Anda di halaman 1dari 67

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesenian Reyog Ponorogo adalah kesenian dalam bentuk sendratari.
Sendratari merupakan salah satu bentuk seni yang banyak menceritakan sejarah
dan legenda yang dipentaskan dengan drama dan tarian yang menonjolkan seni
eksposi. Dalam pementasan, Reyog tidak hanya menghibur masyarakat yang
menyaksikan tetapi juga memberikan pesan moral berupa nilai-nilai kearifan
lokal dari sejarah terbentuknya kesenian Reyog seperti seperti sikap yang
pantang menyerah, saling gotong royong, jujur, baik dalam bertingkah laku,
mempunyai watak terpuji, memiliki jiwa pekerja keras dengan semangat yang
tinggi. Tetapi hingga saat ini mayoritas masyarakat belum menyadari tentang
adanya nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung pada kesenian Reyog karena
masyarakat masih sekedar menganggap Reyog sebagai sarana hiburan tanpa
memperdulikan pesan moral dan nilai-nilai kearifan lokal pada kesenian Reyog.
Nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam kesenian Reyog Ponorogo
merupakan nilai plus apabila bisa disampaikan kepada masyarakat di Ponorogo.
Khususnya para generasi muda, maka akan menjadikan generasi muda
mempunyai landasan yang kokoh dalam melakukan kegiatan sehari-hari sesuai
dengan nilai kearifan dari kebudayaannya sendiri.
2

Generasi muda merupakan harapan di masa depan karena nantinya akan


melaksanakan kebijakan-kebijakan di negara ini. Banyak sekali generasi muda
yang sudah tidak berpedoman pada budaya sendiri dan mereka cenderung
menganut budaya luar yang negatif sehingga tindakan yang mereka lakukan
banyak yang tidak sesuai dengan budaya di Indonesia akibatnya mereka
terjerumus dalam hal-hal yang negatif seperti tawuran, minum-minuman keras,
seks bebas. Maka dari itu perlu adanya pendidikan karakter yang sesuai dengan
kebudayaan di Indonesia agar apa yang mereka lakukan bisa sejalan dengan
budaya yang ada di Indonesia. Hal tersebut bisa membuat generasi muda
menjadi generasi yang bisa diandalkan di masa yang akan datang sesuai budaya
yang ada seperti bertanggung jawab, gotong royong, saling menolong dan
mempunyai sopan santun.
Di Kabupaten Ponorogo generasi muda dituntut untuk berpedoman pada
nilai moral dan nilai kearifan lokal yang salah satunya berpedoman pada nilai-
nilai kearifan lokal dari sejarah kesenian Reyog Ponorogo. Hal tersebut
mempunyai tujuan agar nilai-nilai moral yang terkandung dalam sejarah
kesenian Reyog tidak dilupakan oleh masyarakat Ponorogo khususnya para
generasi muda. Pesan moral dan nilai kearifaan kesenian Reyog salah satunya
bisa ditiru dari karakter dan sifat dari tokoh-tokoh Reyog seperti warok yang
mempunyai karakter berwibawa, jujur, ramah dan sikap yang terpuji. Sifat-sifat
seperti itulah yang sangat penting untuk ditiru oleh generasi muda dalam
melakukan segala sesuatu.
3

Salah satu cara agar nilai-nilai kearifan lokal bisa terus diwariskan dan
disampaikan kepada generasi muda adalah dengan adanya pembelajaran muatan
lokal (mulok) budaya daerah pada jenjang Sekolah Dasar (SD) - Sekolah
Menengah Atas (SMA) seperti pembelajaran mulok Reyog yang ada di
Kabupaten Ponorogo. Hal ini merupakan langkah yang sangat tepat agar
generasi muda di Kabupaten Ponorogo khususnya, mempunyai kepribadian
yang berkualitas serta mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Reyog
Ponorogo. Sehingga ketika terjun dalam masyarakat siswa mempunyai bekal
yang cukup dalam konteks pengetahuan (sejarah dan kearifan kesenian Reyog)
dan keterampilan (praktek lapangan; menari, merias, membuat instrumen
musik, membuat alat-alat pendukung pementasan)
Lembaga pendidikan formal/sekolah di Kabupaten Ponorogo yang
sudah menjadikan mulok Reyog sebagai mata pelajaran tambahan adalah SMA
Negeri 1 Ponorogo. Berdasarkan hal tersebut, penulis tergerak untuk membuat
karya tulis dengan mengangkat nilai kearifan lokal pada kesenian Reyog
sebagai pendidikan karakter bangsa untuk generasi muda melalui studi kasus
pembelajaran muatan lokal Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo. Penulisan ini
dirangkum dalam sebuah karya tulis dengan judul “KEARIFAN LOKAL
KESENIAN REYOG SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA UNTUK
GENERASI MUDA ( STUDI KASUS PEMBELAJARAN MULOK REYOG DI
SMA NEGERI 1 PONOROGO)”.

B. Rumusan Masalah
1 Bagaimana sejarah kesenian Reyog Ponorogo ?
2 Apa sajakah nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada sejarah kesenian
Reyog Ponorogo ?
3 Apakah nilai kearifan lokal yang terdapat pada kesenian Reyog Ponorogo
dapat diterapkan dalam pembelajaran muatan lokal (MULOK) Reyog di
SMA Negeri 1 Ponorogo ?
4

4 Bagaimana pembelajaran dan pengaruh mulok Reyog terhadap


pembentukan karakter siswa SMA Negeri 1 Ponorogo ?
5 Apakah pembelajaran mulok Reyog bisa dijadikan sebagai pembentuk
karakter generasi muda ?

C. Tujuan Penelitian
1 Untuk mengetahui dan memahami sejarah perkembangan Reyog
2 Mengungkap nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada sejarah
kesenian Reyog
3 Membuktikan apakah nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada
kesenian Reyog dapat diterapkan dalam pendidikan berkarakter di SMA
Negeri 1 Ponorogo

D. Ruang Lingkup
Mengingat akan dapat meluasnya pembahasan yang mengarah kepada
tidak efisiennya hasil yang diperoleh maka penulis membatasi permasalahan
atas beberapa aspek tertentu sehubungan dengan topik yang hendak
dipermasalahkan. Hal ini dilakukan agar penelitian lebih terarah dan terfokus
(Abdul Qahhar Mudzakkar,1992:57).
Aspek-aspek yang penulis maksudkan sebagai berikut :
1. Obyek pembahasan yang ditekankan adalah pembelajaran mulok
Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo dan sejauh mana peran mulok
Reyog terhadap perkembangan nilai kearifan lokal sesuai dengan
Kebudayaan Ponorogo khususnya kesenian Reyog yang mendukung
pendidikan karakter bangsa.
2. Sebagai populasi adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Ponorogo.
Sebagai sampel adalah sejumlah siswa dari SMA tersebut dengan
rincian siswa kelas X 20 orang, siswa kelas XI IPA/IPS 20 orang, dan
siswa kelas XII IPA/IPS 10 orang.
5

E. Hipotesis
Dengan bertolak dari masalah yang dirumuskan dan berdasarkan
hasil pengamatan oleh penulis serta informasi yang diperoleh penulis, dapat
disusun hipotesis-hipotesis sebagai berikut :
1 Pembelajaran mulok Reyog untuk siswa SMA Negeri 1 Ponorogo
merupakan salah satu media pendidikan yang tidak hanya megajarkan
tentang kesenian Reyog tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kearifan lokal
yang terdapat pada sejarah kesenian Reyog,
2 Pembelajaran mulok Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo dengan menekankan
pada pesan moral dan nilai-nilai kearifan lokal bisa mendukung pendidikan
karakter serta pembangunan karakter bangsa,
3 Dengan adanya pembelajaran mulok Reyog untuk siswa SMA Negeri 1
Ponorogo menjadi lebih terbantu dalam menjaga dan melestarikan kesenian
Reyog dan mendukung perkembangan pendidikan berkarakter.

F. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
a. Meningkatkan wawasan dan pengalaman dalam menyusun karya
tulis dalam bidang sejarah khususnya sejarah lokal.
b. Dapat menerapkan metode ilmiah seperti yang dilakukan oleh ilmuan
dalam penelitian.
c. Menambah pengalaman dalam mencari data lapangan.
d. Membuat penulis menjadi lebih bermasyarakat terhadap sejarah.

