Anda di halaman 1dari 21

BAB II

PEMBAHASAN

DIABETES

PENGERTIAN

Diabetes adalah suatu penyakit gangguan pada endokrin yang merupakan hasil dari proses destruksi
sel pankreas sehingga insulin mengalami kekurangan. Diabetik katoasidosis adalah suatu gangguan
metabolic karena adanya keton yang diproduksi secara berlebihan dan mengancam kehidupan yang
ditandai dengan hiperglikemi, asidosis metabolic, dehidrasi dan perubahan tingkat kesadaran.

PREVALENSI

World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah pasien diabetes di Indonesia dari
8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030, bahkan Indonesia menempati
urutan keempat di dunia sebagai jumlah penderita diabetes melitus terbanyak setelah India, China,
dan Amerika (Pratiwi, 2007 dikutip dari Aini et al., 2011).

Berdasarkan laporan yang berasal dari rumah sakit dan puskesmas di Jawa Tengah tahun 2006, kasus
DM secara keseluruhan sebanyak 259.703 (80,97 per1.000 penduduk). Penduduk dan kasus DM
yang tergantung insulin (DM tipe 1) sebesar 8,41 per 1.000 penduduk (depkes, 2006). Pada tahun
2010 pasien DM mencapai 396 kasus. Pada tahun 2011 terdapat sebanyak 411 kasus. Untuk tahun
2012 sampai bulan mei sudah mencapai 230 kasus (Perwira, 2012), DM tipe 1 sebesar 10%. Diabetes
tipe lain dan diabetes kehamilan sekitar 5%.

A. Etiologi

Sindrom klinis hasil DM dari berbagai macam mekanisme etiologi dan patogen.
DM tipe 1 adalah penyakit autoimun yang muncul ketika seseorang dengan
kecenderungan genetik terpapar pada peristiwa pencetus, seperti infeksi virus. DM tipe
2 lebih mungkin dipengaruhi oleh faktor genetik yang lebih kuat, tetapi belum
diketahui. Jadi asalnya dianggap poligenik.

 Faktor genetik
DM tipe 1 tidak diwariskan, tetapi faktor keturunan merupakan faktor utama dalam
etiologi. Dalam lebih dari 40 sindrom genetik langka, diabetes adalah fitur utama
(Harris, 2003). Tidak ditemukan pola mendelian sederhana untuk DM. Anak-anak yang
lahir dari ayah dengan DM tipe 1 sekitar tiga kali lebih mungkin untuk mengalami DM
tipe 1 (sekitar 7% frekuensi) daripada anak-anak yang lahir dari ibu dengan DM tipe 1
(frekuensi sekitar 2%) (lihat kotak Fokus Penelitian). Setidaknya 60% kerentanan
genetik terhadap DM tipe 1 diberikan oleh human leukocyte antigen (HLA) pada
kromosom 6. Beberapa alel telah terlibat, termasuk DR3, DR4, dan DQ8. Alel dengan

1
risiko tertinggi (DR3 dan DR4) ditemukan pada 95% pasien dengan diabetes. Hanya
50% orang nondiabetes yang memiliki alel ini.
 Mekanisme Autoimun
Antibodi sel pulau pankreas (ICA) ditemukan pada sekitar 70% hingga 85% pasien
yang baru didiagnosis dengan DM tipe 1. Antibodi hilang 1 tahun setelah diagnosis
pada kebanyakan orang, tetapi pada beberapa antibodi itu dapat bertahan selama
bertahun-tahun. Teori saat ini adalah bahwa kehadiran gen HLA menyebabkan cacat
pada sistem kekebalan yang membuat pemiliknya rentan terhadap peristiwa pemicu,
yang dapat menjadi sumber makanan, virus, bakteri, atau bahan kimia yang mengiritasi.
Faktor predisposisi memulai proses autoimun yang secara bertahap menghancurkan sel
beta. Tanpa sel beta, tubuh tidak dapat memproduksi insulin. Tidak jelas apakah ICA
adalah hasil dari proses inflamasi atau aspek signifikan dari kerusakan sel beta. Ada
kontroversi mengenai apakah respons autoimun terutama dimediasi oleh respons
limfosit atau respons humoral (antibodi) atau merupakan hasil dari keduanya. Ada
hubungan yang kuat antara DM tipe 1 dan gangguan endokrin autoimun lainnya.
Peningkatan insiden gangguan endokrin autoimun lainnya, seperti tiroiditis dan
penyakit Addison, telah ditemukan pada keluarga anak-anak dengan DM tipe 1 yang
terkait dengan DR3. Para peneliti juga menemukan anti-ICA di sejumlah kerabat
tingkat pertama yang tidak terpengaruh dari anak-anak dengan DM tipe 1 (Bingley dan
Gale, 2006). Temuan ini menawarkan harapan untuk mengidentifikasi orang yang
berisiko diabetes dengan kemungkinan skrining dan implementasi terapi. Penelitian
juga terus mengidentifikasi risiko genetik dan pemicu lingkungan dengan harapan
mengembangkan strategi pencegahan seperti imunisasi. Pengobatan dengan siklosporin
atau bentuk imunosupresi lainnya telah diuji sebagai intervensi awal pada orang yang
baru didiagnosis dengan DM tipe 1. Efek imunosupresi seumur hidup harus hati-hati
ditimbang terhadap efek seumur hidup diabetes
 Virus
Berbagai virus, termasuk gondong, coxsackievirus B, dan rubella bawaan, telah terlibat
sebagai faktor lingkungan utama dalam etiologi DM. Sel pulau tampaknya sangat
rentan terhadap kerusakan virus langsung atau penghinaan bahan kimia. Virus
berfungsi sebagai faktor pencetus, atau "pemicu," yang menyebabkan respons autoimun
pada pasien. Etiologi viral juga membantu menjelaskan variasi musiman pada
permulaan DM. Meskipun variasi musiman ini tidak jelas pada anak di bawah usia 5

