Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara sebagai suatu entitas adalah abstrak. Hal yang Nampak adalah sesuatu yang
berupa rakyat, wilayah, dan pemerintah. Salah satu unsur negara adalah rakyat. Rakyat yang
tinggal di wilayah negara menjadi penduduk negara yang bersangkutan. Warga negara adalah
bagian dari penduduk suatu negara. Warga negara memiliki hubungan dengan negaranya.
Hubungan itu lazin disebut sebagai kewarganegaraan. Kedudukannya sebagai warga negara
menciptakan hubungan berupa status (identitas), partisipasi, hak, dan kewajiban yang bersifat
timbal balik (resiprokalitas).
Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang
menjadi unsur negara atau warga dari suatu negara yakni peserta dari suatu persekutuan yang
didirikan dengan kekuatan bersama. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban
masing-masing yang harus dilakukannya. Segala sesuatu tentang hak dan kewajiban tersebut
sudah diatur oleh negara. Dan demi terwujudnya kesejahteraan setiap warga negara kita harus
dapat menyeimbangkan antara hak dan kewajiban.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan warga negara ?
2. Apa hak dan kewajiban warga negara menurut UUD 1945?
3. Seperti apa problema status kewarganegaraan dan ketidakseimbangan hak serta
kewajiban warga negara saat ini ?

1.3 Tujuan
1 Menjelaskan pengertian warga negara.
2 Memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara.
3 Mengetahui seperti apa problema tentang kewarganegaraan saat ini

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Warga Negara


Kata warga negara berasal dari bahasa inggris, citizen, yang memiliki arti warga negra
atau dapat diartikan sesame penduduk dan orang setanah air. Warga negara adalah orang-
orang yang menjadi bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara itu sendiri.
Berikut merupakan beberapa definisi warga negara menurut beberapa ahli.
1. A.S Hikam
Mendefinisikan bahwa warga negara merupakan terjemahan dari”citizenship”, yaitu
anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri.
2. Koerniatmanto S.
Mendefinisikan warga negara dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang
warga negara memiliki kedudukan yang khusus terhadap negaranya. Ia memiliki
hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.
3. Austin Ranney
Warga negara adalah orang-orang yang memiliki kedudukan resmi sebagai anggota
penuh suatu negara.
4. UU No. 62 Tahun 1958
Menyatakan bahwa warga negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang
berdasarkan perundang-undangan dan tau perjanjian-perjnjian dan atau peraturan-
peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara
Repubik Indonesia.
Secara umum warga mengandung arti peserta atau anggota dari suatu organisasi
perkumpuIan. Jadi secara sederhana warga negara diartikan sebagai anggota dari suatu
negara. Istilah warga negara merupakan terjemahan kata citizen (Inggris). Kata citizen secara
etimologis berasal dari bangsa romawi yang pada waktu itu berbahasa Latin, yaitu kata
"civis" atau "civitas" yang berarti anggota warga dari city-state. Selanjutnya kata ini dalam
bahasa Prancis diistilahkan "citoyen" yang bermakna warga dalam "cite" (kota yang memiliki
hak-hak terbatas. Dengan demikian, citoyen atau citien bermakna warga atau penghuni kota).
Selain istilah warga negara, kita juga sering mendengar istilah lainnya, seperti rakyat dan
penduduk. Rakyat lebih merupakan konsep politis dan menunjuk pada orang-orang yang
berada di bawah satu pemerintahan dan tunduk pada pemerintahan itu. Istilah rakyat
umumnya dilawankan dengan penguasa. Sedangan penduduk adalah orang-orang yang