2 Bagi masyarakat
6

a. Masyarakat semakin tahu bahwa untuk menciptakan generasi muda


yang memiliki karakter haruslah sesuai dengan kebudayaan yang
dimiliki
b. Masyarakat terutama remaja semakin bijak dalam menjaga dan
melestarikan kesenian daerah yang bisa dijadikan panutan

G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan karya ilmiah ini dibagi atas beberapa bab sebagai berikut :
Bab I, pendahuluan yang memberikan gambaran umum tentang
pokok pembahasan dan penyajian karya ilmiah. Dalam bab ini terdapat
latar belakang dan masalah yang menjadi titik tolak uraian, tujuan
penelitian yang mengungkapkan garis besar hasil yang hendak dicapai,
ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas, dan hipotesis.
Bab II, memberikan uraian singkat tentang hal-hal mengenai nilai
kearifan lokal, sejarah Reyog, nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung
pada sejarah Reyog, muatan lokal Reyog, pendidikan karakter, serta
membahas tentang generasi muda. Berdasarkan studi pusaka yang
dilakukan.
Bab III, memberikan gambaran tentang metode penelitian dan tata
cara penelitan yang menyangkut tentang pembelajaran mulok Reyog di
SMA Negeri 1 Ponorogo.
Bab IV, menguraikan hasil pengelolaan data dan interpretasi
menyangkut keefektifan pembelajaran mulok Reyog di SMA Negeri 1
Ponorogo terhadap pembentukan karakter generasi muda.
Bab V, memuat kesimpulan yang diperoleh dari apa yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya beserta saran-saran yang perlu
dikemukakan.
7
8

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kearifan Lokal
Kearifan lokal berasal dari dua kata yaitu kearifan (wisdom), dan lokal
(local). Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami
sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat
maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk
budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup.
Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap
sangat universal. (http://filsafat.ugm.ac.id).
Kearifan lingkungan atau kearifan lokal masyarakat sudah ada di
dalam kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu mulai dari zaman
prasejarah hingga saat ini, kearifan lingkungan merupakan perilaku positif
manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang
dapat bersumber dari nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau
budaya setempat Wietoler dalam Akbar (2006) yang terbangun secara alamiah
dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan di
sekitarnya.
Secara umum, budaya lokal atau budaya daerah dimaknai sebagai
budaya yang berkembang di suatu daerah, yang unsur-unsurnya adalah budaya
suku bangsa yang tinggal di daerah itu. Dalam pelaksanaan pembangunanan
berkelanjutan oleh adanya kemajuan teknologi membuat orang lupa akan
pentingnya tradisi atau kebudayaan masyarakat dalam mengelola lingkungan,
seringkali budaya lokal dianggap sesuatu yang sudah ketinggalan di abad
sekarang ini, sehingga perencanaan pembangunan seringkali tidak melibatkan
masyarakat.
Pemaknaan terhadap kearifan lokal dalam dunia pendidikan masih
sangat kurang. Ada istilah muatan lokal dalam struktur kurikulum pendidikan,
9

tetapi pemaknaannya sangat formal karena muatan lokal kurang mengeksporasi


kearifan lokal. Muatan lokal hanya sebatas bahasa daerah yang diajarkan
kepada siswa. Maka dari itu perlulah adanya muatan lokal yang terus mengikuti
perkembangan zaman tanpa meegesampingkan budaya-budaya lokal. Tantangan
dunia pendidikan sangatlah kompleks. Apalagi jika dikaitkan dengan kemajuan
global di bidang sains dan teknologi, nilai-nilai lokal mulai memudar dan
ditinggalkan. Karena itu eksplorasi terhadap kekayaan luhur budaya bangsa
sangat perlu untuk dilakukan dengan cara mengoptimalkan muatan lokal dalam
struktur kurikulum.
Kearifan lokal sesungguhnya mengandung banyak sekali keteladanan
dan kebijaksanaan hidup. Pentingnya kearifan lokal dalam pendidikan kita
secara luas adalah bagian dari upaya meningkatkan ketahanan nasional kita
sebagai sebuah bangsa. Budaya nusantara yang plural dan dinamis merupakan
sumber kearifan lokal yang tidak akan mati, karena semuanya merupakan
kenyataan hidup (living reality) yang tidak dapat dihindari.

B. Reyog

1. Sejarah Kesenian Reyog Ponorogo

Ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat


tentang asal-usul Reyog, namun salah satu cerita yang paling terkenal
adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan
pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada
abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak istri raja
Majapahit yang berasal dari Cina, selain itu juga murka kepada rajanya
dalam pemerintahan yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan
Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan
perguruan di mana ia mengajar seni bela diri kepada anak-anak muda, ilmu
kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak
muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali.
10

Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan


maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni
Reyog, yang merupakan sindiran kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya.
Pagelaran Reyog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan
masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reyog.

Dalam pertunjukan Reyog ditampilkan topeng berbentuk kepala


singa yang dikenal sebagai Singa barong, raja hutan yang menjadi simbol
untuk Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga
menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan
Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang
diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan
menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi
perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng
badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan
menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya
dengan menggunakan giginya. Kepopuleran Reyog Ki Ageng Kutu
akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan
menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi,
dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun
murid-murid Ki Ageng Kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam.
Walaupun begitu, kesenian Reyog sendiri masih diperbolehkan untuk
dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer di antara
masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru di mana
ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelana
Sewandana, Dewi Songgolangit, Warok, Bujang Ganong, Jathilan dan Sri
Genthayu.

Versi resmi alur cerita Reyog Ponorogo kini adalah cerita tentang
Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning,
namun di tengah perjalanan pasukan dari Kerajaan Ponorogo dicegat oleh
11

Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak
dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan
wakilnya Bujang Anom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam
dalam tariannya), seluruh tariannya merupakan tarian perang antara
Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo,

Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang


menjadi warisan leluhur mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya.
Dalam pengalamannya, Seni Reyog merupakan cipta kreasi manusia yang
terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan
terjaga.

2. Kesenian Reyog Ponorogo


12

Kesenian Reyog Ponorogo adalah kesenian dalam bentuk


sendratari. Sendratari adalah salah satu bentuk seni yang banyak
menceritakan sejarah dan legenda yang dipentaskan dengan drama dan
tarian yang menonjolkan seni eksposisi. Alur cerita pementasan Reyog
yaitu Warok, kemudian Jatilan, Bujangganong, Klono Sewandono, barulah
Barongan atau Dadak Merak di bagian akhir. Klono Sewandono adalah
tokoh seorang raja yang berperan dan berpenampilan gagah berwibawa,
melakukan gerak tari hanya pada waktu perang, juga memakai topeng yang
berciri khas satria dan berwibawa. Selanjutnya kelompok Jathilan, biasanya
perempuan yang berpenampilan kesatria tapi feminim dengan menunggang
kuda kepang menari dengan kompak. Warok atau Warokan di sini biasanya
berperan sebagai pembina atau sesepuh dari kelompok Reyog ini,
diperankan oleh beberapa laki-laki yang kekar dengan brewok, kumis dan
jenggotnya yang lebat, bercelana hitam lebar dibalut jarit batik gelap
dengan ikat pinggang lebar besar serta tidak ketinggalan adalah kolor
berupa tali tambang putih diletakan di sabuk bagian depan menjuntai ke
bawah yang dipercaya sebagai senjata, gerak tariannya berat dan cenderung
bersama-sama. Tidak ada Reyog tanpa gamelan yang khas, ini dilakukan
oleh para pengrawit yang terdiri dari penabuh gendang dan ketipung,
peniup slompret atau terompet terbuat dari kayu dengan suara khas.
Kemudian penabuh kethuk dan kenong, beberapa lagi pembawa angklung
bambu. Ciri khas tetabuhan atau gendhingan Reyog Ponorogo adalah
bentuk perpaduan irama yang berlainan antara kenthuk dan kenong serta
gong yang berirama slendro dengan terompet kayu yang berirama pelog.
Maka bisa menghasilkan irama musik yang terkesan magis.
13

a. Kesenian
Kesenian adalah suatu hasil ekspresi hasrat manusia akan keindahan
dengan latar belakang tradisi atau sistem budaya masyarakat pemilik
kesenian tersebut. Dalam karya seni tersirat pesan dari masyarakat
berupa pengetahuan, gagasan, kepercayaan, nilai kearifan, norma-
norma yang ada (Ensklopedi Nasional Indonesia jilid 8).
b. Tari
Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan
diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi gerak yang
simbolis dan sebagai ungkapan pencipta (Haukins: 1990, 2)
c. Musik
Musik adalah bagian dari aktivitas kultur dan sosial manusia, dimana
seni musik untuk mengekspresikan perasaan, idenya dan sebagai
karya seni dengan segenap unsur pokok dan pendukungnya.

