Pneumotoraks Ec Ppok 1 PDF
Pneumotoraks Ec Ppok 1 PDF
Definisi
(1-8)
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam cavum/rongga pleura .
Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru
dalam keadaan berkembang (inflasi) (3). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi - 4 s/d
8 cm H2O dan
dan pada
pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O. Kerusakan pada pleura parietal dan/atau
pleura viseral dapat menyebabkan
menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga
rongga pleura,
pleura, sehingga
sehingga paru
akan kolaps.
Epidemiologi
Laki-laki lebih sering daripada wanita (4: 1); paling sering pada usia 20¬30 (4, 14) tahun
Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering disebabkan oleh
adanya bronkitis kronik dan empisema (1, 2). Lebih sering pada
orang-orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang
mempunyai kebiasaan merokok (2, 4). Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi dan pada
kiri.
Insiden
Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasus-kasus yang tidak
didiag
didiagno
nosis
sis sebag
sebagai
ai pneu
pneumo
moto
torak
rakss kare
karena
na berba
berbaga
gaii sebab.
sebab. Johns
Johnsto
ton
n & Dovna
Dovnarsk
rsky
y (4)
(4)
memperk
memperkirak
irakan
an kejadia
kejadian
n pneumo
pneumotor
toraks
aks berkisa
berkisarr antara
antara 2, 4-17,
4-17, 8 per 100.0
100.000
00 per tahun.
tahun.
Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering daripada wanita (4:
1); paling sering pada usia 20¬30 (4, 14) tahun Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur
lebih dan 40 tahun sering disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema (1, 2). Lebih
sering
sering pada
pada orang-
orang-ora
orang
ng denga
dengan
n bentuk
bentuk tubuh
tubuh kurus
kurus dan tinggi
tinggi (astenik
(astenikus)
us) terutam
terutamaa pada
pada
mereka yang mempunyai kebiasaan merokok (2, 4). Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi
dan pada kiri.
Klasifikasi
A. Berdasarkan kejadian
1. Pneumo
Pneumotor
toraks
aks spontan:
spontan: Terbagi
Terbagi kepada
kepada dua
dua yaitu
yaitu pneum
pneumoto
otoraks
raks primer
primer dan sekunde
sekunder.
r.
Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu
lubang robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi
keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan
fistula bronkopleural akibat neoplasma atau inflamasi.
2. Artifisial-Udara
Artifisial-Udara lingkunga
lingkungan
n luar masuk
masuk ke dalam rongga
rongga pleura
pleura melalui
melalui luka tusuk atau
pneumotoraks
pneumotoraks disengaja
disengaja (artificial) dengan
dengan terapi dalam hal pengeluaran
pengeluaran atau
pengecilan
pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan
dilakukan lagi. Tujuan
Tujuan
pneumotoraks
pneumotoraks sengaja lainnya ialah diagnostik
diagnostik untuk membedakan
membedakan massa apakah
berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-peny
Penyebab-penyebab
ebab lain ialah akibat tindakan
tindakan
biopsi paru dan
dan pengeluaran
pengeluaran cairan
cairan rongga
rongga pleura.
pleura.
3. Trauma
Trauma-Ma
-Masuk
suknya
nya udara
udara melalui
melalui mediastin
mediastinum
um yang biasanya
biasanya disebabka
disebabkan
n trauma
trauma pada
trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau
benda asing tajam yang tertelan. Keganasan
Keganasan dalam mediastinum
mediastinum dapat pula
meng
mengak
akiba
ibatk
tkan
an udara
udara dalam
dalam rong
rongga
ga pleu
pleura
ra melal
melalui
ui fistu
fistula
la antar
antaraa salur
saluran
an nafas
nafas
proksimal
proksimal dengan
dengan rongga
rongga pleura.
pleura.
4. Udara
Udara berasal
berasal dari
dari subdiaf
subdiafrag
ragma
ma dengan
dengan robekan
robekan lambung
lambung akibat
akibat suatu
suatu trauma atau
abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.
1. Pneumotoraks Terbuka: Gangguan pada dinding dada berupa hubungan langsung antara
ruang pleura dan lingkungan atau terbentuk saluran terbuka yang dapat menyebabkan udara
dapat keluar masuk dengan bebas ke rongga pleura selama proses respirasi.
2. Pneumotoraks Tertutup: Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru atau jalan
nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena tekanan vakum pleura negatif.
3. Pneumotoraks
Pneumotoraks Valvular/Ventil:
Valvular/Ventil: Jika udara dapat masuk ke dalam paru pada proses inspirasi
tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi. Akibat hal ini dapat terjadi peningkatan
Klasifikasi
A. Berdasarkan kejadian
1. Pneumo
Pneumotor
toraks
aks spontan:
spontan: Terbagi
Terbagi kepada
kepada dua
dua yaitu
yaitu pneum
pneumoto
otoraks
raks primer
primer dan sekunde
sekunder.
r.
Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu
lubang robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi
keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan
fistula bronkopleural akibat neoplasma atau inflamasi.
