Anda di halaman 1dari 21

Pengendalian Proyek

Suatu proyek tidak akan terlaksana dengan baik apabila pimpinan

proyek tidak dapat mengendalikan jalannya proyek tersebut dengan baik.

Pengendalian proyek harus dilakukan terus menerus selama proyek tersebut

berlansung. Peninjauan secara periodik sangat efektif dalam membandingkan

kemajuan proyek. Metode pengendalian proyek didasarkan pada perencanaan

dan rencana kerja sebagai dasar untuk membandingkan kemajuan proyek.

Pengendalian proyek mutlak diperlukan untuk mencapai pekerjaan

yang diharapkan. Kualitas pekerjaan menjadi target tanpa meninggalkan segi

ekonomis dan waktu pelaksanaan pekerjaan. Pengendalian pekerjaan proyek

yang dilakukan antara lain :

a) Pengendalian mutu ( Quality Control ).

b) Pengendalian biaya ( Budget Control ).

c) Pengendalian waktu ( Time Control ).

Pengawasan adalah proses penilaian pekerjaan dengan tujuan agar

hasil pekerjaan sesuai dengan rencana, dengan mengusahakan agar semua

anggota kelompok dapat melaksanakan kegiatan dengan berpedoman pada

perencanaan serta mengadakan tindakan koreksi dan perbaikan atau

penyesuain bila terjadi penyimpangan.

Keberhasilan suatu proyek dilihat dari beberapa hal,yaitu :

a) Kualitas hasil pekerjaan ( mutu bangunan ) yang dihasilkan.


b) Biaya yang digunakan selama proyek tersebut berlangsung.

c) Waktu penyelesaian pekerjaan.

Pengendalian dalam setiap proyek harus selalu ada dan harus

diutamakan sebab menyangkut keberhasilan proyek tersebut.Secara

umum pengendalian meliputi hal- hal sebagai berikut :

1. Penentuan standar,yaitu penentuan tolak ukur dalam menilai hasil

pekerjaaan dari segi kualitas dan ketepatan waktu.

2. Pemeriksaaan,yaitu melakukan pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan

untuk mengetahui sejauh mana kemajuan hasil pekerjaan.

3. Perbandingan,yaitu membandingkan hasil pekerjaan yang telah

dikerjakan dan dicapai dengan rencana yang telah ditentukan.Dari

pebandingan ini dapat diketahui progress pelaksanaan pekerjaan

dilapangan.

4. Tindakan korektif,yaitu evaluasi terhadap pelaksanaan proyek.

Evaluasi ini diadakan dalam bentuk rapat yang diadakan setiap

minggunya ataupun pada saat diperlukan, bila ada kesalahan atau

penyimpangan maka perlu dipikirkan pemecahanya dan pelaksaan

selanjutnya.

1.1 Pengendalian Mutu (Quality Control)

Pengendalian mutu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengawasan

dan pengarahan pelaksanan serta uji mutu bahan material selama

pelaksanan berlangsung maupun setelah selesai pekerjaan.Dari


pengendalian mutu diharapkan akan menghasilkan mutu pekerjan yang

sesuai dengan persyaratan yang tercantum dikontrak.

Pengendaliandan pengawasan mutu dilakukan oleh kontraktor dan

konsultan Manajemen Konstruksi. Kontraktor melakukan pengendalian

dan pengawasan melalui tim- tim yang telah dibentuk sesuai dengan

struktur organisasi Kontraktor.Setiap tim melakukan pengendalian mutu

dengan tugas dan wewenangnya masing-masing. Setiap tim memberikan

laporan secara berkala kepada Project Manajer untuk dilaporkan kepala

Direktur Utama.

Alat pengendalian mutu proyek yang harus dikuasai oleh

Pengawasan/Direksi Pekerjaan adalah sebagai berikut :

a. Spesifikasi teknis (Pabrikan, RKS)

b. Metode pelaksanaan ( Pabrikan, RKS )

c. Gambar Kerja

d. Hasil tes bahan dari Laboratorium

e. Peraturan – peraturan Pemerintah

f. Peraturan- Peraturan khusus yang harus diikuti dan tercantum dalam

kontrak.

