BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesenian Reyog Ponorogo adalah kesenian dalam bentuk sendratari.
Sendratari merupakan salah satu bentuk seni yang banyak menceritakan sejarah
dan legenda yang dipentaskan dengan drama dan tarian yang menonjolkan seni
eksposi. Dalam pementasan, Reyog tidak hanya menghibur masyarakat yang
menyaksikan tetapi juga memberikan pesan moral berupa nilai-nilai kearifan
lokal dari sejarah terbentuknya kesenian Reyog seperti seperti sikap yang
pantang menyerah, saling gotong royong, jujur, baik dalam bertingkah laku,
mempunyai watak terpuji, memiliki jiwa pekerja keras dengan semangat yang
tinggi. Tetapi hingga saat ini mayoritas masyarakat belum menyadari tentang
adanya nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung pada kesenian Reyog karena
masyarakat masih sekedar menganggap Reyog sebagai sarana hiburan tanpa
memperdulikan pesan moral dan nilai-nilai kearifan lokal pada kesenian Reyog.
Nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam kesenian Reyog Ponorogo
merupakan nilai plus apabila bisa disampaikan kepada masyarakat di Ponorogo.
Khususnya para generasi muda, maka akan menjadikan generasi muda
mempunyai landasan yang kokoh dalam melakukan kegiatan sehari-hari sesuai
dengan nilai kearifan dari kebudayaannya sendiri.
2
Salah satu cara agar nilai-nilai kearifan lokal bisa terus diwariskan dan
disampaikan kepada generasi muda adalah dengan adanya pembelajaran muatan
lokal (mulok) budaya daerah pada jenjang Sekolah Dasar (SD) - Sekolah
Menengah Atas (SMA) seperti pembelajaran mulok Reyog yang ada di
Kabupaten Ponorogo. Hal ini merupakan langkah yang sangat tepat agar
generasi muda di Kabupaten Ponorogo khususnya, mempunyai kepribadian
yang berkualitas serta mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Reyog
Ponorogo. Sehingga ketika terjun dalam masyarakat siswa mempunyai bekal
yang cukup dalam konteks pengetahuan (sejarah dan kearifan kesenian Reyog)
dan keterampilan (praktek lapangan; menari, merias, membuat instrumen
musik, membuat alat-alat pendukung pementasan)
Lembaga pendidikan formal/sekolah di Kabupaten Ponorogo yang
sudah menjadikan mulok Reyog sebagai mata pelajaran tambahan adalah SMA
Negeri 1 Ponorogo. Berdasarkan hal tersebut, penulis tergerak untuk membuat
karya tulis dengan mengangkat nilai kearifan lokal pada kesenian Reyog
sebagai pendidikan karakter bangsa untuk generasi muda melalui studi kasus
pembelajaran muatan lokal Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo. Penulisan ini
dirangkum dalam sebuah karya tulis dengan judul “KEARIFAN LOKAL
KESENIAN REYOG SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA UNTUK
GENERASI MUDA ( STUDI KASUS PEMBELAJARAN MULOK REYOG DI
SMA NEGERI 1 PONOROGO)”.
B. Rumusan Masalah
1 Bagaimana sejarah kesenian Reyog Ponorogo ?
2 Apa sajakah nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada sejarah kesenian
Reyog Ponorogo ?
3 Apakah nilai kearifan lokal yang terdapat pada kesenian Reyog Ponorogo
dapat diterapkan dalam pembelajaran muatan lokal (MULOK) Reyog di
SMA Negeri 1 Ponorogo ?
4
C. Tujuan Penelitian
1 Untuk mengetahui dan memahami sejarah perkembangan Reyog
2 Mengungkap nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada sejarah
kesenian Reyog
3 Membuktikan apakah nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada
kesenian Reyog dapat diterapkan dalam pendidikan berkarakter di SMA
Negeri 1 Ponorogo
D. Ruang Lingkup
Mengingat akan dapat meluasnya pembahasan yang mengarah kepada
tidak efisiennya hasil yang diperoleh maka penulis membatasi permasalahan
atas beberapa aspek tertentu sehubungan dengan topik yang hendak
dipermasalahkan. Hal ini dilakukan agar penelitian lebih terarah dan terfokus
(Abdul Qahhar Mudzakkar,1992:57).