2. Artifisial-Udara
Artifisial-Udara lingkunga
lingkungan
n luar masuk
masuk ke dalam rongga
rongga pleura
pleura melalui
melalui luka tusuk atau
pneumotoraks
pneumotoraks disengaja
disengaja (artificial) dengan
dengan terapi dalam hal pengeluaran
pengeluaran atau
pengecilan
pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan
dilakukan lagi. Tujuan
Tujuan
pneumotoraks
pneumotoraks sengaja lainnya ialah diagnostik
diagnostik untuk membedakan
membedakan massa apakah
berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-peny
Penyebab-penyebab
ebab lain ialah akibat tindakan
tindakan
biopsi paru dan
dan pengeluaran
pengeluaran cairan
cairan rongga
rongga pleura.
pleura.
3. Trauma
Trauma-Ma
-Masuk
suknya
nya udara
udara melalui
melalui mediastin
mediastinum
um yang biasanya
biasanya disebabka
disebabkan
n trauma
trauma pada
trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau
benda asing tajam yang tertelan. Keganasan
Keganasan dalam mediastinum
mediastinum dapat pula
meng
mengak
akiba
ibatk
tkan
an udara
udara dalam
dalam rong
rongga
ga pleu
pleura
ra melal
melalui
ui fistu
fistula
la antar
antaraa salur
saluran
an nafas
nafas
proksimal
proksimal dengan
dengan rongga
rongga pleura.
pleura.
4. Udara
Udara berasal
berasal dari
dari subdiaf
subdiafrag
ragma
ma dengan
dengan robekan
robekan lambung
lambung akibat
akibat suatu
suatu trauma atau
abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.
1. Pneumotoraks Terbuka: Gangguan pada dinding dada berupa hubungan langsung antara
ruang pleura dan lingkungan atau terbentuk saluran terbuka yang dapat menyebabkan udara
dapat keluar masuk dengan bebas ke rongga pleura selama proses respirasi.
2. Pneumotoraks Tertutup: Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru atau jalan
nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena tekanan vakum pleura negatif.
3. Pneumotoraks
Pneumotoraks Valvular/Ventil:
Valvular/Ventil: Jika udara dapat masuk ke dalam paru pada proses inspirasi
tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi. Akibat hal ini dapat terjadi peningkatan
tekanan
tekanan intraple
intrapleura
ural.
l. Karena
Karena tekanan
tekanan intraple
intrapleura
urall mening
meningkat
kat maka
maka dapat
dapat terjadi
terjadi tension
tension
pneumotorak
pneumotoraks.
s.
1. Totalis
2. Parsialis
D. Berdasarkan Lokasi
1. Parietalis
2. Medialis
3. Basalis
• PPOK
• Fibrosis kistik
• Asma bronchial
• Pneumocystis
Pneumocystis carinii pneumonia
pneumonia
• Necrotizing pneumonia
pneumonia (oleh kuman anaerob, gram negatif atau stafilokokus)
• Sarkoidosis
• Granulomatosis
Granulomatosis sel Langerhans
• Limfangileiomiomatous
• Sklerosis tuberus
• Arthritis rheumatoid
• Ankylosing spondylitis
• Skleroderma
• Sindroma Marfan
• Sindroma Ehler-Danlos
Kanker
• Sarkoma
• Kanker paru
Endometriosis torakis
Patogenesis
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif. Tekanan negatif disebabkan
karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic recoil) dan dinding dada yang cenderung
mengembang. Bilamana terjadi hubungan antara alveol atau ruang udara intrapulmoner lainnya
(kavitas, bulla) dengan rongga pleura oleh sebab apapun, maka udara akan mengalir dari alveol
ke rongga pleura sampai terjadi keseimbangan tekanan atau hubungan tersebut tertutup. Serupa
dengan mekanisme di atas, maka bila ada hubungan antara udara luar dengan rongga pleura
melalui dinding dada; udara akan masuk ke rongga pleura sampai perbedaan tekanan
menghilang atau hubungan menutup. Pada pneumotoraks spontan baik primer maupun
sekunder mekanisme yang terdahulu yang terjadi, sedang mekanisme kedua dapat dijumpai
pada jenis traumatik dan iatrogenik. 1, 2
Salah satu yang berperan dalam proses pernapasan adalah adanya tekanan negatif pada rongga
pleura selama berlangsungnya siklus respirasi. Apabila terjadi suatu kebocoran akibat pecahnya
alveoli, bula atau bleb sehingga timbul suatu hubungan anara alveoli yang pecah dengan rongga
pleura, atau terjadi kebocoran dinding dada akibat trauma, maka udara akan pindah ke rongga
pleura yang bertekanan negatif hingga tercapai tekanan yang sama atau hingga kebocoran
tertutup. Tekanan negatif di rongga pleura tidak sama besar di seluruh pleura, tekanan lebih
negatif pada daerah apeks dibandingkan dengan daerah basal. Mekanisme terjadinya
pneumothoraks spontan adalah akibat dari lebih negatifnya tekanan di daerah puncak paru