2
bertempat tinggal di suatu wilayah negara dalam kurun waktu tertentu. Orang berada di suatu
wilayah negara dapat dibedakan antara penduduk dan non penduduk. Lebih jauh lagi
penduduk negara dapat dibedakan menjadi warga negara dan orang asing atau bukan warga
negara. Berikut perbedaan antara warga negara dan bukan warga negara.
1. Seseorang disebut warga negara jika berdasarkan hukum ia merupakan anggota dari
wilayah negara yang bersangkutan, dengan memiliki status kewarganegaraan asli
maupun keturunan asing.
2. Seseorang disebut bukan warga negara jika berdasarkan hukum ia merupakan anggota
dari wilayah negara yang bersangkutan, tetapi tunduk pada kekuasaan pemerintah negara
lain. Misalnya, Duta Besar.
Dalam keseharian perngetian warga negara sering disebut dengan rakyat atau penduduk.
Padahal tidak demikian. Oleh sebab itu, terdapat perbedaan diantaranya adalah
1. Penduduk adalah orang-orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah negara dalam
kurun waktu tertentu. Penduduk dalam suata negara dapat dipilah lagi menjadi dua, yaitu
warga negara dan orang asing. Orang asing adalah orang – orang yang untuk sementara
atau tetap bertempat tinggal di negara tertentu, tetapi tidak berkependudukan sebagai
warga negara. Mereka adalah warga negara lain yang dengan izin pemerintah setempat
menetap di engara yang bersangkutan.
2. Bukan penduduk adalah orang yang hanya tinggal sementara waktu saja di suatu wilayah
negara. Contoh: orang Amerika yang berada di Malang untuk berwisata selama beberapa
waktu tertentu.
Di dalam suatu negara terdapat sejumlah orang yang berstatus sebagai warga negara
sekaligus penduduk, dan sejumlah penduduk yang berstatus bukan sebagai warga negara
(orang asing).
Perbedaan status atau kedudukan sebagai pendudukan dan bukan penduduk, serta
penduduk warga negara dan penduduk bukan warga negara menimbulkan perbedaan hak dan
kewajiban. Kebanyakan negara mennetukan bahwa hanya mereka yang berstatus sebagai
penduduk sajalah yang boleh bekerja di negara yang bersangkutan. Sedangkan di Indonesia
misalnya, hanya warga negara sajalah yang dapat dipilih maupun memilih dalam pemilihan
umum. Sedangkan untuk orang asing tidak diperbolehkan seperti hal tersebut.

3
Kewarganegaraan menunjukkan pada seperangkat karakteristik seorang warga.
Karakteristik atau atribut kewarganegaraan ini mencangkup beberapa hal yaitu:
1. Perasaan akan identitas.
2. Pemilikan hak – hak tertentu.
3. Pemenuhan kewajiban – kewajiban yang sesuai.
4. Tingkat ketertarikan dan keterlibatan dalam masalah publik.
5. Penerimaan terhadap nilai –nilai sosial dasar.
Pengertian kewarganegaraan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan sosiologis
a. Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanaya ikatan hukum antara
orang – orang dengan negara atau kewarganegaraan sebagai status legal. Dengan
adanya ikatan hukum itu menimbulkan akibat – akibat hukum tertentu, bahwa orang
tersebut berada di bawah kekuasaan negara yang bersangkutan. Tanda dari adanya
ikatan hukum seperti akte kelahiran, surat pernytaan, bukti kewarganegaraan, dan
lain – lainnya.
b. Kewarganegaraan dalam arti sosiologis tidak ditandai dengan adanya ikatan hukum,
tetapi ikatan emosional seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, dan
lain – lain. Dengan kata lain ikaatn ini lahir dari pengahayatan orang yang
bersangkutan.
2. Kewarganegaraan dalam arti formal dan material
a. Kewarganegaraan dalam arti formal menunjuk pada tempat kewarganegaraan dalam
sistematika hukum. Masalah kewarganegaraan atau ha ikhwat mengenai warga
negara berada pada hukum publik. Hal ini karena kaidah – kaidah mengenai negara
dan warga negara semata – mata bersifat publik.
b. Kewarganegaraan dalam arti material menunjuk pada akibat dari status
kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban serta partisipasi warga negara
akan berbeda dengan kedudukan seseorang sebagai orang asing.
Kewarganegaraan seseorang mengakibatkan orang tersebut memiliki pertalian hukum
serta tunduk pada hukum negara yang bersangkutan. Orang yang sudah memiliki
kewarganegaraan tidak jatuh pada kekuasaan atau kewenangan negara lain. Negara lain tidak
berhak memperlakukan kaidah – kaidah hukum pada orang yang bukan warga negaranya.
Sebelum mempunyai status menjadi warga negara atau status kewarganegaraan dari
suatu negara maka diperlukannya suatu aturan yang mengaturnya agar terhindar dari
kemungkinanan menjadi ‘apatride’ atau tidak berkewarganegaraan. Namun tidak juga setiap

