Anda di halaman 1dari 17

Apaan sih itu Demokrasi, Liberal, Kapitalis,

Komunis, dan Lain-Lain?


Pernah denger ga orang bilang seperti ini:

 Awas jangan ikut-ikutan mereka yang menganut paham liberalisme!


 Jangan baca buku-buku itu, nanti kamu jadi komunis!
 Astaga, tokoh itu ternyata antek-anteknya kapitalis!
 Dasar kelompok anarkis, kerjaannya merusak dan berbuat onar!
 Negara itu kan sekuler, berarti mereka pasti anti-agama!
Tebakan gua sih senggaknya lo pernah dengar kalimat semacam itu, entah di social media, di
sekolah, kampus, atau di organisasi yang sedang lo ikuti. Gua pribadi terus terang lumayan
sering denger celetukan-celetukan seperti di atas, terutama ketika dulu gua masih SMA sampai
kuliah. Yah kurang lebih sewaktu seumuran dengan kalian-kalian sekarang inilah, hehe…
Eh tapi pernah ga sih lo penasaran, sebetulnya apaan sih itu paham liberal? Apaan tuh kapitalis,
komunis, anarkis, fasis, sosialis, sekular, dan lain-lain? Kenapa ya istilah-istilah itu sering banget
diidentikkan dengan atribut-atribut yang negatif? Apakah betul isi dari celetukan-celetukan itu?
Apa betul orang liberal itu bertindak seenaknya tanpa aturan? Apa betul orang komunis itu
kejam? Apakah orang kapitalis itu maksudnya orang-orang kaya yang licik? Apa betul kelompok
anarkis itu sering berbuat onar?

Terus terang, dulu (waktu semester awal kuliah) gua pernah sempet dalam fase yang betul-betul
penasaran dengan istilah-istilah ini. Sampai akhirnya gua coba cari tau sendiri apa artinya istilah-
istilah di atas. Seiring dengan berjalannya waktu, dengan makin banyak buku yang dibaca, makin
banyak nonton film dokumenter, dan juga berdiskusi dengan temen-temen yang sama-sama mau
belajar… Gua mulai paham bahwa pengertian dari istilah-istilah di atas itu JAUUHH lebih
kompleks daripada atribut-atribut yang melekat kepada istilah tersebut. Sampai-sampai gua
curiga bahwa mereka-mereka yang sering nyeletuk soal: “tokoh A itu neolib, tokoh B itu antek
kapitalis, kelompok itu anarkis, dsb…” jangan-jangan sebetulnya nggak ngerti apa-apa, tapi cuma
sok tau doang, hehe…
Nah karena itulah pada kesempatan kali ini, gua secara khusus ingin mendorong lo semua sebagai
para intelektual muda untuk mencoba menelusuri apa arti sebenarnya dari istilah-istilah di atas.
Bagi lo yang mungkin was-was atau khawatir karena sempet ditakut-takutin “jangan belajar
paham A, nanti kamu jadi ikut-ikutan berpaham seperti itu.” Gua berani jamin itu cuma omong
kosong. Nonsense! Jangan pernah takut dalam belajar & mencari ilmu. Seseorang yang belajar
tentang sebuah gagasan politik-ekonomi tertentu, tidak berarti dia pasti/harus mengikuti gagasan
tersebut. Nggak ada yang salah dengan belajar untuk menambah wawasan, karena jika wawasan
semakin lebar, lo akan punya perspektif yang luas dalam melihat dunia ini.
Oke jadi sebetulnya apaan sih arti dari istilah-istilah di atas? Pada dasarnya istilah-istilah di atas
lahir dari sekelumitproses perjalanan manusia dalam upaya mereka untuk
menciptakan masyarakat ideal. Bentuk gagasan-gagasan itulah yang kemudian dirumuskan
dengan istilah-istilah yang kita kenal sebagai pandangan sosial-politik-ekonomi tertentu.
Ada yang namanya demokrasi, komunisme, sosialisme, liberalisme, dan lain sebagainya.
Karena cerita tentang sejarah terbentuknya gagasan-gagasan itu puanjaaang banget, mustahil kalo
gua bisa rangkum sejarah pandangan politik selama 2,500 tahun terakhir hanya dalam sebuah
artikel. Jadi gua putuskan, gua hanya akan membahas ide pokok dan sejarah singkat dari
beberapa gagasan sosial-ekonomi-politik yang seringkali disalahartikan. Selebihnya, gua
berharap lo bisa secara proaktif terus menggali dan memperluas wawasan lo tentang berbagai
gagasan sosial-ekonomi-politik dunia. Yuk kita mulai dengan istilah pertama yang
lumayan sering disalahartikan, yaitu anarkisme:

Apa itu Anarkisme?

