Anda di halaman 1dari 36

LEKSIKOGRAFI

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta


Lingkup Hak Cipta
Pasal 2 :
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah
suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana
Pasal 72 :
1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan per­­buatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak
Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dr. Teguh Setiawan, M. Hum.

LEKSIKOGRAFI

2015
LEKSIKOGRAFI
Copyright©Dr. Teguh Setiawan, M. Hum, 2015

Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Ombak (Anggota IKAPI), 2015


Perumahan Nogotirto III, Jl. Progo B-15, Yogyakarta 55292
Tlp. 085105019945; Fax. (0274) 620606
e-mail:redaksiombak@yahoo.co.id
facebook:Penerbit Ombak Dua
website:www.penerbitombak.com

PO.638.10.’15

Penulis: Dr. Teguh Setiawan, M. Hum


Tata Letak: Adik Mustofa Tamam
Sampul: Dian Qamajaya

Perpustakaan Nasional:Katalog Dalam Terbitan (KDT)


LEKSIKOGRAFI
Yogyakarta:Penerbit Ombak, 2015
x + 183 hlm.; 15,5 x 23 cm
ISBN:978-602-258-329-5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ~ vii


BAB I PENDAHULUAN ~ 1
1.1 Hakikat Leksikografi ~ 1
1.2 Leksikografi dan Terminografi ~ 5
1.3 Leksikologi dan Terminografi ~ 9
1.4 Leksikografi dan Leksikologi ~ 10
1.5 Objek Leksikologi ~ 12
1.6 Sejarah Leksikografi ~ 13
1.7 Leksikografi di Indonesia ~ 15
1.8 Metode Pendeskripsian Kata ~ 17
BAB II KRITERIA KAMUS ~ 19
2.1 Pengertian Kamus ~ 19
2.2 Kata dan Leksem ~ 22
2.3 Kriteria Kamus ~ 23
2.4 Dokumen Leksikon Lain ~ 48
BAB III TIPE KAMUS ~ 53
3.1 Kamus Sinkronis dan Diakronis ~ 53
3.2 Kamus Deskriptif dan Preskriptif ~ 54
3.3 Kamus Monolingual dan Bilingual ~ 55
3.4 Kamus Umum dan Istilah ~ 61
3.5 Kamus Saku dan Pelajar ~ 68
3.6 Fungsi Kamus Khusus ~ 69
BAB IV STRUKTUR KAMUS ~ 75
4.1 Struktur Distribusi ~ 75
4.2 Makrostruktur ~ 76
4.3 Mikrostruktur ~ 83
4.4 Struktur Frame ~ 89
4.5 Struktur Rujuk Silang ~ 92
4.6 Struktur Akses ~ 95

v
vi Te g u h S e t i a w a n

BAB V KOMPONEN KAMUS ~ 97


5.1 Daftar Isi ~ 97
5.2 Kata Pengantar ~ 98
5.3 Pendahuluan ~ 99
5.4 Petunjuk Penggunaan ~ 100
5.5 Sesi Ensiklopedia ~ 103
5.6 Informasi Tata Bahasa ~ 105
5.7 Daftar Kata ~ 106
5.8 Indeks ~ 108
5.9 Apendiks ~ 108
BAB VI DATA KAMUS ~ 109
6.1 Sumber Data ~ 109
6.2 Pembatasan dan Pengumpulan Korpus ~ 110
6.3 Prinsip Umum Pengumpulan Data Kamus ~ 111
6.4 Kutipan Data ~ 122
6.5 Kaidah Pengutipan ~ 127
BAB VII LEMA ~ 128
7.1 Konsep Lema ~ 128
7.2 Penentuan dan Pemilihan Lema ~ 130
7.3 Pembuatan Daftar Lema ~ 131
7.4 Penataan Daftar Lema ~ 133
7.5 Tipe Lema ~ 137
7.6 Penyusunan Lema ~ 141
7.7 Informasi Lema ~ 144
BAB VIII DEFINISI LEMA ~ 153
8.1 Aspek Penting Pradefinisi ~ 153
8.2 Fungsi Definisi ~ 158
8.3 Komponen Definisi ~ 159
8.4 Model Definisi ~ 161
8.5 Prinsip Definisi ~ 170
8.6 Kriteria Definisi ~ 171
8.7 Perlakuan Kata-kata Sukar ~ 177

DAFTAR PUSTAKA ~ 181


TENTANG PENULIS ~ 183
KATA PENGANTAR

P ada umumnya seorang yang sedang belajar bahasa kedua atau bahasa
asing, yang pertama kali harus dipahami kata yang digunakan dalam
tindak komunikasi. Bahkan, dalam pembelajaran bahasa kedua sebagai
bahasa asing juga terdapat pembelajaran leksikon sebagai salah satu
usaha utama untuk memahami bahasa. Salah satu buku rujukan yang
akan digunakan saat belajar kosakata adalah kamus. Pemilihan kamus
sebagai buku acuan tidak serta merta. Ada beberapa pertimbangan
mengapa kamus yang dipilih untuk membantu pemahaman kosakata.
Pertama, kamus memberi informasi kosakata bahasa yang sedang
dipelajari. Bagi mereka yang sedang mempelajari bahasa asing kamus
dipilih karena menghadirkan kosakata dari dua bahasa, yaitu bahasa
sumber—bahasa yang telah dikuasainya—dan bahasa target—bahasa
yang sedang dipelajarinya. Bagi mereka yang mempelajari bahasa
sendiri, kamus memberi informasi keseluruhan atau sebagian kosakata
bahasanya.
Kedua, kamus memberi informasi makna yang jelas melalui definisi
yang dibuat secara cermat dan tepat. Penyusunan definisi tidak hanya
berdasarkan variasi makna yang mungkin muncul dalam penggunaan
bahasa, tetapi juga berdasarkan konteks penggunaannya. Dengan
demikian, harapan pengguna kamus agar kamus memberi informasi
yang utuh tentang makna suatu kata dapat terpenuhi. Bagi mereka
yang masih ragu tentang makna suatu kata, kamus juga dapat menjadi
jawabannya.
Ketiga, kamus memberi jawaban yang tepat atas berbagai variasi
penulisan dan pengucapan kosakata. Sering kali dijumpai variasi
pengucapan dan penulisan kosakata yang dapat membingungkan kita.

vii
viii Te g u h S e t i a w a n

Misalnya, terdapat penggunaan kata merobah, merubah, dan mengubah


di satu sisi dan di sisi lain juga sering terdapat penggunaan kata persen,
prosen, presen. Kamus akan memberi informasi yang tepat kata yang
benar beserta maknanya.
Besarnya harapan pengguna kamus menuntut setiap penyusun
kamus memperhatikan berbagai aturan penyusunan kamus karena
kamus tidak hanya mengumpulkan dan menyusun leksikon. Sebagian
kamus hanya merupakan kumpulan leksikon yang disusun secara teratur
tanpa memedulikan kelengkapan yang harusnya ada dalam sebuah
kamus. Dengan mengikuti aturan penyusunannya, kamus yang dihasilkan
diharapkan sesuai dengan tujuan penyusunan kamus dan sasaran
pengguna kamus. Untuk itu, buku ini dihadirkan untuk ikut memberi
pengetahuan kepada siapa saja yang ingin menyusun kamus dengan baik
dan sesuai dengan toeri penyusunan kamus. Oleh karena itu, bab-bab
di dalam buku ini sengaja disusun berurutan untuk lebih memahamkan
hakikat kamus dan teori penyusunannya.
Bab I menjelaskan perbedaan antara leksikografi, leksikologi,
dan terminografi. Beberapa ahli membedakan antara leksikografi dan
terminografi, sebagian ahli lain tidak bersepakat dan menganggap
keduanya berbeda. Leksikografi berkaitan data kosakata umum sebagai
dasar penyusunan kamus umum, sedangkan terminografi berkaitan
data kosakata khusus sebagai dasar penyusunan kamus istilah. Namun,
sebagian besar ahli bersepakat bahwa leksikologi dan leksikografi
adalah dua bidang yang berbeda, meskipun sebagian kecil masih ada
yang menganggapnya sama dan menggunakan kedua istilah itu secara
bergantian untuk mengacu konsep yang sama.
Bab II menguraikan kriteria kamus. Dalam bab ini diuraikan kriteria
sebuah dokumen leksikon sebagai kamus. Tidak semua dokumen leksikon
adalah kamus. Ada beberapa buku yang memang memuat leksikon,
tetapi bukan kamus, misalnya glosarium, ensiklopedia, katalog, indeks.
Untuk dapat disebut kamus dokumen leksikon tersebut harus memenuhi
beberapa kriteria di antaranya kamus merupakan paragraf yang terpisah,
kamus memuat kata yang bermakna. Bab III mendeskripsikan tipe kamus.
Leksikografi ix