4
negara memperbolehkan seseorang memiliki dua status kewarganegaraannya bersamaan.
Peraturan tersebut dibuat antar negara – negara untuk menghindari status dwi-
kewarganegaraan atau ‘bipatride’ tersebut. Negara yang berdaulat berwenang menentukan
kewarganegaraan seseorang. Ada dua asas kewarganegaraan seseorang, yaitu sebagai berikut:
1. Asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran
Berdasarkan kelahiran, ada dua asas dalam menentukan kewarganegaraan seseorang,
yaitu sebagai berikut:
a. Asas Ius Sanguinis (asas hubungan darah atau keturunan), yaitu asas yang
menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan kewarganegaraan orang
tuanya. Misalnya negara RRC yang menganut asas Ius Sanguinis, artinya jika ada
warga negara RRC yang melahirkan anak di negeri A, maka secara otomatis anak
tersebut menjadi warga negara RRC.
b. Asas Ius Soli (asas tempat atau daerah kelahiran), yaitu asas yang menetapkan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat atau daerah dimana orang tersebut
dilahirkan. Misalnya, negara Inggris yang menganut asas Ius Soli. Apabila ada
warga negara A melahirkan anak di engara Inggris, maka secara otomatis anak
tersebut menjadi warga negara Inggris.
2. Asas kewarganegaraan berdasakan perkawinan
Berdasarkan perkawinan, ada dua asas dalam menentukan kewarganegaraan seseorang,
yaitu sebagai berikut:
a. Asas persamaan hukum, adalah asas yang memiliki pandangan bahwa suami istri
merupakan keluarga yang memiliki ikatan kesatuan yang tidak boleh terpecah
sebagai inti dari masyarakat. Dengan demikian, diusahakan status kewarganegaraan
suami istri adalah sama.
b. Asas persamaa derajat, adalah asas yang memiliki pandangan bahwa perkawinan
tidak menyebabkan salah satu pihak tunduk secara hukum terhadap yang lain.
Keduanya memiliki hak yang sama untuk menentukan status kewarganegaraan
mereka sendiri. Dengan demikian, kewarganegaraan mereka sendiri. Dengan
demikian, mereka memiliki kewarganegaraan masing – masing sebagaimana
sebelum terjadi perkawinan.

5
Karena dengan adanaya status apartride dan bipatride, maka di dalam suatu negara
terdapat sistem yang lazim dipergunakan, yaitu sebagai berikut:
a. Stesel aktif, yaitu seseorang dapat menjadi warga negara diperlukan tindakan –
tindakan hukum tertentu secara aktif. Dengan demikian, seseorang dapat
menggunakan hak opsi atau hak untuk memilih menjadi warga negara.
b. Stesel pasif, yaitu seseorang secara otomatis menjadi warga negara tanpa harus
melakukan tindakan hukum tertentu. Dengan demikian, seseorang dapat
menggunakan hak repudiasi atau hak untuk menolak menjadi warga negara.
Unsur – unsur yang menentukan kewarganegaraan, yaitu:
1. Unsur darah keturunan (Ius Sanguinis)
Kewarganegaraan dari orang tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan
seseorang, artinya kalau seseorang dilahirkan dari orang tua yang berkewarganegaraan
Indonesia, ia dengan sendirinya akan menjadi warga negara Indonesia juga.
2. Unsur daerah tempat kelahiran (Ius Soli)
Daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan. Artinya, kalau
seseorang dilahirkan dalam daerah hukum Indonesia. Terkecuali anggota korps
diplomatik dan anggota tentara asing yang masih dalam ikatan dinas.
3. Unsusr pewarganegaraan (Naturalisasi)
Meskipun tidak dapat memenuhi prinsip Ius Ianguinis ataupun Ius Soli, seseorang dapat
memperoleh kewarganegaraan dengan cara yang lain, yaitu pewarganegaraan atau
naturalisasi. Dalam unsur ini syarat – syarat dan prosedur naturalisasi ini di berbagai
negara sedikit banyak dapat berlainan. Hal tersebut menurut kondisi dan situasi negara
masing – masing.
Kehilangan kewarganegaraan dapat terjadi karena banyak sebab, sesuai dengan Undang
– Undang Nomor 12 Tahun 2006 pasal 23 sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
RI Nomor 2 Tahun 2007 Pasal 31 warga negara Indonesia dengan sendirinya
kewarganegaraannya, karena beberapa hal yaitu:
1. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri.
2. Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang
bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu.
3. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden.
4. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu
di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan hanya dapat