dibandingkan dengan bagian basal dan perbedaan tekanan tersebut akan menyebabkan distensi
lebih besar pada alveoli daerah apeks. Distensi yang berlebihan pada paru normal akan
menyebabkan rupture alveoli subpleural. 1, 2
Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya pneumotoraks spontan adalah pecahnnya bula
atau bleb subpleural. Mekanisme terbentuknya bula masih dipertanyakan. Suatu teori yang
menjelaskan pembentukan bula pada perokok menghubungkan proses degradasi benang elastin
paru yang diinduksi asap rokok. Proses tersebut kemudian diikuti oleh serbukan neutrofil dan
makrofag. Degradasi ini menyebabkan ketidakseimbangan rasio proteinase-antiproteinase dan
sistem oksidan-antioksidan di dalam paru, menyebabkan obstruksi akibat inflamasi. Hal ini
akan menyebabkan meningkatnya tekanan intra-alveolar sehingga terjadi kebocoran udara
menuju ruang interstisial paru ke hilus yang menyebabkan pneumomediastinum. Tekanan di
mediastinum akan meningkat dan pleura mediastinum rupture sehingga menyebabkan
pneumotoraks.1, 2
Mekanisme terjadinya pneumotoraks spontan sekunder adalah akibat peningkatan tekanan
alveolar melebihi tekanan interstisial paru dan menyebabkan udara dari alveolus berpindah ke
rongga interstisial kemudian menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. Kemudian
udara akan berpindah melalui pleura parietalis pars mediastinal ke rongga pleura sehingga
menimbulkan pneumotoraks. Peningkatan tekanan alveolus ini terjadi pada penyakit penyerta
pada pneumotoraks spontan sekunder, antara lain dapat dilihat pada tabel 1. Pneumothoraks
spontan sekunder terjadi akibat komplikasi dari penyakit paru yang mendasarinya atau dapat
pula sebagai akibat rupturnya bleb. Adanya penyakit paru menyebabkan timbulnya defek atau
kelemahan pada dinding alveoli atau pleura. Jika suatu saat terjadi peningkatan tekanan di jalan
napas seperti pada batuk atau penyakit menahun maka alveolus atau pleura akan pecah
sehingga timbul pneumothoraks. 2, 3
Luka tembus dada merupakan penyebab umum pneumothoraks traumatik. Ketika udara masuk
ke dalam rongga pleura, dalam keadaan normal bertekanan lebih rendah daripada tekanan
atmosfer, maka paru akan kolaps sampai batas tertentu. Sebagai contoh, jika terbentuk saluran
terbuka (pneumothoraks terbuka) maka kolaps masif akan terjadi sampai tekanan di dalam
rongga pleura sama dengan tekanan atmosfer. Sebaliknya, jika selama inspirasi saluran tetap
terbuka dan menutup saat ekspirasi maka banyak udara yang akan tertimbun dalam rongga
pleura sehingga tekanannya akan melebihi tekanan atmosfer. Keadaan ini akan akan
menyebabkan paru mengalami kolaps total dan disebut sebagai tension pneumothoraks. 2, 3
Tekanan di dalam rongga pleura, pada keadaan tension pneumothoraks, akan semakin
meningkat karena penderita akan memaksakan diri untuk inspirasi. Inspirasi paksaan ini akan
menambah tekanan sehingga makin mendesak mediastinum ke sisi yang sehat dan
memperburuk keadaan umum akibat tertekannya paru yang sehat. Keadaan ini akan
menyebabkan pembuluh darah besar vena terutama v.kava inferior dan v.kava superior
terdorong sehingga aliran darah balik ke jantung terhambat dan terjadilah syok hipovolemik
yang akan mengarah pada terjadinya kematian. 2, 3
Pada tension pneumothoraks juga dapat terjadi emfisema. Hal ini terjadi akibat tekanan tinggi
di rongga pleura yang kemudian mendorong udara untuk masuk ke dalam jaringan lunak
melalui luka dan naik ke wajah. Di Indonesia, TB paru menjadi penyebab terbanyak dan perlu
dipikirkan bila terjadi pada penderita usia muda. Perubahan fisiologis yang terjadi akibat
pneumotoraks adalah gangguan ventilasi, penurunan nilai kapasitas vital paru, dan tekanan
oksigen darah (PO2) sehingga terjadi hipoventilasi dan menimbulkan asidosis respiratorik.
Evakuasi udara dari rongga pleura sesegera mungkin akan memperbaiki gangguan ventilasi dan
kapasitas vital paru, sehingga akan membantu peningkatan PO 2. 2, 3
MANIFESTASI KLINIS
Pneumothoraks sekunder biasanya terjadi dengan sesak atau insufisiensi respiratori yang
kemudian akan membahayakan pasien oleh karena buruknya pernafasan pasien. Hal ini
membuat pneumothoraks menjadi salah satu dari kasus kegawatdaruratan. Pneumothoraks
biasa diikuti dengan nyeri dada ipsilateral, hipoksemia atau hipotensi atau bahkan hiperkapnia.