Simbol dari gerakan anarkisme


Istilah anarkisme seringkali diidentikkan dengan aksi premanisme, perusakan, dan kekerasan.
Padahal kalo lo coba menelusuri definisi dan pengertiannya, anarkisme hampir ga ada
hubungannya sama sekali dengan aksi perusakan atau kekerasan.
Lho, terus jadi apaan dong anarkisme? Secara sederhana, anarkisme adalah gagasan akan kondisi
masyarakat tanpa ada figur pemimpin, tanpa ada hirarki kewenangan vertikal, tanpa ada
bentuk otoritas apapun termasuk sistem pemerintahan.

Dari situ, biasanya timbul anggapan: Wah kalau tanpa pemimpin berarti pasti akan terjadi
kekacauan dong? Tunggu dulu, jangan langsung menarik kesimpulan. Terlepas dari bagaimana
kondisi setelahnya, definisi anarki stop berhenti sampai pada “kondisi masyarakat tanpa
pemimpin dan tanpa hirarki kewenangan vertikal”. Dalam praktiknya, gagasan politik ini bisa
terjadi karena (1) dorongan aktif pada sebuah masyarakat atau bisa juga (2) terbentuk secara
natural pada masyarakat yang terisolasi.
Contoh komunitas masyarakat yang secara aktif berpandangan anarkisme (1) bisa lo lihat di List
of Anarchy Communities. Sementara kondisi masyarakat tanpa pemimpin yang terbentuk secara
natural (2) banyak terjadi pada masyarakat pendalaman yang terisolasi, salah satu contohnya
adalah masyarakat Inuit atau Eskimo yang telah puluhan ribu tahun hidup berdampingan tanpa
ada tokoh pemimpin sentral dan tanpa ada hirarki kewenangan vertikal.

Orang inuit (eskimo)


selama puluhan ribu tahun bermasyarakat tanpa figur pemimpin dan tanpa hirarki kewenangan
vertikal.
Buat yang mau lebih jauh menelusuri tokoh-tokoh yang mengusung gagasan ini, lo bisa coba
ngulik beberapa pemikiran dari tokoh-tokoh berikut: Pierre-Joseph Proudhon (1809 –
1865), Mikhail Bakunin (1814 – 1876), dan Pyotr (Peter) Kropotkin (1842 – 1921)
PS: Aksi perusakan dan kekerasan lebih tepat disebut dengan tindakan vandalisme, bukan
anarkisme.

Apa itu Demokrasi?


Nah, ini dia sistem politik yang paling populer sekarang ini. Walaupun sedikit banyak mungkin lo
udah tau, ga ada salahnya kita memahami konsep dasar dari demokrasi. Kalo dilihat dari sisi
sejarah, sejarah konsep demokrasi itu puanjaaang banget. Nah, pada artikel ini, gua ga akan bahas
sejarahnya demokrasi. Tapi justru gua akan berfokus pada pengenalan konsep dasar dan prinsip
dasar utama dari gagasan politik ini. Jadi kalo lo penasaran dengan sejarah demokrasi dari zaman
Yunani Kuno (Ancient Athens Circa) 508 SM sampai demokrasi abad 21, lo bisa telusuri sendiri
dari berbagai macam sumber.
Oke terus apaan sih demokrasi itu? Pada intinya sih, ide pokok dari konsep demokrasi terletak
pada bagaimana cara pengambilan keputusan oleh suatu kelompok masyarakat, di
mana masyarakat IKUT DILIBATKAN dalam pengambilan keputusan tersebut dan setiap
individu dalam masyarakat memiliki nilai suara yang setara.
Dengan definisi seperti itu, mungkin seharusnya lo menyadari bahwa selama ini lo udah
mempraktikkan konsep demokrasi di lingkungan lo. Misal, ketika lo ikut dalam pemilihan ketua
OSIS, BEM, atau organisasi lain yang pernah lo ikuti.