6
dijabat oleh warga negara Indonesia (antara lain pegawai negeri, pejabat negara, dan
intelejen).
5. Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji kepada negara asing atau
bagian dari negara asing tersebut (adalah wilayah yuridiksi negara asing yang
bersangkutan).
6. Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan
untuk suatu negara asing.
7. Memiliki paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat
diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas
namanya.
8. Bertempat tinggal di luar wilayah RI selama 5 (lima) tahun terus – menerus bukan dalam
rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan
keinginannya untuk tetap menjadi warga Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun
itu berakhir (yang dimaksud alasan yang sah adalah alasan yang diakibatkan oleh kondisi
di luar kemampuan yang bersangkutansehingga ia tidak dapat menyatakan keinginan
untuk tetap menjadi warga negara Indonesia, antara lain karena keterbatasan mobilitas
yang bersangkutan, akibta paspornya tidak berada dalam penguasaan yang bersangkutan,
penderitaan pejabat tidak diterima).
Cara Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia
Dalam pasal 31 UU No. 12 Tahun 2006 dinyatakan bahwa seseorang yang kehilangan
kewarganegaraan Republik Indonesia dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya
melalui prosedur pewarganegaraan dengan mengajukan permohonan tertulis pada Menteri.
Bila pemohon bertempat tinggal di luar wilayah negara Indonesia, permohonan disampaikan
melalui perwakilan negara Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
pemohon.
Pemohon untuk memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga
diajukan oleh perempuan atau laki – laki yang kehilangan kewargnegaraannya akibat
perkawinan dengan orang asing sejak putusnya perkawinan. Kepala Perwakilan Republik
Indonesia akan merumuskan permohonan tersebut kepada Menteri dalam waktu paling lama
14 hari setelah menerima permohonan.
Wujud hubungan negara dan warga negara pada dasaenya pernan (role). Peranan pada
dasarnya merupakan tugas apa yang dilakukan sesuai dengan tugas yang dimiliki dalam
status sebagai warga negara. Suatu peranan tertentu menurut Soerjono Sukanto dapat
dijabarkan ke dalam unsur – unsur sebagai berikut.

7
1. Pernanan yang ideal (ideal role)
2. Pernanan yang seharusnya (expected role)
3. Pernanan menurut diri sendiri (perciened role)
4. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role)
Dilihat dari status warga negara yang meliputi dalam Pendidikan Kewarganegaraan Buku
Pegangan Mahasiswa (halaman 21):
1. Pernanan pasif, merupakan kepatuhan terhadap peraturan perundang – undangan yang
berlaku, sebagai cerminan seseorang warga negara yang taat, patuh, dan loyal kepada
negara.
2. Pernanan aktif, merupakan aktivitas warga negara untuk berpartipasi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, terutama dalam ikut serta mempengaruhi kebijakan
pemerintah.
3. Peranan positif, merupakan aktivitas warga negara untuk meminta pelayanan kepada
negara yang memang memiliki fungsi pelayanan umum (public service) untuk memenuhi
berbagai kebutuhan hidup warganya.
4. Peranan negatif, merupakan aktivitas warga negara untuk menolak campur tangan negara
(pemerintah) dalam persoalan atau hak yang bersifat pribadi.

2.2 Hak dan Kewajiban Warga Negara


Setiap warga negara memiliki hak dasar yang pada perkembangannya dikenal dengan
hak asasi manusia (HAM). Secara universal, dalam buku “Pendidikan Kewarganegaraan”
halaman 60 – 61 HAM dapat dibagai atau dibedakan sebagai berikut:
1. Hak asasi pribadi (personal rights), yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan untuk beragama, kebebasan bergerak dan lain sebagainya.
2. Hak asasi ekonomi (property rights), yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli,
menjualnya dan memanfaatkannya serta hak untuk mendapatkan kesejahteraan.
3. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
(right of legal equality)
4. Hak – hak sipil dan politik (civil and political rights), yaitu hak untuk dipilih dan
memilih dalam pemilu dan lain sebagainya.
5. Hak asasi sosial dan kebudayaan (social and cultural rights), misalnya hak untuk
mendapatkan dan memilih pendidikan.
6. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan dan tata cara peradilan dan perlindungan
(procedural rights), misalnya dalam penangkapan dan penggeledahan.