1.1.1 Pengendalian mutu bahan

Kualitas pekerjaan yang baik salah satunya didapat dari bahan standar

yang ditetapkan. Untuk memudahkan perencanaan dan pelaksanaan

untuk suatu pekerjaan konstruksi ada beberapa standar

acuan,diantaranya yaitu :
1. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971,NI- 2

2. Peraturan semen portland Indonesia, NI- 8

3. Peraturan Umum Bahan Bangunan di Indonesia 1961, NI-3

4. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 1961, NI- 5

5. American Standard for Testing Material

Pengendalian mutu bahan dilapangan meliputi inspeksi dan test yang

dilakukan dilaporatoriu maupun dilapangan saat bahan tersebut datang

kedalam lapangan pengendalian produk yang tidak sesuai, serta

pengendalian catatan mutu.

1.1.2 Pengendalian Mutu Beton

a. Uji Beton dengan Slump Test

Untuk pengawasan terhadap mutu beton yang akan digunakan ini,

pihak kontraktor dan pengawas lapangan telah melakukan pengujian

terhadap mutu beton antara lain dengan metode slump test. Adapun

tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui

kekentalan/keenceran adukan sebelum pengecoran dengan mengukur

tinggi penurunan/slump adukan. Pengujian ini dilakukan untuk tiap

adukan dalam truck mixer. Apabila terjadi hasil slump test dari adukan

yang tidak sesuai dengan persyaratan slump test pada spesifikasi

teknis, maka pengawas berhak menolak adukan tersebut.

Peralatan yang digunakan pada pengujian slump test adalah:

a. Kerucut Abrams , yaitu kerucut dari besi terpancung dengan

ukurannya.
b. Tongkat besi dengan diameter 16 mm dan panjang 60 cm dengan

ujung yang dibulatkan.

c. Alas kerucut dari plat baja.

d. Alat pengukur tinggi slump yang berskala seperti meteran.

e. Cetok dan ember.

Adapun pelaksanaan uji slump test adalah sebagai berikut:

a. Kerucut Abrams dan alas dibersihkan, kerucut diletakkan diatas

alas dengan posisi diameter besar berada dibawah.

b. Adukan diambil dari truck mixer dengan ember.

c. Adukan dimasukkan dalam kerucut Abrams dengan cetok dalam

tiga lapisan dan setiap lapisan dijojoh/ditusuk dengan tongkat

besi sebanyak minimal sepuluh kali.

d. Setelah pemasukan adukan selesai, permukaan adukan pada atas

kerucut diratakan dan didiamkan selama kurang lebih 30 detik.

e. Selang waktu tersebut adukan beton yang jatuh disekitar kerucut

dibersihkan, selanjutnya kerucut diangkat vertikal keatas secara

perlahan dengan diputar-putar.

f. Setelah kerucut terangkat adukan akan mengalami penurunan dari

puncak adukan semula, penurunan ini kemudian diukur dengan

meteran.

g. Hasil pengukuran tersebut merupakan nilai slump adukan dimana

nilai penurunan yang diijinkan dalam spesifikasi teknis adalah 8-


10 cm bila terjadi shear slump (bagian penurunan adukan jatuh

dalam bidang miring), maka pengujian slump test harus diulang.

Beton tongkat pemadat


dituangkan Ø 16 mm, l=60
3 cm
30

angkat

20
nilai
H

Slump
Test

Gambar Skeksa alur pengujian slump test

Gambar uji slump test


b. Compressive Strength Test

Test ini bertujuan untuk mengetahui kuat tekan beton dengan

memberikan tekanan pada sampel beton dengan mesin tekan di

laboratorium setelah umur beton mencapai 7 hari, 14 hari dan 28

hari. Pengujian dilakukan sebanyak 3 sampel dalam benda uji

berbentuk silinder tiap 1 truck mixer (kapasitas 5 m3).

Peralatan yang digunakan adalah:

 Tiga buah cetakan beton berbentuk silinder.

 Tongkat besi penjojoh dengan diameter 16 mm, panjang 600 mm.

dengan ujung yang dibulatkan.

 Ember, sekop dan sendok perata.

Adapun langkah-langkah tes kuat tekan beton adalah sebagai

berikut:

1. Silinder beton dibersihkan dari kotoran dan diolesi dengan pelumas atau

oli pada dinding silinder yang dimaksudkan untuk memudahkan

pelepasan ketika beton telah mengeras.

2. Sampel adukan diambil dari truck mixer pengangkut beton dengan cetok

dan ditempatkan di ember yang telah disiapkan.