Uraian ini akan memberi gambaran berbagai jenis kamus, di antaranya


kamus sinkronis dan diakronis, kamus preskriptif dan deskriptif, kamus
umum dan kamus istilah. Pengetahuan jenis kamus akan mempermudah
penentuan tujuan penyusunan kamus.
Bab IV memaparkan struktur kamus. Kamus yang baik harus
memiliki struktur yang lengkap, yaitu struktur distribusi, makrostruktur,
mikrostruktur, struktur frame, struktur akses, dan struktur rujuk silang.
Namun, tidak semua kamus yang beredar di masyarakat memiliki
kelengkapan struktur. Struktur yang hampir pasti ada dalam setiap
kamus adalah makrostruktur dan mikrostruktur.
Bab V menguraikan berbagai komponen yang harus ada dalam
sebuah kamus. Komponen tersebut mencakup daftar isi, kata pengantar,
pendahuluan, petunjuk penggunaan, sesi ensiklopedia, informasi tata
bahasa, daftar kata, indeks, dan apendiks. Kamus yang baik dan lengkap
akan memuat semua komponen kamus tersebut. Umumnya kamus
jenis ini adalah kamus standar seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia,
sedangkan kamus lain tidak semua komponen tersebut dipenuhi.
Bab VI menjelaskan data yang diperlukan dalam setiap jenis kamus.
Data kamus umum berbeda dengan data kamus khusus. Data kamus
juga harus memperhatikan ragam bahasa. Untuk memperoleh data
yang akurat, setiap data kamus harus dipilih berdasarkan prinsip-prinsip
pemilihan data, misalnya data kamus benar-benar merupakan leksikon
bahasa target, data benar-benar dijumpai dalam komunikasi. Dengan
prinsip tersebut diharapkan data kamus merupakan refleksi penggunaan
bahasa yang sesungguhnya.
Bab VII menjelaskan isi kamus, yaitu lema. Sebagai bagian utama
isi kamus lema memegang peranan penting. Lema jenis apa yang akan
dimasukkan dalam kamus akan bergantung jenis kamus yang akan
disusun. Uraian tentang jenis lema akan membantu penyusun kamus
untuk menentukan jenis lema dan jenis kamus yang akan disusun. Bab
VIII sebagai terkahir berisi definisi lema. Dalam bab ini disajikan berbagai
model definisi lema yang dapat digunakan untuk menjabarkan setiap
lema. Lema yang berbeda sangat mungkin didefinisikan dengan cara yang
x Te g u h S e t i a w a n

berbeda. Artinya, definisi lema akan benrgantung pada karakteristik lema.


Kejelasan lema akan sangat bergantung pada pemilihan model definisi
lema. Apakah dengan model sinonimi, diferensial, contoh, ataukah
metonimia. Bahkan untuk kata-kata tabu juga harus mendapat perhatian
dalam model pendefinisiannya. Khusus kosakata tabu, penyusun kamus
harus memperhatikan sasaran pengguna kamusnya karena pengguna
kamus akan menentukan model definisinya, lugas atau tersamar.
Terakhir, sebagai harapan semoga buku ini dapat memberi sedikit
informasi tentang penyusunan kamus di tengah-tengah kurangnya buku
teori penyusunan kamus berbahasa Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Hakikat Leksikografi

S aat kita membuka kamus umum berbahasa Indonesia, kita akan


mendapatkan berbagai informasi tentang kata, dari penulisan kata,
kategori kata, dan makna kata, serta cara penggunaan kata. Kata dalam
kamus merupakan kata pilihan karena tidak semua kata yang digunakan
oleh penutur bahasa Indonesia ada dalam kamus. Kata dalam kamus
merupakan kata yang memiliki ciri standar dan ditulis dengan ejaan
yang benar. Selain itu, kata yang menjadi isi kamus adalah kata yang
bermakna. Dengan kata lain, golongan nama diri meskipun termasuk
kata, nama diri tidak akan menjadi isi kamus karena nama diri termasuk
kata yang tidak bermakna.
Selintas kita mengetahui bahwa kata-kata dalam kamus dipilih dan
disusun sedemikian rupa sehingga pengguna kamus dapat mencari
kata yang diinginkan dengan cepat. Hal ini disebabkan susunan dan
urutan kata dalam kamus juga ditata berdasarkan sistem tertentu. Pada
umumnya kata dalam kamus disusun berdasarkan urutan alfabetis. Cara
tersebut memungkinkan pengguna dapat mencari kata dan makna kata
yang diinginkan dengan mudah.
Dari gambaran kamus tersebut setiap orang akan merasa mampu
menyusun kamus. Mereka tinggal mencontoh struktur kamus yang
sudah ada. Konsep kamus direduksi hanya sebagai daftar leksikon
yang disusun secara alfabetis. Konsep itu memungkinkan setiap
orang merasa dapat membuat kamus. Padahal, penyusunan kamus
memerlukan pengetahuan yang mendasari penyusunan kamus. Bidang

1
2 Te g u h S e t i a w a n

ilmu tersebut adalah leksikografi. Sayangnya tidak setiap penyusun


kamus memahami leksikografi.
Secara sederhana leksikografi dikonsepsi sebagai cabang linguistik
yang mencakup pengumpulan data, seleksi data, dan pendeskripsian unit
kata atau kombinasi kata dalam satu atau lebih bahasa. Dalam beberapa
kasus ada dua atau lebih bahasa yang dimasukkan dalam kamus secara
serentak. Dengan kata lain, leksikografi dapat dikonsepsi sebagai cabang
linguistik yang berkaitan dengan penyusunan kamus, dari perencanaan
hingga penerbitan. Persepsi itu wajar karena pada umumnya produk
leksikografi adalah kamus. Definisi di atas menempatkan leksikografi
sebagai bidang ilmu yang hanya berkaitan dengan pembuatan kamus.
Dari definisi tersebut, leksikografi tidak sekadar mengumpulkan kata
dan menyusunnya secara alfabetis sebagaimana anggapan umum. Kerja
leksikografi dalam mewujudkan sebuah kamus memerlukan berbagai
tahapan dari pengumpulan data yang berupa kata, penyeleksian kata
yang sesuai dengan jenis kamus yang akan dibuat, sampai penentuan
kata yang baku dan tidak baku, baik dari sisi penulisan maupun
pembentukan kata. Misalnya, penulisan kata lemari yang sering ditulis
almari, kata mengubah yang sering ditulis merubah. Padahal, kata almari
dan merubah bukan bentuk baku, baik dari sisi ejaan maupun proses
morfologis.
Pendapat yang menyatakan bahwa leksikografi hanya berkaitan
dengan penyusunan kamus tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya
salah. Pendapat itu dikatakan tidak sepenuhnya benar karena kajian
leksikografi tidak semata-mata berkaitan dengan penyusunan kamus.
Leksikografi juga berkaitan dengan teori dan penelitian tentang kamus.
Pendapat tersebut juga tidak sepenuhnya salah karena memang salah
satu cakupan lesikografi adalah praktik penyusunan kamus. Dengan
kata lain, leksikografi tidak hanya sebatas berkaitan dengan penyusunan
kamus. Leksikografi juga membahas kamus, yaitu pengembangan dan
pendeskripsian teori dan metodenya.
Lebih lanjut Hausmann (1985:368) berpendapat bahwa leksikografi
mencakup dua bidang kajian, yaitu leksikografi praktik dan leksikografi
Leksikografi 3