8
Hak dan kewajiban warga negara Indonesia tercantum dalam pasal 27 sampai pasal 34
UUD 1945. Beberapa hak warga negara Indonesia antara lain sebagai berikut.
1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2).
2. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan (Pasal 28A)
3. Hak membela negara
4. Hak berpendapat
5. Hak kebebasan memeluk agama (Pasal 28I ayat 1)
6. Hak mendapat pengajaran (Pasal 28C ayat 1)
7. Hak untuk mengembangkan dan memajukan budaya nasional Indonesia
8. Hak ekonomi untuk mendapatkan kesejahteraan sosial (Pasal 28I ayat 1)
9. Hak mendapat jaminan keadilan nasional (Pasal 28D ayat 1)

Kewajiban warga negara secara universal adalah sebagai berikut.


1. Menjunjung tinggi hukum baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
2. Mengakui pemerintahan yang sah baik pemerintahan daerah maupun pemerintahan
pusat.
Sedangkan kewajiban warga negara Indonesia terhadap negara Indonesia adalah sebagai
berikut.
1. Kewajiban untuk ikut serta dalam usaha pembelaan negara atau keamanan negara,
sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat 3 dan pasal 30 ayat 1 UUD 1945 dan pasal 68
UU no. 39 Tahun 1999.
2. Kewajiban untuk patuh pada peraturan perundang – undangan, hukum tak tertulis serta
hukum internasional tentang hak asasi manusia, sebagai mana diatur dalam pasal 67 dan
70 UU No. 39 Tahun 1999.
3. Kewajiban untuk menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan,diatur dalam pasal 27 ayat
1 UUD 1945.
4. Setiap warga negara berkewajiban untuk menjaga keutuhan, ersatuan, dan kesatuan
bangsa.
5. Setiap warga negara wajib membayar retribusi dan pajak yang telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
6. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa
agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.

9
2.3 Problema Status Kewarganegaraan dan Ketidakseimbangan Hak Serta Kewajiban
Warga Negara Saat Ini
Dalam hal problema status kewarganegaraan terdapat contoh pertanyaan yang dapat
mencerminkan dari beberapa hal yang terjadi dan dilakukan oleh warga negara Indonesia
pertanyaan dan jawabannya, adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada keharusan dan peraturan untuk melaporkan pernikahan antara WNI dan
WNA yang terjadi secara hukum dan agam di luar negeri?
Jawabannya adalah sebagai berikut.
Pernikahan Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA) atau
yang disebut sebagai perkawinan campuran diatur dalam dalam Pasal 56 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) yang
berbunyi:

Perkawinan di Indonesia antara dua orang warganegara Indonesia atau seorang


warganegara Indonesia dengan warga negara Asing adalah sah bilamana dilakukan
menurut hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi
warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan Undang-Undang ini.

Dari bunyi pasal di atas dapat diketahui bahwa pernikahan campuran yang
dilangsungkan di luar negeri itu adalah sah. Selama para pihak telah melaksanakan
pencatatan perkawinan di luar negeri sesuai hukum yang berlaku di negara dimana
perkawinan tersebut dilangsungkan, maka perkawinan adalah sah dengan segala akibat
hukumnya. Akibat hukum di sini misalnya status mengenai anak, harta perkawinan,
pewarisan, hak dan kewajiban suami – istri bila perkawinan berakhir karena perceraian
dan atau sebagainya. Namun, untuk sahnya perkawinan yang dilangsungkan di luar
negeri tersebut menurut hukum Indonesia harus dilakukan pencatatan dan pelaporan pada
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Indonesia.

Apakah ada keharusan untuk melaporkan perkawinan campuran yang dilangsungkan di


luar negeri di catatan sipil Indonesia, maka berpedoman pada Pasal 56 ayat (2) UU
Perkawinan yang berbunyi:

10
Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat
bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat
tinggal mereka.

Melihat dari bunyi Pasal 56 ayat (2) UU Perkawinan di atas dapat diketahui bahwa surat
bukti perkawinan WNI dan WNA yang berlangsung di luar negeri itu harus
didaftarkan/dicatat di Kantor Pencatatan Perkawinan satu tahun setelah suami – isteri itu
kembali ke wilayah Indonesia. Artinya, kewajiban pasangan perkawinan campuran
tersebut untuk mencatatkan perkawinannya berlaku saat mereka kembali ke wilayah
Indonesia. Jadi, tidak masalah apabila pasangan perkawinan campuran saat ini menetap
di luar negeri. Namun, saat mereka kembali ke wilayah Indonesia mereka harus
mendaftarkan perkawinannya di kantor pencatatan perkawinan dalam kurun waktu 1
(satu) tahun.