Aspek-aspek yang penulis maksudkan sebagai berikut :
1. Obyek pembahasan yang ditekankan adalah pembelajaran mulok
Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo dan sejauh mana peran mulok
Reyog terhadap perkembangan nilai kearifan lokal sesuai dengan
Kebudayaan Ponorogo khususnya kesenian Reyog yang mendukung
pendidikan karakter bangsa.
2. Sebagai populasi adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Ponorogo.
Sebagai sampel adalah sejumlah siswa dari SMA tersebut dengan
rincian siswa kelas X 20 orang, siswa kelas XI IPA/IPS 20 orang, dan
siswa kelas XII IPA/IPS 10 orang.
5
E. Hipotesis
Dengan bertolak dari masalah yang dirumuskan dan berdasarkan
hasil pengamatan oleh penulis serta informasi yang diperoleh penulis, dapat
disusun hipotesis-hipotesis sebagai berikut :
1 Pembelajaran mulok Reyog untuk siswa SMA Negeri 1 Ponorogo
merupakan salah satu media pendidikan yang tidak hanya megajarkan
tentang kesenian Reyog tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kearifan lokal
yang terdapat pada sejarah kesenian Reyog,
2 Pembelajaran mulok Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo dengan menekankan
pada pesan moral dan nilai-nilai kearifan lokal bisa mendukung pendidikan
karakter serta pembangunan karakter bangsa,
3 Dengan adanya pembelajaran mulok Reyog untuk siswa SMA Negeri 1
Ponorogo menjadi lebih terbantu dalam menjaga dan melestarikan kesenian
Reyog dan mendukung perkembangan pendidikan berkarakter.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
a. Meningkatkan wawasan dan pengalaman dalam menyusun karya
tulis dalam bidang sejarah khususnya sejarah lokal.
b. Dapat menerapkan metode ilmiah seperti yang dilakukan oleh ilmuan
dalam penelitian.
c. Menambah pengalaman dalam mencari data lapangan.
d. Membuat penulis menjadi lebih bermasyarakat terhadap sejarah.
2 Bagi masyarakat
6
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan karya ilmiah ini dibagi atas beberapa bab sebagai berikut :
Bab I, pendahuluan yang memberikan gambaran umum tentang
pokok pembahasan dan penyajian karya ilmiah. Dalam bab ini terdapat
latar belakang dan masalah yang menjadi titik tolak uraian, tujuan
penelitian yang mengungkapkan garis besar hasil yang hendak dicapai,
ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas, dan hipotesis.
Bab II, memberikan uraian singkat tentang hal-hal mengenai nilai
kearifan lokal, sejarah Reyog, nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung
pada sejarah Reyog, muatan lokal Reyog, pendidikan karakter, serta
membahas tentang generasi muda. Berdasarkan studi pusaka yang
dilakukan.
Bab III, memberikan gambaran tentang metode penelitian dan tata
cara penelitan yang menyangkut tentang pembelajaran mulok Reyog di
SMA Negeri 1 Ponorogo.
Bab IV, menguraikan hasil pengelolaan data dan interpretasi
menyangkut keefektifan pembelajaran mulok Reyog di SMA Negeri 1
Ponorogo terhadap pembentukan karakter generasi muda.
Bab V, memuat kesimpulan yang diperoleh dari apa yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya beserta saran-saran yang perlu
dikemukakan.
7
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kearifan Lokal
Kearifan lokal berasal dari dua kata yaitu kearifan (wisdom), dan lokal
(local). Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami
sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat
maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk
budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup.
Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap
sangat universal. (http://filsafat.ugm.ac.id).
Kearifan lingkungan atau kearifan lokal masyarakat sudah ada di
dalam kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu mulai dari zaman
prasejarah hingga saat ini, kearifan lingkungan merupakan perilaku positif
manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang
dapat bersumber dari nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau
budaya setempat Wietoler dalam Akbar (2006) yang terbangun secara alamiah
dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan di
sekitarnya.