teoretis. Hal itu diperkuat oleh pendapat Bergenholtz dan Tarp (2002:31)
yang menyatakan bahwa ada dua hal yang dikaji dalam leksikografi,
yaitu pembuatan kamus dan penelitian kamus. Kerja leksikografi praktik
mencakup penulisan dan pengeditan kamus, sedangkan leksikografi
teoretis berfokus pada studi bahasa dan kosakata dalam konteks budaya
dan mengembangkan metode terbaik untuk mengompilasi kamus.
Perhatian leksikografi teoretis bertujuan untuk mengembangkan teori
tentang hubungan semantik dan struktural dari kata yang digunakan
dalam leksikon. Leksikografi teoretis sering kali disebut sebagai
metaleksikografi.
Dari penjelasan di atas, kita dihadapkan pada dua istilah yang
berkaitan erat dengan leksikografi, yaitu practical lexicography dan
metalexicography. Istilah practical lexicography berkaitan dengan
praktik penyusunan kamus dan orang yang menyusunnya disebut
leksikografer. Sebaliknya, istilah metalexicography berkaitan dengan
teori leksikografi dan penelitian tentang kamus dan orang yang
melakukan kegiatan tersebut disebut metaleksikografer. Dalam hal ini,
seorang metaleksikografer tidak pernah dan tidak akan menyiapkan
kamus. Dia hanya menghasilkan teori dan metode yang berkaitan dengan
penyusunan kamus. Sebaliknya, seorang leksikografer akan menyiapkan
dan menyusun kamus sebaik mungkin. Leksikografer akan mengambil
keuntungan dari kerja metaleksikografer untuk memperbaiki kamus
sebagai hasil kerjanya. Dengan kata lain, leksikografer memanfaatkan
hasil kajian metaleksikografer untuk dapat menyusun kamus yang benar
dan sesuai dengan norma-norma penyusunan kamus yang dihasilkan oleh
metaleksikografer. Hubungan antara leksikografi, praktik perkamusan
(practical lexicography) dan metaleksikografi, serta hubungannya
dengan leksikografer dan metaleksikografer dapat dilihat pada Diagram
1 di bawah ini.
4 Te g u h S e t i a w a n

Diagram 1. Hubungan antara leksikografi, praktik perkamusan, dan


metaleksikografi

Kaitannya dengan praktik perkamusan, berdasarkan ciri leksikal


yang menjadi data kamus, leksikografi dipilah menjadi dua bagian, yaitu
leksikografi umum dan leksikografi khusus. Leksikografi umum berkaitan
dengan seni penulisan, penyusunan, perancangan, penggunaan, dan
pengeditan kamus yang mendeskripsikan leksikal yang digunakan
secara umum. Data leksikografi umum adalah kosakata umum. Oleh
karena itu, hasil pendeskripsiannya adalah kamus umum. Dalam hal
ini, kamus umum yang mendeskripsikan bahasa dalam penggunaan
umum disebut sebagai kamus untuk tujuan umum (Language General
Purpose). Sebaliknya, leksikografi khusus berkaitan dengan kerja kamus
khusus yang merinci informasi faktual dan linguistik dari bidang khusus
seperi hukum, ekonomi. Data dalam leksikografi khusus adalah kosakata
yang berkaitan dengan bidang ilmu tertentu, misalnya kosakata hukum,
kosakata ekonomi. Kamus khusus tidak hanya memfokuskan pada satu
bidang saja, tetapi juga dapat mencakup multibidang. Dengan kata
lain, hasil kerja leksikografi khusus adalah kamus khusus atau kamus
istilah. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa leksikografi
dapat memproduksi kamus umum dan kamus istilah. Kedua kamus itu
merupakan hasil kerja leksikografer. Namun, ada yang berpendapat
bahwa kamus istilah atau kamus khusus merupakan kerja terminografer,
Leksikografi 5

bukan leksikografer. Kaitan kedua istilah tersebut dapat dilihat pada


Ddiagram 2 di bawah ini.

Diagram 2. Hubungan leksikografer dan terminografer

1.2 Leksikografi dan Terminografi


Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa pada umumnya leksikografer
memahami leksikografi sebagai bagian linguistik yang berkaitan dengan
penelitian tentang kamus (metalexicographers) dan pembuatan
kamus (practical lexicographer). Apabila kita melakukan pembedaan
antara leksikografi dan terminografi sebenarnya kita mencoba
mengaitkannya dengan perbedaan antara leksikologi dan terminologi.
Secara sederhana, leksikologi mengkaji dan mendeskripsikan kosakata,
sedangkan leksikografi, yang menerapkan hasil leksikologi, berkaitan
dengan pembuatan kamus. Terminologi mendeskripsikan bahasa yang
berkaitan dengan tujuan tertentu secara teoretis dan metodologi
(Bergenholtz dan Tarp, 2002).
Hasil kerja terminologi menjadi bahan dalam terminografi untuk
membuat kamus istilah atau kamus khusus. Dengan demikian, leksikografi
memanfaatkan hasil leksikologi untuk menyusun kamus umum,
sedangkan terminografi memanfaatkan hasil kerja terminologi untuk
menyusun kamus khusus. Dengan kata lain, penempatan leksikografi
yang beroposisi dengan terminografi pada dasarnya telah menempatkan
kerja leksikografer hanya memproduksi kamus umum, sedangkan kamus
khusus atau kamus istilah merupakan hasil kerja terminografer.
6 Te g u h S e t i a w a n

Terminografer setuju dengan kebanyakan leksikografer bahwa


terminografi berbeda dengan leksikografi dengan beberapa alasan
sebagai berikut. Pertama, leksikografi berkaitan dengan deskripsi
kosakata umum, sedangkan terminografi berkaitan dengan deskripsi
istilah untuk tujuan khusus. Namun, dalam beberapa kasus terdapat
pula kosakata istilah menjadi bagian dari data kamus umum. Hal itu
dimungkinkan apabila kosakata tersebut sudah menjadi pengetahuan
umum. Sebaliknya, kosakata umum tidak akan menjadi lema dalam
kamus istilah.
Kedua, makrostruktur pada leksikografi bersifat alfabetis, sedangkan
teminografi bersifat sistematis. Perbedaan makrostruktur tersebut
menuntut kecermatan pengguna, khususnya yang menggunakan pola
sistematik. Bagi kebanyakan orang makrostruktur yang disusun secara
alfabetis merupakan pola yang paling dikenal dan cukup mudah dipahami.
Pengguna tinggal mengurutkan alfabetis kata yang dicarinya. Sebaliknya,
urutan secara sistematik menuntut pengetahuan bidang ilmu tertentu
karena harus menghubungkan antarkonsep yang berkaitan.
Ketiga, leksikografi bersifat deskriptif, sedangkan terminografi
bersifat preskripsif. Hal itu dapat diketahui dari data yang diperlukan
dalam leksikografi dan terminografi. Data dalam leksikografi mencakup
semua penggunakan kosakata dalam suatu bahasa, misalnya bahasa
Indonesia. Sebagai contoh, selain ditemukan kata hamil, ditemukan juga
kata bunting. Demikian juga kata mati yang bervariasi dengan kata tewas
dan gugur. Bahkan, dicantumkan juga data kata yang digunakan secara
tidak benar, misalnya kata almari yang disandingkan dengan kata lemari
sebagai bentuk yang benar. Hal itu berbeda dengan sifat preskriptif
yang ada dalam terminografi. Dengan sifat itu, data yang dimuat hanya
merupakan istilah yang sudah diakui dan digunakan secara tetap dalam
suatu bidang ilmu tertentu dengan konsep tertentu pula.
Keempat, sasaran pengguna terminografi adalah pengguna ahli,
sedangkan pengguna leksikografi adalah kelompok orang kebanyakan
atau orang umum (layman). Orang umum atau masyarakat awam
(laypeople) mengacu potensi pengguna kamus yang tidak memiliki
Leksikografi 7

