Anda di halaman 1dari 21

CASE REPORT SESSION

Tonsilitis

Disusun Oleh:
Ivena 130112180726
Rizkania Ikhsani 130112180624

Preseptor:
Dr. Nur Akbar Aroeman, Sp.THT-KL(K)., FICS.

Periode:
30 September-18 Oktober 2019

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG
TENGGOROK-BEDAH KEPALA LEHER
RUMAH SAKIT DR HASAN SADIKIN
BANDUNG
2019
0
I. KETERANGAN UMUM
Nama : An. C
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Cimahi
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Tgl.Pemeriksaan : 7 Oktober 2019

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri menelan
Anamnesis Khusus :
Sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, pasien mengeluh nyeri
menelan. Keluhan dirasakan terutama jika penderita memakan makanan yang keras
sehingga penderita hanya dapat menelan makanan lembek. Keluhan disertai rasa
mengganjal pada tenggorokan, panas badan yang tidak terlalu tinggi, lemah badan
dan batuk. Keluhan juga seringkali disertai suara mengorok pada saat tidur. Keluhan
tidak disertai dengan air liur yang banyak hingga menetes keluar, sukar membuka
mulut, mulut berbau dan suara serak. Keluhan tidak didahului oleh trauma seperti
menelan duri atau tulang ikan. Karena keluhan tersebut penderita berobat ke
poliklinik THT-KL RSUD Cibabat.
Keluhan serupa pertama kali dirasakan penderita sejak 3 tahun yang lalu.
Keluhan tersebut dirasakan hilang timbul setiap 3-4 bulan sekali. Keluhan dirasakan
terutama setelah penderita makan makanan yang pedas, berminyak, atau terlalu
dingin. Penderita kemudian berobat ke dokter umum dan dinyatakan menderita sakit
‘amandel’. Penderita diberikan obat pereda nyeri dan antibiotik namun orang tua
pasien tidak mengingat dosis dan jenis obat yang diberikan. Setelah keluhan
dirasakan berkurang penderita tidak meneruskan pengobatannya.
Riwayat pendarahan yang sukar berhenti, sering mimisan, gusi berdarah,
mudah memar dan adanya perdarahan ditempat lain tidak ada. Riwayat bersin
berulang, keluar cairan dari hidung (beringus) dan hidung tersumbat tidak ada.
Riwayat sakit kepala saat bangun tidur, rasa penuh di wajah, menelan ingus tidak
1
ada. Riwayat sakit telinga ataupun keluar cairan dari telinga tidak ada. Riwayat alergi
obat-obat tertentu tidak ada.

III.PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Berat badan : 30 kg
Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis
Kesan sakit : Sakit ringan
Tanda Vital : Tekanan darah : tidak dilakukan
Nadi : 80 x/menit (reguler)
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 37,7 0C
Kepala
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
THT : Lihat status lokalis
Mulut : Lihat status lokalis
Leher : Lihat status lokalis

Toraks : Bentuk dan gerak simetris, retraksi interkostal (-)


Cor : Bunyi jantung S1S2 murni reguler
Pulmo : VBS kanan = kiri, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Abdomen : datar lembut, hepar dan lien tidak teraba, retraksi


epigastrik (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2”
Neurologis : Parese CN VII (-)

2
Status Lokalis

Telinga
Auris
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Kelainan kongenital - -
Preaurikula Radang dan tumor - -
Trauma - -
Kelainan kongenital - -
Aurikula Radang dan tumor - -
Trauma - -
Edema - -
Hiperemis - -
Nyeri tekan - -
Retroaurikula
Sikatriks - -
Fistula - -
Fluktuasi - -
Kelainan kongenital - -
Kulit Tenang Tenang
Sekret - -
Serumen - +
Canalis Acustikus
Edema - -
Externa
Jaringan granulasi - -
Massa - -
Cholesteatoma - -

Warna Putih keabuan Putih keabuan

Intak (+) (+)

Reflek cahaya (+) (+)


Membrana
Timpani

3
Hidung
Nasal
Pemeriksaan
Dextra Sinistra
Keadaan Luar Bentuk dan Ukuran Dalam batas normal Dalam batas normal
Mukosa Tenang Tenang
Sekret - -
Krusta - -
Concha inferior Eutropi Eutropi
Septum Tidak ada deviasi
Rhinoskopi
Polip/tumor Tidak ada Tidak ada
anterior
Pasase udara + +