Perlu lo camkan baik-baik juga, bahwa konsep demokrasi ini bukanlah gagasan yang
tetap (fixed) dari awal pembentukannya. Gagasan politik demokrasi, sebagaimana gagasan politik
lainnya, juga mengalami penyesuaian dan terus berevolusi, tapi akar prinsipnya selalu sama.
Contoh dari bentuk penyesuaian itu misalnya seperti ini: Kalo kita mengacu pada definisi
“masyarakat” dalam pengertian di atas, bagi kita yang hidup di negara Indonesia abad 21 ya
“masyarakat” itu berarti semua warga negara yang sudah dianggap dewasa (di atas 17 tahun).
Tapi bagi masyarakat di zaman Yunani Kuno atau zaman kerajaan Romawi, pengertian
masyarakat demokrasi itu hanya laki-laki dewasa yang bukan golongan budak. Artinya, zaman
dulu budak dan perempuan, bukan termasuk masyarakat demokrasi, tidak boleh ikut pemilu.
Contoh lain dari penyesuaian konsep demokrasi bisa kita lihat dari konteks “pengambilan
keputusan”. Dalam praktiknya, keterlibatan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan
tentu tidak praktis jika jumlah masyarakat sudah terlalu banyak. Oleh karena itulah ada yang
namanya “wakil rakyat”. Sampai pada tahap ini, konsep demokrasi jadi sedikit bergeser, di
mana masyarakat dilibatkan dalam memilih para “wakil rakyat” untuk mengambil keputusan
serta menjalankan operasional pemerintahan. Nah, karena konsep demokrasi inilah, tercipta
sistem-sistem baru yang ga asing lagi di telinga lo: ada pemilu, ada kampanye, ada partai
politik, dan lain-lain. Dalam konsep politik yang lain, lo nggak akan menemukan hal-
hal tersebut.
Adanya pemilu adalah salah
satu tanda pemerintahan yang demokratis
Contoh terakhir dari penyempurnaan konsep demokrasi adalah konsep PEMISAHAN
KEKUASAAN, di mana “wakil rakyat” yang dimaksud tadi, harus dipisahkan perannya. Dalam
sejarah, sebetulnya lumayan banyak tokoh yang menggagas konsep pemisahan kekuasaan ini,
seperti John Calvin & John Locke, tapi yang paling populer dan dipraktikkan secara luas saat ini
(termasuk di Indonesia) adalah konsep Trias Politika Montesquieu.
Trias Politica Montesquieu menuntut klasifikasi peran dari “wakil rakyat”, artinya harus
dipisahkan siapa yang merancang aturan, siapa yang melaksanakannya, dan siapa
yang mengevaluasi pelaksanaannya. Maka dari itu, muncullah lembaga negara seperti:
 Legislatif yang membuat aturan (DPR, MPR, DPD / Parliament)
 Eksekutif yang melaksanakan pemerintahan (dari Presiden, Menteri, Gubernur, sampai
ketua RT)
 Yudikatif yang mengevaluasi pelaksanaan pemerintahan (MA, MK / Supreme Court)

Persebaran negara pada era modern yang menganut sistem demokrasi dalam pemerintahannya

Sampai di sini, jelas ya konsep dasar demokrasi itu apa. Buat lo yang mau lebih jauh memahami
proses pembentukan konsep negara demokrasi, coba lo baca pemikiran dari Thomas Hobbes,
John Locke, Montesquieu, dan JJ.Rousseau.
Apa itu Liberalisme?
Jika bicara tentang gerakan politik liberalisme, sejarahnya bisa kita tarik panjang sampai pada era
pencerahan (age of enlightenment) di abad 16. Tapi secara umum, gagasan ini bisa dikatakan
dirangkum pertama kali oleh John Locke, di mana gagasan utama dari konsep politik liberalisme
berfokus pada penghargaan atas KEBEBASAN DAN HAK INDIVIDU.
Dalam hal ini, kebebasan serta hak individu yang dimaksud terus berkembang seiring dengan
pergeseran nilai-nilai sosial. Beberapa contoh kebebasan dan hak individu yang diusung oleh
konsep politik liberalisme pada umumnya adalah hak untuk berekspresi, hak untuk
menyampaikan pendapat, hak memiliki barang pribadi, hak untuk memilih pasangan hidup, hak
untuk beribadah, hak untuk beragama, hak untuk tidak beragama, hak untuk memiliki keturunan,
hak untuk melakukan aborsi, hak untuk hidup, sampai hak untuk mati (euthanasia). Bagi kaum
liberal, kebebasan individu atas hak-hak pribadinya adalah unsur yang
terpenting dalam membangun masyarakat yang ideal.
Pada penerapannya, konsep liberalisme ini (sebagaimana konsep politik yang lain) juga
berevolusi menjadi berbagai macam versi sendiri-sendiri, walaupun gagasan pokok utamanya
tetap pada kebebasan hak individu. Khusus pada artikel ini, gua akan membahas 2 klasifikasi
besar dari paham liberalisme, yaitu:

1. Liberalisme Klasik (Classical Liberalism)


2. Sosial Liberalisme (Social Liberalism)
Perbedaan antara Liberalisme Klasik dan Sosial Liberalisme terletak pada bagaimana masing-
masing sistem politik ini memandang peran pemerintah. Bagi para penganut Liberalisme Klasik
(kalau di Amerika lebih populer disebut kaum Libertarian) pemerintah adalah “musuh” dari
kebebasan. Oleh karena itu, menurut kaum Libelisme Klasik, sebaiknya peran pemerintah dibuat
se-minimal mungkin (atau bahkan tidak sama sekali) dalam mengatur segala hal yang
berhubungan dengan hak-hak pribadi masyarakatnya. Jadi kaum Liberalisme Klasik ga suka tuh
kalo pemerintah ikut campur dalam mengatur hal-hal yang merupakan ranah pribadi, seperti
urusan keyakinan, agama, seksualitas, pernikahan, dan lain-lain.