Patofisologi pneumothoraks sekunder melibatkan banyak faktor dan masih kurang dipahami.
Seperti yang telah diyakini, udara masuk ke rongga pleura melalui alveoli yang ruptur sebagai
akibat dari nekrosis pada bagian perifer paru seperti pada pneumonia P.carinii. TB paru juga
meningkatkan resiko pneumothoraks pada pasien AIDS. Pasien dengan pneumothoraks
minimal (melibatkan <15% dari hemithoraks) mungkin akan mempunyai pemeriksaan fisik
yang normal. Takikardi merupakan pemeriksaan fisik yang paling sering didapati. Pada pasien
dengan pneumothoraks yang besar, mungkin akan dijumpai pengurangan gerakan dada,
dijumpai suara hiperresonan atau timpani pada perkusi dinding dada, suara fremitus yang
menghilang atau melemah, dan hilangnya atau melemahnya suara pernafasan pada bagian dada
yang mengalami pneumothoraks. Takikardi yang menlebihi 135 kali per menit, hipotensi atau
sianosis mungkin harus diduga sebagai suatu pneumothoraks tension.
Kemungkinan terjadinya pneumotoraks pada penderita PPOK harus dicurigai bila ada
peningkatan sesak napas terlebih lagi bila disertai dengan nyeri dada. Pemeriksaan fisik pada
penderita PPOK kurang membantu menegakkan diagnosis pneumotoraks spontan sekunder
karena pada penderita tersebut telah ada paru yang hiperekspansi. Diagnosis ditegakkan dengan
tampaknya pleural line pada foto torak. Kadang-kadang sangat sulit untuk melihat garis pleural
ini pada penderita PPOK karena paru hiperlusen dan sangat sedikit perbedaan radiodensitas
antara pneumotoraks dan paru yang emfisematous. Dalam beberapa keadaan penting
membedakan pneumotoraks dengan bulla yang besar dan berdinding tipis pada penderita
PPOK. Garis pleura pada bulla yang besar konkaf terhadap dinding dada, sedangkan pada
pneumotoraks konveks. Pada keadaan tertentu diperlukan pemeriksaan tomogram atau CT Scan
untuk membedakan keduanya. Pada pemeriksaan analisa gas darah /AGDA akan dijumpai hasil
yang abnormal seperti tekanan oksigen arteri (PaO 2) kurang dari 80 mmHg dan PaCO 2 lebih
dari 50 mmHg. Adanya kelainan paru bersamaan dengan besarnya pneumothoraks yang terjadi
akan menentukan derajat hipoksia pasien.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksaan pneumotoraks spontan adalah evakuasi udaradi dalam rongga
pleura, memfasilitasi penyembuhan pleura dan mencegahterjadinya rekurensi secara
efektif.Pilihan terapi meliputi, yaitu terapi oksigen, observasi, aspirasi sederhanadengan kateter
vena, pemasangan tube, pleurodesis, torakoskopi single port, VAST dan torakotomi. Pemilihan
penatalaksanaan tergantung pada:
-luas pneumotoraks
Terapi oksigen
Oksigen akan mengurangi tekanan parsial nitrogen di dalam kapiler darahsekitar rongga pleura
dan akan meningkatkan gradien tekanan parsial nitrogen. Hal ini akan menyebabkan nitrogen
ke dalam kapiler pembuluhdarah di sekitar rongga pleura dan diikuti oleh gas lain.
Suplementasi oksigen pada konsentrasi tinggi harus diberikan pada seluruh kasus
pneumotoraks.Observasi (tanpa tindakan invasif)Bila hubungan antara alveoli dan rongga
pleura dihilangkan, maka udara didalam rongga pleura akan diabsorbsi secara betahap.
Kecepatan absorpsiantara berkisar 1,25 % dari volume hemitoraks setiap 24 jam.
-saturasi oksigen > 90 % (tanpa asupan oksigen)setelah observasi penderita dapa dipulangkan
dan datang kembali ke rumahsakit bila terdapat gejala klinik yang memberat. Observasi tidak
dilakukanpada penderita denagan pekerjaan atau kondisi yang mengandungresiotinggi
terjadinya rekurensi.
- malposisi ke fisura interlobar, organ lain seperti esophagus, pembuluh darah sentral dan
jaringan subkutis
- pneumotoraks kontralateral
- fistula bronkopleura
- perdarahan
- infeksi
Pleurodesis
Dilakukan terutama untuk mencegah rekurensi terutama penderita dengan risiko tinggi untuk
terjadinya rekurensi. Zat sklerosan yang ideal harusmemenuhi beberapa kriteria :
- murah
- mudah didapat
- mudah dimanipulasi
- mudah disterilisasi
- aman
Bahan yang biasanya digunakan adalah tetrasiklin, minosklin, doksisklin, atau talk. Bahan
terbaik dalam mengurangi rekurensi adalah talk.
Torakoskopi Tindakan torakoskopi untuk episode petama PSP yang masih tertangani dengan
aspirasi masih menjadi perdebatan, karena pada dasarnya sekitar 64% PSP tidak terjadi
rekurensi pada pemasangan. Tindakan yang dilakukanadalah reseksi bula dan pleurodesis.