Mukosa Sulit dinilai Sulit dinilai


Koana
Rhinoskopi
Sekret
posterior
Torus tubarius
Fossa Rosenmuller

Mulut Dan Orofaring


Bagian Kelainan Keterangan
Mukosa mulut Tenang
Lidah Bersih, basah,gerakan normal kesegala arah
Palatum molle Tenang, simetris
Gigi geligi Caries (-)
Mulut
87654321 12345678
87654321 12345678
Uvula Simetris
Halitosis (-)
Mukosa Hiperemis (+/+)
Besar T4 – T3
Kripta Melebar (+/+)
Detritus (+/+)
Tonsil

Mukosa Tidak hiperemis


Faring Granula Tidak ada
Post nasal drip (-)

4
Epiglotis Sulit dinilai
Kartilago aritenoid
Plika ariepiglotis
Plika vestibularis
Plika vokalis
Cincin trachea
Rima glotis

Keterangan :
1. Epiglotis
Laring 2. Cartilago
aritenoid
3. Plika
vestibular
4. Pita vokalis
5. Plika
ariepiglotika
6. Rima glottis
7. Cincin
trachea

Maksilofasial
Bentuk : Simetris
Parese N.Kranialis : Tidak ada

Leher
Retraksi suprasternal: Tidak ada
Kelenjar getah bening: Teraba membesar
Massa: Tidak ada

5
IV. DIAGNOSA KERJA
 Tonsilitis kronis hipertrofikans eksaserbasi akut

V. USULAN PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan darah leukosit, hitung jenis
2. Kultur dan tes resistensi dari apus tenggorok

VI. TATA LAKSANA


Umum : Istirahat
Diet makanan lunak
Hindari makanan pedas, berminyak, air dingin (es)
Khusus : Amoxicilin 500 mg, 3 x 1/2 po
Paracetamol 500 mg, 3 x 1/2 po
Rencana tonsilektomi (persiapan operasi)

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

6
CLINICAL SCIENCE
TONSILITIS

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1.1. Anatomi Tonsila Palatina

Tonsil merupakan organ limfoid yang terdapat pada traktus aerodigestif yang
terdiri dari tonsila palatina, tonsila faringeal, tonsila tubal, dan tonsila lingualis.
Dalam pengertian sehari-hari, yang dikenal sebagai tonsil adalah tonsila palatina,
sedangkan tonsila faringeal dikenal sebagai adenoid.

Tonsil terletak dalam fossa tonsilaris, berbentuk oval dengan ukuran dewasa
panjang 20-25 mm, lebar 15-20 mm, tebal 15 mm dan berat sekitar 1,5 gram. Fossa
tonsilaris, di bagian depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus palatina anterior),
sedangkan di bagian belakang dibatasi oleh pilar posterior (arkus palatina posterior),
yang kemudian bersatu di pole atas dan selanjutnya bersama-sama dengan m.
Palatina membentuk palatum molle.

Permukaan lateral tonsil dilapisi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan
berhubungan dengan fascia faringobasilaris yang melapisi otot konstriktor faringeus.
Kapsul tonsil tersebut masuk ke dalam jaringan tonsil, membentuk septa yang
mengandung pembuluh darah dan saraf tonsil.

7
Gambar 1. Tonsila Palatina

Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai lekukan yang


merupakan muara kripta tonsil. Kripta tonsil berjumlah sekitar 10-20 buah,
berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Kripta yang paling
besar terletak di pole atas, sering menjadi tempat pertumbuhan kuman karena
kelembaban dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan kuman, dan juga karena
tersedianya substansi makanan di daerah tersebut.
Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut plika
triangularis dimana pada bagian bawahnya terdapat folikel yang kadang membesar.
Plika ini penting karena sikatriks yang terbentuk setelah proses tonsilektomi dapat
menarik folikel tersebut ke dalam fossa tonsilaris, sehingga dapat dikelirukan sebagai
sisa tonsil.
Pole atas tonsil terletak pada cekungan yang berbentuk bulan sabit, disebut
sebagai plika semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, letaknya dekat
dengan ruang supratonsil dan disebut glandula salivaris mukosa dari Weber yang
penting peranannya dalam pembentukan abses peritonsil. Pada saat tonsilektomi,
jaringan areolar yang lunak, antara tonsil dangan fossa tonsilaris mudah dipisahkan.
Di sekitar tonsil terdapat tiga ruang potensial yang secara klinik sering
menjadi tempat penyebaran infeksi dari tonsil, yaitu :