3. Adukan dimasukkan ke dalam cetakan silinder beton dalam tiga lapisan

dan dijojoh/ditusuk dengan dengan besi penjojoh sebanyak 25 kali secara

merata. Pada saat pemadatan lapisan pertama tongkat tidak boleh


mengenai dasar cetakan, sedangkan pada lapisan kedua dan ketiga

tongkat penjojoh boleh mengenai lapisan bawah.

4. Setelah pemadatan pada lapisan teratas selasai, cetakan diketuk sampai

lubang tusukan menutup.

5. Adukan pada permukaan cetakan silinder beton diratakan dan ditutup

dengan bahan yang kedap air dan tahan karat, kemudian silinder beton

diletakan ditempat yang terlindung dan bebas getaran.

6. Setelah selama 2 jam, silinder beton kemudian direndam pada air dengan

suhu 25°C-27°C sampai waktu yang dikehendaki untuk pematangan atau

curring.

7. Setelah berumur 7 hari tiga sampel diangkat, dan dibersihkan dengan

kain yang lembab dan ditimbang beratnya serta diukur luasannya.

8. Sampel dilapisi dengan gemuk, kemudian dilapisi dengan mortar

belerang di atas lapisan gemuk.

9. Dilakukan pengujian tekanan dengan mesin tekan (compressor) pada

arah sentries dengan menaikan tekanan secara berangsur-angsur sampai

sampel hancur.

10. Untuk tiga buah sampel lainnya dilakukan pengujian tekanan setelah

beton berumur 28 hari.


Gambar Sampel silinder beton

Gambar Alat Uji tekan beton

1.1.3 Pengendalian Mutu agergat

Agregat berfungsi sebagai bahan pengisi (filler0 dalam campuran

mortar atau beton.Agregat dalam beton merupakan isian material yang

menempati kira-kira 70-75 % volume beton. Gradasi dari agregat

tersebut secara keseluruhan harus menghasilkan ikatan yang baik

dengan semen dan air dalam proporsi campuran yang dipakai

sehingga dapat menghasilkan mutu beton yang dinginkan serta sesuai

dengan syarat dan ketentuan yang ada.

 Agregat Halus
Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil

desintegrasi alami dari batuan - batuan atau berupa pasir buatan yang

dihasilkan oleh alat - alat pemecah batu.

Persyaratan Agregat halus dalam Peraturan Beton Bertulang

Indonesia 1971 NI-2 adalah :

1. Agregat halus harus terdiri dari butir - butir yang tajam dan keras, butir -

butir Agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur

oleh pengaruh-pengaruh cuaca seperti terik matahari dan hujan.

2. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 % (ditentukan

dengan berat kering).

3. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan - bahan organis terlalu

banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams -

Harder (dengan larutan NaOH).

4. Agregat halus harus terdiri dari butir - butir yang beraneka ragam besarnya

dan apabila diayak harus memenuhi syarat - syarat berikut :

a. Sisa di atas ayakan 4 mm, harus minimum 2 % berat

b. Sisa di atas ayakan 1 mm, harus minimum 10 % berat

c. Sisa di atas ayakan 0.25 mm, harus berkisar antara 80 % dan 95 %

berat.

Adapun syarat-syarat agregat halus menurut spesifikasi teknis


proyek adalah:

1. Agregat halus yang dipakai terdiri dari:


1. Pasir alam, yaitu pasir yang disediakan oleh kontraktor dari sungai
atau sumber lainnya yang disetujui oleh pengawas.

2. Pasir buatan, yaitu pasir yang dihasilkan oleh pemecah batu.

3. Kombinasi pasir alam dan pasir buatan.

2. Agregat halus yang digunakan harus lebih bersih dan diusahakan bebas
dari tanah liat, karang, serpihan-serpihan mika, bahan-bahan organik dan
alkali.

3. Jumlah bahan-bahan yang merugikan maksimum 5 %.

4. Agregat halus digunakan hendaknya mempunyai gradasi yang baik sesuai


Peraturan Beton Indonesia (PBI) 1971.

Gambar agregat halus

 Agregat Kasar

Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai hasil

desintegrasi alami dari batuan - batuan atau berupa batu pecah

yang di peroleh dari pemecahan batu. Pada umumnya yang di

maksudkan dengan agregat kasar adalah agregat dengan besar

butir lebih dari 5 mm.