pengetahuan dasar teori tentang bidang tertentu, misalnya biologi


atau kimia. Istilah itu juga mengacu pengguna kamus yang berkerja
di pendidikan tinggi yang hanya memiliki pengetahuan dasar, yaitu
pengetahuan yang berkaitan dengan pemahaman umum. Kelompok ini
hendaknya dibedakan dengan kelompok semi-ahli (semi-expert) yang
juga merupakan kelompok heterogen, tetapi memiliki pengetahuan yang
lebih tinggi. Mereka adalah pekerja yang bersinggungan dengan informasi
biologi atau kimia. Pada umumnya mereka adalah penasihat dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi yang setiap hari pekerjaannya memberi
nasihat pada potikus pada level provinsi atau negara. Mereka mungkin
juga seorang jurnalis surat kabar lokal atau nasional yang berhadapan
dengan kontroversi masalah pada tingkat regulasi. Tentu saja jurnalis
dan politikus itu adalah orang yang cukup familiar dengan kedua bidang
tersebut sehingga mereka dapat digolongkan dalam kelompok semi-ahli.
Umumnya mereka memiliki pendidikan yang memadai. Kelompok ahli
(expert) dalam terminologi bidang bioteknologi adalah mereka yang
memiliki pengetahuan yang cukup memadai dalam bidang bioteknologi.
Ahli bioteknologi dapat juga disebut sebagai semi-ahli. Kata ahli dimaknai
orang yang tidak memiliki masalah konsep dengan pengetahuan di
bidang bioteknologi.
Perbedaan lainnya adalah hal pengumpulan data. Pengumpulan data
dalam terminografi hanya menggunakan pengguna akademik yang ahli,
sedangkan leksikografi hanya menggunakan penutur asli. Perbedaan ini
membawa akibat pada penggunanya. Hasil kerja terminografi digunakan
oleh masyarakat yang mengerti dan memahami suatu bidang tertentu,
sedangkan hasil leksikografi digunakan oleh orang kebanyakan tanpa
membedakan bidang keahliannya.
Selain itu, pada umunya terminografi digunakan sebagai petunjuk
memproduksi teks, sedangkan leksikografi digunakan untuk memahami
teks dan menerjemahkan teks. Dalam terminografi tidak ditemukan
bentuk polisemi meskipun terkadang ada lebih dari istilah yang
digunakan untuk megacu satu konsep, sebaliknya dalam leksikografi
ditemukan polisemi. Dalam teminografi digunakan pengurutan model
8 Te g u h S e t i a w a n

sistemik sebagai titik awal kerja terminografi, sedangkan leksikografi


penataan kata tidak menggunakan metode sistemik, tetapi alfabetis.
Dalam terminografi pengelompokkan istilah berdasarkan hubungan
konseptual, sedangkan leksikografi menggunakan metode linguistik.
Selain itu, dalam terminologi mereka berkerja dengan konsep dan istilah,
bukan dengan tanda bahasa sebagaimana dalam leksikologi.
Namun, alasan-alasan di atas tidak dapat menjadi dasar yang kuat
untuk membedakan antara terminografi dan leksikografi. Perbedaan
keduanya masih belum jelas. Setidaknya dari dua alasan. Pertama,
leksikografi membuat konsep untuk kamus yang multifungsi, bukan
berangkat dari kebutuhan pengguna. Alasan itu untuk mematahkan
alasan bahwa terminografer hanya membuat buku pentunjuk yang
diperuntukkan bagi pengguna ahli untuk memproduksi teks, sedangkan
leksikografer membuat buku petunjuk bagi layman untuk memahami
teks. Kedua, alasan yang menyatakan bahwa leksikografer membuat
kamus dengan susunan makrostruktur secara alfabetis, sedangkan
terminografer membuat kamus dengan makrostruktur secara sistemik,
hanya dinyatakan benar jika mayoritas kamus dibuat tercetak, tetapi
tidak semua dibuat tercetak. Bahkan, mayoritas terminografer bekerja
tidak hanya menghasilkan petujuk yang menggunakan pola makrostrutur
secara sistematis. Pada kenyataannya terminografer dan leksikografer
menghasilkan kamus dengan susunan makrostruktur secara alfabetis dan
sistemis, bergantung pada pengguna. Oleh karena itu, dapat dinyatakan
bahwa terminografi dapat dilihat sebagai sinonim leksikografi yang
khusus karena keduanya memiliki kesamaan objek dan kesamaan tujuan
(Bergenholtz dan Tarp, 2002:38).
Hal itu menjadi berbeda bagi mereka yang membedakan secara ketat
antara leksikografi dan terminografi, mereka juga akan membedakan
antara konsep leksikologi dan terminologi. Mereka beranggapan bahwa
keduanya merupakan istilah yang memiliki konsep yang berbeda.
Leksikologi berkaitan dengan leksikografi, sedangkan terminologi
berkaitan dengan terminografi.
Leksikografi 9

1.3 Leksikologi dan Terminologi


Istilah leksikologi dan terminologi merupakan merupakan dua
istilah yang berkaitan. Keduanya dapat dilihat dari dua sudut pandang.
Pandangan pertama leksikologi mencakup terminologi karena
terminologi merupakan bagian kerja leksikologi. Pandangan tersebut
mendudukkan leksikologi yang cakupannya tidak hanya mendeskripsikan
kosakata umum, tetapi juga kosakata khusus atau kosakata istilah.
Belakangan, kosakata istilah dimasukkan dalam garapan terminologi.
Dengan demikian, secara substansi terminologi merupakan bagian dari
leksikologi. Oleh karena itu, kedua istilah itu memiliki kesamaan. Ada tiga
alasan untuk kesamaan itu. Pertama, keduanya berkenaan dengan kata-
kata, yaitu kata yang bermakna. Kedua, kedua istilah tersebut memiliki
sisi teoretis dan sisi terapan. Ketiga, keduanya berkaitan dengan kamus.
Leksikologi berkaitan dengan kamus dan istilah, sedangkan terminologi
hanya berkaitan dengan kamus istilah. Dengan kata lain, di antara
keduanya terdapat tumpang tindih, tetapi tidak total.
Pandangan kedua mendudukkan leksikologi dan terminologi sebagai
dua istilah yang berbeda dan mandiri. Perbedaan keduanya didasarkan
pada empat aspek, yaitu domain, satuan dasar, tujuan, dan metodologi.
Dari sisi domain, leksikologi berkaitan dengan analisis dan deskripsi
leksikal, yaitu semua kata-kata bahasa. Kata-kata itu dideskripsikan
maknanya berdasarkan konteks penggunaan secara nyata oleh penutur.
Sebaliknya, terminologi hanya mengkaji dan mendeskripsikan kata-kata
khusus atau kata-kata istilah, misalnya kata-kata dalam bidang komputer,
kimia, bahasa.
Dari sisi kelas kata, leksikologi akan memasukkan semua kategori
kata, misalnya preposisi, verba, nomina, adjektiva, adverbia. Sebaliknya,
terminologi hanya memasukan satuan bahasa berkategori nomina.
Meskipun kata yang menjadi data leksikologi dan terminologi berbeda,
leksikologi dapat dikatakan lebih luas dibandingkan dengan terminologi.
Dengan kata lain, leksikologi mencakup terminologi atau dapat dikatakan
terminologi bagian dari leksikologi.
10 Te g u h S e t i a w a n