2
tahun, peningkatan yang ditandai pada anak yang lebih tua selama bulan-bulan musim
dingin sangat menunjukkan hubungan penyakit menular dalam penyebab atau ekspresi
diabetes pada anak.
B. Manifestasi Klinis
 Poliuria

Sekresi insulin berkurang menyebabkan kadar gula darah meningkat. Kadar


gula darah yang tinggi menyebabkan diuresis osmotik berlebih sehingga terjadi
pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urine.

 Polidipsi

Kadar gula darah yang tinggi menyebabkan darah menjadi lebih pekat sehingga
terjadi peningkatan tekanan osmolalitas yang menyebabkan cairan dari intraseluler
berpindah ke intravaskular. Penurunan volume cairan intraseluler menyebabkan
dehidrasi sel sehingga timbul respon rasa haus berlebih.

 Poliphagi

Kadar gula darah yang tinggi dan tidak diangkut ke dalam sel menyebabkan sel
kekurangan glukosa untuk diubah menjadi energi. Sel akan memetabolisme cadangan
makanan sehingga tubuh kekurangan cadangan makanan sehingga timbul respon tubuh
berupa lapar yang berlebih.

 Berat badan turun

Pemecahan jaringan otot dan lemak untuk memenuhi kebutuhan sel tubuh
secara terus menerus akan menyebabkan berat badan turun.

 Kelemahan otot (kelelahan)

Sel tubuh yang kekurangan glukosa akan melakukan kompensasi berupa


pemecahan glikogen menjadi glukosa di hati yang menyebabkan massa otot menurun
sehingga timbul kelemahan otot.

 Penglihatan kabur

Darah yang kental menyebabkan aliran darah ke jaringan perifer berkurang


yang menyebabkan suplai oksigen ke retina juga berkurang sehingga timbul respon
penglihatan kabur.

3
C. Patofisiologi
 Insulin dihasilkan oleh kelenjar pancreas yang dibutuhkan untuk pemanfaatan
glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk metabolism karbohidrat,
protein, dan lemak.
 Insulin membantu transportasi glukosa ke dalam sel dan membantu pergerakkan
senyawa senyawa keton ke dalam sel sebagai sumber energi sekunder.
 Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan metabolism
karbohidrat, protein dan lemak. Yang mana tanpa insulin glukosa tidak dapat masuk
ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen vascular yang kemudian terjadilah
hiperglikemi dengan demikian akan meningkatkan konsentrasi dalam darah.
 Terjadinya hiperglikemi akan menyebabkan osmotic diuresis yang kemudian
menimbulkan perpindahan cairan tubuh dari rongga intraseluler ke dalam rongga
interstitial kemudian ke ekstra sel. Terjadinya osmotic diuretic menyebabkan
banyaknya cairan yang hilang melalui urin (poliuria) sehingga sel akan kekurangan
cairan dan muncul gejala polidipsi (kehausan). Terjadinya polyuria mengakibatkan
hilangnya secara berlebihan potassium dan sodium dan terjadi gangguan elektrolit.
Dengan tidak adanya glukosa yang mencapai sel, maka sel akan mengalami
“starvation” (kekurangan makanan atau kelaparan) sehingga menimbulkan gejala
polipagi (kelaparan secara berlebihan atau makan secara berlebihan), fatigue dan
berat badan menurun.
 Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat difiltrasi
oleh glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga menyebabkan lolos dalam
urin yang disebut sebagai glikosuria.
 Pada ketoasis, muncul karena sel tidak memperoleh glukosa untuk metabolisme
seluler oleh karena tidak adanya insulin dengan demikian untuk memperoleh energy
maka lemak dipecah menjadi asam lemak dan gliserol yang kemudia oleh hati
dipecah lagi menjadi benda benda keton. Dan apabila berlebihan muncul sebagai
ketonuria.

