Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Resistensi mikroba terhadap antimikroba (disingkat anti microbial resistence, AMR) telah
menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak merugikan dapat menurunkan mutu
pelayanan kesehatan. Muncul dan berkembangnya resistensi antimikroba terjadi karena tekanan seleksi
(selection pressure) yang sangat berhubungan dengan penggunaan, sedangkan proses penyebaran dapat
dihambat dengan cara mengendalikan infeksi secara optimal.
Resistensi antimikroba yang dimakasud adalah resistensi terhadap antimikroba yang efektif
untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri jamur,virus, dan parasit. Bakteri adalah penyebab
infeksi terbanyak maka penggunaan antibakteri yang dimakasud adalah penggunaan antibiotik.Intensitas
penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan global bagi kesehatan
terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga
memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi. Pada awalnya resistensi terjadi
di tingkat, tetapi lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya Streptococus
pneumoniae (SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli.
Melalui penggunaan antibiotik yang rasional dan bijak merupakan salah satu upaya peningkatan
mutu pelayanan dalam program pencegahan pengendalian infeksi dan program pengendalian resistensi
antimikroba.
I. LATAR BELAKANG
Beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di seluruh dunia, yaitu Methicillin-
Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci (VRE), Penicillin-
ResistantPneumococci, Klabsiella pneumoniae yang menghasilkan Extended-Spectrum Beta-Laktamase
(ESBL), Carbapenem-Resistant Acinetobacter baumannii dan Multiresistant Mycobacterium tuberculosis
(Guzman-Blanco et al.2000; Stevenson et al. 2005). Kuman resisten antibiotik tersebut terjadi akibat
penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) yang
tidak benar di fasilitas pelayanan kesehatan.
Hasil penelitihan Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) terbukti dari 2494 individu di
masyarakat, 43% Escherechia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik atara lain: ampisilin (34%),
kotrimoksazol (29%) dan klorampenikol (25%). Hasil penelitihan 781 pasien yang di rawat di di
dapatkan 81% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%),
kotrimoksazol (56%), klorampenikol (43%), siproploksasin (22%), dan gentamisin (18%).
Hasil dari pemantauan uji kultur di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ditemukan
beberapa jenis kuman yang menyebabkan resisten antara lain Escherichia coli, Klebsiella pneumonia,
stapilococcus aureus, Acinetobacter baumanii, Pseudomonas aeroginosa, dll. Dari data tersebut dapatlah
sebagai gambaran bahwa kejadian resistensi antimikroba di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga mulai muncul sehingga saat ini sangatlah dituntut dalam pengendalian penggunaan
antibiotika secara bijak.
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional, pada bagian kedua perihal Jaminan kesehatan maka di butuhkan suatu pedoman
pengobatan Antibotik sebagai pedoman pendukung Formularium Nasional yang dapat di gunakan sebagai
acuan pada dan fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Pedoman berupa formularium nasional untuk
menjamin ketersediaan dan akses terhadap obat serta menjamin kerasionalan penggunaan obat yang
aman, bermanfaat dan bermutu bagi masyarakat.
Maka dari itu untuk penggunaaan antibiotika secara bijak dan peningkatan mutu seoptimal
mungkin perlu adanya program pengendalian resistensi antimikroba di secara kontinyu oleh Komite
PPRA dan Komite PPI
NO SPO KET
SUDAH BELUM
1. SPO surveilans antibiotic secara kualitatif v
2. SPO surveilans antibiotic secara kuantitatif v
3. SPO penggunaan antibiotic rasional (bijak) v
4. SPO pengambilan data rekam medis pasien untuk dilakukan V
surveilans antibiotic secara kuantitatif
5. SPO pengambilan sampel kultur bakteri V
Tot DDD/rawat
No. Kode DDD Nama Antibiotik Tot DDD inap*100
A J01CA01 CEFTRIAXONE 48,50 173,21
B J01DD01 CEFIXIME 33,50 119,64
C J01MA02 AMOXICIILIN 10,50 37,50
Total DDD 330,36
Gambar 1.1 Tabel Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Febris Thypoid berdasarkan DDD/100
Patien-days
Banyaknya penggunaan antibiotik di suatu rumah sakit dapat dihitung menggunakan
metode DDD dengan satuan DDD/100 patient-days yang menggambarkan banyaknya pasien
yang mendapatkan dosis harian definitif (DDD) untuk indikasi tertentu atau dalam laporan ini
untuk indikasi Febris Thypoid. Pada laporan ini ditemukan total penggunaan antibiotik pada
pasien 12 Febris Thypoid rawat inap RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga yaitu
sebesar 330,36 DDD/100 patient-days. Semakin besar nilai total DDD/100 patient-days berarti
menunjukan tingginya tingkat pemakaian antibiotik dalam 100 hari rawat (Sari A et al, 2016).
Jika dibandingkan dengan penelitian Scholze et al (2015) mengenai penurunan penggunaan
antibiotik di salah satu rumah sakit negara jerman, penggunaan antibiotik oleh pasien sepsis dan
pneumonia dirumah sakit tersebut memiliki total penggunaan 67,1 hingga 51,0 DDD/100 patient
days. Nilai ini menjadi acuan bahwa penggunaan antibiotik di RSUD dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga untuk pasien Febris Thypoid masih sangatlah tinggi, sehingga untuk
kedepannya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan peresepan antibiotik.
DDD ANTIBIOTIK
AMOXICIILIN 37.50
CEFIXIME 119.64
CEFTRIAXONE 173.21
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 180.00 200.00
Gambar 1.2 Grafik Penggunaan Antibiotik per 100 hari pasien dirawat inap RSUD
dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
10
8
6
4
2
0
Klebsiella Pseudom Klebsiella Cerratia Staphylo Enteroba Staphylo
oxytoca onas pneumo marcesce coccus cter coccus
aerugino nia ss s aureus cloacae hominis
sa pneumo complex ssp
nia hominis
Darah 1
Sputum 1 5 15 1 1 2
Tabel 1.3. Grafik Pertumbuhan Pola Kuman di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga
Direktur RSUD dr. RSUD dr. R. Goeteng Komite Program Pengendalian Resistensi
Taroenadibrata Purbalingga Antimikroba ( KPPRA )
RSUD dr. RSUD dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga