenyataan itu hanyalah
satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik
yang asal beupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri
sendiri.

2. Dualisme
Pandangan ini mengatakan bahwa hakikat itu ada dua. Aliran ini disebut dualism.
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya.
3. Pluralisme
Paha mini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu
semuanya nyata.
4. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin
yang tidak mengakui validitas alternative yang positif.
5. Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik
hakikat materi maupun hakikat rohani. Timbulnya alirqan ini dikarenakan belum dapatnya
orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang
berdiri sendiri dan dapat kita kenal.

Hakikat Pengetahuan Filsafat

Hatta mengatakan bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu,
nanti bila orang telah banyak mempelajari filsafat orang itu akan mengerti dengan sendirinya
apa filsafat itu (Hatta, Alam Pikiran Yunani, 1966, I:3). Langeveld juga berpendapat seperti
itu. Katanya, setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum apa filsafat itu, makin
dalam ia berfilsafat akan semakin mengerti ia apa filsafat itu (Langeveld, Menuju ke
Pemikiran Filsafat, 1961:9). Pendapat Hatta dan Langeveld itu benar, tetapi apa salahnya
mencoba menjelaskan pengertian filsafat dalam bentuk suatu uraian. Dalam uraian itu
diharapkan pembaca mengetahui apa filsafat itu, sekalipun belum lengkap. Dan dari situ akan
dapat ditangkap apa itu pengetahuan filsafat. Poedjawijatna (Pembimbing ke Alam Filsafat,
1974:11) mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab
yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka. Hasbullah
Bakry (Sistematik Filsafat, 1971:11) mengatakan bahwa filsafat sejenis pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan
manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh
yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah
mencapai pengetahuan itu.

Definisi Poedjawijatna dan Hasbullah Bakry menjelaskan satu hal yang penting yaitu
bahwa filsafat itu pengetahuan yang diperoleh dari berpikir. Ciri khas filsafat ialah ia
diperoleh dengan berpikir dan hasilnya berupa pemikiran (yang logis tetapi tidak empiris).
Apa yang diingatkan oleh Hatta dan Langeveld memang ada benarnya. Kita sebenarnya tidak
cukup hanya mengatkan filsafat itu hasil pemikiran yang tidak empiris, karena pernyataan itu
memang belum lengkap. Bertnard Russel menyatakan bahwa filsafat adalah the atemp to
answer ultimate question critically (Joe Park, Selected Reading in the Philosophy of
Education, 1960:10). D. C. Mulder (Pembimbing ke Dalam Ilmu Filsafat, 1966: 10)
mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan teoritis tentang susunan kenyataan sebagai
keseluruhan. William james (Encyclopedia of Philosophy, 1967:219) menyimpulkan bahwa
filsafat ialah a collective name for question which have asked them. Namun dengan
mengatakan bahwa filsafat ialah hasil pemikiran yang hanya logis, kita telah menyebutkan
intisari filsafat. Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan logis dan tidak empiris. Filsafat terdiri
atas tiga cabang besar yaitu: ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Ketiga cabang itu
sebenarnya merupakan satu kesatuan :

- Ontologi membicarakan hakikat (segala sesuatu), ini berupa pengetahuan tentang hakikat
segala sesuatu.
- Epistimologi membicarakan cara memperoleh pengetahuan itu.
- Aksiologi membicarakan guna pengetahuan itu.

Ontologi mencakup banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk disini,
misalnya Logika, Metafisika, Kosmologi, Teologi, Antropologi, Etika, Estetika, Filsafat
Pendidikan, Filsafat Hukum dan lain-lain. Epistimologi hanya mencakup satu bidang saja
yang disebut epistimologi yang membicarakan cara memperoleh pengetahuan filsafat. Ini
berlaku bagi setiap cabang filsafat. Sedangkan Aksiologi hanya mencakup satu bidang
filsafat yaitu aksiologi yang membicarakan guna pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi
semua cabang filsafat. Inilah kerangka struktur filsafat.
Epistimologi Pengetahuan Filsafat

Epistimologi filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat (yaitu yang
dipikirkan), cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran (pengetahuan)
filsafat. Istilah Epistemologi di dalam bahasa inggris di kenal dengan istilah “Theory of
knowledge”. Epistemologi berasal dari asal kata “episteme” dan ”logos”. Epistime berarti
pengetahuan, dan logos berarti teori. Dalam rumusan yang lebih rinci di sebutkan bahwa
epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalan dan
radikal tentang asal mula pengetahuan, structure, metode, dan validitas pengetahuan.