D. Komplikasi
Komplikasi jangka panjang dari diabetes mellitus melibatkan mikrovaskuler dan
makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler meliputi: nefropati, retinopati, dan
neuropati. Penyakit mikrovaskular muncul selama 30 tahun pertama diabetes, dimulai

4
dari 10 hingga 15 tahun pertama setelah pubertas dengan munculnya proteinuria dan
tanda-tanda klinis retinopati (Hockenberry, 2014).
American Diabetes Association (2002) dalam Hockenberry (2014) menyatakan bahwa
apabila diabetes anak tidak dikontrol dengan baik, perubahan vaskuler dapat muncul
2,5 hingga 3 tahun setelah terdiagnosis. Namun jika dikontrol dengan baik, perubahan
vaskuler dapat muncul 20 tahun lebih kemudian.
Protein dari darah disimpan di dinding pembuluh darah kecil (mis., glomerulus) dibantu
oleh senyawa glukosa (radikal glukosil). Pembentukan substansi ini menyebabkan
pembuluh darah menyempit dan kemudian mengganggu mikrosirkulasi (Rosenson dan
Herman, 2008 dalam Hockenberry, 2014).
Komplikasi lainnya meliputi hipertensi dan aterosklerosis (Karik, Fields, dan Shannon,
2007 dalam Hockenberry, 2014).

5
Pathway DM
Etiologi
Genetik Auto Imun Virus (Gondong,
rubella bawaan)

Ayah / Ibu Muncul gen HLA


DM Tipe 1 Respon auto
imun
Cacat kekebalan
tubuh
Menyerang sel
beta
Rentan thd virus
dan bakteri
Produksi insulin

Menghancurkan
sel beta

DM

Sel kurang Tekanan Hiperfiltrasi Sel kurang Gula darah


glukosa osmotik glukosa

Nefron
Perpindahan menebal & Darah kental
ATP cairan Hormon Merangsang
menimbulkan
interstitial ke luka glukogen hipotalamus
intravaskuler mengaktifkan meningkatkan
Energi Aliran darah
glukoneogen asupan
ke perifer
Diuresis Fungsi makanan

Kelelahan osmotik nefron Glukoneogenesis


Polifagia Penglihatan
Poliuri Kebocoran kabur
BB
Protein
Kehilangan Penimbunan
cairan Asupan Retinopati
Albumin di oksigen & gizi lemak di Diabetik
berlebih pembuluh
dlm urin pd saraf
darah kapiler
Dehidrasi
Nefropati
Sel saraf Arteroklorosis
Diabetik
menjadi rusak
Kulit Polidipsi Tekanan
kering Aliran darah aliran
Neuropati ke kapiler 6 darah
Diabetik
Hipertensi
Pemeriksaan Penunjang

1. Kadar Glukosa Darah Puasa

Saat klien tidak makan makanan selain minum air selama paling tidak 8 jam. Sampel
darah ini secara umum mencerminkan kadar glukosa dari produksi hati. Diagnosis DM dibuat
ketika kadar glukosa darah klien > 126 mg/dl. Nilai antara 110 – 125 mg/dl mengindikasikan
intoleransi glukosa puasa.

2. Kadar Glukosa Darah Sewaktu

DM berdasarkan manifestasi dan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl. Sampel
glukosa darah diambil sewaktu-waktu tanpa puasa. Peningkatan kadar glukosa darah mungkin
terjadi setelah makan,situasi penuh stress, dan dalam sampel yang diambil dari lokasi IV atau
dalam kasus DM.

3. Kadar Glukosa Darah Setelah Makan

Kadar glukosa darah setalah makan diambil setelah 2 jam makan standard
mencerminkan efisiensi pengambilan glukosa yang diperantarai insulin oleh jaringan perifer.
Secara normal, kadar glukosa darah seharusnya kembali ke kadar puasa di dalam 2 jam. Kadar
glukosa darah 2 jam setalah makan > 200 mg/dl. Pada lansia, kadar glukosa setalah makan
lebih tinggi meningkat 5-10 mg/dl per dekade setelah usia 50 tahun karena penurunan normal
toleransi glukosa berhubungan dengan usia. Merokok dan minum kopi dapat mengarah kepada
peningkatan nilai palsu saat 2 jam, sedangkan stress olahraga dapat mengarah kepada
penurunan nilai palsu.