Patung Liberty, simbol dari


kebebasan. Terinspirasi dari Libertas, dewi kebebasan pada era Romawi Kuno.
Sementara itu, pandangan politik dari Sosial Liberalisme justru melihat bahwa pemerintah dapat
berperan aktif dalam menjamin serta memastikan kebebasan individu tetap dijunjung tinggi
dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat. Bagi kaum Sosial Liberalisme, pemerintah
bertanggung jawab serta berkewajiban dalam melindungi kebebasan serta hak-hak individu dari
masyarakatnya. Lebih jauh lagi, para penggagas awal konsep Sosial Liberalisme, seperti T.H.
Green, L.T. Hobhouse, dan John A. Hobson, juga beranggapan bahwa kondisi ideal (di mana
hak-hak individu terjamin) hanya dapat tercapai jika pemerintah mengambil peran aktif dalam
mengupayakan keadilan sosial dan ekonomi dalam masyarakatnya.
Oke sampai di sini, gua harap lo udah ngerti konsep dasar dari Liberalisme secara garis besar ya.
Untuk memahami lebih lanjut konsep politik ini, gua menyarankan lo untuk membaca karya
pemikiran dari Thomas Jefferson (1743-1826), Voltaire (1724-1694), dan John Stuart Mill (1806-
1873).

Apa itu Sekularisme?


Istilah sekularisme juga seringkali disalahartikan sebagai pandangan politik yang anti-agama,
bahkan banyak juga yang menyamakan sekularisme itu dengan liberalisme, padahal itu semua
anggapan yang keliru. Jadi yang betul itu sekularisme maksudnya apa? Sekularisme itu adalah
suatu prinsip politik yang menegaskan bahwa sistem kenegaraan harus dipisahkan dengan
agama. Jadi negara yang sekuler akan mengesampingkan aspek agama dalam penerapan
ketatanegaraannya. Dari mulai pembuatan undang-undang, penegakan hukum, dan
pelaksanaan kebijakan pemerintah, dan lain-lain harus netral dan tidak didasarkan pada
ajaran agama manapun.
Wah berarti negara yang sekular itu pasti anti-agama dong? Tunggu dulu, jangan langsung
berkesimpulan begitu. Perhatikan, definisi sekularisme berhenti pada “pemisahan agama dari
sistem pemerintahan”. Bukan berarti negara yang sekular itu anti-agama. Namun dalam
praktiknya, negara yang sekular menegaskan bahwa agama itu adalah urusan pribadi masing-
masing individu. Dalam arti, masyarakat boleh-boleh saja menganut agama dan beribadah sesuai
dengan keyakinannya masing-masing. Tapi dalam urusan kebijakan politik, hukum, perdagangan,
dan lain-lain negara harus NETRAL dari pengaruh agama manapun.

Dalam praktik negara yang sekular, agama tidak boleh menjadi pertimbangan untuk bikin
undang-undang negara, agama tidak boleh juga jadi dasar pelaksanaan undang-undang, agama
tidak boleh juga jadi bahan dasar pertimbangan dalam proses pengadilan. Semua praktik dari
ketatanegaraan tidak boleh dicampur-adukan dengan ajaran agama manapun. Itulah prinsip dari
sekularisme. Sampai di sini ngerti ya maksudnya sekularisme itu apa.
Grafik peta di atas menggambarkan negara-negara yang menerapkan prinsip sekularisme
ditunjukkan dengan warna biru, sementara negara yang sistem kenegaraannya masih dipengaruhi
agama diberi tanda merah. Kemudian ada juga negara yang ditunjukkan dengan area abu-abu
(termasuk Indonesia) adalah negara yang dianggap ambigu.

Maksudnya ambigu itu seperti apa sih? Kita ambil contoh saja Indonesia yang dianggap ambigu
dalam penerapan prinsip sekularisme. Dalam praktiknya, hampir semua aspek kenegaraan di
Indonesia netral dari pengaruh agama manapun. Namun masih ada beberapa hukum di Indonesia
yang dinilai ambigu sehingga membuat status sekular negara ini dipertanyakan oleh dunia
internasional. Seperti contohnya negara Indonesia hanya mengakui adanya 6 agama resmi saja,
kemudian persetujuan lembaga agama adalah prasyarat dalam legalisasi pernikahan catatan sipil
di Indonesia, belum lagi status agama seseorang juga menentukan dasar hukum waris di
Indonesia, dan lain-lain. Dalam negara yang menerapkan prinsip sekularisme yang sesungguhnya,
aspek agama tidak lagi jadi mempengaruhi hal-hal administratif kependudukan seperti itu.

Apa itu Kapitalisme?