Di samping itu terdapat beberapa istilah yang maksudnya sama dengan epistemologi
ialah:

1. Gnosiologi
2. Logikal material
3. Criteriologi

Keseluruhan istilah tersebut di atas di dalam bahasa Indonesia pada umumnya disebut
filsafat pengetahuan. Dalam rumusan lain di sdebutkan bahwa epistemologi adalah cabang
filsafat yang mempelajari soal tentang watak,batas –batas dan berlakunyailmu pengetahuan:
demikian rumusan yang di ajukan oleh J.A.N. Mulder. Sebenarnya banyak ahli filsafat
(filosof) maupun sarjana filsafat yang merumuskan tentang epistemologi atau filsafat
pengetahuan. Apabila keseluruhan rumusan tersebut di renungkan maka dapat di fahami
bahwa prinsipnya epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas – batas, sifat metode dan
keahlian pengetahuan. Oleh karena itu sistematika penulisan epitemologi adalah terjadinya
pengetahuan,teori kebenaran, metode – metode ilmiah dan aliran – aliran teori pengetahuan.

1. Terjadinya Pengetahuan

Proses terjadinya pengetahuan menjadi masalah mendasar dalam epistemologi sebab


hal ini akan mewarnai pemikiran kefilsafatannya. Pandangan yang sederhana dalam
memikirkan proses terjadinya pengetahuan yaitu dalam sifatnya baik a priori maupun a
posteriori. Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui
pengalaman, baik pengalaman indra maupun pengalaman batin. Sedangkan a posteriori
adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Di dalam mengetahui
memerlukan alat yaitu: pengalaman indra (sence experience); nalar (reason); otoritas
(authority); intuisi (intitution); wahyu (revelation); dan keyakinan (faith). Sepanjang sejarah
kefilsafatan alat – alat untuk mengetahui tersebut memiliki peranan masing – masing baik
secara sendiri – sendiri maupun berpasangan satu sama lain tergantung kepada filosof atau
faham yang di anutnya. Dalam hal ini dapat di lihat bukti – bukti sebagai berikut :

Pengetahuan di dapatkan dari pengamatan. Di dalam pengamatan indrawi tidak dapat


di tetapkan apa yang subjektif dan apa yang objektif. Jika kesan–kesan subjektif di anggap
sebagai kebenaran, hal itu mengakibatkan adanya gambaran–gambaran yang kacau di dalam
imajinasi. Segala pengetahuan di mulai dengan gambaran–gambaran indrawi. Gambaran–
gambaran itu kemudian di tingkatkan sampai kepada tingkatan–tingkatan yang lebih tinggi,
yaitu pengetahuan rasional dan pengetahuan intuitif. Di dalam pengetahuan rasional orang
hanya mengambil kesimpulan–kesimpulan, tetapi di dalam pengetahuan intuitif orang
memandang kepada idea–idea yang berkaitan dengan Allah. Disini orang di masukkan ke
dalam keharusan ilahi yang kekal. Demikian menurut Baruch Spinoza sebagai salah seorang
tokoh Resiesinalisme. Pandangan Spinoza agak berbeda dengan pandangan Thomas Hobbes
sebagai salah seorang tokoh empirisme yang hidup pada tahun 1588 -1679. Menurutnya
pengenalan atau pengetahuan di peroleh karena pengalaman. Pengalaman adalah awal segala
pengetahuan. Juga awal pengetahuan tentang asas–asas yang di peroleh dan di teguhkan oleh
pengalaman. Segala ilmu pengetahuan di turunkan dari pengalaman. Hanya pengalamanlah
yang memberi jaminan akan kepastian.

Pengalaman dengan akal hanya mempunyai fungsi mekanisme semata – mata sebab
pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan pengurangan.
Pengenalan dengan akal mukai dengan memakai kata–kata ( pengertian–pengertian), yang
hanya mewujudkan tanda–tanda yang menurut adat saja, dan menjadikan roh manusia dapat
memiliki gambaran dari hal – hal yang di ucapkan dengan kata–kata itu. Pengertian–
pengertian umum hanyalah nama saja, yaitu nama–nama bagi gambaran–ganbaran ingatan
tersebut, bukan nama–nama bendanya. Nama–nama itu tidak mempunyai nilai objektif.
Pendapat atau pertimbangan adalah penggabungan dua nama, sedang silogisme adalah suatu
soal hitung, di mana orang bekerja dengan tiga nama. Yang di sebut pengalaman adalah
keseluruhan atau totalitas segala pengamatan, yang di simpan di dalam ingatan dan di
tentukan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati
pada masa yang lampau. Pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda – benda di luar kita
menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indera kita. Gerak ini di teruskan kepada otak dan
dari otak di teruskan ke jantung. Di dalam jantung timbulah suatu reaksi suatu gerak dalam
jurusan yang sebaliknya. Pengmatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi.