Persyaratan Agregat kasar dalam Peraturan Beton Bertulang

Indonesia 1971 NI-2 adalah :

1. Agregat kasar harus terdiri dari butir - butir yang keras dan tidak berpori.

Agregat kasar yang mengandung butir - butir pipih hanya dapat dipakai,

apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melampaui 20% dari berat

agregat seluruhnya. Butir- butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya

tidak pecah atau hancur oleh pengaruh - pengaruh cuaca, seperti terik

matahari dan hujan.

2. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan

terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian -

bagian yang dapat melalui ayakan 0.063 mm. Apabila kadar lumpur

melampaui 1%, maka agregat kasar harus dicuci.

3. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat - zat yang dapat merusak

beton, seperti zat - zat yang reaktif alkali.

4. Agregat kasar harus terdiri dari butir - butir yang beraneka ragam

besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan

dalam pasal 3.5 ayat (1), harus memenuhi syarat - syarat berikut :

a. Sisa - sisa diatas ayakan 31.5 mm, harus 0 % berat.

b. Sisa diatas ayakan 4 mm, harus berkisar antara 90 % dan 98 % berat.

c. selisih antara sisa - sisa kumulatif diatas dua ayakan yang berurutan,

adalah maksimum 60 % dan minimum 10 % berat.


Gambar Agregat Kasar

1.1.4 Pengendalian Mutu Tulangan

Berdasarkan SK-SNI M- 104 - 1990 – 03, benda uji ditentukan

sebagai berikut :

a. Benda uji merupakan batang proporsianal dengan

perbandingan antara panjang dan luas penampang sebelum

pengujian adalah sama.

b. Apabila benda uji memiliki diameter < 15 mm, gaya tarik

maksimum lebih kecil dari kapasitas mesin tarik, maka benda

uji yang digunakan adalah penampang utuh.

c. Apabila benda uji memiliki diameter > 15 mm, gaya tarik

maksimum melebihi kapasitas mesin tarik, maka bentuk dan

dimensi benda uji dibuat dengan memperkecil penampang

bagian tengah benda uji sesuai dengan ketentuan pada manual

pengujian.

Syarat dan ketentuan menurut SNI- 03 – 1792 – 2002 adalah sebagai

berikut:
1. Bebas dari kotoran, lapisan lemak minyak,karat dan tidak cacat

(retak-retak, mengelupas,luka dan lain-lain).

2. Mempunyai penampang yang sama rata

3. Baja tulangan yang diameternya berbeda dikelompokan ditempat

yang terpisah.

4. Penimbunan baja tulangan di udara terbuka dilakukan untuk

jangka waktu yang lama harus dicegah.

Untuk mendapat jaminan atas kualitas baja tulangan yang diminta,

maka disamping harus adanya certificate dari pabrikan (melalui

suplier) njuga harus terdapat sertificate dari laboratorium baik pada

saat pemesanan maupun secara periodik minimum 2 contoh percobaan

(stress-strain test) dan pelengkungan untuk setiap 20 ton baja

tulangan.

1.1.5 Pengendalian Mutu Semen

Semen/Portland Cement adalah bahan pengikat yang sangat penting,


terutama dalam pembuatan konstruksi beton bertulang. Semen yang
digunakan harus memenuhi syarat-syarat SII dan NI-8.

Adapun persyaratan semen yang tercantum dalam syarat-syarat


spesifikasi teknik proyek adalah sebagai berikut:

1. Semen yang digunakan untuk proyek ini adalah Portland Cement jenis II
menurut NI-8 atau type I menurut ASTM, memenuhi S.400 menurut
standart cement Portland yang digariskan oleh Asosiasi Cement
Indonesia.
2. Merk yang dipilih tidak dapat ditukar-tukar dalam pelaksanaan tanpa
persetujuan Pengawas lapangan.

3. Persetujuan PC hanya akan diberikan apabila dipasaran tidak diperoleh


semen dari merk yang telah dipilih dan telah digunakan.

4. Merk semen yang diusulkan sebagai pengganti dari merk semen yang
sudah digunakan harus disertai jaminan dari kontraktoryang dilengkapi
dengan data teknis yang membuktikan bahwa mutu semen pengganti
setaraf dengan mutu semen yang digantinya.

5. Batas-batas pengecoran yang memakai semen berlainan merk harus


mendapat persetujuan oleh Pengawas lapangan.

Semen merupakan bahan ikat hidrolis, yaitu bahan yang akan mengeras
jika dicampur dengan air dan merupakan bahan utama dalam
pembuatan adukan beton. Semen yang digunakan pada proyek
mempunyai mutu yang disyaratkan dalam NI-8-1972 dan SK SNI T-15-
1991-03.