Adam Smith (1723-1790) adalah tokoh ekonomi dianggap
luas sebagai simbol dari sistem pasar bebas (free-market economics).
Pengertian dari kapitalisme yang dikenal secara umum, biasanya suka melebar ke mana-mana,
dari mulai penghargaan akan uang, kekayaan, kepemilikan saham, perdagangan bebas,
operasi bisnis, keuntungan/profit, dan lain-lain. Tapi sebetulnya, hal-hal yang disebutkan tadi
hanyalah atribut-atribut yang seringkali terkait dengan praktik kapitalisme. Tapi atribut-atribut
tersebut belum cukup menjelaskan kapitalisme itu sendiri. Jadi apa sih yang dimaksud
dengan kapitalisme itu?

Secara sederhana, gua menjelaskan kapitalisme itu adalah sebuah gagasan akan sistem ekonomi
yang menjunjung tinggi KEBEBASAN DARI SEKTOR SWASTA, untuk dapat berperan
aktif dalam perputaran roda ekonomi. Nah, dengan berjalannya sistem ekonomi yang
mendukung sektor swasta untuk terjun dalam perputaran ekonomi dengan SEBEBAS-
BEBASNYA. Ngomong-ngomong siapa sih yang dimaksud dengan sektor swasta? Cakupannya
adalah semua pelaku ekonomi selain dari pemerintah, bisa jadi pengusaha kelas kakap sampai
tukang sayur di pasar, termasuk kalo lo memutuskan untuk jualan kue kering di sekolah.
Berdasarkan kondisi yang mendukung kebebasan dari pihak swasta, baru muncullah fenomena-
fenomena yang menjadi konsekuensi dari adanya kebebasan tersebut, seperti contohnya
adanya perusahaan yang mampu memonopoli pasar, adanya kegiatan jual-beli saham sebagai
bentuk kepemilikan perusahaan, adanya perdagangan bebas yang membentuk persaingan bisnis
antar perusahaan, dan sebagainya.
Menurut penganut paham kapitalisme, masyarakat yang ideal dapat terbentuk dari adanya
kebebasan dalam berbisnis & dalam persaingan usaha. Dengan adanya persaingan usaha, kualitas
dari produk dan jasa yang ditawarkan kepada pasar/konsumen menjadi lebih baik. Dengan adanya
sistem perdagangan bebas, setiap orang punya hak yang sama mendapatkan keuntungan
sesuai dengan kapabilitas masing-masing. Jika para pengusaha diberi kebebasan dalam berbisnis,
bebas dalam mendapatkan keuntungan, serta bebas bersaing; maka perputaran roda ekonomi juga
semakin cepat. Hal itu akan membuat lapangan kerja menjadi luas, angka pengangguran ditekan,
kesempatan untuk berkarya tidak dibatasi, serta banyak industri baru yang lahir dari kreativitas.
Itulah kurang lebih argumen-argumen dari kaum kapitalis.

Bagi lo yang ingin lebih jauh mengetahui dan mengenal prinsip-prinsip dasar ekonomi dari sudut
pandang kapitalisme, gua rekomendasikan lo untuk membaca tentang karya pemikiran
dari Alfred Marshall, Paul Samuelson, dan John Hicks.
Apa itu Sosialisme?
Jika lo menelusuri arti dari konsep sosialisme, lo akan dihadapkan pada berbagai macam tokoh-
tokoh dengan versi pandangan mereka masing-masing tentang “sosialisme”, seperti Henri de St-
Simon, Karl Marx, Friedrich Engels, Robert Owen, dan lain-lain. Tapi gua akan coba membantu
lo untuk merangkum ide pokok gagasan utama dari Sosialisme. Gagasan sosialisme, pada
prinsipnya adalah bentuk perlawanan terhadap konsep kepemilikan privat atas alat-alat
produksi, serta memperjuangkan konsep kepemilikan kolektif dan kontrol demokratis atas alat-
alat produksi oleh kaum pekerja.
Berdasarkan prinsip tersebut, sosialisme terbagi-bagi menjadi banyak cabang. Salah satu yang
paling awal direpresentasikan adalah sosialisme versi Karl Marx & Friedrich Engels. Sosialisme
versi Marx adalah sebuah fase ekonomi yang terjadi (menurut Marx) setelah runtuhnya
fase kapitalisme dan juga merupakan fase perantara sebelum memasuki fase komunisme.
Menurut Marx, sistem kapitalisme cepat atau lambat akan menghancurkan dirinya sendiri karena
sistem tersebut membagi jurang kelas sosial semakin jauh dan secara timpang,
hanya menyalurkan kesejahteraan bagi kaum pemilik modal saja. Dengan semakin lebarnya
kesenjangan sosial ini, Marx meramalkan bahwa suatu saat kaum pekerja akan bersatu dan
mengambil alih alat-alat produksi dari para pemilik modal untuk menciptakan sistem ekonomi
politik yang baru bernama Sosialisme.