3. Pesan Moral Yang Dapat Dipetik Dari Sejarah Reyog

Setelah dipaparkan beberapa cerita Kesenian Reyog Ponorogo diatas


seperti cerita Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalam yang ingin menyindir
Raja Majapahit dan cerita dari kisah cinta Klana Sewandono dari Kerajaan
Bantarangin kepada Dewi Songgolangit dari Kerajaan Kediri, jelas
terkandung pesan moral yang positif yang dapat dipetik dari cerita tersebut,
seperti :
a. Sikap yang pantang menyerah yang dilakukan oleh Ki Ageng Kutu
dalam mengumpulkan masanya.
b. Mempunyai sifat jujur dan baik dalam bertingkah laku, yang tercermin
pada kisah Ki Ageng Kutu yang menentang pemerintahan Raja Bhre
Kertabumi yang korup.
c. Mempunyai sikap watak yang terpuji, hal ini tercermin pada
14

d. Memiliki jiwa pekerja keras dengan semangat yang tinggi, tercermin


pada kisah Prabu Klono Sewandono yang ingin meminang Putri
Kediri, walaupun ia dihadang oleh Raja Singobarong beliau tetap
berusaha untuk terus maju.

4. Pemain dan Karakter


Dalam pementasan Reyog membutuhkan sekitar 25-35 orang, terdiri
dari 4-5 orang pembarong, 2 orang penari topeng, 4-5 orang jathil, 8 orang
pemusik, dan selebihnya berperan sebagai pengiring. Nilai-nilai kearifan
lokal tidak hanya bisa bisa diambil dari sejarahnya saja tetapi juga dari
karakter-karakter dari setiap pemain kesenian Reyog Ponorogo, berikut
merupakan pemain kesenian Reyog beserta karakternya :

a. Singo Barong
Pemain yang identik dengan Topeng berbentuk kepala singa yang
dikenal sebagai “Singo Barong” mempunyai karakter yang kuat
tentang pendirianya, terbukti dari gerakan Singo Barong ketika
melakukan gerakan bertarung dengan lawan.

Foto I Singo Barong


(Dokumen Peneliti )

b. Jathilan
15

Jathilan adalah yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang


menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan
Majapahit. Gerak tari Jathilan terkesan lembut dan kompak yang
mengikuti irama dari gamelan. Jathilan memiliki semangat yang tinggi,
kompak, serta terkesan lembut dalam menghadapi setiap situasi, hal itu
tercermin pada gerakannya yang kompak dan cekatan.

Foto II Jathilan
(Dokumen Peneliti )

c. Pujangganong atau Bujangganong


Pujangganong atau Bujangganong adalah penari dengan tarian yang
menggambarkan sosok patih muda ( Patihnya Klono Sewandono) yang
cekatan, cerdik, jenaka, dan sakti. Sosok ini digambarkan dengan
topeng yang mirip dengan wajah raksasa, hidung panjang, mata
melotot, mulut terbuka dengan
gigi yang besar tanpa taring,
wajah merah darah dan rambut
yang lebat warna hitam menutup
pelipis kiri dan kanan.

Foto III Bujanggaonong


(Dokumen Peneliti)

Foto III BujangGanong


(Dokumen Peneliti )

d. Klono Sewandono
Klono Sewandono adalah penari
dan tarian yang menggambarkan

Foto IV Klono
Sewandono
(Dokumen Peneliti )
16

sosok raja dari Kerajaan Bantarangin, kerajaan yang dipercaya berada


di wilayah Ponorogo zaman dahulu. Sosok ini digambarkan dengan
topeng bermahkota, wajah berwarna merah, mata besar melotot, dan
kumis tipis. Selain itu ia membawa Pecut Samandiman, berbentuk
tongkat lurus dari rotan. Prabu Klono
Sewandono dikenal sebagai sosok yang
arif, bijaksana, dan pantang menyerah walaupun menemui kegagalan.

e. Warok Suromenggolo
Dalam pentas, sosok warok
lebih terlihat sebagai
pengawal atau punggawa
Raja Klana Sewandono
(warok muda) atau sesepuh
dan guru (warok tua). Dalam
pentas, sosok warok muda
digambarkan tengah berlatih
mengolah ilmu kanuragan,
Foto V Warok
digambarkan berbadan gempal dengan bulu dada, kumis dan jambang
(Dokumen Peneliti )
lebat serta mata yang tajam. Mereka berkarakter sebagai sosok yang
tegas, garang
dan mereka memiliki kebersamaan dan
kekompakan dalam menyelesaikan tugas.
Sementara warok tua digambarkan sebagai
pelatih atau pengawas warok muda yang
digambarkan berbadan kurus, berjanggut
putih panjang, dan berjalan dengan bantuan
tongkat. Mereka dikenal bijaksana dalam
memimpin para warok.
17

C. Muatan Lokal (Mulok) Reyog


18

1. Definisi Mulok Reyog


Mulok Reyog adalah salah satu mata pelajaran di SMA
Negeri 1 Ponorogo. Mata pelajaran ini mulai diberlakukan siswa-siswi
kelas X SMA Negeri 1 Ponorogo pada tahun pelajaran 2007/2008.
Adanya Mulok Reyog ini sebagai mata pelajaran baru di SMA
Negeri 1 Ponorogo mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Pelajaran
mulok di SMA Negeri 1 Ponorogo terjadi saat para guru-guru
mengadakan musyawarah tentang bagaimana caranya supaya
Kesenian Reyog Ponorogo dapat lestari dan terjaga serta tidak
hilang seiring berjalannya waktu. Maka mereka memutuskan untuk
membuat mata pelajaran baru yaitu “Mulok Reyog”. Selain itu SMA
Negeri 1 Ponorogo juga berkeinginan menjadi sekolah yang baik
dalam pengembangan kepribadian siswa berdasarkan kebudayaan
terutama kebudayaan lokal dan juga ingin menjadi perintis dalam
pelestarian kebudayaan Reyog dengan cara memberikan pendidikan
pengetahuan kepada siswa-siswinya tentang kebudayaan dan pesan
moral nilai-nilai kearifan lokal kesenian Reyog khusunya, seperti
karakter-karakter yang dimiliki oleh pemain dalam kesenian Reyog hal
ini bertujuan agar ahli-ahli kebudayaan tidak punah dalam
pembelajarannya pun tidak lupa memberikan nilai-nilai kearifan yang
terdapat pada kesenian Reyog.
Mata pelajaran ini mulai diresmikan pada tanggal 6
September 2007 tepatnya pada saat diadakannya Seminar Reyog
dalam rangka HUT SMA Negeri 1 Ponorogo .
19