Sasaran yang diamati adalah sifat–sifat inderawi. Penginderaan disebabkan karena


tekanan objek atau sasaran. Kualitas di dalam objek–objek, yang sesuai dengan penginderaan
kita, bergerak menekan indera kita. Warna yang kita lihat, suara yang kita dengar, bukan
berada di dalam objek, melainkan di dalam subjeknya. Sifat sifat inderawi tidak memberi
gambaran tentang sebab yang menimbulkan penginderaan. Ingatan, rasa senang dan todak
senang dan segala gejala jiwani, bersandar semata–mata pada asosiasi gambaran–gambaran
yang murni bersifat mekanis. Sementara itu salah seorang tokoh empirisme yang lain
berpendapat bahwa segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Akal
(rasio) adalah pasif pada waktu pengetahuan di dapatkan. Akal tidak melahirkan pengetahuan
dari dirinya sendiri. Semula akal serupa dengan secarik kertas yang tanpa tulisan, yang
menerima segala sesuatu yang datang dari pengalaman. Locke tidak membedakan antara
pengetahuan inderawi dan pengetahuan akalis. Satu – satunya sasaran atau objek
pengetahuan adalah gagasan – gagasan atau ide – ide yang timbulnya karena pengalaman
lahiriah (sensation) dan karena pengalaman bathiniah ( reflection). Pengalamn lahiriah
mengajarkan kepada kita tentang hal – hal yang di luar kita, sedangkan pengalaman batiniah
mengajarkan tentang keadaan – keadaan psikis kita sendiri. Kedua macam pengalaman ini
jalin menjalin. Pengalaman lahiriah menghasilkan gejala–gejala psikis yang harus di tanggapi
oleh pengalaman batiniah. Objek–objek pengalaman lahiriah itu mula – mula menjadi isi
pengalaman, karena di hisapkan oleh pengalaman bathiniah, artinya objek – objek itu tampil
dalam kesadaran. Dengan demikian menganal adalah identik dengan mengenal secara sadar.
Dalam hal ini Locke sama dengan Descrates. Segala sesuatu yang berada di luar kita
menimbulkan didalam diri kita gagasan – gagasan dari pengalaman lahiriah. Tujuan
berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya, yang terdalam. Jika hasil pemikiran
itu disusun, maka susunan itulah yang kita sebut Sistematika Filsafat. Sistematika atau
struktur filsafat dalam garis besar terdiri atas ontologi, epistimologi dan aksiologi. Isi setiap
cabang filsafat ditentukan oleh objek apa yang diteliti (dipikirkan)-nya. Jika ia memikirkan
pendidikan maka jadilah Filsafat Pendidikan. Jika ia memikirkan hukum maka jadilah
Filsafata Hukum, dan lain sebagainya. Inilah objek filsafat. Objek penelitian filsafat lebih
luas dari objek penelitian sains. Sains hanya meneliti objek yang ada, sedangkan filsafat
meneliti objek yang ada dan mungkin ada. Sebenarnya masih ada objek lain yang disebut
objek forma yang menjelaskan sifat kemendalaman penelitian filsafat.

Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat

Pertama-tama filosof harus membicarakan (mempertanggung jawabkan) cara mereka


memperoleh pengetahuan filsafat. Yang menyebabkan kita hormat kepada para filosof antara
lain ialah karena ketelitian mereka sebelum mencari pengetahuan mereka membicarakan dan
mempertanggungjawabkannya lebih dahulu cara memperoleh pengetahuan tersebut. Sifat itu
sering kurang dipedulikan oleh kebanyakan orang. Pada umumnya orang mementingkan apa
yang diperoleh atau diketahui, bukan cara memperoleh atau mengetahuinya. Ini gegabah,
para filosof bukan orang yang gegabah. Berfilsafat ialah berfikir. Berfikir itu tentu
menggunakan akal. Menjadi persoalan, apa sebenarnya akal itu. John Locke (Sidi Gazalba,
Sistematika Filsafat, II, 1973:111) mempersoalkan hal ini. Ia melihat, pada zamannya akal
telah digunakan secara terlalu bebas, telah digunakan sampai diluar batas kemampuan akal.
Hasilnya ialah kekacauan pemikiran pada masa itu. Manusia memperoleh pengetahuan
filsafat dengan berpikir secara mendalam tentang sesuatu yang abstrak. Mungkin juga objek
pemikirannya sesuatu yang konjret, tetapi yang hendak diketahuinya ialah bagian “di
belakang” objek konkret itu. Dus abstrak juga.