Pada fase sosialisme, para pekerja akan mengambil alih kepemilikan alat-alat produksi yang
kemudian akan digunakan oleh pemerintah (sebagai representasi dari kaum pekerja) untuk
memenuhi kebutuhan sosial secara merata. Pada praktiknya, gagasan Sosialisme-Marxist
inilah yang menginspirasi pembentukan negara-negara yang kita kenal sebagai “negara komunis”,
seperti Uni Soviet, RRC, Kuba, Vietnam, dll.

Fase sistem ekonomi menurut Marxist: Sosialisme adalah kondisi setelah Kapitalisme runtuh, dan
akan menuju kondisi Komunisme.
Satu hal yang perlu lo garis bawahi adalah: negara-negara yang kita kenal sebagai “negara
komunis” seperti pada contoh di atas, secara definitif sebetulnya bukanlah negara komunis,
melainkan adalah negara penganut sosialisme ala Marx yang bertujuan kelak mencapai fase
komunisme. Satu hal utama yang menjadi corak golongan sosialis-Marxist adalah pemerintah
mengambil alih segala bentuk perputaran ekonomi. Dengan kata lain, tidak ada sektor
swasta, tidak ada pasar, tidak ada perdagangan, tidak ada pengusaha. Segala bentuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat merupakan tanggung jawab tunggal dari pemerintah yang
terpusat.

Negara “komunis” atau lebih tepat disebut sebagai negara penganut Sosialisme-Marx yang
bertujuan mencapai tahap Komunisme.
Sosial Demokrat
Satu hal penting yang perlu diketahui bahwa belakangan istilah ‘sosialis’ seringkali disalah-
artikan dalam penggunaanya. Dewasa ini, seringkali jika seseorang mengatakan ‘negara sosialis’
(biasanya mengacu pada negara-negara di Eropa) itu secara definitif sebetulnya berlainan dengan
gagasan awal ‘sosialisme’ dari yang gua bahas di atas. Namun lebih tepat disebut dengan istilah
sosial demokrat / social democracy.
Apa bedanya sosial demokrat dengan sosialisme Marxist? Jika sosialisme dalam pengertian Marx
bertumpu pada perlawanan akan konsep kepemilikan privat, maka pada konsep sosial demokrat
justru tidak mempermasalahkan kepemilikan privat dan keterlibatan pihak swasta dalam
menggerakan roda ekonomi. Tapi dalam penerapan kebijakan ekonominya, negara penganut
kebijakan sosial demokrat sangat menekankan pada proses mendayagunaan pajak oleh
pemerintah, yang mana pajak tersebut (APBN) akan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang bersifat fundamental untuk KEADILAN SOSIAL,
seperti membangun fasilitas umum, sarana transportasi, ketersediaan listrik, air bersih, jaminan
kesehatan, jaminan pendidikan, dll.
Dalam praktiknya, sulit ditentukan mana saja yang menganut paham Sosial Demokrat karena
menurut gua satu-satunya indikator dari sistem politik ekonomi ini adalah sejauh mana
pemerintah mendistribusikan dana APBN terhadap pemenuhan kebutuhan sosial (social welfare),
yang mana cukup bisa direpresentasikan pada gambar di bawah ini:
Social expenditure as percentage of GDP OECD 2013 |
sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Welfare_state
Jadi gua tekankan sekali lagi, terminologi ‘negara sosialis’ dewasa ini seringkali mengacu pada
definisi dari konsep sosial demokrat. Tapi pada dasarnya, konsep sosial demokrati kurang tepat
jika dikategorikan sebagai turunan dari sosialisme, karena gagasan fundamental dari sosialisme
tidak dicakupi dari apa yang ditawarkan oleh konsep sosial demokrat.

Apa itu Komunisme?


Nah ini dia nih istilah yang paling sering disalahartikan di Indonesia. Sebagian besar masyarakat
Indonesia keliru mengidentikkan paham Komunisme sebagai paham kaum pemberontak yang
anti-Pancasila dan anti-agama. Padahal pada prinsipnya, definisi komunis tidak relevan dengan
semua atribut itu. Secara garis besar, Komunisme adalah gagasan tentang sistem ekonomi yang
dirancang oleh Karl Marx & Friedrich Engels dalam sebuah buku berjudul Das Kapital sebagai
bentuk antitesis (pertentangan) terhadap sistem ekonomi kapitalis yang saat itu berkembang pesat
seiring dengan berjalannya Revolusi Industri.