Mulok Reyog mempunyai frekuensi pelajaran 2 jam pelajaran


setiap minggunya. Yang diajarkan dalam Mulok Reyog adalah tentang
keadaan geografis Ponorogo, keadaan sosial rakyat Ponorogo dilengkapi
proses sosialisasinya, kesenian Reyog beserta maknanya mulai dari
cerita sampai piranti-piranti yang digunakan dalam Kesenian Reyog.
Sistem pengajarannya menggunakan guru-guru yang berganti-ganti
setiap minggunya, misalkan minggu ini mempelajari keadaan geografis
Ponorogo minggu depannya tentang keadaan sosial rakyat Ponorogo,
dan seterusnya. Guru yang mengajarpun sesuai dengan bidangnya
masing-masing.
2. Perkembangan Mulok Reyog
Mulok Reyog ini ternyata mendapat banyak dukungan dari
banyak orang bahkan pejabat daerah pun cukup banyak yang merespon,
misalkan Bupati dan Wakil Bupati Ponorogo, Sekretaris Daerah
Ponorogo, para seniman-seniman Ponorogo, Pakar Kebudayaan dari ISI
Surakarta, dan Bapak Sekretaris Provinsi Jawa Timur yang bernama
Drs. H. Sukarwo pada waktu itu dan sekarang menjadi gubernur Jawa
Timur. Bahkan sesuai kabar burung Pakdhe Karwo sangat menyetujui
adanya Mulok Reyog ini dan ingin menjadikan Mulok Reyog ini
menjadi salah satu daftar pelajaran siswa-siswi sekolah di seluruh Jawa
Timur. Tetapi sekarang para guru dari SMA Negeri 1 Ponorogo sudah
berusaha dalam menyusun silabus untuk Mulok Reyog ini supaya mata
pelajaran ini dapat disahkan pemerintah untuk menjadi mata pelajaran
pokok siswa-siswi sekolah di Ponorogo yang nantinya dapat
berkembang lagi pada siswa-siswi sekolah di seluruh Provinsi Jawa
Timur sehingga bisa dijadikan sebagai pendukung pendidikan karakter
serta pembangunan.
20

Harapan para guru SMA Negeri 1 Ponorogo dengan adanya


Mulok Reyog adalah para siswa dapat tertarik untuk menjaga dan
melestarikan Kesenian Reyog serta pesan yang ada di dalamnya
sehingga nantinya dapat membawa nama kebudayaan lokal Ponorogo di
tingkat Indonesia bahkan nantinya dapat membawa nama baik Indonesia
ke dunia internasional melalui kesenian Reyog ini, karena akhir-akhir ini
kesenian Reyog mulai banyak dilirik oleh dunia internasional bahkan
ada negara lain yang berani mengklaim kesenian Reyog sebagai aset
kebudayaannya.

D. Pendidikan Karakter
1. Hakikat Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang
bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan
kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Atas dasar
itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan sesuatu yang benar
dan yang salah tetapi pendidikan karakter juga menanamkan kebiasaan
(habituation) tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi paham
(kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif)
nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain,
pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek
“pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan
dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik
(moral action).
Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang
terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan. Pendidikan karakter pada
intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak
mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
21

semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan Pancasila. Pendidikan karakter berfungsi (1)
mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
berperilaku baik, (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang
multikultur, (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam
pergaulan dunia. Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media
yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil,
masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan
dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program
operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan
prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk
selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik
Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values) yang dimaksud
antara lain takwa, bersih, rapi, nyaman, dan santun. Dalam rangka lebih
memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai
yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5)
Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu,
(10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai
Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar
Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung
Jawab. Kemendiknas (2011:3).
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa,
namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya
dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa
nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya
jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara
satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung
pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di
antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat
22

dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan


sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapi,
nyaman, disiplin, sopan dan santun.
Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis
yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif dan
psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi
dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.
Pengkategorian nilai didasarkan pada pertimbangan bahwa pada
hakekatnya perilaku seseorang yang berkarakter merupakan perwujudan
fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu
manusia (kognitif, afektif dan psikomotorik) dan fungsi totalitas
sosialkultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan
pendidikan, dan masyrakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Konfigurasi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis dan
sosialkultural dapat dikelompokkan dalam: (1) olah ati/hati (spiritual &
emotional development), (2) olah pikir (intellectual development), (3)
olah raga dan kinestetik (physical & kinesthetic development), dan (4)
olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Proses itu
secara holistik dan koheren memiliki saling keterkaitan dan saling
melengkapi.

E. Generasi Muda
Generasi muda adalah generasi labil yang sedang dalam masa
pencarian jati diri. Generasi muda adalah generasi yang sangat mudah
terpengaruh oleh hal-hal lain yang baru. Hal-hal lain yang baru tersebut terbagi
menjadi dua macam yang sangat umum. Yaitu hal baru yang positif, dan hal
baru yang negatif.
23

Foto VI Generasi Muda


(Sumber : Dokumentasi Peneliti)

Generasi muda adalah pintu mudah jalan masuknya budaya asing.


Sedangkan budaya asing tersebut belum tentu positif. Generasi muda
seharusnya bisa memilih dan memilah budaya yang mereka dapatkan dan
mereka anut untuk menjadi pedoman baik dalam perilaku maupun sikap dan
prinsip. Kebanyakan dari mereka hanya menjadi followers atau dengan kata lain
pengikut. Baik itu pengikut teman pergaulan, maupun pengikut artis idola
mereka. Yang tidak jarang, malah menjadikan mereka menjadi orang lain alias
bukan diri sendiri yang dalam bahasa ilmiahnya perilaku tersebut dinamakan
imitasi.
Tak jarang, generasi muda yang masih sedang dalam proses
pendewasaan salah memilih hal yang baik bagi mereka. Karena itu, kebanggaan
atas budaya dan potensi daerah mereka masing-masing akan membentuk jati
diri mereka. Sehingga tidak mudah terpengaruh oleh budaya asing. Dengan kata
lain, mereka bisa menyaring budaya asing yang masuk dan menghindari budaya
asing yang mempengaruhi mereka kepada hal-hal negatif.
Ironisnya, generasi labil itu pada umumnya merasa tidak bangga atas
budayanya sendiri. Bahkan, teman-temannya yang menonton atau antusias
24

terhadap kesenian daerah dianggap udik atau kuper alias kurang pergaulan. Dan
mereka yang berpenampilan kebarat-baratan akan disebut keren. akibatnya
generasi muda Indonesia mengalami kemunduran dan tidak berkembang. Hal
itu disebabkan oleh generasi muda yang tidak bangga atas budaya daerah
mereka yang disebabkan oleh tidak mengertinya mereka apa makna dan
falsafah yang terkandung dalam budaya dan kesenian daerah mereka masing-
masing.
Sebenarnya, budaya dan kesenian daerah mempunyai falsafah yang
sangat mulia. Inilah yang seharusnya bisa membuat mereka bangga. Melalui
budaya mereka sendirilah seharusnya mereka mencari jati diri. Karena
sesungguhnya, budaya daerah mereka sendiri itu mempunyai makna positif
yang sangat banyak. Melalui pemahaman atas budaya sendiri, mereka akan
menemukan jati diri mereka dan semangat untuk mempertahankan. Sehingga,
mereka akan bisa menyaring budaya asing yang masuk dalam pergaulan
mereka.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian
Bahwa tempat dan waktu penelitian telah kami tetapkan berdasarkan
musyawarah antara tim peneliti dengan pembina adalah :
Waktu : Bulan November 2012
Tempat : SMA Negeri 1 Ponorogo
25

B. Perencanaan Penelitian
Tabel 1. Perencanaan Penelitian
No. Jenis Kegiatan Waktu Pelaksanaan Keterangan
1. Mencari literatur/ 15-19 November Kesesuaian/ ketepatan
kajian pustaka, 2012 pelaksanaan dengan
wawancara dengan perencanaan
narasumber yang
bersangkutan
2. Penyebaran angket 19 November 2012 Kesesuaian/ ketepatan
pelaksanaan dengan
perencanaan
3. Mengolah data dan 15-19 November Kesesuaian/ ketepatan
pembuatan karya tulis 2012 pelaksanaan dengan
perencanaan

C. Kegiatan Penelitian yang Terealisasi


Tabel 2. Kegiatan Penelitian yang Terealisasi
No. Jenis Kegiatan Waktu Pelaksanaan Keterangan
1. Mencari literatur/ 15-19 November Sesuai perencanaan
kajian pustaka, 2012
wawancara dengan
narasumber yang
bersangkutan
2. Penyebaran angket 19 November 2012 Sesuai perencanaan
3. Mengolah data dan 15-19 November Sesuai Perencanaan
pembuatan karya tulis 2012
26

D. Metode dan Teknik


Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis menggunakan beberapa
metode dan teknik yang dianggap dapat membantu dalam pelaksanaan
penelitian. Pada dasarnya metode dan teknik tersebut dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Metode yang Digunakan
a. Metode Studi kasus
Dalam penggunaan metode ini,penulis berusaha melakukan
pengamatan terhadap keadaan secara nyata tentang
pembelajaran mulok Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo
terhadap pendidikan karakter.
b. Metode Deskriptif Kuantitatif
Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan metode
deskriptif kuantitatif yaitu metode penelitian yang
menggunakan data berupa angka atau statistik dalam
mendeskripsikan laporan penelitian. Metode ini mempunyai
keunggulan lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri
dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-
pola permasalahan yang dihadapi.
c. Studi Pustaka
Metode ini digunakan untuk mendapatkan pengetahuan-
pengetahuan dasar tentang topik yang dipermasalahkan.
Dalam pelaksanaannya, penulis membaca buku, dan bahan-
bahan tertulis lainnya, yang ada di Perpustakaan Daerah
Kabupaten Ponorogo, Perpustakaan SMA Negeri 1
Ponorogo dan sumber lain dari perorangan termasuk bahan
tertulis milik penulis sendiri.