Torakoskopi pada PSS harus dilakukan bila paru tidak mengembang setelah 48-72 jam. Pada
PSS komplikasi VATS lebih tinggi dibandingkan pada PSP. Torakotomi Merupakan tindakan
akhir apabila tindakan yang lain gagal. Tindakan ini memiliki angka rekurensi terendah yaitu
kurang dari 1 % bila dilakukanpleurektomi dan 2-5 % bila dilakukan pleurodesis dengan abrasi
mekanik
Komplikasi
• Kambuh Banyak orang yang memiliki satu pneumotoraks telah lain, biasanya dalam
waktu tiga tahun pertama.
• Kebocoran udara persisten. Udara terkadang dapat terus bocor jika pembukaan di paru-
paru tidak akan menutup. Bedah akhirnya mungkin diperlukan untuk menutup
kebocoran udara.
• Perhentian jantung
• Kegagalan pernafasan
• Syok
Prognosis
Jika pneumotoraks adalah suatu peristiwa terisolasi dan pengobatan dimulai dini, prognosis
sangat baikTingkat kekambuhan pneumotoraks spontan sederhana dapat setinggi 30% dan 10%
ipsilateral kontralateral. Sebuah insiden tinggi kambuh dicatat setelah episode pertama dari
pneumotoraks sekunder dan pada pasien yang berpartisipasi dalam kegiatan seperti menyelam
laut dalam. Pasien dengan fibrosis kistik memiliki tingkat kekambuhan sangat tinggi.
Jika trauma lainnya didukung pada waktu yang sama atau tension pneumothorax terjadi dengan
kejutan berikutnya dan hipoperfusi, prognosis memburuk.
Jika pasien diizinkan untuk menjadi hipoksia untuk waktu yang lama, cedera otak adalah
mungkin.
Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran
udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel
atau gas yang beracun atau berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap
derajat berat penyakit.. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena
bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis sedangkan emfisema merupakan diagnosis
patologi.4
Dalam menilai gambaran klinis pada PPOK harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :5
c) Riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam ruangan, luar ruangan dan tempat
kerja).
Emfisema kelainan paru-paru yang ditandai dengan pembesaran jalan nafas yang
sifatnya permanen mulai dari terminal bronchial sampai bagian distal (alveoli : saluran,
kantong udara dan dinding alveoli). 5
Epidemiologi
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6
sebagai penyebab utama kematian di dunia dan akan menempati urutan ke-3 setelah penyakit
5
kardiovaskuler dan kanker (WHO, 2002).
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai
Kesehatan RumahTangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki
peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama.
SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Faktor
yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut : 4
• Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %).
• Pertambahan penduduk.
• Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63
tahun pada tahun 1990-an.
• Industrialisasi.
Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001, sebanyak
54,5% penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan merupakan perokok, 92,0% dari perokok
menyatakan kebiasaannya merokok didalam rumah ketka bersama anggota keluarga lainnya,
dengan demikian sebagian besar anggota keluarga merupakan perokok pasif. 4
Di negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat sejumlah besar penderita
yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara klinik timbul gejala sesak
terutama pada aktiviti, radiologik menunjukkan gambaran bekas TB (fibrotik, klasifikasi) yang
minimal, dan uji faal paru menunjukkan gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel.
Kelompok penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom Obstruksi
Pascatuberkulosis (SOPT).5
Faktor Risiko
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu
diperhatikan :4,5
a) Riwayat merokok
− Perokok aktif
− Perokok pasif
− Bekas perokok
b) Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
− Ringan : 0-200
− Sedang : 200-600
− Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
6. Sosial ekonomi
Klasifikasi
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu
diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1. 4
- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama
mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak
pada paru
paru bagian
bagian bawah.
bawah.
- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan
Sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan Struktural
pada saluran
saluran napas
napas kecil yaitu:
yaitu: inflamasi
inflamasi fibrosis,
fibrosis, metaplasi
metaplasi sel goblet
goblet dan
dan hipertropi
hipertropi otot
polos penyebab
penyebab utama obstruk
obstruksi
si jalan napas.
napas.
DIAGNOSIS1
Pada pasien dengan PPOK, gejala dan tanda sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan
kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda
dan gejala seperti:
Gejala Keterangan
PPOK rokok
Debu
Asap dapur
Gambaran Klinis
1. Anamnesis
• Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernafasan
• Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran nafas berulang dengan atau tanpa dahak,
lingkungan asap rokok dan polusi udara
• Inspeksi
o Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di
leher dan edema tungkai
• Palpasi
o Pada emfisema - fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
• Auskultasi
o Terdapat ronki atau mengi pada waktu bernafas biasa atau pada
ekspirasi paksa
o Ekspirasi memanjang
Pemeriksaan Rutin
1. Faal Paru
o Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP
(%)
• Uji Bronkodilator
o Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
menggunakan APE meter
2. Laboratorium darah
3. Radiologi
• Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
o Hiperinflasi
o Hiperlusen
o Diafragma mendatar
o Normal
• Volume Residu (VR), kapasitas residu Fungsional (KRF), Kapasitas Paru Total
(KPT), VR/KPT meningkat
• Kapasitas difusi (Dlco) menurun pada emfisema
• Jentera (treadmill )
5. Radiologi
• Mendeteksi emfisema dini atau menilai jenis serta derajat emfisema atau bula
yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
6. Elektrokardiografi (EKG)
8. Bakteriologi
• Kadar α-1 antitripsin rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitrypsin α-1 jarang ditemukan di Indonesia.