Secara umum, budaya lokal atau budaya daerah dimaknai sebagai
budaya yang berkembang di suatu daerah, yang unsur-unsurnya adalah budaya
suku bangsa yang tinggal di daerah itu. Dalam pelaksanaan pembangunanan
berkelanjutan oleh adanya kemajuan teknologi membuat orang lupa akan
pentingnya tradisi atau kebudayaan masyarakat dalam mengelola lingkungan,
seringkali budaya lokal dianggap sesuatu yang sudah ketinggalan di abad
sekarang ini, sehingga perencanaan pembangunan seringkali tidak melibatkan
masyarakat.
Pemaknaan terhadap kearifan lokal dalam dunia pendidikan masih
sangat kurang. Ada istilah muatan lokal dalam struktur kurikulum pendidikan,
9
B. Reyog
Versi resmi alur cerita Reyog Ponorogo kini adalah cerita tentang
Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning,
namun di tengah perjalanan pasukan dari Kerajaan Ponorogo dicegat oleh
11
Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak
dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan
wakilnya Bujang Anom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam
dalam tariannya), seluruh tariannya merupakan tarian perang antara
Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo,
a. Kesenian
Kesenian adalah suatu hasil ekspresi hasrat manusia akan keindahan
dengan latar belakang tradisi atau sistem budaya masyarakat pemilik
kesenian tersebut. Dalam karya seni tersirat pesan dari masyarakat
berupa pengetahuan, gagasan, kepercayaan, nilai kearifan, norma-
norma yang ada (Ensklopedi Nasional Indonesia jilid 8).
b. Tari
Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan
diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi gerak yang
simbolis dan sebagai ungkapan pencipta (Haukins: 1990, 2)
c. Musik
Musik adalah bagian dari aktivitas kultur dan sosial manusia, dimana
seni musik untuk mengekspresikan perasaan, idenya dan sebagai
karya seni dengan segenap unsur pokok dan pendukungnya.
a. Singo Barong
Pemain yang identik dengan Topeng berbentuk kepala singa yang
dikenal sebagai “Singo Barong” mempunyai karakter yang kuat
tentang pendirianya, terbukti dari gerakan Singo Barong ketika
melakukan gerakan bertarung dengan lawan.
b. Jathilan
15
Foto II Jathilan
(Dokumen Peneliti )
d. Klono Sewandono
Klono Sewandono adalah penari
dan tarian yang menggambarkan
Foto IV Klono
Sewandono
(Dokumen Peneliti )
16
e. Warok Suromenggolo
Dalam pentas, sosok warok
lebih terlihat sebagai
pengawal atau punggawa
Raja Klana Sewandono
(warok muda) atau sesepuh
dan guru (warok tua). Dalam
pentas, sosok warok muda
digambarkan tengah berlatih
mengolah ilmu kanuragan,
Foto V Warok
digambarkan berbadan gempal dengan bulu dada, kumis dan jambang
(Dokumen Peneliti )
lebat serta mata yang tajam. Mereka berkarakter sebagai sosok yang
tegas, garang
dan mereka memiliki kebersamaan dan
kekompakan dalam menyelesaikan tugas.
Sementara warok tua digambarkan sebagai
pelatih atau pengawas warok muda yang
digambarkan berbadan kurus, berjanggut
putih panjang, dan berjalan dengan bantuan
tongkat. Mereka dikenal bijaksana dalam
memimpin para warok.
17
D. Pendidikan Karakter
1. Hakikat Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang
bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan
kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Atas dasar
itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan sesuatu yang benar
dan yang salah tetapi pendidikan karakter juga menanamkan kebiasaan
(habituation) tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi paham
(kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif)
nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain,
pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek
“pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan
dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik
(moral action).
Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang
terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan. Pendidikan karakter pada
intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak
mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
21
semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan Pancasila. Pendidikan karakter berfungsi (1)
mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
berperilaku baik, (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang
multikultur, (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam
pergaulan dunia. Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media
yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil,
masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan
dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program
operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan
prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk
selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik
Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values) yang dimaksud
antara lain takwa, bersih, rapi, nyaman, dan santun. Dalam rangka lebih
memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai
yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5)
Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu,
(10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai
Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar
Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung
Jawab. Kemendiknas (2011:3).
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa,
namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya
dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa
nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya
jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara
satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung
pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di
antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat
22
E. Generasi Muda
Generasi muda adalah generasi labil yang sedang dalam masa
pencarian jati diri. Generasi muda adalah generasi yang sangat mudah
terpengaruh oleh hal-hal lain yang baru. Hal-hal lain yang baru tersebut terbagi
menjadi dua macam yang sangat umum. Yaitu hal baru yang positif, dan hal
baru yang negatif.