8
 Ruang peritonsil (ruang supratonsil)
Berbentuk hampir segitiga dengan batas-batas :
o Anterior : M. Palatoglossus
o Lateral dan Posterior : M. Palatofaringeus
o Dasar segitiga : Pole atas tonsil
Dalam ruang ini terdapat kelenjar salivari Weber, yang bila terinfeksi dapat
menyebar ke ruang peritonsil, menjadi abses peritonsilar.
 Ruang retromolar
Terdapat tepat di belakang gigi molar tiga berbentuk oval, merupakan sudut yang
dibentuk oleh ramus dan korpus mandibula. Di sebelah medial terdapat m.
Buccinator, sementara pada bagian posteromedialnya terdapat m. Pterigoideus
Internus dan bagian atas terdapat fasikulus longus m.temporalis. bila terjadi abses
hebat pada daerah ini akan menimbulkan gejala utama trismus disertai sakit yang
amat sangat, sehingga sulit dibedakan dengan abses peritonsilar.
 Ruang parafaring (ruang faringomaksilar ; ruang pterigomandibula)
Merupakan ruang yang lebih besar dan luas serta banyak terdapat pembuluh
darah besar, sehingga bila terjadi abses berbahaya sekali. Adapun batas-batas
ruang ini adalah :
o Superior : basis cranii dekat foramen jugulare
o Inferior : os hyoid
o Medial : m. Konstriktor faringeus superior
o Lateral : ramus asendens mandibula, tempat m.Pterigoideus Interna
dan
bagian posterior kelenjar parotis
o Posterior : otot-otot prevertebra.
Ruang parafaring ini terbagi 2 (tidak sama besar) oleh prosessus styloideus dan
otot-otot yang melekat pada prosessus styloideus tersebut.
o Ruang pre-styloid, lebih besar, abses dapat timbul oleh karena : radang
tonsil, mastoiditis, parotitis, karies gigi atau tindakan operatif.
o Ruang post-styloid, lebih kecil, di dalamnya terdapat : A. Karotis Interna,
V. Jugularis, N. Vagus dan saraf-saraf simpatis.

9
Gambar. Tonsila Palatina dan struktur sekitarnya

1.2. Fisiologi Rongga Mulut dan Faring

Secara umum, rongga mulut dan faring mempunyai fungsi dalam :

 Proses menelan dan pernafasan

 Pertahanan tubuh

 Proses fonasi

Fungsi utama nasofaring adalah sebagai tabung kaku dan terbuka untuk udara
pernafasan. Pada waktu menelan, muntah, sendawa, dan tercekik, nasofaring akan
terpisah dengan sempurna dari orofaring karena palatum molle terangkat sampai ke
dinding posterior orofaring.

Nasofaring juga merupakan saluran ventilasi dari telinga tengah melalui tuba
eustachius dan sebagai saluran untuk drainase dari hidung dan tuba eustachius.
Sebagai ruang resonansi sangat penting dalam pembentukan suara.

Orofaring dan hipofaring selain berfungsi sebagai saluran pernafasan,juga


berfungsi sebagai saluran drainase dari nasofaring, sebagai saluran makanan dan
minuman dari rongga mulut, terakhir sebagai rung resonansi dalam pembentukan
suara.

10
II. TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsila
yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan bakteri
pathogen dalam kripta.

2.1. Tonsilitis Akut

2.1.1. Etiologi

Tonsilitis bakterial supurativa akut paling sering disebabkan oleh Grup A


Streptococcus beta hemolitikus. Meskipun pneumokokus, stafilokokus dan
Haemophilus influenzae juga virus patogen dapat dilibatkan. Kadang-kadang
streptokokus non hemolitikus atau streptokokus viridans, ditemukan pada biakan,
biasanya pada kasus-kasus berat.

2.1.2. Patofisiologi

Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi
radang berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus.
Detritus ini merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas.
Secara klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Perbedaan strain atau virulensi dari penyebab tonsilitis dapat menimbulkan variasi
dalam fase patologi sebagai berikut:

1. Peradangan biasa pada area tonsil saja


2. Pembentukan eksudat
3. Selulitis pada tonsil dan daerah sekitarnya
4. Pembentukan abses peritonsilar
5. Nekrosis jaringan
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis,
bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur maka akan terjadi
tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membrane
semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil.

11
Gambar 2. Tonsilitis Akut

2.1.3. Gejala dan Tanda


Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan, nyeri
waktu menelan dan pada kasus berat penderita menolak makan dan minum melalui
mulut. Biasanya disertai demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa nyeri pada
sendi-sendi, tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri di telinga ini
karena nyeri alih melalui n. Glosofaringeus. Seringkali disertai adenopati servikalis
disertai nyeri tekan. Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan
terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna, atau tertutup oleh membrane semu.
Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.