Semen jenis ini mempunyai sifat-sifat antara lain:

6. Kehalusan butir, semakin halus permukaan butiran semakin luas


permukaan butiran semen tersebut, sehingga semakin sempurna
pengikatan dan pengerasannya.

7. Pengikatan awal baru dimulai satu jam setelah dicampur dengan air.
Tenggang waktu ini dipergunakan untuk mengolah, mengangkut dan
menempatkan adukan semen.

8. Kekuatan adukan setelah mengeras mempunyai nilai tertentu.

Dalam pelaksanaan di lapangan untuk mencegah terjadinya kerusakan


semen maka dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Semen harus didatangkan dan disimpan dalam kantung/zak yang utuh.
Berat semen harus sama dengan yang dicantumkan dalam zak.

2. Semen harus disimpan dalam gudang yang kering, terlindung dari


pengaruh cuaca, berventilasi cukup dan lantai yang bebas dari tanah.

3. Semen harus dalam keadaan yang belum mulai mengeras jika ada bagian
yang mulai mengeras, bagian tersebut harus dapat ditekan hancur oleh
tangan bebas (tanpa alat) dan jumlah bagian yang mulai mengeras ini
tidak lebih dari 5% berat semen.

4. Pada bagian semen yang mengeras tersebut harus dicampurkan semen


dalam jumlah yang sama dengan syarat bahwa kualitas beton yang
dihasilkan harus sesuai dengan yang diminta perencana.

1.1.6 Pengendalian Mutu Air

Adapun syarat- syarat air yang dapatdigunakan sebagai pencampuran

beton antara lain :

1. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton

kecuali ketentuan berikut terpenuhi (SNI 03-2847-200) :

a. Pemilihan proposi campuran beton harus didasarkan pada

campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang

sama.

b. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar

yang dibuat dari addukan dengan air yang tidak dapat diminum

harus mempunyai sekurang-kurangnya sama dengan 90 % dari

kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat


diminum (menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi

50mm ).(ASTM C 109)

2. Air mempunyai PH 4,5 -7 (SNI 03-2847-200)

3. Air tidak mengandung debu atau coloid (SNI 03-2847-200

4. Air harus bersih (PUBI – 1982 Ps 2.1).

5. Tidak mengandung lumpur, minyak, dan benda terapung lainnya yang

dapat dilihat secara visual (PUBI – 1982 Ps 2.2).

6. Tidak mengandung benda - benda tersuspensi lebih dari 2 g/lt (PUBI –

1982 Ps 2.3).

7. Tidak mengandung garam - garam yang dapat larut dan dapat merusak

beton (asam-asam, zat organik, dsb) lebih dari 15 g/lt (PUBI – 1982 Ps

2.4).

8. Air untuk pembuatan dan perawatan tidak boleh mengandung minyak,

asam, alkali, garam - garam, bahan-bahan organis atau bahan - bahan

lain yang dapat merusak beton dan baja Tulangan (PUBI 1971 Ps 1).

1.2 Pengendalian Biaya (Budget Control )

Pengendalian biaya pelaksanaan bertujuan agar biaya yang dikeluarkan

pada proyek tidak menyimpang atau melebihi dari biaya yang telah

direncanakan. Pengendalian biaya pelaksanan pekerjaan dapat

dilaksanakan dengan penekanan pengeluaran beberapa hal.

a. Material atau Bahan

Dalam pemakaian bahan harus diusahakan seefisien mungkindan

diusakan tidak terjadi pembuangan material secara berlebihan. Hal


tersebut dapat dicapai dengan memperhitungkasn secara teliti

kebutuhan bahan yang digunakan.

Penggadaan bahan dilokasi proyek harus sesuai dengan

kepentinganya. Jadwal kedatangan material berdasarkan volume

kegiatan yang dapat dihitung dari jumlah dan jenis material yang

diperlukan sehingga tidak terjadi pembuatan material secara percuma,

misalnya: pasir atau kerikil yang datang diperiksa oleh pengawas

apakah volume material tersebut sesuai dengan volume yang

direncanakan, yaitu dengan cara mengukur bak truk dikaitkan dengan

ketinggian material yang ada di dalamnya.