Tabel interpretasi kadar glukosa darah (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma vena <110 110 – 199 >200

Darah kapiler <90 90 – 199 >200

Kadar glukosa darah puasa

7
Plasma vena <110 110 – 125 >126

Darah kapiler <90 90 – 109 >110

Uji Laboratorium Terkait DM

1. Kadar Hemoglobin Glikosilase

Glukosa secara normal melekat dengan sendirinya pada molekul hemoglobin dalam sel
darah merah. Oleh karena itu lebih tinggi kadar glukosa darah, kadar henmoglobin glikosilase
juga lebih tinggi ( HbA1c). Batasan HbA1c dirujuk sebagai A1C. A1C adalah kadar glukosa
darah yang diukur lebih dari 3 bulan sebelumnya. AIC bermanfaat dalam mengevaluasi
pengendalian glikemia jangka panjang. Untuk menghindari komplikasi terkait diabetes, ADA
merekomendasikan menjadi kadar A1C dibawah 7%. A1C seharusnya dilakukan tiap 6
bulanan pada klien yang telah memenuhi target primer pengendalian glikemik ( <7% ) dan
setiap 3 bulanan pada klien yang belum mencapai target primer pengendalian glikemik.
Kondisi-kondisi yang meningkatkan pergantian eritrosit, seperti perdarahan, kehamilan, atau
asplenia mengarah kepada konsetrasi A1C rendah palsu. Dosis tinggi aspirin,alcohol, terapi
heparin dapat menyebabkan peningkatan kadar A1C palsu.

2. Kadar Albumin Glikosilase

Glukosa juga melekat pada protein, albumin secara primer. Konsetrasi albumin
glikosilase mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata jangka pendek diperlukan.

3. Kadar Connecting Peptide ( C-Peptida )

Ketika proinsulin diproduksi oleh sel beta pankreas sebagian dipecah oleh enzim, 2 produk
terbentuk insulin, dan connecting peptide, umumnya disebut C-peptide. C-peptide dan insulin
dibentuk dalam jumlah yang sama. Ini mengindikasikan jumlah produksi insulin endogen.DM
tipe 1 biasanya memiliki konsentrasi C-peptide rendah tau tidak ada. DM tipe 2 cendrung
memiliki kadar normal atau peningkatan c-peptide.

8
4. Ketonuria

Kadar keton urine dapat dites dengan tablet atau distrip oleh klien. Adanya keton dalam
urine (disebut ketonuria) mengindikasikan bahwa tubuh memakai lemak sebagai sumber utama
energi, yang mungkin mengakibatkan ketoasidosis.

5. Proteinuria

Microalbuminuria mengukur jumlah protein di dalam urine (proteinuria) secara


mikroskopis. Adanya protein ( microalbuminuria ) dalam urine adalah gejala awal dari penyakit
ginjal. ADA merekomendasikan semua klien DM di uji microalbuminuria setiap tahun.Namun,
beberapa klien perlu pemeriksaan lebih sering untuk mendeteksi perjalanan penyakit ginjal
terkait efek yang tidak diinginkan dari obat-obat tertentu pada ginjal.

Pemantau Glukosa Darah Sendiri ( PGDS )

PGDS direkomendasikan untuk semua klien tanpa memperhatikan apakah klien dengan
DM Tipe 1, Tipe 2, atau DM gestasional.Frekuensi dan waktu PGDS bergantung pda
kebutuhan dan tujuan dari masing-masing induvidu klien.DM Tipe 1 dan ibu hamil yang
mendapat insulin, PGDS direkomendasikan >3 kali sehari. Tes seharusnya dilakukan sebelum
setiap makan, sebelum waku tidur, dan mungkin pada pertengahan malam ( 3 pagi ).

Waktu ekstra untuk kadar PGDS seharusnya termasuk sebagai berikut.

1. Ketika memulai obat baru atau insulin


2. Ketika memulai obat yang memengaruhi kadar glukosa darah ( steroid )
3. Ketika sakit atau di bawah banyak stress/ tekanan
4. Ketika menduga bahwa kadar glukosa terlalu tinggi sebaliknya.
5. Ketika kehilangan atau penambahan berat badan
6. Ketika ada perubahan dosis obat, rencana diet, atau rencana aktivitas fisik.

9
PENATALAKSANAAN MEDIS DIABETES TIPE I PADA ANAK

Komponen pengelolaan DM Tipe 1 meliputi pemberian insulin, pengaturan makan, olah raga,
edukasi, dan pemantauan mandiri.