2. Teknik Pengumpulan Data


27

a. Observasi (Pengamatan)
Teknik ini digunakan untuk mengamati kejadian-kejadian
yang terjadi secara spontan pada saat penelitian berlangsung.
Berbagai hal yang sempat diamati dari kejadian tersebut lalu
di catat.
b. Kuisioner (Angket)
Dalam pelaksanaan teknik ini, penulis mengajukan sejumlah
pertanyaan tertulis kepada responden yaitu siswa SMA Negeri
1 Ponorogo yang dijadikan obyek penelitian.
c. Interview (Wawancara)
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data langsung secara
lebih mendalam tentang permasalahan yang diselidiki. Dalam
pelaksanaannya penulis mengajukan beberapa pertanyaan
kepada pihak yang mengetahui hal-hal menyangkut
permasalahan yang diselidiki.
Selain itu, teknik ini juga digunakan untuk membandingkan
dan sebagai pengontrol hasil pengelolaan angket. Wawancara
yang demikian dilakukan terhadap guru mata pelajaran mulok
Reyog di sekolah yang menjadi obyek penelitian.
d. Dokumentasi
Tekink ini dilakukan dengan bersumber pada dokumen,
catatan-catatan dan lain-lain keterangan tertulis dari
kumpulan berkas-berkas administrasi yang disusun secara
khusus oleh suatu jawatan ataupun organisasi yang ada
hubungannya dengan permasalahan yang diselidiki.
e. Populasi dan Sample
Sesuai dengan judul karya ilmiah maka dalam penelitian ini
yang dijadikan populasi adalah seluruh siswa SMA Negeri 1
Ponorogo.
28

Dari keseluruhan siswa SMA tersebut, diambil sejumlah lima


puluh siswa sebagai sample penelitian. Dengan rincian siswa
kelas X 20 orang, siswa kelas XI IPA/IPS 20 orang, dan siswa
kelas XII IPA/IPS 10 orang.
E. Sumber Data
Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis memperoleh data dari sumber
berikut.
1. Siswa, guru mulok Reyog SMA Negeri 1 Ponorogo dan masyarakat
luar
2. Buku-buku acuan yang didapatkan pada:
a. Perpustakaan Daerah Kabupaten Ponorogo
b. Perpustakaan SMA Negeri 1 Ponorogo
c. Jurnal dari Internet
d. Sumber lain dari perorangan.
29

BAB IV
ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI
HASIL ANALISIS DATA

A. Sejarah Kesenian Reyog Ponorogo


1. Nilai-Nilai Keraifan Pada Kesenian Reyog Poonorogo
Dalam kesenian Reyog ada banyak nilai-nilai kearifan yang dapat kita
terapkan dalam dunia pendidikan serta memberi nilai positif terhadap
perkembangan pendidikan berkarakter, diantaranya adalah sikap yang
pantang menyerah, saling gotong royog, mempunyai sifat jujur, baik dalam
bertingkah laku, mempunyai sikap watak yang terpuji, memiliki jiwa
pekerja keras dengan semangat yang tinggi.
Dengan adanya nilai-nilai kearifan dalam kesenian Reyog sehingga
dapat diikut sertakan dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter, dengan
demikian para siswa dapat pula mempelajari serta memetik nilai-nilai
positif dari nilai-nilai kearifan kesenian Reyog. Dengan begitu para siswa
dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka terutama dalam
upaya mereka untuk menggapai prestasi dan cita-cita yang harus mereka
raih dengan usaha yang keras, pantang menyerah, semangat yang tinggi,
dan disertai dengan sikap yang terpuji.
Mata pelajaran muatan lokal pun memiliki peran penting dalam
penyampaian tujuan ini, di mana pelajaran muatan lokal dapat menjadi
distributor pengenalan kesenian Reyog yang banyak mengandung nilai-nilai
kearifan lokal positif. Dengan pembelajaran secara langsung siswa akan
merasa lebih tertarik karena mereka akan secara langsung ditunjukkan
tentang berbagai nilai kearifan lokal pada kesenian Reyog Ponorogo yang
dapat memberi energi positif terhadap kehidupan sehari-hari para siswa
khususnya di SMA Negeri 1 Ponorogo.
30

2. Karakter Pemain Kesenian Reyog Ponorogo


Karakter yang dimiliki oleh masing-masing tokoh pemain dalam kesenian
reyog juga bisa dijadikan sebagai nilai kearifan lokal serta bisa ditiru oleh
generasi muda dalam melakukan segala sesuatu. Berikut merupakan
karakter kearifan lokal yang dimiliki oleh masing-masing tokoh dalam
kesenian Reyog :
a. Singo Barong
Pemain yang identik dengan Topeng berbentuk kepala singa yang
dikenal sebagai “Singo Barong” mempunyai karakter yang kuat tentang
pendirianya, itu terbukti dari gerakan Singo Barong ketika melakukan
gerakan bertarung dengan lawan.

b. Jathilan
Jathilan adalah yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang
menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan
Majapahit. Gerak tari Jathilan terkesan lembut dan kompak yang
mengikuti irama dari gamelan.

c. Pujangganong atau Bujangganong


Pujangganong atau Bujangganong adalah penari dengan tarian yang
menggambarkan sosok patih muda ( Patihnya Klono Sewandono) yang
cekatan, cerdik, jenaka, dan sakti. Sosok ini digambarkan dengan topeng
yang mirip dengan wajah raksasa, hidung panjang, mata melotot, mulut
terbuka dengan gigi yang besar tanpa taring, wajah merah darah dan
rambut yang lebat warna hitam menutup pelipis kiri dan kanan.

d. Klono Sewandono
Klono Sewandono adalah penari dan tarian yang menggambarkan sosok
raja dari Kerajaan Bantarangin, kerajaan yang dipercaya berada di
wilayah Ponorogo zaman dahulu. Sosok ini digambarkan dengan topeng
31

bermahkota, wajah berwarna merah, mata besar melotot, dan kumis


tipis. Selain itu ia membawa Pecut Samandiman, berbentuk tongkat
lurus dari rotan.

e. Warok Suromenggolo
Dalam pentas, sosok warok lebih terlihat sebagai pengawal atau
punggawa Raja Klana Sewandono (warok muda) atau sesepuh dan guru
(warok tua). Dalam pentas, sosok warok muda digambarkan tengah
berlatih mengolah ilmu kanuragan, digambarkan berbadan gempal
dengan bulu dada, kumis dan jambang lebat serta mata yang tajam.
Sementara warok tua digambarkan sebagai pelatih atau pengawas warok
muda yang digambarkan berbadan kurus, berjanggut putih panjang, dan
berjalan dengan bantuan tongkat.