Karl Marx & Friedrich Engels, 2 filsuf ekonomi-


politik, penggagas konsep komunisme
Nah, kalau dalam pembahasan sosialisme di atas sempat disinggung bahwa Marxist-
socialism dianggap sebagai sebuah fase perantara yang kelak akan menjadi fase komunisme,
lantas apa itu fase komunisme? Komunisme menurut Marx adalah sebuah fase akhir dari proses
perubahan sistem ekonomi-politik, di mana ketika negara (sosialis) telah berhasil
mendayagunakan alat produksi untuk pemenuhan kebutuhan rakyatnya, maka suatu ketika nanti
akan terbentuk suatu masyarakat ideal yang saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, tanpa
perlu adanya peran dari pemerintah.
Dalam konteks ini, komunisme bisa dikatakan sebagai bentuk kondisi masyarakat anarkis, yang
tidak lagi membutuhkan figur pemimpin, tidak membutuhkan negara sebagai lembaga
kewenangan vertikal. Dalam impian komunisme ala Marx ini, akan tercipta masyarakat yang
setara, tidak ada lagi kelas sosial, tidak ada lagi kepemilikan pribadi, tidak ada sektor
swasta, tidak ada negara, tidak ada konsep uang, tidak ada pasar, tidak ada perdagangan.
Semua orang akan mengerjakan apa yang mereka inginkan, serta saling memenuhi
kebutuhan satu sama lain secara sukarela.
Dalam praktiknya, sejauh dari yang gua tau, sampai saat ini belum ada komunitas dengan skala
besar yang secara aktif berhasil menjalankan komunisme impian Marx sesuai dengan pengertian-
pengertian di atas. Nah, buat lo yang ingin lebih jauh menelusuri sejarah penerapan dari
pemikiran Marxist, gua rekomendasikan lo untuk membaca karya & perjalanan hidup dari Karl
Marx, Friedrich Engels, Vladimir Lenin, dan Leon Trotsky.
PSS. Kalo ada di antara lo yang ingin menelusuri sejarah komunisme lebih jauh, lo bisa membaca
beberapa artikel Zenius sebelumnya:

 Sejarah Penerapan Ideologi Sosialisme-Komunisme di Uni Soviet


 Dinamika Catatan Sejarah Gerakan 30 September 1965

Apa itu Fasisme?


Adolf Hitler & Benito Mussolini, 2 tokoh yang
paling identik dengan gerakan politik fasisme
Istilah Fasisme mungkin adalah yang paling baru dibandingkan berbagai pandangan politik yang
lain, tepatnya baru populer setelah perang dunia di abad 20. Secara definitif, paham fasisme agak
sulit diidentifikasi dalam satu pengertian yang jelas, bahkan oleh para ahli sejarah politik
sekalipun. Namun, kita bisa lebih memahami gagasan ini dari atribut-atribut serta prinsip dasar
utama dari mereka yang diidentikkan sebagai fasis. Berdasarkan atribut-atribut dan prinsip dasar
utama itu, gua pribadi mendeskripsikan fasisme sebagai:
Sebuah gagasan akan kondisi masyarakat yang dipimpin oleh kekuasaan tunggal berbasis
militer, yang menolak adanya kaum oposisi dalam pemerintahannya (hanya ada satu partai
tunggal), di mana kepentingan negara menjadi prioritas utama, di atas kepentingan
individu atau kelompok apapun. Dalam perspektif lain, fasisme juga bisa digolongkan sebagai
pandangan ultranasionalis yang menolak adanya entitas lain di luar negara, dalam arti tidak boleh
sektor swasta atau kepemilikan atas nama pribadi. Selain itu, fasisme juga memiliki atribut-
atribut yang sangat melekat dalam penerapannya yaitu:
 menolak adanya kebebasan berpendapat (anti-freespeech)
 menolak kebebasan pers (anti-freedom of pers)
 menolak kebebasan individu (anti-liberalisme)
 menolak kesetaraan individu (anti-egalitarian)
 menolak segala bentuk kerjasama dengan negara lain (anti-internationalism)
Beberapa contoh rezim yang pernah menerapkan faham Fasisme:

 Italia dalam pemerintahan Benito Mussolini (1919-1943)


 Portugal dalam pemerintahan Oliveira Salazar (1922-1968)
 Jerman dalam pemerintahan Adolf Hitler (1933-1945)
 Spanyol dalam pemerintahan Francisco Franco (1938-1975)
 Argentina dalam pemerintahan Juan Peron (1946-1955)
 Chili dalam pemerintahan Augusto Pinochet (1973-1990)
 Irak dalam pemerintahan Saddam Hussein (1970-2003)
Apa itu Konservatisme?