23
terhadap kesenian daerah dianggap udik atau kuper alias kurang pergaulan. Dan
mereka yang berpenampilan kebarat-baratan akan disebut keren. akibatnya
generasi muda Indonesia mengalami kemunduran dan tidak berkembang. Hal
itu disebabkan oleh generasi muda yang tidak bangga atas budaya daerah
mereka yang disebabkan oleh tidak mengertinya mereka apa makna dan
falsafah yang terkandung dalam budaya dan kesenian daerah mereka masing-
masing.
Sebenarnya, budaya dan kesenian daerah mempunyai falsafah yang
sangat mulia. Inilah yang seharusnya bisa membuat mereka bangga. Melalui
budaya mereka sendirilah seharusnya mereka mencari jati diri. Karena
sesungguhnya, budaya daerah mereka sendiri itu mempunyai makna positif
yang sangat banyak. Melalui pemahaman atas budaya sendiri, mereka akan
menemukan jati diri mereka dan semangat untuk mempertahankan. Sehingga,
mereka akan bisa menyaring budaya asing yang masuk dalam pergaulan
mereka.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Bahwa tempat dan waktu penelitian telah kami tetapkan berdasarkan
musyawarah antara tim peneliti dengan pembina adalah :
Waktu : Bulan November 2012
Tempat : SMA Negeri 1 Ponorogo
25
B. Perencanaan Penelitian
Tabel 1. Perencanaan Penelitian
No. Jenis Kegiatan Waktu Pelaksanaan Keterangan
1. Mencari literatur/ 15-19 November Kesesuaian/ ketepatan
kajian pustaka, 2012 pelaksanaan dengan
wawancara dengan perencanaan
narasumber yang
bersangkutan
2. Penyebaran angket 19 November 2012 Kesesuaian/ ketepatan
pelaksanaan dengan
perencanaan
3. Mengolah data dan 15-19 November Kesesuaian/ ketepatan
pembuatan karya tulis 2012 pelaksanaan dengan
perencanaan
a. Observasi (Pengamatan)
Teknik ini digunakan untuk mengamati kejadian-kejadian
yang terjadi secara spontan pada saat penelitian berlangsung.
Berbagai hal yang sempat diamati dari kejadian tersebut lalu
di catat.
b. Kuisioner (Angket)
Dalam pelaksanaan teknik ini, penulis mengajukan sejumlah
pertanyaan tertulis kepada responden yaitu siswa SMA Negeri
1 Ponorogo yang dijadikan obyek penelitian.
c. Interview (Wawancara)
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data langsung secara
lebih mendalam tentang permasalahan yang diselidiki. Dalam
pelaksanaannya penulis mengajukan beberapa pertanyaan
kepada pihak yang mengetahui hal-hal menyangkut
permasalahan yang diselidiki.
Selain itu, teknik ini juga digunakan untuk membandingkan
dan sebagai pengontrol hasil pengelolaan angket. Wawancara
yang demikian dilakukan terhadap guru mata pelajaran mulok
Reyog di sekolah yang menjadi obyek penelitian.
d. Dokumentasi
Tekink ini dilakukan dengan bersumber pada dokumen,
catatan-catatan dan lain-lain keterangan tertulis dari
kumpulan berkas-berkas administrasi yang disusun secara
khusus oleh suatu jawatan ataupun organisasi yang ada
hubungannya dengan permasalahan yang diselidiki.
e. Populasi dan Sample
Sesuai dengan judul karya ilmiah maka dalam penelitian ini
yang dijadikan populasi adalah seluruh siswa SMA Negeri 1
Ponorogo.
28
BAB IV
ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI
HASIL ANALISIS DATA
b. Jathilan
Jathilan adalah yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang
menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan
Majapahit. Gerak tari Jathilan terkesan lembut dan kompak yang
mengikuti irama dari gamelan.
d. Klono Sewandono
Klono Sewandono adalah penari dan tarian yang menggambarkan sosok
raja dari Kerajaan Bantarangin, kerajaan yang dipercaya berada di
wilayah Ponorogo zaman dahulu. Sosok ini digambarkan dengan topeng
31
e. Warok Suromenggolo
Dalam pentas, sosok warok lebih terlihat sebagai pengawal atau
punggawa Raja Klana Sewandono (warok muda) atau sesepuh dan guru
(warok tua). Dalam pentas, sosok warok muda digambarkan tengah
berlatih mengolah ilmu kanuragan, digambarkan berbadan gempal
dengan bulu dada, kumis dan jambang lebat serta mata yang tajam.