Diagnosis Banding1
• Asma
• Pneumotoraks
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di Indonesia,
karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.
Sakit mendadak ++ - -
Riwayat atopi ++ + -
Reversibiliti obstruksi ++ - -
Variabiliti harian ++ + -
Eosinofil sputum + - ?
Neutrofil sputum - + ?
Makrofag sputum + - ?
PENATALAKSANAAN1
Tujuan penatalaksanaan :
i. Mengurangi gejala
ii. Mencegah eksaserbasi berulang
iii. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
iv. Meningkatkan kualiti hidup penderita
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan
PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2) penatalaksanaan pada
eksaserbasi akut.
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi
pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang
ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat
reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan
pengobatan dari asma.
v. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti
bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan,
c. Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu saja )
d. Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
Tanda eksaserbasi :
- Sputum bertambah
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke pokok
permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan
berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi
merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK
merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel.
Ringan
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti merokok
Berat
2. Obat – obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan
inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long
acting ).
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi
sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat
sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan
bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan
atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada
derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ),
bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi
menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
dapat dipilih
d. Antioksidan
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel
dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ
-organ lainnya.
Manfaat oksigen
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
Indikasi
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P
pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah
diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di
rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat darurat, ruang rawat
ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur
atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul
1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering
terjadi bila penderita tidur.
Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan
kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri.
Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
- Nasal kanul
- Sungkup venturi
- Sungkup rebreathing
- Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas
darah pada waktu tersebut.
4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal
napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik.
Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. Ventilasi
mekanik dapat dilakukan dengan cara :
- ventilasi mekanik dengan intubasi
Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat
digunakan selama di rumah.
- Volume control
- Pressure control
NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT / Long Tern
Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang signifikan pada :
- Kualiti hidup
- Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan abdominal
paradoksal
Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di rumah sakit bila
ditemukan keadaan sebagai berikut :
- Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat diperbaiki,
misalnya pneumonia
- Sesak napas berat dengan penggunaan muskulus respirasi tambahan dan pergerakan
abdominal paradoksal
- Henti napas
- Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia, emboli paru, barotrauma, efusi
pleura masif)
Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan kondisi sebagai berikut
:
- Barotrauma
- Kesukaran weaning
- Nutrisi seimbang
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi
akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni
menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK
karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
- Antropometri
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan
protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxigen
comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK
dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan
keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus
respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi
adalah :
- Hipofosfatemi
- Hiperkalemi
- Hipokalsemi
- Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan
komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.
6. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti
hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah
mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang
terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikologi. Program rehabilitiasi terdiri dari 3
komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.
1. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan fisis
yang baik akan menghasilkan :
b. Endurance exercise
Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot
pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk
melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot pernapasam akan
mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimum, memperbaiki kualiti hidup dan
mengurangi sesak napas.
Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan ini
akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh
penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK
bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan otot
pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan
ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan.
Endurance exercise
Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK. Bertambahnya
cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar pada orang sehat.
Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi latihan karena
meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan rendahnya
konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan resultante dari efisiensinya
pemakaian oksigen di jaringan dari toleransi terhadap asam laktat. Sesak napas bukan satu-
satunya keluhan yang menyebabkan penderita PPOK menghentikan latihannya, faktor lain
yang mempengaruhi ialah kelelahan otot kaki. Pada penderita PPOK berat, kelelahan kaki
mungkin merupakan faktor yang dominan untuk menghentikan latihannya.
Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan menyebabkan penurunan fungsi otot skeletal.
Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu akan menyebabkan penurunan kekuatan otot, diameter serat
otot, penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik. Berbaring ditempat tidur dalam jangka
waktu yang lama menyebabkan menurunnya oxygen uptake dan kontrol kardiovaskuler.
• Di rumah
- Latihan dinamik
• Rumah sakit
- Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu. Tipe latihan diubah
setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan
keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting daripada hasil pemeriksaan subyektif atau
obyektif. Pemeriksaan ulang setelah 6-8 minggu di laboratorium dapat memberikan informasi
yang obyektif tentang beban latihan yang sudah dilaksanakan.
- Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk penderita di rumah adalah
ergometri dan walking-jogging . Ergometri lebih baik daripada walkingjogging . Begitu jenis
latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3 menit, yang cukup untuk menaikkan
denyut nadi sebesar 40% maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai mencapai denyut
jantung 60%-70% maksimal selama 10 menit. Selanjutnya diikuti dengan 2-4 menit istirahat.