Pengendalian material digunakan untuk mengetahui mutu pekerjaan

yang dihasilkan apakah sesuai dengan persyaratan dalam kontrak

kerja. Pengendalian material yang digunakan ini, misal : bahan

material semen dimana pengawas berhak memeriksa semen yang

disimpan di gudang pada setiap waktu dan dapat menyatakan

menerima atau menolak semen tersebut.

b. Peralatan

Perencanaan secara cermat trehadap jenis peralatan yang dipakai

sangat diperlukan karena sangat berpengaruh terhadap kelancaran dan

kemudahan pelaksanaaan pekerjaan yang akhir akan berpengaruh

pada biaya operasi yang akan dikeluarkan. Peralatan yang digunakan

pada proyek ini telah sesuai dengan jumlah dan volume pekerjaan
yang telah direncanaka. Jika terdapat keterlambatan waktu kedatangan

peralatan maka hal ini disebabkan adanya masalah teknis.

c. Tenaga Kerja

Pemakaian tenaga kerja pada suatu pekerjaan harus disesuaikan

dengan volume pekerjaan yang sedang dilaksanakan sehingga dapat

dicapai kondisi yang optimal antara jumlah tenaga kerja yang ada

dengan volue pekerjaan yang harus dilaksanakan. Pada proyek yang

ditinjau dapat diamati jumlah tenaga kerja yang digunakan sesuai

dengan pekerjaan, hal ini daat dibuktikan dengan tidak adanya

pekerjan yang beristirahat saat jam kerja.

Dari point – point tersebut dapat diketahui bahwa pengendalian biaya

pelaksanaan proyek telah dilaksankandengan baik.

1.3 Pengendalian Waktu (Time Control)

Pengendalian waktu pelaksanaan adalah upaya untuk mengontrol agar

pelaksanaan proyek tidak melebihi waktu yang telah direncanakan, yang

didalmnya dibantu pengawasan aktivitas utama yang berada pada lintasan

kritis dalam suatu kerangka target waktu.Pada lintasan kritis tidak boleh

terjadi keterlambatan waktu, karena akan mempengaruhi umur proyek.

Dalam monitoring dan pengendalian waktu juga digunnakan bar chart dan

network planning yang selanjutnya digunakan CPM,untuk dapat

mengendalikan waktu dengan tepat.Pengendalian terhadap waktu

pelaksanan dititik beratkan pada upaya menyelesaikan proyek dalam


waktu yang ditetapkan. Pengendalian waktu sangat penting terutama

menyangkut waktu pelaksanaan proyek.

a. Man Power Schedule

Man Power Schedule merupakan bagian yang manganalisis kebutuhan

tenaga kerja untuk menjaga waktu tertentu. Man power schedule

disusun berdasarkan bobot kegiatan pada time schedule yaitu dengan

meninjau kemampuan satu orang pekerjaan untuk menyelesaikan satu

satuan volume pekerjaan dalam satuan volume pekerjaan dalam

satuan waktu (hari/minggu/bulanan). Pekerjaan alat berat, jumlah

pekerjaan yang dibutuhkan,dihitung dengan mempertimbangan

kapasitas alat. Kebutuhan pekerjaan saat awal kegiatan akan

mengalami peningkatan sampai pertengahan kegiatan dan akan

menurun saat akhir pekerjaan.

b. Material Schedule

Material schedule disusun berdasarkan bobot kegiatan pada time

schedule.

Material schedule menyatakan jumlah material dan peralatan yang

dibutuhkan untuk jangka waktu tertentu. Penyusunan material

schedule diperlukan untuk menjamin ketersediaan material dan

peralatan yang dip[erlukan di lapangan. Jenis material yang

diperlukan tergantung pada metode pelaksanaan proyek.

Dalam proyek pembangunan pengendaliaan waktu secara rill dapat

dimonitoring langsung dengan kurva S sehingga dapat diketahui


perencanaan, pelaksanaan,dan kemajuaan pekerjaan proyek, serta

kontrol terhadap waktu bisa dikendalikan. Bentuk material schedule

yang dierapkan dalam kurva s merupakan grafik hubungan antara

bobot prestasi pekerjaan dengan waktu pelaksanaan.

Untuk mengetahui prestasi pekerjaan, caranya dengan menghitung

bobot tiap jenis pekerjaan dalam suatu interval waktu. Setelah

menentukan bobot prestasi kemudian dibuat cara rencana waktu

pelaksanaan untuk menyelaisaikan masing-masing pekerjaan,

kemudian menentukan waktu pelaksanaan pekerjaan yang dikerjakan

terlebih dahulu.

Anda mungkin juga menyukai