Sementara warok tua digambarkan sebagai pelatih atau pengawas warok
muda yang digambarkan berbadan kurus, berjanggut putih panjang, dan
berjalan dengan bantuan tongkat.
Diagram I
Tahapan Pengenalan Mulok
Reyog
Semester II :
1. Sejarah Reyog Ponorogo
2. Nilai dan norma sejarah Reyog Ponorogo
3. Perkembanagn nilai-nilai kearifan lokal pada Kesenian Reyog Ponrogo
4. Ragam gerak dalam pertunjukan Reyog
5. Ragam tari dalam pertunjukan Reyog
6. Peralatan gamelan pertunjukan Reyog
7. Tata busana pertunjukan Reyog
8. Jenis-jenis gending iringan pertunjukan Reyog
C. Analisis Angket
Dengan jumlah responden sejumlah lima puluh siswa SMA Negeri 1
Ponorogo kelas X, kelas XI IPA/IPS, dan kelas XII IPA/IPS. Hasil
perhitungan pengisian angket oleh responden disajikan dalam bentuk grafik
yaitu grafik diagram batang. Tujuan dari pemakaian grafik ini agar pembaca
lebih mudah dalam menerima dan menafsirkan data yang disajikan penulis.
38
Diagram II
Sejak kapan Anda mengenal kesenian Reyog ?
50
45
40
35
30 Ya
25
20 Tidak
15
10
5
0
Diagram III
Setelah mengetahui tentang Reyog, apakah Anda tertarik dan
berminat untuk melestarikannya ?
50
40
30
20
10
0
Ya, Ada Tidak Ada
Diagram IV
Apakah dalam sejarah kesenian Reyog terdapat nilai-nilai
kearifan yang pantas digunakan sebagai pendidikan
berkarakter ?
30
25
20
15
10
0
Tidak Senang Biasa Saja Senang
Diagram V
Apa reaksi pertama Anda ketika tahu bahwa ada mata
pelajaran
Dari grafik Mulok
tersebut Reyog
dapat di sekolahbahwa
disimpulkan ? sebagian besar
reaksi siswa terhadap diadakannya Mata Pelajaran Mulok Reyog
adalah biasa saja. Terbukti dari 50 siswa yang menjawab, tidak
senang sebanyak 0 orang, menjawab biasa saja 29 orang dan senang
sebanyak 21 orang.
5. Pertanyaan: Bagaimana kondisi suasana batin dan fisik Anda ketika
pelajaran "Mulok Reyog" berlangsung ?
30
25
20
15
10
0
Senang dan Semangat Ngantuk dan Malas biasa saja
Diagram VI
Bagaimana kondisi suasana batin dan fisik Anda ketika
pelajaran "Mulok Reyog" berlangsung ?
41
Diagram VII
Menurut Anda, apakah mata pelajaran Mulok Reyog bermanfaat bagi
peningkatan pendidikan berkarakter bagi generasi muda khususnya
untuk pelajar pada bidang penyampaian nilai-nilai kearifan dari
sejarah Reyog ?
Hal yang paling pokok dan penting dari jawaban guru mulok
Reyog yang diwawancarai oleh peneliti adalah sebagai berikut, “ Pelajaran
mulok Reyog dapat diaplikasikan secara langsung oleh siswa karena materi
yang dianjurkan secara langsung. Secara umum sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam bertingkah laku sehari-hari,
kepercayaan diri.”
Jawaban ini berkaitan dengan pembelajaran mulok Reyog serta
manfaatnya bagi kehidupan.
Hal yang paling pokok dan penting dari jawaban siswa yang
diwawancarai oleh peneliti adalah sebagai berikut, “ Pembelajaran mulok
43
Hal yang paling pokok dan penting dari jawaban tokoh masyarakat
yang diwawancarai oleh peneliti adalah sebagai berikut, “Pembelajaran
mulok Reyog seharusnya sudah mulai diajarkan dari TK dan dimasukkan di
kurikulum lokal”.