12
2.1.4. Tata Laksana
Pada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam sebaiknya tirah
baring, pemberian cairan adekuat serta diet ringan. Analgetik oral efektif untuk
mengurangi nyeri. Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang
tepat. Penisilin masih merupakan obat pilihan, kecuali jika terdapat resistensi atau
penderita sensitive terhadap penisilin. Pada kasus tersebut eritromisin atau antibiotik
spesifik yang efektif melawan organisme sebaiknya digunakan. Pengobatan
sebaiknya diberikan selama lima sampai sepuluh hari. Jika hasil biakan didapatkan
streptokokus beta hemolitikus terapi yang adekuat dipertahankan selama sepuluh hari
untuk menurunkan kemungkinan komplikasi non supurativa seperti nefritis dan
jantung rematik.
Efektivitas obat kumur masih dipertanyakan, terutama apakah cairan dapat
berkontak dengan dinding faring, karena dalam beberapa hal cairan ini tidak
mengenai lebih dari tonsila palatina. Akan tetapi pengalaman klinis menunjukkan
bahwa dengan berkumur yang dilakukan secara rutin menambah rasa nyaman pada
penderita dan mungkin mempengaruhi beberapa tingkat perjalanan penyakit.

2.1.5. Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis akut adalah abses peritonsiler, abses parafaringeal,
abses retrofaringeal, edema laring, otitis media akut, septikemia dan tonsilitis kronis.

2.2. Tonsilitis Kronis


Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua
penyakit tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik

13
adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene
mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisk dan pengobatan tonslitis akut yang
tidak adekuat. Radang pada tonsil dapat disebabkan kuman Grup A Streptococcus
beta hemolitikus, Pneumococcus, Streptococcus viridans dan Streptococcus
piogenes. Gambaran klinis bervariasi dan diagnosa sebagian besar tergantung pada
infeksi.

2.2.1 Gambaran Klinis


Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, rasa
mengganjal pada tenggorokan, tenggorokan terasa kering, nyeri pada waktu menelan,
bau mulut , demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-
sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini
dikarenakan nyeri alih (referred pain) melalui n. Glossopharingeus (n.IX).
Gambaran klinis pada tonsilitis kronis bervariasi, dan diagnosis pada umunya
bergantung pada inspeksi. Pada umumnya terdapat dua gambaran yang termasuk
dalam kategori tonsilitis kronis, yaitu:
1. Tonsilitis kronis hipertrofikans
Ditandai pembesaran tonsil dengan hipertrofi dan pembentukan jaringan
parut. Kripta mengalami stenosis, dapat disertai dengan eksudat, seringnya
purulen keluar dari kripta tersebut.
2. Tonsilitis kronis atrofikans
Ditandai dengan tonsil yang kecil (atrofi), di sekelilingnya hiperemis dan
pada kriptanya dapat keluar sejumlah kecil sekret purulen yang tipis.
Dari hasil biakan tonsil, pada tonsilitis kronis didapatkan bakteri dengan
virulensi rendah dan jarang ditemukan Streptococcus beta hemolitikus.

14
Gambar 3. Tonsilitis Kronis Hipertrofikans
2.2.2. Tata Laksana
Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung
desinfektan. Pada keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan pasien merasa
sangat terganggu, maka terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil (tonsilektomi).

2.2.3. Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, irdosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria dan furunkulosis.

III. TONSILEKTOMI
4.1. Definisi
Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama
jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan
trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya seperti uvula dan pilar.

15
Gambar 4. Klasifikasi ukuran tonsil

4.2. Indikasi Tonsilektomi


A. Indikasi absolut:
1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur
3. Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat
badan penyerta
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma)
5. Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan
sekitarnya
6. Tonsilitis kronis walaupun tanpa eksaserbasi akut tapi merupakan fokal
infeksi
7. Karier difteri
8. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam.

16
Gambar 5. Obstruktif Tonsillar Hiperplasia

B. Indikasi relatif:
1. Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi walau telah diberi
penatalaksanaan medis yang adekuat).
2. Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus yang menetap dan
patogenik (karier).
3. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional.
4. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi
mononukleosis.
5. Riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang berhubungan
dengan tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotika yang buruk.
6. Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respon terhadap
penatalaksanaan medis.
7. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas
orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan jalan nafas bagian atas.
8. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal
persisten.