Selain itu, mengenai perkawinan di luar negeri ini juga diatur dalam Pasal 38 Peraturan
Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran
Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 96/2018”). Lebih lanjut diatur pada Pasal 39
Perpres 96/2018.

Jadi pencatatan perkawinan bagi WNI di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dilakukan pada instansi yang berwenang di negara setempat. Dalam hal negara
tersebut tidak menyelenggarakan pencatatan perkawinan bagi orang asing, pencatatan
dilakukan oleh Perwakilan Republik Indonesia.

Kemudian, setelah WNI tersebut kembali ke Indonesia, WNI wajib melapor kepada
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota atau Unit Pelaksana Teknis
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota di tempat Penduduk
berdomisili dengan membawa bukti pelaporan/pencatatan perkawinan di luar negeri dan
kutipan akta perkawinan.

2. Bagaimana solusi terkait kasus kewarganegaraan yang dialami oleh Arcandra Tahar?

11
Mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar kini tidak lagi punya status kewarganegaraan
(stateless). Ada sejumlah cara yang bisa dilakukan otoritas Keimigrasian RI untuk
membantu Arcandra mendapatkan kembali status kewarganegaraannya.

"Status stateless ini diatasi dengan cara pertama, otoritas Keimigrasian tidak
menganggap Arcandra sebagai WNA yang kehilangan kewarganegaraannya saat berada
di Indonesia yang biasanya akan dilakukan tindakan keimigrasian berupa penempatan di
rumah detensi atau dilakukan deportasi mengingat Arcandra adalah WNA asal Indonesia

Menurut Hikmahanto, Arcandra dapat disebut sebagai WNA asal Indonesia karena
lulusan ITB dan Texas A&M University, AS, itu punya keterkaitan dengan Indonesia
yakni tempat kelahiran dan kewarganegaraan orang tuanya.

Solusi kedua, pihak Keimigrasian juga dapat mencari tahu kepemilikan rumah di
Indonesia. Kepemilikan rumah ini menurut Hikmahanto menunjukkan Arcandra
bertempat tinggal secara yuridis di Indonesia meski secara fisik tidak selalu berada di
Indonesia.

"Bila tempat tinggal tersebut sudah dimiliki lebih dari 10 tahun maka otoritas
Keimigrasian dapat mengeluarkan keterangan bahwa Arcandra telah bertempat tinggal di
wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut,"

Selanjutnya, Arcandra dapat mengikuti tata cara memperoleh kewarganegaraan


Indonesia kembali, termasuk membuat permohonan kepada Presiden dan mengucap
sumpah setia kepada Negara Republik Indonesia.

Ketidakseimbangan pelaksanaan hak dan kewajiban dapat berakibat fatal. Contoh


peristiwa di era reformasi, kendali sosial tampak lebih longgar. Rakyat menuntut apa yang
menjadi haknya selama Orde Baru terberangus. Penuntutan hak yang tak terkendali, tanpa
disertai tanggung jawab bersama mebgakibatkan keadaan rusuh di mana-mana. Peristiwa Mei
1998 kiranya merupakan sekelumit kisah pahit yang mengukir sejarah Indonesia berkenaan
dengan pelaksanaan hak yang tidak disertai tanggung jawab dan kewajiban sebagai bangsa
yang beradab dan berbudaya. Bangsa kita menorehkan noda hitam dalam sejarah perjalanan
hidupnya sebagai suatu bangsa.

12
Contoh lain adalah adanya pengusaha besar yang terlambat atau bahkan tidak membayar
hutang kepada pemerintah. Mereka tidak mau melaksanakan kewajibannya. Bahkan dengan
tenang mereka pergi ke luar negeri. Mereka menyalahgunakan kemudahan yang diberikan
oleh Pemerintah. Demikian pun beberapa orang kaya yang tidak mau membayar pajak. Para
pejabat negara malah melakukan korupsi yang merupakan uang negara atau uang rakyat.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

14
Hurri Ibnu dan Asep Munajat, Pendidikan Kewarganegaraan, Nurani, Bekasi, 2016, hlm 60-
61.
Herkulanus Entangai, dkk. Pendidikan Agama Katolik: Dewasa dalam Komunikasi Iman.
2004. Jakarta. Hlm 143
Hestu Cipto Handoyo. 2003. Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan Hak Asasi
Manusia.

15

Anda mungkin juga menyukai