Jawaban ini berkaitan dengan pentingnya pembelajaran mulok di
sekolah untuk menjadi bekal dimasa yang akan datang dan ketika terjun di
masyarakat.
Secara lengkap hasil wawancara dapat dilihat di halaman lampiran.
44
BAB V
PUNUTUP
A. Kesimpulan
Kesenian Reyog Ponorogo selain sebagai sarana hiburan, mempunyai
peranan lain yaitu menyebarkan nilai-nilai positif dalam masyarakat. Dalam hal
ini terkait dengan nilai-nilai kearifan lokal. Akan tetapi hanya segelintir
masyarakat yang tahu dan paham, apa serta bagaimana kearifan lokal pada
kesenian Reyog mampu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Melihat kenyataan lapangan yang demikian banyak orang tergerak untuk
menumbuhkan kembali kesadaran serta kepedulian akan pentingnya
melestarikan kebudayaan lokal. Salah satu cara yang ditempuh adalah melalui
generasi mudanya. Berkembang pada aspek yang lebih kecil melalui lembaga
pendidikan (sekolah) kemudian mengerucut melalui kurikulum pembelajaran.
Kurikulum yang diterapkan dalam proses belajar mengajar ini dikenal dengan
istilah Muatan Lokal atau Mulok. Lebih tepatnya Mulok Reyog. Sebagai contoh
Mulok Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo.
1. Dalam kesenian Reyog ada banyak nilai-nilai kearifan yang dapat kita
terapkan dalam dunia pendidikan serta memberi nilai positif terhadap
perkembangan pendidikan berkarakter, diantaranya adalah sikap yang
pantang menyerah, saling gotong royog, mempunyai sifat jujur, baik dalam
bertingkah laku, mempunyai sikap watak yang terpuji, memiliki jiwa
pekerja keras dengan semangat yang tinggi dan itu semua tercermin dalam
kesenian reyog.
2. Pembelajaran berbasis kearifan lokal dipadu dengan pembelajaran mulok
Reyog sangatlah cocok. Karena mulok Reyog membahas tentang budaya
Reyog dan nilai-nilai kerifan kesenian Reyog. Pembelajaran berbasis
kearifan lokal untuk menanamkan pendidikan karakter dapat dilakukan
dengan cara mengintegrasi, melalui mata pelajaran muatan lokal
45
B. Saran-Saran
Terealisasinya tujuan diadakan Mulok Reyog di SMA Negeri 1 Ponorogo
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi pelestarian
kebudayaan lokal pada umumnya dan keberhasilan penanaman pendidikan
karakter pada siswa khususnya. Dengan demikian pembelajaran Mulok Reyog
SMA Negeri 1 Ponorogo dapat dijadikan contoh untuk sekolah-sekolah lain
dalam upaya pelestarian budaya lokal dan implementasi pendidikan karakter
yang berkualitas.
Jika kita mencermati secara kritis kemajuan yang dicapai oleh bangsa-
bangsa lain seperti Jepang, Cina dan India misalanya, itu tidak lepas dari
kehebatan mereka dalam mengkaji kearifan lokalnya, maka dari itu seharusnya
pemerintah mengoptimalkan pembelajaran kearifan lokalnya sehingga bisa
menjadi negara yang maju dengan kebudayaannya.
46
DAFTAR PUSTAKA
Jero Wajik. Festival Seni dan Budaya Tahun 2005 - 2006. Jakarta: Depbudpar.
Sugiarti, dan Trisakti Handayani. Kajian Kontemporer Ilmu Budaya Dasar. Malang:
UMM Press. 1999.
LAMPIRAN
-
LAMPIRAN
48
49
50
51
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
2. Manakah kegiatan pembelajaran yang paling sering bapak berikan, teori atau
praktik dan mengapa?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
3. Bagaimana minat siswa untuk mempelajari REYOG ?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
IDENTITAS :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
63
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
6. Bagaimana pendapat anda tentang pendidikan karakter ?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
7. Apakah pendidikan karakter bisa dimasukkan melalui pembelajaran mulok
Reyog ?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
IDENTITAS :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
IDENTITAS :
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………...................