4.3. Kontraindikasi
A. Kontraindikasi absolut:
a. Penyakit darah: leukemia, anemia aplastik, hemofilia dan purpura
b. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol: diabetes melitus, penyakit jantung
dan sebagainya.
B. Kontraindikasi relatif:
a. Palatoschizis
b. Anemia (Hb <10 gr% atau HCT <30%)
c. Infeksi akut saluran nafas atau tonsil (tidak termasuk abses peritonsiler)
d. Poliomielitis epidemik
e. Usia di bawah 3 tahun (sebaiknya ditunggu sampai 5 tahun)

17
4.4. Komplikasi
1. Perdarahan
Komplikasi perdarahan dapat tejadi selama operasi belangsung atau segera
setelah penderita meninggalkan kamar operasi (24 jam pertama post operasi) bahkan
meskipun jarang pada hari ke 5 -7 pasca operasi dapat terjadi perdarahan disebabkan
oleh terlepasnya membran jaringan granulasi yang terbentuk pada permukaan luka
operasi, karena infeksi di fossa tonsilaris atau trauma makanan keras. Untuk
mengatasi perdarahan, dapat dilakukan ligasi ulang, kompresi dengan gas ke dalam
fossa, kauterisasi atau penjahitan ke pilar dengan anastesi lokal atau umum.

2. Infeksi
Luka operasi pada fossa tonsilaris merupakan port d’entre bagi
mikroorganisme, sehingga merupakan sumber infeksi dan dapat terjadi faringitis,
servikal adenitis dan trombosis vena jugularis interna, otitis media atau secara
sistematik dapat terjadi endokarditis, nefritis dan poliarthritis, bahkan pernah
dilaporkan adanya komplikasi meningitis dan abses otak serta terjadi trombosis sinus
cavernosus. Komplikasi pada paru-paru serperti pneumonia, bronkhitis dan abse
paru biasanya terjadi karena aspirasi waktu operasi. Abses parafaring dapat timbul
sebagai akibat suntikan pada waktu anastesi lokal. Pengobatan komplikasi infeksi
adalah pemberian antibiotik yang sesuai dan pada abses parafaring dilakukan insisi
drainase.

3. Nyeri pasca bedah


Dapat terjadi nyeri tenggorok yang dapat menyebar ke telinga akibat iritasi
ujung saraf sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme faring. Sementara dapat
diberikan analgetik dan selanjutnya penderita segera dibiasakan mengunyah untuk
mengurangi spasme faring.

4. Trauma jaringan sekitar tonsil


Manipulasi terlalu banyak saat operasi dapat menimbulkan kerusakan yang
mengenai pilar tonsil, palatum molle, uvula, lidah, saraf dan pembuluh darah. Udem
palatum molle dan uvula adalah komplikasi yang paling sering terjadi.

18
5. Perubahan suara
Otot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas esofagus, tetapi bagian
medial serabut otot ini berhubungan dengan ujung epligotis. Kerusakan otot ini
dengan sendirinya menimbulkan gangguan fungsi laring yaitu perubahan suara yang
bersifat temporer dan dapat kembali lagi dalam tempo 3 – 4 minggu.

6. Komplikasi lain
Biasanya sebagai akibat trauma saat operasi yaitu patah atau tanggalnya gigi,
luka bakar di mukosa mulut karena kateter, dan laserasi pada lidah karena mouth
gag. Pernah dilaporkan terjadinya fraktur kondilus mandibula karena pemasangan
motuh gag yang terlalu kuat, malposisi tube endotrakeal dan stenosis nasofaring.
Dapat menjadi penyembuhan yang yang lambat karena penyakit sistemik yang tidak
terkontrol, abses paru, mediastinal, parafaringeal abses, metabolik asidosis, emboli
udara dan aspirasi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adam, George L. MD. 1997. Boies, Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ashae, R. 2005. What is Tonsilitis? http://www.kidsource.com
Bailey J. Byron, Coffey Amy, R. 1996. Atlas of Head & Neck Surgery-
Otolaryngology.
Fitri, Shinta. 2003. Infeksi Ruang Leher. Referat Faring. Bagian Ilmu Kesehatan
THT-KL. Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
Gates, G.A. 2005. Journal of Tonsilitis. http://www.nidcd.nih.gov

Lee, K.J. MD. 2003. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. McGraw-Hill.

Ramsey, D.D. 2003.. Tonsilitis. http://www.illionisuniv.com

Robertson, J.S. 2004. Journal of Tonsilitis. http://www.emedicine.com

Soepardi, Arsyad, SpTHT. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-5. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

20

Anda mungkin juga menyukai