Pemberian insulin

 Tujuan terapi insulin adalah menjamin kadar insulin yang cukup di dalam tubuh selama
24 jam untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sebagai insulin basal maupun insulin
koreksi dengan kadar yang lebih tinggi (bolus) akibat efek glikemik makanan.
 Regimen insulin sangat bersifat individual, sehingga tidak ada regimen yang seragam
untuk semua penderita DMT1. Regimen apapun yang digunakan bertujuan untuk
mengikuti pola fisiologi sekresi insulin orang normal sehingga mampu menormalkan
metabolisme gula atau paling tidak mendekati normal.
 Pemilihan regimen insulin harus memperhatikan beberapa faktor yaitu: umur, lama
menderita diabetes melitus, gaya hidup penderita (pola makan, jadwal latihan, sekolah
dsb), target kontrol metabolik, dan kebiasaan individu maupun keluarganya.
 Regimen apapun yang digunakan, insulin tidak boleh dihentikan pada keadaan sakit.
Dosis insulin disesuaikan dengan sakit penderita dan sebaiknya dikonsulkan kepada
dokter.
 Bagi anak-anak sangat dianjurkan paling tidak menggunakan 2 kali injeksi insulin per
hari (campuran insulin kerja cepat/ pendek dengan insulin basal).
 Dosis insulin harian, tergantung pada: Umur, berat badan, status pubertas, lama
menderita, fase diabetes, asupan makanan, pola olahraga, aktifitas harian, hasil
monitoring glukosa darah dan HbA1c, serta ada tidaknya komorbiditas.
 Dosis insulin (empiris):
 Dosis selama fase remisi parsial, total dosis harian insulin <0,5 IU/kg/hari
 Prepubertas (diluar fase remisi parsial) dalam kisaran dosis 0,7–1 IU/kg/hari.
 Selama pubertas kebutuhan biasanya meningkat menjadi 1.2–2 IU/kg/hari.

10
Penyesuaian dosis insulin

 Penyesuaian dosis insulin bolus dapat dilakukan dengan memperhitungkan rasio insulin
bolus-karbohidrat, yaitu dengan cara memperhitungkan rasio dosis insulin bolus harian
dengan total karbohidrat harian.
 Penyesuaian dosis insulin juga dapat dilakukan dengan jalan memperhitungkan rasio
insulin-karbohidrat (menggunakan rumus 500). Angka 500 dibagi dengan dosis insulin
total harian hasilnya dinyatakan dalam gram, artinya 1 unit insulin dapat mencakup
sejumlah gram karbohidrat dalam diet penderita.
 Koreksi hiperglikemia: dapat dilakukan dengan rumus 1800 bila menggunakan insulin
kerja cepat, dan rumus 1500 bila menggunakan insulin kerja pendek. Angka 1800 atau
1500 dibagi dengan insulin total harian hasilnya dalam mg/dL, artinya 1 unit insulin
akan menurunkan kadar glukosa darah sebesar hasil pembagian tersebut dalam mg/dL.
Hasil perhitungan dosis koreksi ini bersifat individual dan harus mempertimbangkan
faktor lain misalnya latihan

Pengaturan Makan

• Pada regimen konvensional, pengaturan makan dengan memperhitungkan asupan


dalam bentuk kalori.

11
• Pada regimen basal-bolus, pengaturan makan dengan memperhitungkan asupan dalam
bentuk gram karbohidrat.
• Pemilihan jenis makanan dianjurkan karbohidrat dengan indeks glikemik dan glicemic
load yang rendah.

Olah raga

• Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh anak dan remaja DMT1 saat melakukan
olahraga:
 Diskusikan jumlah pengurangan dosis insulin sebelum olahraga dengan dokter.
 jika olahraga akan dilakukan pada saat puncak kerja insulin maka dosis insulin
harus diturunkan secara bermakna.
 Pompa insulin harus dilepas atau insulin basal terakhir paling tidak diberikan
90 menit sebelum mulai latihan.
 Jangan suntik insulin pada bagian tubuh yang banyak digunakan untuk latihan.
• Jika glukosa darah tinggi, glukosa darah > 250 mg/dL (14 mmol/L) dengan ketonuria
/ketonemia (> 0,5 mmol/L)
 Olahraga atau latihan fisik harus dihindari
 Berikan insulin kerja cepat (rapid acting) sekitar 0,05 U/kg atau 5% dari dosis
total harian.
 Tunda aktivitas fisik sampai keton sudah negatif.
• Konsumsi 1,0-1,5 gram karbohidrat per kg massa tubuh per jam untuk olahraga yang
lebih lama atau lebih berat jika kadar insulin yang bersirkulasi tinggi atau insulin
sebelum latihan tidak dikurangi.
• Makanan yang mengandung tinggi karbohidrat harus dikonsumsi segera setelah
latihan untuk mencegah terjadinya hipoglikemia pasca latihan fisik. • Hipoglikemia
dapat terjadi sampai 24 jam setelah olahraga.
 Ukur kadar glukosa darah sebelum tidur dan kurangi insulin basal sebelum tidur
(atau basal pompa insulin) sebesar 10-20% setelah olahraga di siang atau sore
hari jika latihannya lebih intensif dari biasanya atau jika aktivitasnya tidak
dilakukan secara reguler.
 Karbohidrat ekstra setelah aktivitas biasanya merupakan pilihan terbaik untuk
mencegah hipoglikemia pasca latihan setelah olahraga anerobik dengan
intensitas tinggi.