Dari sisi satuan dasar, leksikologi berkaitan dengan studi tentang


kata-kata, sedangkan terminologi berhubungan dengan istilah. Kosakata
umum dan istilah sama-sama merupakan satuan unit gramatikal. Dari
sudut pandang lingustik, kedua kata tersebut merupakan unit bahasa
yang memiliki bentuk dan struktur morfologis serta ciri gramatikal.
Perbedaannya, kata umum dikosepsi berdasarkan penggunaannya
dalam tidak komunikasi, sedangkan istilah dikosepsi berdasakan bidang
ilmu tertentu. Selain itu, satuan dasar dalam leksikologi merupakan
bentuk dasar dan bentuk tersebut dijadikan sebagai lemanya. Misalnya,
kata baca, datang, rumah menjadi lema pokok, sedangkan bentuk
turunannya pembaca, pendatang, sebagai sublema. Sebaliknya, satuan
dasar terminologi berupa istilah yang dari sisi bentuk berupa kata atau
frasa. Jika satuan dasar berupa kata, satuan tersebut bukan merupakan
kata yang mengalami proses morfologis.
Dari sisi tujuan, leksikologi mendeskripsikan dan menjelaskan kata-
kata umum berdasarkan perspektif penutur. Oleh karena itu, kamus
yang mendasarkan pada kajian leksikologi hanya akan mengidentifikasi
kosakata umum. Sebaliknya, terminologi hanya menjabarkan dan
menjelaskan kata yang termasuk kosakata istilah. Deskripsi istilah
tidak didasarkan pada perspektif penggunaan istilah oleh penutur
sebagaimana dalam leksikologi, tetapi didasarkan atas konsep keilmuan
yang berlaku umum. Deskripsi istilah juga bukan merupakan usaha
untuk menjelaskan pengetahuan ahli dalam bidang tertentu. Deskripsi
istilah lebih merupakan penjelasan yang berdasarkan perspektif bidang
tertentu. Istilah biologi atau kimia dideskripsikan bukan berdasarkan
pengetahuan ahli biologi atau ahli kimia, tetapi berdasarkan konsep ilmu
biologi dan kimia.

1.4 Leksikografi dan leksikologi


Ada dua bidang ilmu yang berkaitan dengan kamus, yaitu leksikologi
dan leksikografi. Kedua istilah itu sering kali disinonimkan padahal kedunya
benar-benar merupakan dua istilah yang berbeda. Svensen (1993:1)
menyatakan bahwa secara umum leksikografi dapat dipahami sebagai
Leksikografi 11

cabang linguistik yang mencakup observasi, koleksi data, seleksi data,


dan deskripsi unit kata baik bentuk dasar maupun bentuk berimbuhan
dalam suatu bahasa. Singkat kata, leksikografi dapat dipahami sebagai
pembuatan kamus, tanpa produk kamus tidak dapat disebut leksikografi.
Lebih lanjut Svensen juga menyatakan bahwa leksikografi juga mencakup
pengembangan dan deskripsi teori yang menjadi dasar aktivitas kerja
leksikografi, yang selanjutnya oleh Hausmann (1985:368) disebut
metaleksikograf (metalexicography).
Sebenarnya, istilah metaleksikografi diderivasikan dari kata bahasa
Prancis metalexicographie yang dibedakan dengan istilah leksikografer.
Istilah metaleksikografi sebagaimana dijelaskna di atas digunakan
untuk mengacu aktivitas seseorang yang menulis tentang teori kamus,
tetapi tidak menulis kamus (Benjoint, 2000:8). Istilah itu kadang-kadang
digunakan secara konotasi untuk mengacu leksikografer, yaitu istilah
yang digunakan untuk mengacu seseorang yang menulis kamus.
Dalam kaitan itu, Zgusta (1971:100) lebih rinci menyatakan bahwa
kerja utama seorang leksikografer ada empat, yaitu mengumpulkan
data yang berupa kosakata bahasa, menyeleksi entri, mengonstruksi
entri, dan merangkai serta menyusun entri. Meskipun demikian, pada
kenyataannya banyak metaleksikografer adalah akademis, tetapi banyak
pula leksikografer yang juga mataleksikografer.
Berbeda dengan leksikografi, leksikologi berkaitan dengan kata-kata
yang akan dijadikan entri dalam kamus. Al-Kasimi (1977) berpendapat
bahwa leksikologi mengacu pada kajian kata dan maknanya. Lebih
lanjut dijelaskannya bahwa leksikologi pada dasarnya berkonsentrasi
pada sistem leksikal bahasa seperti sintaksis, idiom, sinonim, polisemi
dan komponen leksem. Sejalan dengan pendapat di atas, Svensen
(1993) menyatakan bahwa leksikologi merupakan cabang linguistik yang
mengkaji kosakata bahasa, struktur, dan karakteristik kata, serta makna
kata. Pendapat itu diperkuat oleh Hatmann (2001) yang menyatakan
bahwa leksikologi merupakan studi butir kosakata (leksem) suatu
bahasa termasuk makna dan hubungan makna, serta pergeseran bentuk
dan maknanya. Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa leksikologi
12 Te g u h S e t i a w a n

merupakan kajian kosakata bahasa dengan jabaran maknanya dalam


berbagai konteks.

1.5. Objek Leksikologi


Sebagaimana dinyatakan di atas bahwa leksikologi mengkaji kosakata
bahasa. Dengan kata lain, objek kajian leksikologi adalah kosakata
bahasa. Dalam hal ini konsep kata kaitannya dengan leksikologi perlu
dipertegas. Tidak mudah untuk mendefinisikan kata secara tepat yang
dapat diterima untuk semua bahasa. Secara sederhana kita mengenali
kata karena penulisannnya diberi jeda dengan kata lainnya. Misalnya,
dalam kalimat saya pergi ke pasar terdiri atas empat kata yaitu saya,
pergi, ke, dan pasar. Masing-masing kata ditulis secara terpisah dari
kata lainnya. Namun, batasan kata seperti itu masih membingungkan.
Bagaimana dengan bentuk rumah sakit dalam kalimat Dia pergi ke rumah
sakit, apakah diperlakukan sebagai satu kata atau dua kata. Demikian
juga dengan konstruksi kamar kecil, kamar mandi, tangan kanan, dsb.
Bahkan menjadi lebih sulit bila dikaitkan dengan representasi kata dalam
bahasa lain karena setiap bahasa memiliki cara yang berbeda untuk
merepresentasikan kata tersebut, misalnya bahasa Cina, Jepang, Arab.
Jika kita tetap menggunakan istilah kata untuk mengacu pada unit
bahasa yang ditulis secara terpisah dengan unit lain, kita mempunyai
dua istilah yang berkaitan dengan kata, yaitu funtional word dan content
word. Kata-kata yang tergolong dalam funtional word adalah preposisi
dan konjungsi, seperti di, ke, dari, kepada, jika setelah, dsb. Kata-kata
itu digunakan untuk menunjang dan mendukung fungsi gramatikal.
Secara internal, kata-kata itu tidak memiliki makna leksikal dan hanya
akan bermakna gramatikal karena maknanya akan jelas bila bergabung
dengan kata lainnya. Sebaliknya, golongan content word adalah kata yang
secara internal memiliki makna leksikal seperti meja, roti, mobil, rumah.
Di antara dua jenis kata itu menutur Halliday (2004:3) yang menjadi
garapan leksikologi adalah kata yang termasuk golongan content word.
Namun, tidak menutup kemungkinan kata-kata yang tergolong funtional
word juga merupakan garapan leksikologi jika kata-kata itu dalam suatu
Leksikografi 13