Setelah beberapa minggu latihan ditambah sampai 20-30 menit/hari selama 5 hari perminggu.
Denyut nadi maksimal adalah 220 - umur dalam tahun.
- Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk penderita dapat diperkecil.
walaupun demikan latihan jasmani secara potensial akan dapat berakibat kelainan fatal, dalam
bentuk aritmia atau iskemi jantung. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :
- Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi atau pusing
latihan segera dihentikan
2. Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat
diberikan obat
3. Latihan Pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan
meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan
kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat
otot ekstrimiti.
- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah menunjukkan
PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg
- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri)
- Mencegah eksaserbasi
Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah
untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi.
Penatalaksanaan di rumah
Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa hal
yang harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun oleh keluarganya.
Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi penderita PPOK berat yang harus menggunakan
oksigen atau ventilasi mekanik.
Obat-obatan sesuai klasifikasi (tabel 2). Pemilihan obat dalam bentuk dishaler, nebuhaler atau
tubuhaler karena penderita PPOK biasanya berusia lanjut, koordinasi neurologis dan kekuatan
otot sudah berkurang. Penggunaan bentuk MDI menjadi kurang efektif. Nebuliser sebaiknya
tidak digunakan secara terus menerus. Penggunaan nebuliser di rumah sebaiknya bila timbul
eksaserbasi, penggunaan terus menerus, hanya jika timbul eksaserbasi.
2. Terapi oksigen
Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya
digunakan bila timbul sesak yang disebabkan pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat
yang terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam terutama
pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter
3. Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya. Beberapa penderita PPOK dapat
menggunakan mesin bantu napas di rumah
4. Rehabilitasi
- Penyesuaian aktiviti
- "Pursed-lips breathing"
- Tanda eksaserbasi
Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas
lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau
peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline
Primer :
Sekunder :
- Pnemonia
- Emboli paru
- Pneumotoraks spontan
- Aspirasi berulang
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau
di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat) Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan
dilakukan dirumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara :
- Menambahkan mukolitik
- Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat
inap dan dilakukan di :
3. Ruang rawat
4. Ruang ICU
Indikasi :
iii. Edukasi
Indikasi rawat :
i. Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas dengan cara evaluasi
klinis yang tepat dan terapi adekuat
- Gawat napas
Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum memerlukan ventilasi
mekanik) :
1. Sesak berat setelah penangan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat
2. Hindari inturbasi, bila diperlukan intubasi gunakan pola ventilasi mekanik yang tepat
3. Mencegah kematian
Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang
terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal napas segera atasi untuk
mencegah kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi :
- Kesadaran
- Tanda vital
- Pneumonia
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk
memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukan di
ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau
Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan sungkup dengan kadar yang sudah
ditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau
nonrebreathing , tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai
kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi
mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak
berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.
a. Antibiotik
- Peningkatan sesak
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi
antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau
intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan
makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal.
b. Bronkodilator
Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan peningkatan dosis.
Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan
agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen
sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat
menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersamasama dengan bronkodilator
lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di rumah sakit,
bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan pemberian lebih sering perlu
monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.
c. Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang
dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara
intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi
lebih banyak menimbulkan efek samping.
5. Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi mortaliti dan
morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan
penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi
- Pengeluaran sputum
- Kesadaran menurun
- Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia, barotrauma, efusi pleura dan
emboli masif
D. Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk :
ii. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS)
KOMPLIKASI1
1. Gagal napas
2. Kor pulmonal
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal,
penatalaksanaan :
c. Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
d. Antioksidan
c. Demam
d. Kesadaran menurun
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman,
hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih
rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.
Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan
Prognosis
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur dan gejala
klinis waktu berobat. Pasien dengan penyakit emfisema paru yang lebih dominan, akan lebih
baik dari pada pasien dengan penyakit bronkitis kronik yang lebih dominan. Pada pasien yang
berumur kurang dari 50 tahun dan datang dengan sesak ringan 5 tahun kemudian akan terlihat
ada perbaikan, tetapi bila pasien itu datang dengan sesak sedang, maka 5 tahun kemudian 42%
pasien akan sesak lebih berat dan meninggal. Pada pasien yang sudah berumur lebih dari 50
tahun dengan sesak ringan, 5 tahun kemudian pasien akan lebih berat atau meninggal. Apalagi
pasien dengan blue bloater .3
PNEUMOTORAKS SPONTAN SEKUNDER DAN PENYAKIT OBSTRUKTIF PARU
KRONIS
EPIDEMIOLOGI
Pneumotoraks adalah suaru kondisi dimana terjadinya akumulasi udara di ruang pleura
akibat kolaps paru. Pneumotoraks dapat diklasifikasi berdasarkan etiologi dan presentasi klinis
antaranya adalah Pneumotoraks Spontan, Trauma dan Iatrogenik. Pneumotoraks Spontan terdiri
dari Pneumothoraks Spontan Primer; terjadi pada individu yang sehat tanpa didasari penyakit
paru dan Pneumothoraks Spontan Sekunder (SSP) merupakan komplikasi dari penyakit paru
terutamanya pada PPOK. (Bauhman MH,2001)
Terjadinya penurunan fungsi paru pada pasien SSP ditambah dengan penyakit paru
yang mendasarinya menimbulkan suatu keadaan yang gawat dan menyulitkan penangganan.