12
 Olahraga yang merupakan kombinasi antara latihan aerobik (sepeda, lari,
berenang) dan anaerobik memerlukan tambahan ekstra karbohidrat sebelum,
selama, dan setelah aktivitas.
 Hiperglikemia setelah latihan dapat dicegah dengan memberikan tambahan
kecil dosis insulin kerja cepat saat pertengahan atau segera setelah selesai
olahraga.
• Risiko terjadinya hipoglikemia nokturnal pasca olahraga cukup tinggi terutama jika
kadar glukosa darah sebelum tidur < 125 mg/dL (<7.0mmol/L). Dosis insulin basal
sebelum tidur sebaiknya dikurangi.
• Pasien dengan retinopati proliferatif atau nefropati harus menghindari olahraga yang
bersifat anaerobik atau yang membutuhkan ketahanan fisik karena dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi.
• Kudapan dengan indeks glikemik tinggi harus selalu siap di sekolah.

Berikut ini adalah petunjuk mengenai beberapa penyesuaian diet, insulin, dan cara
monitoring gula darah agar aman berolahraga bagi anak dan remaja DMT 1 :

1. Sebelum berolahraga
a. Tentukan waktu, lama, jenis, intensitas olahraga. Diskusikan dengan
pelatih/guru olah raga dan konsultasikan dengan dokter.
b. Asupan karbohidrat dalam 1-3 jam sebelum olahraga.
c. Cek kontrol metabolik, minimal 2 kali sebelum berolahraga.
d. Jika glukosa darah < 5 mmol/L) dan cenderung turun, tambahkan ekstra
karbohidrat
e. Jika glukosa darah 90-250 mg/dL (5-14 mmol/L) tidak diperlukan ekstra
karbohidrat (tergantung lama aktifitas dan respons individual).
f. Jika glukosa darah >250 mg/dL dan keton urin/darah (+), tunda olah raga
sampai glukosa darah normal dengan insulin.
g. Bila olah raga aerobik, perkirakan energi yang dikeluarkan dan tentukan apakah
penyesuaian insulin atau tambahan karbohidrat diperlukan
h. Bila olah raga anaerobik atau olah raga saat panas, atau olahraga kompetisi
sebaiknya insulin dinaikkan
i. Pertimbangkan pemberian cairan untuk menjaga hidrasi (250 mL pada 20 menit
sebelum olahraga)

13
2. Selama berolah raga
a. Monitor glukosa darah tiap 30 menit.
b. Teruskan asupan cairan (250 ml tiap 20-30 menit).
c. Konsumsi karbohidrat tiap 20-30 menit, bila diperlukan.

3. Setelah berolah raga


a. Monitor glukosa darah, termasuk sepanjang malam (terutama bila tidak biasa
dengan program olahraga yang sedang dijalani).
b. Pertimbangkan mengubah terapi insulin, dengan menurunkan dosis insulin
basal.
c. Pertimbangkan tambahan karbohidrat kerja lambat dalam 1-2 jam setelah
olahraga untuk menghindari hipoglikemia awitan lambat. Hipoglikemia awitan
lambat dapat terjadi dalam interval 2 x 24 jam setelah latihan

Puasa di Bulan Ramadan

 Risiko yang perlu diwaspadai bila diabetisi berpuasa adalah hipoglikemia,


hiperglikemia dengan atau tanpa ketoasidosis.
 Kelompok pasien DMT1 yang berisiko tinggi mengalami kondisi yang
memperburuk penyakitnya, dan dianjurkan untuk tidak berpuasa adalah:
- Penderita DM yang pernah mengalami hipoglikemia berat dalam 3 bulan
sebelum Ramadan.
- Riwayat hipoglikemia berulang atau riwayat hypoglycemia unawareness.
- Kontrol glikemik kurang baik (HbA1c > 8).
- Riwayat ketoasidosis diabetik dalam 3 bulan sebelum Ramadan.
-Riwayat koma hiperglikemik hiperosmolar dalam 3 bulan terakhir.
- Sedang sakit lainnya: demam, diare, muntah, dan lain-lain yang
memberatkan.
- Sedang hamil atau melahirkan.
- Menjalani dialisis kronis.
 Beberapa rekomendasi bagi anak dan remaja DMT1 yang akan beribadah puasa
Ramadan:

a) Nutrisi

14
 Konsumsi makanan yang kaya karbohidrat dalam jumlah besar saat
berbuka puasa, sebaiknya dihindari.
 Saat sahur sebaiknya makan makanan yang mengandung karbohidrat
kompleks, dan sebaiknya makan di waktu selambat mungkin yang
diperbolehkan (mendekati akhir waktu sahur). Makanan termasuk
buah, sayur, kacang-kacangan, yoghurt, sereal, nasi.
 Banyak minum saat di luar waktu berpuasa.
b) Olahraga dan aktivitas fisik.
 Aktivitas fisik seperti biasa sebaiknya tetap dilakukan.
 Olahraga berat sebaiknya dihindari selama jam-jam berpuasa.
c) Pantau status glikemik.
 Bila kadar glukosa darah tinggi (≥250 mg/dL atau 14 mmol/L).
 Keton urin sebaiknya diperiksa.