konteks sudah berubah statusnya, misalnya kata memasuki dapat


menjadi verba dalam kalimat Dia memasuki rumah itu, tetapi dapat
juga menjadi preposisi dalam konstruksi memasuki musim penghujan.
Kata-kata seperti menjadi kajian leksikologi, tetapi dalam kapasitasnya
sebagai content word.
Selain kata-kata yang termasuk funtional word, ada jenis kata lain
yang juga tidak menjadi garapan leksikologi, yaitu proper name. Nama diri
seperti Soekarno, Soeharto, dan nama kota atau negara seperti Jakarta,
Bandung, Indonesia, Singapura merupakan kata yang tak bermakna
dan tidak akan dideskripsikan berdasarkan prinsip-prinsip leksikologi.
Kata-kata itu pada umumnya akan dimunculkan dalam ensiklopedia.
Akan tetapi, nama diri dapat menjadi objek leksikologi apabila nama
diri tersebut telah mengalami leksikalisasi sehingga nama diri telah
berubah menjadi tanda (simbol). Sebagai tanda, kata tersebut memiliki
unsur signifie dan signifiant. Demikian juga kata golongan funtional
word, menurut Atkins dan Michael (2008:193) kata-kata yang termasuk
funtional word dapat menjadi kalian leksikologi dan dapat menduduki
lema pokok. Kata-kata itu menurut mereka disebut sebagai kata-kata
gramatikal yang juga memiliki makna, yaitu makna gramatikal. Dengan
kata lain, kata-kata seperti di, ke, tetapi, merupakan kata yang bermakna
gramatikal dan oleh karenanya dapat menjadi kajian leksikologi.

1.6. Sejarah Leksikografi


Kapan tradisi leksikografi dimulai? Pertanyaan itu sulit untuk
dijawab karena tradisi leksikografi berbeda-beda untuk masing-
masing negara atau wilayah. Di India, tradisi leksikografi dimulai kira-
kira pada abad kedua sebelum Masehi dalam bentuk glosarium yang
menggambarkan dan menjelaskan kata-kata sulit dalam kitab Veda. Pada
saat itu bentuk glosarium itu dikenal sebagai kamus. Pada abad ke-7
sesudah Masehi seorang tata bahasawan bernama Amera Sinha berhasil
menyusun kamus berbahasa Sanskerta yang diberi judul Amera Kosha.
Lebih dari 10 abad kamus itu tetap digunakan. Baru pada tahun 1808
kamus itu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Colebrooke dan
14 Te g u h S e t i a w a n

dipublikasikan di Sarapur. Selanjutnya kamus itu oleh Roget dijadikan


dasar untuk menyusun thesaurus yang cukup terkenal dan menjadi
panutan para leksikografer. Karya lain dalam bahasa Sansekerta adalah
kamus besar yang dikarang oleh Hamacandra dan Parkit yang berjudul
Abhidhana Kintamani dan Desinamala yang diterbitkan pada abad ke
12. Kamus itu memberi keterangan yang sistimatik dan lengkap. Saat itu
para sarjana India telah mencapai puncak pengetahuan dalam bidang
tatabahasa dan fonologi, dan kamus memberikan bukti akan hal itu.
Tradisi leksikografi di Cina dimulai pada abad ke-3 sebelum Masehi.
Tradisi leksikografinya berawal dari bentuk tesaurus ErYa yang memuat
kata-kata yang berkonotasi baik. Tesaurus itu terdiri atas 3.500 kata.
Selanjutnya kajian leksikal yang dilakukan di Cina mencakup tiga aspek.
Pertama, rekaman kata-kata dialek seperti dalam karya Yang Xiong yang
berjudul Fang Yan yang diterbitkan pada abad pertama sebelum masehi.
Kedua, kajian leksikal yang merupakan hasil penelitian tentang karakter
tulisan Cina sepereti yang terdapat dalam Shuo Wen Jie Zi yang dikarang
oleh Xu Shen pada abad pertama sesudah Masehi. Ketiga kajian leksikal
yang memfokuskan pada deskripsi bunyi kata yang sesuai dengan rimanya
seperti yang terdapat dalam Qie Yun 600 Masehi dan Tang Yun tahun
750 Masehi. Tradisi leksikologi di Cina tidak terputus sampai di situ. Pada
Dinasti Ming dan Qing kira-kira pada tahun 1403–1409 terbentuk kamus
dan esiklopedi dengan judul Yongle Encyclopaedia. Pada tahun 1716
terbentuklah kamus dengan judul Kang Xi Dictionary yang berisi 50.000
karakter yang disertai dengan lafal dan definisi setiap karakternya.
Di dunia Arab tradisi leksikografi baru dimulai pada tahun 791
sesudah Masehi. Tradisi itu diawali dengan karya monumental dari tata
bahasawan terkenal yang bernama Al-Khalil Ibn Ahmed yang berhasil
menyusun sebuah kamus dalam bahasa Arab. Dalam menyusun urutan
kata ia menggunakan prinsip-prinsip fonologis. Akan tetapi, leksikografer
yang paling terkenal di dunia Islam ada di Persia. Kamus pertama dalam
bahasa Persia disusun oleh Abu-Hafs Soghdi pada abad 9–11. Dalam
perjalanannya kamus itu hilang entah ke mana. Baru abad 11 Masehi,
Asadi Tusi menulis ulang kamus itu berdasarkan naskah yang ada
Leksikografi 15

dalam kamus Persia yang berjudul Laughat-e Fars. Tradisi leksikologi


di Persia ternyata berkembang cukup pesat. Hal itu dibuktikan dengan
munculnya kamus bilingual Persia-Arab yang berjudul Mugaddimat al-
Adab yang disusun oleh Abul Qasim Mohammad Al-Zamakh Shari pada
abad 11 Masehi.
Tradisi leksikografi di Eropa dibandingkan dengan yang ada di India,
Cina, dan Arab jauh tertinggal. Di Eropa tradisi leksikologi baru dumulai
pada tahun 1450 dalam bentuk kamus bilingual yang diperuntukkan bagi
orang yang belajar bahasa Latin. Misalnya kamus Latin German, Latin
-Inggris. Baru pada akhir abad 17 muncul kesadaran pada diri orang
Eropa untuk mempelajari bahasanya. Muncullah kamus-kamus dalam
berbagai bahasa, seperti kamus bahasa Italia dengan judul Vocabulario
Degli Academici della Crusca pada tahun 1612. Kamus berbahasa Spanyol
dibuat pada tahun 1726–1739, dan kamus dalam bahasa Rusia dibuat
kira-kira pada tahun 1789–1794. Adapun kamus monolingual berbahasa
Inggris dipublikasikan pada tahun 1604 oleh Robert Cawdrey yang
berjudul A Table Alphabeticall of Hard Usuall English Word yang memuat
2.500 istilah yang disertai dengan lafal dan makna. Meskipun tradisi
leksikologi di Eropa tergolong baru, tradisi itu terus berkelanjutan, tidak
terputus seperti yang terjadi di India, Cina dan Arab. Oleh karena itu,
perkembangan leksikografi di Eropa menjadi lebih pesat dibandingkan
di wilayah lain.