Selama beberapa dekade terakhir, partai Republikan


di AS dianggap sebagai refleksi dari konservatisme pada era modern.
Terakhir adalah Konservatisme. Berbeda dengan beberapa istilah sebelumnya, konservatisme
sebetulnya kurang begitu tepat jika dianggap sebagai gerakan politis tertentu. Namun lebih tepat
dianggap sebagai sebuah pandangan untuk mempertahankan nilai-nilai tradisi & budaya
yang sudah mengakar dalam sebuah komunitas/masyarakat/negara. Dari sudut pandang
lain, bisa juga dikatakan konservatisme adalah pandangan yang menolak segala hal apapun yang
mengubah nilai tradisi serta berupaya tetap melestarikan apa yang sudah berjalan.
Nilai “tradisi” itu bisa jadi macem-macem bentuknya, misalnya budaya masyarakat, nilai-nilai
agama tertentu, nasionalisme, acara adat, dan lain sebagainya. Dalam praktiknya, golongan
konservatif hampir selalu bertentangan dengan mereka yang menyebut dirinya golongan
progresif. Konflik antara 2 poros pemikiran ini selalu terjadi dari zaman ke zaman, contohnya
seperti ini:

 Ketika kelompok progresif mengusung ide untuk menghapus perbudakan, golongan


konservatif ingin mempertahankan tradisi perbudakan.
 Ketika kelompok progresif mengusung ide untuk melegalkan pernikahan sesama jenis,
kelompok konservatif menolak gagasan tersebut.
 Ketika kelompok progresif mengusung ide kesetaraan gender (perempuan boleh sekolah dan
boleh ikut pemilu), golongan konservatif ingin mempertahankan tradisi bahwa perempuan
tidak boleh sekolah dan tidak boleh ikut pemilu.
 Ketika kelompok progresif mengusung ide untuk menghapus tradisi pertunjukan gladiator
manusia dengan hewan, kelompok konservatif ingin mempertahankan tradisi pertunjukan
gladiator tersebut.
Kira-kira kebayang ya maksudnya konservatif itu apa. Bagi kaum konservatif, hal yang
pokok adalah stabilitas status quo dan kelestarian dari tradisi. Tradisi dalam konteks ini, bisa
jadi berbagai macam tergantung dari budaya, agama, atau hal-hal yang dianggap ‘sakral’ pada
masyarakat tertentu.
****

Satu poin lagi yang perlu gua garis-bawahi terkait berbagai macam istilah politik-ekonomi yang
sudah gua jelaskan di atas, yaitu suatu ideologi politik pada dasarnya tidak selalu
bertentangan satu sama lain. Contoh yang paling sering membingungkan adalah Amerika
Serikat. Kita sering dengar bahwa Amerika itu negara yang menjunjung tinggi demokrasi, tapi di
sisi lain Amerika juga juga sering disebut-sebut negara yang liberal, kemudian nggak jarang juga
kita dengar Amerika adalah negara yang kapitalis. Jadi yang bener yang mana nih? Amerika itu
demokrasi, liberal, atau kapitalis? atau ketiga-tiganya?
Sekali lagi gua tegaskan bahwa suatu ideologi politik tidak selalu harus bertentangan satu sama
lain, ada beberapa ideologi yang bisa berjalan beriringan. Namun ada juga ideologi yang tidak
mungkin disatukan karena prinsipnya sangat bertolak belakang. Contohnya, negara yang
demokratis, bisa saja menganut faham liberalisme, bisa juga konservatif, atau bisa juga ideologi
ekonominya kapitalis.

Jadi bukan berarti jika negara A menganut demokratis, berarti tidak mungkin memiliki corak
ideologi lainnya. Asalkan tidak sangat berseberangan secara prinsip, hal itu mungkin terjadi.
Contoh ideologi yang sangat bersebarangan dan tidak mungkin bersatu adalah Fasisme dan
Anarkisme, contoh lain yang juga berseberangan adalah kapitalisme dan komunisme. Tidak
mungkin sebuah negara/komunitas menganut fasisme dan anarkisme secara bersamaan, karena
kedua prinsipnya saling bertolak belakang. Tidak mungkin juga sebuah negara menganut
komunisme sekaligus kapitalisme, karena secara prinsip berseberangan.

Okay deh, demikianlah sedikit pembahasan gua tentang beberapa istilah sistem sosial-ekonomi-
politik. Gua pribadi sadar bahwa tulisan singkat gua ini, pastinya masih belum bisa menjelaskan
secara penuh pengertian dari spektrum politik yang sangat luas dan kompleks. Namun gua harap,
dengan adanya tulisan ini, para pembaca zenius blog jadi semakin memahami sejarah pemikiran
sistem ekonomi-politik dunia. Sekaligus menjadi batu lompatan bagi lo yang tertarik untuk ingin
mempelajari tentang sejarah pemikiran ekonomi-politik.

“A guy named Adolf Hitler won an election in 1932, and 50 million people died as a
result. What I learned as a little kid is that politics is, in fact, very important.” – Bernie
Sanders
==========CATATAN EDITOR===========
Kalo ada di antara kamu yang mau ngobrol, diskusi, atau bertanya sama Glenn tentang dunia
politik-ekonomi, langsung aja tinggalin comment di bawah artikel ini ya.

Anda mungkin juga menyukai