d) Batalkan puasa bila:


 Kadar glukosa darah ≤70 mg/dL (4 mmol/L) atau mengalami gejala dan
tanda hipoglikemia.
 Kadar glukosa darah >300 mg/dL (16,6 mmol/L) atau bila ≥250 mg/dL
(14 mmol/L) dengan keton positif.
 Sedang sakit.
 Regimen insulin perlu disesuaikan selama bulan puasa Ramadan untuk menjaga
kontrol metabolik yang baik. Rekomendasi penyesuaian regimen insulin adalah
sebagai berikut:
1. Regimen Insulin Basal Bolus
 Menurunkan dosis insulin basal (misalnya glargine, detemir) 1020%
dari dosis semula (dan dapat diturunkan lagi bila diperlukan).
 Menggunakan insulin analog kerja cepat (misalnya aspart) untuk
makanan.
 Bila kadar glukosa darah >250 mg/dL (14 mmol/L), dosis koreksi
dengan insulin kerja cepat sebaiknya diberikan.
 Menggunakan penghitungan karbohidrat untuk makanan yang dimakan
agar disesuaikan dengan dosis insulin.

15
 Bila insulin analog kerja cepat dan panjang tidak tersedia, dapat
digunakan insulin kerja menengah dan kerja pendek.
2. Regimen Insulin Dua Dosis
 Saat Iftar insulin yang diberikan adalah kombinasi insulin kerja pendek
dan kerja menengah dengan dosis sama dengan dosis pagi hari sebelum
berpuasa.
 Saat sahur insulin yang diberikan hanya insulin kerja pendek dengan
dosis 0,1-0,2 U/kg.
3. Regimen Insulin Tiga Dosis
 Dua dosis insulin kerja pendek sebelum Iftar dan Sahur, dan 1 dosis
insulin kerja menengah saat tengah malam/sebelum tidur.

4. Pemantauan glukosa darah teratur dan sering sebaiknya dilakukan, terutama


sebelum Iftar dan 3 jam setelahnya, dan sebelum dan 2 jam sesudah sahur. Hal
ini diperlukan untuk menyesuaikan dosis insulin dan mencegah hipoglikemia
dan hiperglikemia setelah makan.

Asuhan Keperawatan pada Juvenile Diabetes


Pengkajian
 Riwayat penyakit
 Kaji hiperglikemi dan hipoglikemi
 Kaji tumbuh kembang anak
 Status hidrasi
 Tanda dan gejala ketoasidosis : nyeri abdomen, mual muntah, pernafasan kusmaul
menurunnya kesadaran
 Kaji tingkat pengetahuan
 Mekanisme koping
 Kaji nafsu makan
 Status berat badan
 Frekuensi kemih
 Fatigue
 Irritabel
DIAGNOSA KEPERAWATAN (diabetes)
1. Risiko injury berhubungan dengan kurangnya insulin
2. Risiko injury berhubungan dengan hiperglikemi dan atau hipoglikemi
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kebutuhan perawatan di rumah

16
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perawatan penyakit kronik
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolic
metabolic atau kurangnya insulin

Khusus pada diabetic ketoasidosis


6. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan sekunder dari diuresis
dan muntah
7. Risiko injury berhubungan dengan perubahan keseimbangan asam – basa dan
ketidakseimbangan elekytrolit sekunder dari muntah dan asidosis

Perencanaan
1. Nilai glukosa dalam batas normal dan anak tidak mengalami injury.
2. Anak dan keluarga akan memahami tanda dan gejala hiperglikemi dan hipoglikemi.
3. Anak dan keluarga dapat menanggulangi penyakit diabetic di rumah yang ditandai
dengan mensimulasikan keterampilan penyuntikan insulin dan terapi dini, latihan dan
monitor glukosa dan keperawatan yang diperlukan.
4. Anak dan keluarga akan mengidentifikasi stressor dan mengembangkan koping yang
efektif.
5. Kebutuhan nutrisi anak terpenuhi sesuai dengan dietnya yang ditandai dengan berat
badan sesuai dengan usia dan tidak menunjukkan penurunan berat badan.
6. Anak tidak menunjukkan dehidrasi yang ditandai dengan turgor kulit elastis, membrane
mukosa lembab, dan urine output dalam batas normal.
7. Anak tidak memperlihatkan gangguan keseimbangan asam basa dan tidak ditemukan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Implementasi
1 dan 2 mencegah terjadinya injury
 Monitor glukosa darah sesuai protokol
 Pemberian insulin sesuai progra,
 Pemberian suntikan insulin harus tepat pada area yang akan di suntik
 Bantu dalam mengidentifikasi perawatan yang butuhkan; terapi insulin dan simulasi
cara pemberiannya, pemberian diit yang sesuai dan latihan.
 Tekankan bahwa keluarga mempunyai peran dalam perawatan anaknya
 Ajarkan untuk mencatat nilai glukosa dara untuk memonitor dini
 Jelaskan tanda dan gejala hiperlikemi dan hipoglikemi dan penanganannya
 Jelaskan kelanjutan dari hiperglikemi dapat menjurus ke ketoasidosis