Secara mendalam artinya ia hendak mengetahui bagian yang abstrak sesuatu itu, ia
ingin mengetahui sedalam-dalamnya. Dikatakan mendalam tatkala ia sudah berhenti smpai
tanda tanya. Dia tidak dapat maju lagi, di situlah orang berhenti, dan ia telah mengetahui
sesuatu itu secara mendalam. Jadi jelas, mendalam bagi seseorang belum tentu mendalam
bagi orang lain.

1. a. Ukuran Kebenaran Filsafat

Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tidak empiris. Pernyataan ini
menjelaskan bahwa ukuran kebenaran filsafat itu ialah logis tidaknya pengetahuan itu. Bila
logis berarti benar dan bila tidak logis berarti salah. Ada hal yang patut diingat. Kita tidak
boleh menuntut bukti empiris untuk membuktukan kebenaran filsafat. Pengetahuan filsafat
ialah pengetahuan yang logis dan tidak empiris. Bila logis dan tidak empiris itu adalah
pengetahuan sains. Kebenaran teori filsafat ditentukan oleh logis dan tidaknya teori itu.
Ukuran logis dan tidaknya tersebut akan terlihat pada argumen yang menghasilkan
kesimpulan teori itu. Fungsi argumen dalam filsafat sangatlah penting, sama dengan fungsi
data pada pengetahuan sains. Bobot teori filsafat justru terletak pada kekuatan argumen
bukan pada kekuatan konklusi. Karena argumen itu menjadi kesatuan dengan konklusi, maka
boleh juga diterima pendapat yang mengatakan bahwa filsafat itu argumen. Kebenaran
konklusi ditentukan oleh argumennya.

2.5. Aksiologi Pengetahuan Filsafat

` Dalam aksiologi diuraikan dua hal, yang pertama tentang kegunaan pengetahuan
filsafat dan yang kedua tentang cara filsafat menyelesaikan masalah. Ilmu merupakan sesuatu
yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan
manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang
tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. singkatnya
ilmu merupakan sarana untuk mencapai tujuan hidupnya. Untuk mengetahui kegunaan
filsafat, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, pertama filsafat
sebagai kumpulan teori filsafat, kedua filsafat sebagai metode pemecahan masalah, dan
ketiga filsafat sebagai pandangan hidup (philosophy of life). Mengetahui teori-teori filsafat
amat perlu karena dunia dibentuk oleh teori-teori itu. Jika anda tidak senang pada komunisme
maka anda harus mengetahui Marxsisme, karena teori filsafat untuk komunisme itu ada
dalam Maxsisme. Jika anda menyenangi ajaran syi’äh Dua Belas di Iran, maka anda
hendaknya mengetahui filsafat Mulla Shadra. Begitulah kira-kira. Dan jika anda hendak
membenuk dunia, baik dunia besar maupun dunia kecil (diri sendiri), maka anda tidak dapat
mengelak dari penggunaan teori filsafat. Jadi, mengetahui teori-teori filsafat amatlah perlu.
Filsafat sebagai teori filsafat juga perlu dipelajari oleh orang yang akan menjadi pengajar
dalam bidang filsafat. Yang amat penting juga ialah filsafat sebagai methodology, yaitu cara
memecahkan masalah yang dihadapi. Disini filsafat digunakan sebagai satu cara atau model
pemecahan masalah secara mendalam dan universal. Filsafat selalu mencari sebab terakhir
dan dari sudut pandang seluas-luasnya. Hal ini diuraikan pada bagian lain sesudah ini.

Cara Filsafat Menyelesaikan Masalah

Kegunaan filsafat yang lain ialah sebagai methodology, maksudnya sebagai metode
dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah bahkan sebagai metode dalam memandang
dunia ( world view). Dalam hidup kita banyak menghadapi masalah. Masalah artinya
kesulitan. Kehidupan akan lebih enak jika masalah itu terselesaikan. Ada banyak cara dalam
menyelesaikan masalah, mulai dari yang sederhana sampai yang rumit. Sesuai dengan
sifatnya, filsafat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal. Penyelesaian
filsafat bersifat mendalam, artinya ia ingin mencari asal masalah. Universal artinya filsafat
ingin masalah itu dilihat dalam hubungan seluas-luasnya agar nantinya penyelesaian itu cepat
dan berakibat seluas mungkin.