B. Muatan Lokal Reyog


1. Alasan Muatan Lokal (mulok) Reyog dijadikan Sebagai Pendidikan
Berkarakter
Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter
sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945
serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah
menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas
pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-
2015, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk
mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “Mewujudkan Masyarakat
Berakhlak Mulia, Bermoral, Beretika, Berbudaya, dan Beradab
Berdasarkan Falsafah Pancasila”. Maka dari itu penggunaan muatan lokal
sebagai pendidikan karakter sangtlah tepat karena berdasarkan observasi
dari pembelajaran mulok Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo hal-hal yang
32

menyebabkan mulok Reyog sebagi pendidikan karakter adalah sebagai


berikut:
a. Menumbuhkan semangat kebangsaan yang tercermin dari kecintaan
terhadap budaya lokal
b. Dalam proses belajar-mengajar selalu disisipkan nilai-nilai kearifan
yang dapat diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan
bermasyarakat
c. Memberikan pemahaman kepada siswa bagaimana bersikap/beretika
yang baik dengan mengetahui batasan-batasan yang ada
d. Bersikap terbuka terhadap perubahan namun tetap difiltrasi dan
disesuaikan dengan kepribadian bangsa
2. Penerapan Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Matan Lokal
Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo
Pembelajaran berbasis kearifan lokal dipadu dengan pembelajaran
mulok Reyog sangatlah cocok. Karena mulok Reyog membahas tentang
budaya Reyog dan nilai-nilai kerifan kesenian Reyog. Pembelajaran
berbasis kearifan lokal untuk menanamkan pendidikan karakter dapat
dilakukan dengan cara mengintegrasi, melalui mata pelajaran muatan lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah atau disebut dengan kearifan lokal. Materi dipilih
ditetapkan berdasarkan ciri khas, potensi dan keunggulan daerah, serta
ketersediaan lahan, sarana prasarana, dan tenaga pendidik. Sasaran
pembelajaran kearifan lokal adalah pengembangan jiwa kewirausahaan dan
penanaman nilai-nilai budaya sesuai dengan lingkungan. Nilai-nilai
kewirausahaan yang dikembangkan antara lain inovasi, kreatif, berpikir
kritis, eksplorasi, komunikasi, kemandirian, dan memiliki etos kerja. Nilai-
nilai budaya yang dimaksud antara lain kejujuran, tanggung jawab, disiplin,
kepekaan terhadap lingkungan, dan kerja sama.
33

Penanaman nilai-nilai kewirausahaan dan budaya tersebut


diintegrasikan di dalam proses pembelajaran yang dikondisikan supaya
nilai-nilai tersebut dapat menjadi sikap dan perilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Selain itu pembelajaran berbasis kearifan lokal dapat dilakukan
dengan cara guru memberikan tugas secara berkelompok mengobservasi
dan mengidentifikasi budaya atau sumber daya yang ada di lingkungan
tempat tinggal. Melalui observasi langsung ke lingkungan guru memiliki
beberapa tujuan untuk dimiliki siswa setelah kegiatan berlangsung. Nilai
karakter dan kemampuan yang diharapkan yaitu jujur, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat/komunikatif, peduli lingkungan, peduli sosial, dan
tanggung jawab.
Pembelajaran berbasis kearifan lokal merupakan pembelajaran yang
menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran student centered daripada
teacher centered. Hal ini sejalan dengan pernyataan Suparno (dalam Darlia
2010: 2) bahwa belajar bukan sekedar kegiatan pasif menerima materi dari
guru, melainkan proses aktif menggali pengalaman lama, mencari dan
menemukan pengalaman baru serta mengasimilasi dan menghubungkan
antara keduanya sehingga membentuk makna. Makna tercipta dari apa yang
siswa lihat, dengar, rasakan, dan alami. Untuk guru, mengajar adalah
kegiatan memfasilitasi siswa dalam mengkonstruksi sendiri pengetahuannya
lewat keterlibatannya dalam
Terkait dengan pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal di Sekolah ada
empat macam pembelajaran berbasis budaya termasuk pembelajran muatan
lokal Reyog, yaitu:
a. Belajar tentang budaya, yaitu menempatkan budaya sebagai bidang
ilmu. Budaya dipelajari dalam program studi khusus, tentang
budaya dan untuk budaya. Dalam hal ini, budaya tidak terintegrasi
dengan bidang ilmu.
34

b. Belajar dengan budaya, terjadi pada saat budaya diperkenalkan


kepada siswa sebagai cara atau metode untuk mempelajari pokok
bahasan tertentu. Belajar dengan budaya meliputi pemanfaatan
beragam untuk perwujudan budaya. Dalam belajar dengan budaya,
budaya dan perwujudannya menjadi media pembelajaran dalam
proses belajar, menjadi konteks dari contoh-contoh tentang konsep
atau prinsip dalam suatu mata pelajaran, serta menjadi konteks
penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu mata pelajaran.

c. Belajar melalui budaya, merupakan strategi yang memberikan


kesempatan siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau
makna yang diciptakannya dalam suatu mata pelajaran melalui
ragam perwujudan budaya.

d. Belajar berbudaya, merupakan bentuk mengejawantahkan budaya


itu dalam perilaku nyata sehari-hari siswa. Misalnya, anak
dibudayakan untuk selalu menggunakan bahasa krama inggil pada
hari sabtu melalui Program Sabtu Budaya.

3. Alasan Mulok Reyog diajarkan kepada siswa di SMA Negeri 1


Ponorogo
Alasan Mulok Reyog diajarkan kepada siswa di SMA Negeri 1 Ponorogo
adalah sebagai berikut :
a. Agar siswa-siswi SMA Negeri 1 Ponorogo mempunyai pengetahuan
yang luas tentang kebudayaan Reyog karena sampai sekarang para
remaja hanya tahu Kesenian Reyog sebatas tari-tariannya, maka
lewat pelajaran ini mereka bisa lebih mendalam mengetahui tentang
seluk beluk Kesenian Reyog
b. Agar Kesenian Reyog tidak punah dan tetap terjaga
35

c. Menciptakan bibit-bibit yang ahli tentang Kebudayaan Reyog yang


semakin lama bisa punah, maka lewat mata pelajaran ini nantinya
tercipta ahli-ahli dalam bidang kebudayaan
d. Lebih mengembangkan Kesenian Reyog Ponorogo supaya dapat
dikenal masyarakat luas bahkan bisa sampai ke masyarakat dunia
e. Agar para siswa tertarik dengan Kesenian Reyog sehingga nantinya
mereka dapat mengembangkan diri untuk ikut berkecimpung dalam
Kesenian Reyog tersebut

4. Nilai Positif pembelajaran Mulok Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo


Dengan adanya Mulok Reyog para siswa dapat tertarik untuk menjaga
dan melestarikan Kesenian Reyog sehingga nantinya dapat membawa nama
Kebudayaan lokal Ponorogo di tingkat Indonesia bahkan nantinya dapat
membawa nama baik Indonesia ke dunia internasional melalui Kesenian Reyog
ini, karena akhir-akhir ini Kesenian Reyog mulai banyak dilirik oleh dunia
internasional bahkan ada negara lain yang berani mengklaim kesenian Reyog
sebagai aset kebudayaannya. Selain pernyataan diatas pembelajaran mulok
Reyog dapat dijadikan sebagai pendidikan karakter demi mendukungnya
pelaksanaan Gerakan nasional Pembangunan Karakter Bangsa oleh Presiden
Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono

5. Peran Mulok Reyog Terhadap Pendidikan Karakter Bagi Siswa di


SMA Negeri 1 Ponorogo
Pembelajaran mulok Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo memiliki
peran yang sangat penting, antara lain :
a. Agar para siswa di SMA Negeri 1 Ponorogo mengenal kesenian Reyog
sehingga kesenian ini tidak punah dan tetap terjaga,
b. Para siswa mendapat ilmu lebih untuk mengembangkan kesenian
Reyog Ponorogo supaya dapat dikenal masyarakat luas bahkan bisa
sampai ke masyarakat dunia,
36

c. Terciptanya siswa-siswi yang ahli tentang Kebudayaan Reyog yang


semakin lama bisa punah, maka lewat mata pelajaran ini nantinya
tercipta ahli-ahli dalam bidang kebudayaan, khususnya kebudayaan
lokal di kabupaten Ponorogo,
d. Para siswa menjadi tertarik dengan Kesenian Reyog sehingga nantinya
mereka dapat mengembangkan diri untuk ikut berkecimpung dalam
pelestarian Kesenian Reyog tersebut.