1.7. Leksikografi di Indonesia


Sejarah perkamusan di Indonesia dimulai dengan kamus daftar kata
atau glosarium. Karya leksikografi tertua dalam sejarah kamus Indonesia
adalah daftar kata Cina-Melayu sebanyak 500 kata pada abad ke-15.
Setelah itu, terbit daftar Italia-Indonesia yang disusun oleh Pigapetta
(1522). Sementara itu, kamus tertua adalah kamus berbahasa Belanda
oleh Frederick de Houtman berjudul Spraeckende Woord-boek, Inde
Maleysche ende Madagaskarsche Talen met vele Arabische ende Tursche
Woorden (1603) dan karangan Casper Wiltens dan Sabastianus Danckerts
yang berjudul Vocabularium ofte Woordboek near order vanden
16 Te g u h S e t i a w a n

Alphabet in’t Duytch-Maleysch ende Maleysche-Duytsch (1623). Setelah


itu, ada lagi naskah kamus Jawa tertua yang tersimpan di Perpustakaan
Vatikan, yakni Lexicon Javanum (1706) dan kamus bahasa Sunda yang
tertua, yakni Nederduitsch-Maleisch en Sundasch Woordenboek (1841)
oleh A. de Wilde. Kamus-kamus tersebut merupakan kamus dwibahasa
dan kamus multibahasa yang mengawali kamus ekabahasa Melayu.
Kamus Melayu-Jawa yang pertama disusun adalah Baoesastra
Melajoe-Djawa (1916) oleh R Sastrasoeganda, yang merupakan kamus
dwibahasa pertama karya putra Indonesia. Kamus ekabahasa pertama
yang disusun oleh putra Indonesia adalah Kitab Pengetahuan Bahasa,
yakni Kamus Logat Melajoe-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal
yang pertama oleh Raja Ali Haji dari Riau. Cetakan pertama kamus
itu dilakukan oleh Al Ahmadiah Press Singapoera pada tahun 1928.
Naskahnya diperkirakan ditulis pada abad ke-19. Kitab Pengetahuan
Bahasa itu jika dipandang dari teknik perkamusan sebetulnya tidak dapat
digolongkan sebagai kamus. Namun, buku itu dapat digolongkan sebagai
kamus ensiklopedis bagi pelajar. Selanjutnya, ada pula karya W.J.S
Poerwadarminta, C.S. Handjasoedarma, dan J.C. Poedjasoedira berjudul
Baoesastra Djawa (1930) yang dianggap sebagai pelopor perkamusan
ekabahasa bahasa Jawa.
Sejak masa kemerdekaan sampai dengan sekarang sudah ribuan
kamus dihasilkan. Kamus itu antara lain adalah Kamoes Bahasa Sunda
oleh R. Satjadibrata (1948), Kamus Istilah oleh S.T. Alisjahbana (1949),
Logat Ketjil Bahasa Indonesia oleh W.J.S. Poerwadarminta (1949),
Kamus Indonesia oleh E. St. Harahap (1951), Kamus Besar Bahasa
Indonesia oleh Hassan Noel Arifin (1951), Kamus Moderen Bahasa
Indonesia oleh St.M. Zain (1954), Kamus Sinonim Bahasa Indonesia
oleh Harimurti Kridalaksana (1974), Kamus Linguistik oleh Harimurti
Kridalaksana (1982), Kamus Singkatan dan Akronim Baru dan Lama
oleh Ateng Winarno (1991), Kamus Hukum Belanda-Indonesia oleh M.
Thermorshuizen (2000).
Selain itu, ada juga kamus yang berkaitan dengan bahasa
Indonesia atau bahasa Nusantara yang disusun oleh penulis luar
Leksikografi 17

Indonesia. Misalnya, di Amerika Serikat diterbitkan An Indonesian-


English Dictionary oleh John M. Echols dan Hassan Shadily (1963) dan
An English-Indonesian Dictionary oleh pengarang yang sama (1975), di
Prancis Dictionary Indonesian-Francis oleh La Brousse (1984), di RRC
ada Kamus Baru Bahasa Indonesia-Tionghoa oleh Liang Liji (1989) dan
Kamus Besar Cina-Indonesia (1995), di Rusia terbit Kamus Besar Bahasa
Indonesia-Rusia oleh R.N. Korigidsky (1990), dan di Belanda diterbitkan
Indonesisch-Nederlands Woordenboek oleh A. Teew (1990). Selain itu,
ada pula kamus Nusantara yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan
Pustaka Brunei Darussalam (2003) yang juga menambah khazanah
perkamusan kita. Meskipun kamus yang memuat leksikon bahasa
Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia sudah ada sejak abad ke-15
bukan berarti tradisi leksikografi di Indonesia berawal pada abad itu. Para
penyusun kamus bukan orang yang berasal dari Indonesia. Kebanyakan
dari mereka adalah orang asing yang tertarik dengan bahasa Melayu
atau bahasa daerah yang ada di Nusantara. Geliat tradisi leksikografi
di Indonesia baru mulai dirasakan pada tahun 1916 dengan munculnya
kamus dwibahasa dengan judul Baoesastra Melajoe-Djawa yang disusun
oleh R Sastrasoeganda. Tradisi itu terus berkembang dan mulai sangat
terasa kehadirannya sejak Kamus Umum Bahasa Indonesia karya W.J.S.
Poerwadarminta (1974) diolah kembali oleh Pusat Bahasa menjadi
Kamus Bahasa Indonesia (1983), Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi I –
III, tahun 1988 – 2002) [dan yang terbaru Kamus Besar Bahasa Indonesia,
edisi IV tahun 2008].

1.8 Metode Pendeskripsian Kata


Dalam kajian leksikologi ada dua metode untuk mendeskripsikan
butir leksikal, yaitu metode pendeskripsian leksikal dalam kamus
dan pendeskripsian leksikal dalam tesaurus (Halliday, 2004:7). Dalam
tesaurus kata-kata yang memiliki kemiripan makna dimasukkan dalam
satu kelompok. Adapun metode pendeskripsian kata dalam tesaurus
menggunakan pola hiponimi dan metonimi. Dengan pola ini setiap kata
dapat dikelompokkan berdasarkan kesamaan maknanya.
18 Te g u h S e t i a w a n

Di dalam kamus kata-kata disusun secara alfabetis. Masing-masing


entri berdiri sendiri sebagai status yang independen. Menurut Halliday
(2004:5), setiap butir entri akan berisi enam elemen. Keenam elemen
tersebut adalah:
1. lema atau headword;
2. pelafalan;
3. kelas kata;
4. etimologi;
5. definisi; dan
6. kutipan.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Kasimi, Ali M. 1977. Linguistik and Bilingual Dictionary. Netherland:


Leiden.
Anderson, J.M. 2007. The Grammar of Name. New York: Oxford University
Press.
Antia, Bassey Edem. 2000. Terminology and language planning: an
alternative framework of practice and discourse. John Benjamins
Publishing: Amsterdam.
Atkins, B.T. dan Michael Rundell. 2008. The Oxford Guide to Practical
Lexicography. New York: Oxford University Press.
Bejoint, Henri. 2000. Modern Lexicography: an Introduction. New York:
Oxford University Press.
Bergenholtz, Henning dan Sven Trap. 1995. Manual of Specialised
Lexicography. Amsterdam: John Benjamin Publishing.
Cabré, M. Teresa. 1999. Terminology Theory, methods and applications
Terminology John Benjamins Publishing Amsterdam.
Fontenelle, Thierry. 2008. Practical Lexicography. New York: Oxford
University Press.
Frege, G. 1948. On Sense and Reference. The Philosophical Review (57)
3 : 209–230.
Fuertes Olivera, Pedro A. 2010. Specialised Dictionaries for Learners.
New York: Walter de Gruyter.
Gouwns, Rujus. 2003. Types of Articles Their Structure and Different
Types of Lemma. Amsterdam: John Benjamin Publishing.