3. meningkatkan pemahaman DM pada anak dan keluarga


 Jelaskan tentang prose diabetik dan ketoasidosis dengan bahasa yang mudah dipahami
 Jelaskan penanganan diabetik; memonitoe glukosa, diit yang sesuaidengan kontrol,
perlu konsultasi pada ahli gizi,terapi insulin yang diperlukan; dosis.lokais penyuntikan,

17
reaksi, kapan pemberiannya ; sebelum makan. Rencana latihan. Bila anak sekolah
ajarkan cara menyuntik insulin di area yang mudah dilakukan
 Jelaskan tanda dan gejala hipoglikemi dan hiperglikemi

4. meningkatkan pemahaman dan proses keluarga


 Tekankan tanggung jawab keluarga pada anak yang membutuhkan perawatan dirumah
 Tingkatkan perilaku suportif keluarga pada anak misalnya; merencanakan diit, rencana
memonitor glukosa dan pengobatan serta perawatan yang diperlukan

5. meningkatkan kebutuhan status nutrisi


 Berikan diit yang adekuat pada anak dan perencanaan mengurangi makanan yang
manis-manis
 Bila aktivitas berlebihan perhatikan kebutuhan makan (harus sesuai)
 Pemberian karbohidrat 55%, lemak 30%, dan protein 15% (dapat disesuaikan dengan
program
 Berikan makanan tinggi serat. Pemberian insulin sebelum makan (sesuai program)
 Kontrol makanan anak
 Jelaskan pentingnya diit, tujuan aktivitas terlkait dengan diit dan terapi insulin
 Monitor glukosa darah sesuai program

6 dan 7 meningkatkan status hidrasi dan mencegah terjadinya ketidakseimbangan asam basa
 Kaji tanda gejala dehhidrasi
 Bila anak tidak sadar dapat dipasang kateter untuk memonitor input-output urine
 Berikan cairan perparenteral normal saline
 Pemberian NaHCO3 untuk mengatasi asidosis
 Monitor ketat tanda-tandavital
 Monitor serial glukosa darah sesuai program
 Berikan insulin secara intravena
 Monitor analisa gas darah sesuai program
 Monitor atau pantau nilai elektrolit
 Kaji intake dan output
 Berikan oksigen sesuai programbila tampak sesak
 Kaji pengisian kembali kapiler (capillary refill)

Perencanaan peulangan
 Berikan penjelasan secara lisan dan tulisan tentang perawatan dan pengobatan yang
diberikan
 Ajarkan dan evaluasi untuk mengenal gejala syok dan asidosis diabetik dan penanganan
kedaruratan

18
 Simulasikan cara pemberian terapi insulin mulai dari persiapan alat sampai penyuntikn
dan lokasi
 Ajarkan memonitor atau memeriksa glukosa darah dan glukosa dalam urine
 Perencanaan diit; buat jadwal
 Perencanaan latihan, jelaskan dampak latihan dengan diabetik

19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar
glukosa darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat penurunan dalam kemampuan tubuh
untuk berespon terhadap insulin dan atau penurunan atau tidak terdapatnya pembentukan
insulin oleh pancreas. Kondisi ini mengarah pada hiperglikemia, yang dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi metabolic akut seperti ketoasidosis diabetic.
Hiperglikema jangka panjang dapat menunjang terjadinya komplikasi mikrovaskular
kronis (penyakit ginjal dan mata) serta komplikasi neuropati. Diabetes juga berkaitan
dengan kejadian penyakit makrovaskuler, termasuk infark miokard, stroke, dan penyakit
vaskuler perifer.

B. SARAN
Diharapkan kepada setiap pembaca memberikan saran dan kritik yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

20
DAFTAR PUSTAKA
Hockenberry, dkk. 2014. Wong’s Nursing Care of Infants and Children. Missouri: Elsevier
Mosby.
Joyce M. Black dan Jane Hokanson Hawks.2014.Keperawan Medikal Bedah Edisi
8.Singapura: ElSevier.

21

Anda mungkin juga menyukai