SSP sering terjadi pada pasien berusia 60-65 tahun dengan insidens SSP pada laki-laki adalah
6,3 kasus per 100,000 orang dan 2,0 kasus per 100,000 orang wanita. Merokok meningkatkan
resiko terjadinya pneumotoraks spontan mahupun reakurans secara porportional dengan batang
rokok yang dikonsumsi seseorang. PPOK adalah penyebab tersering dari terjadinya SSP
dengan insidens 26 kasus per 100,000 orang. Pada laki-laki resiko terjadinya SSP adalah 102
kali lebih tinggi pada perokok berat dibanding yang tidak merokok. (Sahn SA, 2000)
PATOGENESIS
Salah satu yang berperan dalam proses pernapasan adalah adanya tekanan negatif pada
rongga pleura selama berlangsungnya siklus respirasi. Apabila terjadi suatu kebocoran akibat
pecahnya alveoli, bula atau bleb sehingga timbul suatu hubungan anara alveoli yang pecah
dengan rongga pleura, atau terjadi kebocoran dinding dada akibat trauma, maka udara akan
pindah ke rongga pleura yang bertekanan negatif hingga tercapai tekanan yang sama atau
hingga kebocoran tertutup.
Tekanan negatif di rongga pleura tidak sama besar di seluruh pleura, tekanan lebih
negatif pada daerah apeks dibandingkan dengan daerah basal. Mekanisme terjadinya
pneumothoraks spontan adalah akibat dari lebih negatifnya tekanan di daerah puncak paru
dibandingkan dengan bagian basal dan perbedaan tekanan tersebut akan menyebabkan distensi
lebih besar pada alveoli daerah apeks. Distensi yang berlebihan pada paru normal akan
menyebabkan rupture alveoli subpleural. Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya
pneumotoraks spontan adalah pecahnnya bula atau bleb subpleura
MANISFESTASI KLINIS
Menurut suatu penelitian pada pasien 54 pasien dengan PPOK dan SSP , dilaporkan semua
pasien mengalami sesak nafas dan 42 (74%)orang pasien mengalami nyeri dada pada lokasi
pneumothoraks. Selain itu, 5 pasien dilaporkan mengalami sianosis dan 4 orang pasien
mengalami hipotensi.(Light, 2007)
DIAGNOSIS
Diagnosis Pneumothoraks spontan sekunder dilakukan berdasarkan foto thoraks. Pasa pasien
PPOK , gambaran pneumothoraks dipengaruhi oleh udara dan kehilangan fungsi elastic paru.
Bagian paru yang normal kolaps sepenuhnya dibandingkan dengan area paru dengan
emphysema kronis atau giant bula pada keadaan tanpa adhesi. Penggunaan ultrasound untuk
mendiagnosis pneumothoraks pada PPOK. Diagnosis SSP ditegakkan dengan adanya garis
pleura viseral. Garis pleural viseral harus dibedakan dengan bulla besar berisi udara dan
dinding tipis. Garis pleura pada pneumothoraks sering dalam bentuk convex kearah dinding
dada lateral sedangkan garis pleura dengan bula besar berbentuk concave kearah dinding dada
lateral. Sekiranya terdapat keraguan dalam mendiffrensiasi bula atau pneumothoraks, CT-Scan
harus dilakukan, ini adalah karena hanya Pneumothoraks ditanggani dengan tube thoracostomy.
( Light,2007)
PENATALAKSANAAN
3. H. M. S. Noer, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: PPOK . Jakarta. Balai Penerbit
FKUI: 2001
4. Antariksa, B., Djajalaksana, S., Pradjnaparamita, Riyadi, J., Yunus, F., Suradi, dkk.
Penyakit Paru obstruktif Kronik. Diagnosis dan Penatalaksanaan. Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia. Jakarta, Juli 2011.
6. Sahn SA, Heffner JE. Spontaneous pneumothorax. N Eng J Med 2000; 342: 868-74
7. Chang AK. Pneumothorax, Iatrogenic, Spontaneous and Pneumomediastinum. 2007.
8. Available from: http://www.emedicine.com/emerg/TOPIC469.HTM (diunduh pada
11 oktober 2011)
9. Sylvia A. Price. Pneumotoraks. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. 2005.
10. https://somelus.wordpress.com/2009/11/22/pneumothorax/
11. Swidarmoko B., Penatalaksanaan Konservatif Pneumotoraks Spontan in Cermin
12. http://www.scribd.com/doc/64265321/Penatalaksanaan-Pneumotoraks
13. http://www.mayoclinic.com/health/pneumothorax/DS00943/DSECTION=complications
14. http://emedicine.medscape.com/article/1003552-overview