6. Tahapan Pengenalan Mulok Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo


Dalam pengenalan pembelajaran Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo
mempunyai tahapan-tahapan mulai dasar, tahapannya sebagai berikut :

Diagram I
Tahapan Pengenalan Mulok
Reyog

1. Materi pembelajaran Kelas X :


Semester I :
1. Luas, bentuk dan letak Kabupaten Ponorogo
2. Kondisi geografis wilayah Kabupeten Ponorogo
3. Nilai dan norma yang pada masyarakat di Kabupeten Ponorogo
4. Ragam seni di masyarakat Kabupaten ponorogo
5. Tujuh sistem kebudayaan masyarakat Ponorogo
37

Semester II :
1. Sejarah Reyog Ponorogo
2. Nilai dan norma sejarah Reyog Ponorogo
3. Perkembanagn nilai-nilai kearifan lokal pada Kesenian Reyog Ponrogo
4. Ragam gerak dalam pertunjukan Reyog
5. Ragam tari dalam pertunjukan Reyog
6. Peralatan gamelan pertunjukan Reyog
7. Tata busana pertunjukan Reyog
8. Jenis-jenis gending iringan pertunjukan Reyog

2. Materi Pembelajaran Kelas XI


Semester I :
1. Tata cara pembuatan busana Reyog
2. Mendiskripsikan teknik tata rias dalam pertujukan Reyog
Semester II :
1. Pembuatan peralatan pertunjukan Reyog
2. Teknik pembuatan pertunjukan Reyog

3. Materi Pembelajaran Kelas XII


Semester I :
1. Pengenalan alat musik kesenian Reyog
2. Tata cara penggunaan alat musik kesenian Reyog

C. Analisis Angket
Dengan jumlah responden sejumlah lima puluh siswa SMA Negeri 1
Ponorogo kelas X, kelas XI IPA/IPS, dan kelas XII IPA/IPS. Hasil
perhitungan pengisian angket oleh responden disajikan dalam bentuk grafik
yaitu grafik diagram batang. Tujuan dari pemakaian grafik ini agar pembaca
lebih mudah dalam menerima dan menafsirkan data yang disajikan penulis.
38

Keterangan untuk grafik diagram batang, sebagai berikut.

Untuk sumbu y, menyatakan jumlah pemilih

Untuk sumbu x, menyatakan pilihan

1. Pertanyaan: Sejak kapan Anda mengenal kesenian Reyog ?


40 38
35
30
25
20
15 11
10
5 1
0
TK SD SMP-SMA

Diagram II
Sejak kapan Anda mengenal kesenian Reyog ?

Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar


siswa mulai mengenal kesenian Reyog pada usia TK. Terbukti dari
50 siswa yang menjawab TK sebanyak 38 orang, yang menjawab SD
sebanyak 11 orang dan yang menjawab SMP-SMA 1 orang.

2. Pertanyaan: Setelah mengetahui tentang Reyog, apakah Anda tertarik dan


berminat untuk melestarikannya ?
39

50
45
40
35
30 Ya
25
20 Tidak
15
10
5
0

Diagram III
Setelah mengetahui tentang Reyog, apakah Anda tertarik dan
berminat untuk melestarikannya ?

Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar


siswa di sekolah tersebut bersedia untuk melestarikan kesenian
Reyog. Terbukti dari 50 siswa yang menjawab, sebanyak 47 orang
bersedia dan hanya 3 orang yang tidak bersedia.

3. Pertanyaan: Apakah dalam sejarah kesenian Reyog terdapat nilai-nilai


kearifan yang pantas digunakan sebagai pendidikan berkarakter ?
60

50

40

30

20

10

0
Ya, Ada Tidak Ada
Diagram IV
Apakah dalam sejarah kesenian Reyog terdapat nilai-nilai
kearifan yang pantas digunakan sebagai pendidikan
berkarakter ?

Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut


sebagian besar terdapat nilai-nilai kearifan yang pantas digunakan
40

sebagai pendidikan berkarakter. Terbukti dari 50 siswa yang


menjawab "Ya, Ada" sebanyak 48 orang dan menjawab "Tidak" 2
orang
4. Pertanyaan: Apa reaksi pertama Anda ketika tahu bahwa ada Mata Pelajaran
Mulok Reyog di sekolah ?
35

30

25

20

15

10

0
Tidak Senang Biasa Saja Senang
Diagram V
Apa reaksi pertama Anda ketika tahu bahwa ada mata
pelajaran
Dari grafik Mulok
tersebut Reyog
dapat di sekolahbahwa
disimpulkan ? sebagian besar
reaksi siswa terhadap diadakannya Mata Pelajaran Mulok Reyog
adalah biasa saja. Terbukti dari 50 siswa yang menjawab, tidak
senang sebanyak 0 orang, menjawab biasa saja 29 orang dan senang
sebanyak 21 orang.
5. Pertanyaan: Bagaimana kondisi suasana batin dan fisik Anda ketika
pelajaran "Mulok Reyog" berlangsung ?
30

25

20

15

10

0
Senang dan Semangat Ngantuk dan Malas biasa saja
Diagram VI
Bagaimana kondisi suasana batin dan fisik Anda ketika
pelajaran "Mulok Reyog" berlangsung ?
41

Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar


siswa sekolah tersebut dalam mengikuti pembelajaran mulok Reyog
merasakan senang dan semangat. Dari 50 siswa yang menjawab
senang dan semangat sebanyak 26 orang, yang menjawab ngantuk
dan malas 2 orang, dan yang menjawab biasa-biasa saja sebanyak 22
orang.
6. Pertanyaan: Menurut Anda, apakah mata pelajaran Mulok Reyog bermanfaat
bagi peningkatan pendidikan berkarakter bagi generasi muda khususnya
untuk pelajar pada bidang penyampaian nilai-nilai kearifan dari sejarah
Reyog ?
60
50
40
Ya
30
Tidak
20
10
0

Diagram VII
Menurut Anda, apakah mata pelajaran Mulok Reyog bermanfaat bagi
peningkatan pendidikan berkarakter bagi generasi muda khususnya
untuk pelajar pada bidang penyampaian nilai-nilai kearifan dari
sejarah Reyog ?

Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh


siswa setuju terhadap mata pelajaran mulok reyog bermanfaat bagi
peningkatan pendidikan berkarakter bagi generasi muda khususnya
untuk pelajar pada bidang penyampaian nilai-nilai kearifan dari
sejarah Reyog. Terbukti dari 49 siswa yang menjawab ya dan 1
orang siswa yang menjawab tidak.
42

D. Analisis Hasil Observasi dan Wawancara

Penelitian yang baik itu menyangkut perencanaan penelitian yang


terorganisir walaupun pelaksanaanya belum mencapai apa yang diharapkan.
Penyelidikan dan penelitian yang tekun adalah faktor yang amat menentukan
untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan penemuan teknologi baru, bukan
hanya sekedar penemuan secara kebetulan ( Moedjadi dkk.,1985 : 1). Hal ini
mendorong penulis untuk melaksanakan penelitian yang dapat memberikan
manfaat yang nyata. Untuk mencapai hal tersebut, data yang digunakan harus
lengkap. Salah satu cara adalah dengan kegiatan wawancara ini.
Wawancara dilakukan agar dapat dijadikan pembanding dengan data
yang diperoleh dari pengisian angket. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh
data yang dapat mendukung kebenaran hipotesis dan dapat digunakan untuk
menyusun kesimpulan.

1. Analisis Hasil Wawancara Dengan Guru Mata Pelajaran Mulok Reyog

Hal yang paling pokok dan penting dari jawaban guru mulok
Reyog yang diwawancarai oleh peneliti adalah sebagai berikut, “ Pelajaran
mulok Reyog dapat diaplikasikan secara langsung oleh siswa karena materi
yang dianjurkan secara langsung. Secara umum sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam bertingkah laku sehari-hari,
kepercayaan diri.”
Jawaban ini berkaitan dengan pembelajaran mulok Reyog serta
manfaatnya bagi kehidupan.