181
182 Te g u h S e t i a w a n

Halliday, M.A.K., Wolfgang Teubert; Colin Yallop; dan Anna Cermakova.


2004. Lexicology and Corpus Linguistics An Introduction. London:
Continuum.
Hartmann, R.R.K. 2001. Teaching and Researching Lexicography. London:
Longman.
Kiefer, Ference dan Piet van Sterkenburg. 2003. Design and Production of
Monolingual Dictionary. Amsterdam: John Benjamin Publishing.
Kripke, S. 1972. Naming and Necessity. Cambridge: Harvard University
Press.
Landau, Sindey I. 2001. Dictionaries: The Art and Craft of Lexicography.
Cambridge: Cambridge University Press.
Mill, J.S. (2011). A System of Logic, Ratiocinative and Inductive, Being a
Connected View of the Principles of Evidence, and the Methods
of Scientific Investigation. Adelaide: The University of Adelaide
Library.
Quirk, R., Greenbaum, S., Leech,G. & Svartvik, J. 1985. A Comprehensive
Grammar of the English Language. London: Longman.
Robinson, Ricard. 1972. Definition. Oxford: The Clarendon Press.
Russell, B. 1905. On Denoting. Mind, New Series (14) 56: pp. 479–493.
New York: Oxford University Press.
Searle, J.R. 1958. Proper Names. Mind, 67: 166–173. New York: Oxford
University Press.
Sevensen, Bo. 1993. Practical Lexicography; Principles and Methods of
Dictionary-Making. New York: Oxford University Press.
Sterkenburg, Piet van. 2003. The History: Definition and History.
Amsterdam: John Benjamin Publishing.
Van Langendonck, W. 2007. Theory and Typology of Proper Names. New
York: Mouton de Gruyter.
Zugsta, Ladislav. 1971. Manual of Lexicography. Paris: Mouton.
TENTANG PENULIS

Dr. Teguh Setiawan, M.Hum. adalah


dosen Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Yogyakarta. Lahir di Tegal, 2 Oktober
1968. Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa
Indonesia diraih tahun 1992 dari IKIP
Yogyakarta yang sekarang menjadi Universitas
Negeri Yogyakarta. Gelar Magister Linguistik
diraih tahun 2002 dari Universitas Indonesia,
Jakarta, sedangkan gelar doktornya diraih tahun 2012 dari Universitas
Negeri Malang. Selain mengajar di S-1, ia juga mengajar di Pascasarjana
UNY. Pada tahun 2015 menjadi dosen tamu di Universitas Musamus,
Merauke. Aktif dalam berbagai seminar, khususnya yang berkaitan
dengan linguistik dan pembelajaran bahasa. Beberapa buku yang pernah
di tulis adalah buku Wacana Bahasa Indonesia dan buku Sintaksis Bahasa
Indonesia. Selain itu, juga pernah aktif sebagai penulis di surat kabar.

183
TERBITAN BAHAN AJAR BAHASA DAN SASTRA

No Judul Harga Penulis


1 EYD Terbaru (Permendiknas No. 36 Rp 35.000 Tim Redaksi
Tahun 2009)
2 Metode Penenelitian Pendidikan Rp 40.000 Dr. Esti Ismawati, M. Pd.
Bahasa dan Sastra
3 Perencanaan Pengajaran Bahasa Rp 40.000 Dr. Esti Ismawati, M. Pd.
4 Telaah Kurikulum dan Pengembangan Rp 50.000 Dr. Esti Ismawati, M. Pd.
Bahan Ajar
5 Bahasa Indonesia untuk Penulisan Rp 40.000 Dr. Esti Ismawati, M. Pd.
Karya Ilmiah
6 Kritik Sastra Feminis: Teori dan Rp 50.000 Dra. Wiyatmi, M. Hum.
Aplikasinya Dalam Sastra Indonesia
7 Teori Sosial Sastra Rp 60.000 Ahyar Anwar
8 Stilistika Rp 40.000 Dr. H. Soediro Satoto
9 Kolonialisme dan Ideologi Rp 55.000 Prof. Dr. Faruk
Emansipatoris
10 Analisis Drama dan Teater (Jilid I) Rp 45.000 Dr. H. Soediro Satoto
11 Bimbingan Penulisan Ilmiah Rp 35.000 Ba’in Yusuf
12 Pengantar Teori Fiksi Rp 35.000 Dr. Pujihato
13 Puisi Indonesia Rp 35.000 Maman Suryaman
14 Analisis Drama dan Teater (Jilid 2) Rp 35.000 Dr. H. Soediro Satoto
15 Pengajaran Sastra Rp 40.000 Dr. Hj. Esti Ismawati, M. Pd.
16 Sosiologi Sastra: Studi, Teori, dan Rp 50.000 Dr. Suwardi Endraswara, M.
Intepretasi Hum.
17 Metodologi Kritik Sastra Rp 60.000 Dr. Suwardi Endraswara, M.
Hum.
18 An Introduction to Linguistic; A Rp 40,000 Susi Herti Afriani
Practical Guide second Edition
19 Metodologi Penelitian Antropologi Rp 45.000 Dr. Suwardi Endraswara, M.
Sastra Hum.
20 Sintaksis Fraksa Rp 30.000 Imam Baehaqie, S.Pd., M.Hum.
21 Teori Drama dan Pembelajarannya Rp 60.000 Dr. Yuni Pratiwi, M. Pd. & Frida
Siswiyanti, S. Pd., M. Pd.
22 Kreativitas Menulis Rp 40.000 Prof.Dr.Suherli Kusmana, M.Pd.
23 Kritik Sastra Indonesia Abad XXI Rp 45.000 Dr. Saifur Rohman, M.Hum.,
M.Si.
24 Penelitian Tindakan Kelas: Panduan Rp 45.000 Dr. Epon Ningrum, M. Pd.
Praktis dan Contoh
25 Analisis Sastra Rp 50.000 Dr. I Nyoman Suaka, M. Si.
26 Dekonstruksi: Desain Penafsiran dan Rp 35.000 Dr. Saifur Rohman, M. Hum.,
Analisis M. Si.
27 Kitab Sejarah Sastra Indonesia Rp 40.000 Yant Mujiyanto Amir Fuady
28 Pengasuhan Berbahasa Rp 40.000 Dr. Subyantoro, M.Hum.
29 Kritik Sastra Rp 50.000 Dr. Hj. Esti Ismawati, M. Pd.
30 Drama Radio: Penulisan dan Rp 50.000 Titik Renggani
Pementasan
31 Psikolinguistik Rp 40.000 Drs. Eko Suroso, M. Pd.
32 Memahami Puisi: Dari Apresiasi Rp 35.000 Imelda Oliva Wisang, S. Pd., M.
Menuju Kajian Pd.
33 Psikologi Menulis Rp 40.000 Anas Ahmadi
34 Sejarah Sastra Jawa: Teori, Evolusi, dan Rp 50.000 Dr. Suwardi Endraswara, M.
Tranformasi Hum.
35 Pendidikan Bahasa Arab Di Indonesia Rp 40.000 Toni Pransiska, M. Pd. I

PENERBIT OMBAK
Perumahan Nogotirto III, Jl. Progo B15 Yogyakarta 55292
Pemesanan via email: marketing@penerbitombak.com
atau via SMS ke 082221483637

Anda mungkin juga menyukai