CATATAN:

Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan filsafat itu
sebenarnya. Struktur filsafat dibahas juga disini. Yang dimaksud struktur filsafat disini ialah
cabang-cabang filsafat serta isi (yaitu teori) dalam setiap cabang itu. Yang dibicarakan disini
hanyalah cabang-cabang saja, itupun hanya sebagian. Teori dalam setiap cabang tentu sangat
banyak dan itu tidak dibicarakan disini. Struktur dalam arti cabang-cabang filsafat sering juga
disebut sistematika filsafat.

Di dalam pemahaman ontology dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok


pemikiran sebagai berikut: Monoisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnostisisme.
Epistimologi filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat (yaitu yang dipikirkan), cara
memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran (pengetahuan) filsafat. Istilah
Epistemologi di dalam bahasa inggris di kenal dengan istilah “Theory of knowledge”.
Epistemologi berasal dari asal kata “episteme” dan ”logos”. Epistime berarti pengetahuan,
dan logos berarti teori. Dalam rumusan yang lebih rinci di sebutkan bahwa epistemologi
merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalan dan radikal tentang asal
mula pengetahuan, structure, metode, dan validitas pengetahuan. Pengetahuan di dapatkan
dari pengamatan. Di dalam pengamatan indrawi tidak dapat di tetapkan apa yang subjektif
dan apa yang objektif. Jika kesan–kesan subjektif di anggap sebagai kebenaran, hal itu
mengakibatkan adanya gambaran–gambaran yang kacau di dalam imajinasi. Segala
pengetahuan di mulai dengan gambaran–gambaran indrawi. Gambaran–gambaran itu
kemudian di tingkatkan sampai kepada tingkatan–tingkatan yang lebih tinggi, yaitu
pengetahuan rasional dan pengetahuan intuitif. Di dalam pengetahuan rasional orang hanya
mengambil kesimpulan–kesimpulan, tetapi di dalam pengetahuan intuitif orang memandang
kepada idea–idea yang berkaitan dengan Allah. Disini orang di masukkan ke dalam
keharusan ilahi yang kekal. Demikian menurut Baruch Spinoza sebagai salah seorang tokoh
Resiesinalisme. Kegunaan filsafat yang lain ialah sebagai methodology, maksudnya sebagai
metode dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah bahkan sebagai metode dalam
memandang dunia ( world view). Dalam hidup kita banyak menghadapi masalah. Masalah
artinya kesulitan. Kehidupan akan lebih enak jika masalah itu terselesaikan. Ada banyak cara
dalam menyelesaikan masalah, mulai dari yang sederhana sampai yang rumit. Sesuai dengan
sifatnya, filsafat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal. Penyelesaian
filsafat bersifat mendalam, artinya ia ingin mencari asal masalah. Universal artinya filsafat
ingin masalah itu dilihat dalam hubungan seluas-luasnya agar nantinya penyelesaian itu cepat
dan berakibat seluas mungkin.

Kontens Analisis
Analisis ini adalah mencangkup pembahasan tentang pengertian dan cabang-cabang filsafat
yang telah dipelajari waktu dulu masuk aktif di bangku perkuliahan. Oleh karena itu saya
tidak bisa memberikana analisis yang cukup.
Konfirmasi
Konfirmasi yang diperoleh oleh pembaca dari artikel ini cukup jelas namun ada sedikit yang
harus diperbaruhi blog ini mungkin ada sedikit kata yang belom bisa dipahami oleh pembaca
apa maksud dari kata itu, tapi pembaca mendukung adanya blog ini karena bisa menambah
bahan refrensi bagi yang lain.
Cara filsafat menyelesaikan masalah
Filsafat salah satunya adalah cara yang baik untuk menyelesaikan masalah, dengan berfikir
secara filsafat dengan metode pemikiran filsafat akan mempemudahakan untuk
menyelesaikan masalah.

Nb: Mohon maaf kalau ada kekurangan dalam matakuliah semester 4 ini dikarenakan saya
adalah mahasiswa semester 2 yang mengambil mata kuliah semester 4

Anda mungkin juga menyukai