2. Analisis hasil wawancara dengan siswa

Hal yang paling pokok dan penting dari jawaban siswa yang
diwawancarai oleh peneliti adalah sebagai berikut, “ Pembelajaran mulok
43

Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo sangat membantu karena membuat siswa


lebih mengerti tetang budaya lokal”.
Jawaban ini berkaitan dengan pengaruh pembelajaran mulok
Reyog terhadap siswa di SMA Negeri 1 Ponorogo.

3. Analisis hasil wawancara dengan masyarakat

Hal yang paling pokok dan penting dari jawaban tokoh masyarakat
yang diwawancarai oleh peneliti adalah sebagai berikut, “Pembelajaran
mulok Reyog seharusnya sudah mulai diajarkan dari TK dan dimasukkan di
kurikulum lokal”.
Jawaban ini berkaitan dengan pentingnya pembelajaran mulok di
sekolah untuk menjadi bekal dimasa yang akan datang dan ketika terjun di
masyarakat.
Secara lengkap hasil wawancara dapat dilihat di halaman lampiran.
44

BAB V
PUNUTUP
A. Kesimpulan
Kesenian Reyog Ponorogo selain sebagai sarana hiburan, mempunyai
peranan lain yaitu menyebarkan nilai-nilai positif dalam masyarakat. Dalam hal
ini terkait dengan nilai-nilai kearifan lokal. Akan tetapi hanya segelintir
masyarakat yang tahu dan paham, apa serta bagaimana kearifan lokal pada
kesenian Reyog mampu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Melihat kenyataan lapangan yang demikian banyak orang tergerak untuk
menumbuhkan kembali kesadaran serta kepedulian akan pentingnya
melestarikan kebudayaan lokal. Salah satu cara yang ditempuh adalah melalui
generasi mudanya. Berkembang pada aspek yang lebih kecil melalui lembaga
pendidikan (sekolah) kemudian mengerucut melalui kurikulum pembelajaran.
Kurikulum yang diterapkan dalam proses belajar mengajar ini dikenal dengan
istilah Muatan Lokal atau Mulok. Lebih tepatnya Mulok Reyog. Sebagai contoh
Mulok Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo.

1. Dalam kesenian Reyog ada banyak nilai-nilai kearifan yang dapat kita
terapkan dalam dunia pendidikan serta memberi nilai positif terhadap
perkembangan pendidikan berkarakter, diantaranya adalah sikap yang
pantang menyerah, saling gotong royog, mempunyai sifat jujur, baik dalam
bertingkah laku, mempunyai sikap watak yang terpuji, memiliki jiwa
pekerja keras dengan semangat yang tinggi dan itu semua tercermin dalam
kesenian reyog.
2. Pembelajaran berbasis kearifan lokal dipadu dengan pembelajaran mulok
Reyog sangatlah cocok. Karena mulok Reyog membahas tentang budaya
Reyog dan nilai-nilai kerifan kesenian Reyog. Pembelajaran berbasis
kearifan lokal untuk menanamkan pendidikan karakter dapat dilakukan
dengan cara mengintegrasi, melalui mata pelajaran muatan lokal
45

B. Saran-Saran
Terealisasinya tujuan diadakan Mulok Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi pelestarian
kebudayaan lokal pada umumnya dan keberhasilan penanaman pendidikan
karakter pada siswa khususnya. Dengan demikian pembelajaran Mulok Reyog
SMA Negeri 1 Ponorogo dapat dijadikan contoh untuk sekolah-sekolah lain
dalam upaya pelestarian budaya lokal dan implementasi pendidikan karakter
yang berkualitas.
Jika kita mencermati secara kritis kemajuan yang dicapai oleh bangsa-
bangsa lain seperti Jepang, Cina dan India misalanya, itu tidak lepas dari
kehebatan mereka dalam mengkaji kearifan lokalnya, maka dari itu seharusnya
pemerintah mengoptimalkan pembelajaran kearifan lokalnya sehingga bisa
menjadi negara yang maju dengan kebudayaannya.
46

DAFTAR PUSTAKA

Gatot Soemantri, 1994. Mengenal Potensi dan Dinamika Ponorogo. Ponorogo:


Pemda Tk. II Ponorogo.

Jero Wajik. Festival Seni dan Budaya Tahun 2005 - 2006. Jakarta: Depbudpar.

Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Mawar Kusumo. “Kearifan Tradisional Perlu Dilestarikan”, dalam Harian Kompas,


Tahun 2007.

Sigit dkk., 1997/1998. Pengembangan Jaringan Ekonomi di Kawasan Wisata NTB.


Jakarta: Ditjen Kebudayaan, Depdikbud.

B. Suryosubroto. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Husaini Usman. 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

Wilson, Ian Douglas (1999) ‘Reyog Ponorogo: Spirituality, Sexuality and


Power in a Javanese Performance Tradition’, Intersections: Gender and
Sexuality in Asia and the Pacific, Vol 2

Sugiarti, dan Trisakti Handayani. Kajian Kontemporer Ilmu Budaya Dasar. Malang:
UMM Press. 1999.

Rochaeti, E. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2006.


47

LAMPIRAN
-
LAMPIRAN
48
49
50
51

LAPIRAN HASIL WAWANCARA :


52
53
54
55
56

LAMPIRAN DOKUMENTASI FOTO


WAWANCARA
57

1. FOTO WAWANCARA DENGAN SISWA SMA NEGERI 1


PONOROGO
:
58

2. WAWANCARA DENGAN GURU MULOK SMAN 1 PONOROGO :


59

LAMPIRAN FOTO PEMBELAJARAN


MULOK REYOG DI SMAN 1 PONOROGO :
60

Lampiran Angket Kuisioner 1

WAWANCARA DENGAN GURU MATA PELAJARAN MULOK REYOG

Hal yang ditanyakan :

1. Bagaimana perhatian siswa pada saat bapak/ibu guru menerangkan suatu


materi pelajaran ?
61

…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
2. Manakah kegiatan pembelajaran yang paling sering bapak berikan, teori atau
praktik dan mengapa?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
3. Bagaimana minat siswa untuk mempelajari REYOG ?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………

4. Apa pendapat bapak/ibu agar pembelajaran REYOG lebih optimal ?


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………

5. Apakah pembelajaran REYOG yang bapak/ibu berikan dapat diaplikasikan


secara langsung oleh para siswa?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
62

6. Bagaimana pendapat anda tentang pendidikan karakter ?


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………

7. Apakah pendidikan karakter bisa dimasukkan melalui pembelajaran mulok


Reyog ?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………

IDENTITAS :

…………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………

……………………………………………………
63

WAWANCARA DENGAN SISWA

Hal yang ditanyakan :


1. Bagaimana perhatian Anda pada saat bapak/ibu guru menerangkan suatu
materi pelajaran ?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………
2. Bagaimana minat Anda untuk mempelajari REYOG ?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
3. Menurut Anda apa manfaat mempelajarai REYOG,sebutkan ?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
4. Menurut Anda apakah pembelajaran REYOG di sekolah Anda sudah optimal
dan memberikan hasil yang nyata bagi Anda?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
5. Apa harapan Anda terhadap pihak yang berwenang dalam hal pembelajaran
REYOG di sekolah ini ?
64

…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
6. Bagaimana pendapat anda tentang pendidikan karakter ?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
7. Apakah pendidikan karakter bisa dimasukkan melalui pembelajaran mulok
Reyog ?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………

IDENTITAS :

…………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………

……………………………………………………

WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT


65

Hal yang ditanyakan :


1. Apakah anda pernah mempelajari Reyog sewaktu duduk di bangku
sekolah ?
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
………………………………………
2. Bagaimana minat Anda untuk mempelajari Reyog tersebut ?
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
………………………………………
3. Menurut Anda setelah terjun dimasyarakat apa manfaat mempelajari
Reyog, sebutkan ?
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
………………………………………
4. Menurut Anda apakah pembelajaran Reyog memberikan hasil yang nyata
bagi Anda?
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
………………………………………
5. Apa harapan Anda terhadap pihak yang berwenang dalam hal
pembelajaran Reyog di sekolah?
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
………………………………………
66

IDENTITAS :

…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………...................

Anda mungkin juga menyukai