RESTRAIN
RS BAPTIS BATU
JL RAYA TLEKUNG NO 1
JUNREJO - BATU
DAFTAR ISI
ii
LEMBAR PENGESAHAN
TANDA
NAMA KETERANGAN TANGGAL
TANGAN
iii
PANDUAN PELAYANAN RESTRAIN
RS. BAPTIS BATU
I. DEFINISI
Pengertian dasar restraint adalah membatasi gerak atau membatasi kebebasan.
Pengertian secara internasional adalah suatu cara/ metode/ restriksi yang disengaja
terhadap gerakan/ perilaku seseorang. Dalam hal ini perilaku yang dimaksudkan
adalah tindakan yang direncanakan, bukan suatu tindakan yang tidak disadari/ tidak
disengaja/ sebagai suatu reflek.
Pengertian lain adalah suatu tindakan untuk menghambat / mencegah seseorang
melakukan sesuatu yang diinginkan.
Isolasi/ pengasingan adalah suatu tindakan pengasingan terhadap pasien di dalam
suatu ruangan dimana pasien tinggal sendiri dan dicegah secara fisik untuk
meninggalkan ruangan tersebut. Isolasi hanya digunakan untuk tujuan penanganan
tindakan yang membahayakan diri sendiri dan atau orang lain.
2.1. INDIKASI.
1. Pasien menunjukkan perilaku yang berisiko membahayakan dirinya sendiri dan
atau orang lain.
2. Tahanan pemerintah (yang legal / sah secara hukum) yang dirawat di rumah
sakit.
3. Pasien yang membutuhkan tatalaksana emergency (segera) yang berhubungan
dengan kelangsungan hidup pasien.
4. Pasien yang memerlukan pengawasan dan penjagaan ketat di ruangan yang
aman.
5. Restraint atau isolasi digunakan jika intervensi lainnya yang lebih tidak restriktif
tidak berhasil / tidak efektif untuk melindungi pasien, staf, atau orang lain dari
ancaman bahaya.
1
2.2. JENIS RESTRAINT.
1. PembatasanFisik.
a. Melibatkan satu atau lebih staf untuk memegangi pasien, atau mencegah
pergerakan pasien.
b. Pemegangan fisik : dengan tujuan untuk melakukan suatu pemeriksaan fisik / test
rutin, namun pasien berhak untuk menolak prosedur ini.
c. Memegangi pasien dengan tujuan untuk membatasi pergerakan pasien dan
berlawanan dengan keinginan pasien termasuk suatu bentuk restraint.
d. Pemegangan pasien secara paksa saat melakukan prosedur pemberian obat
(melawan keinginan pasien) dianggap suatu restraint.
e. Pada beberapa keadaan, dimana pasien setuju untuk menjalani prosedur /
medikasi tetapi tidak dapat berdiam diri / tenang untuk disuntik / menjalani
prosedur, staf boleh memegangi pasien dengan tujuan prosedur / pemberian
medikasi berjalan dengan lancar dan aman. Hal ini bukan merupakan restraint.
f. Pemegangan pasien, biasanya anak / bayi, dengan tujuan untuk menenangkan /
memberI kenyamanan kepada pasien tidak dianggap sebagai suatu restraint.
2. Pembatasanmekanis
a. Melibatkan penggunaan suatu alat.
b. Misalnya:
Peralatan sehari hari : penggunaan pembatas di sisi kiri dan kanan tempat tidur
(bedrails ) untuk mencegah pasien jatuh / turun dari tempat tidur.
Penggunaan side rails untuk melindungi pasien dari risiko jatuh, hal ini tidak
dianggap sebagai restraint.
Penggunaan side rails pada pasien kejang untuk mencagah pasien jatuh /
cedera tidak dianggap sebagai restraint.
3. Surveilans teknologi.
Teknologi yang digunakan dapat berupa: gelang pengenal, cctv.
4. Pembatasan kimia.
a. Melibatkan penggunaan obat-obatan untuk membatasi pasien.
b. Obat-obatan dianggap sebagai suatu restraint hanya jika penggunaan obat-obatan
tersebut tidak sesuai dengan standart terapi pasien dan penggunaan obat-obatan
ini hanya ditujukan untuk mengontrol perilaku pasien / membatasi kebebasan
bergerak pasien.
2
c. Pemberian obat-obatan sebagai bagian dari tata laksana pasien tidak dianggap
sebagai restraint. Misalnya obat-obatan psikotik untuk pasien psikiatri, obat
sedasi untuk pasien dengan insomnia, obat anti ansietas untuk pasien dengan
gangguan cemas, atau analgesic untuk mengatasi nyeri.
d. Tidakdiperbolehkan menggunakan“ pembatasan kimia “ ( obat sebagai restraint )
untuk tujuan kenyamanan staf, untuk mendisiplinkan pasien, atau sebagai metode
untuk balas dendam.
e. Efek samping penggunaan obat haruslah dipantau secara rutin dan ketat
5. Pembatasan psikologis.
Meliputi:
3
luas dan terdapat kekhawatiran
bahwa pergerakan konstan
tersebut dapat mengeksaserbasi
penyakit jantungnya sehingga
pasien diberi sedasi.
3. Pasien geriatric dirawat dipanti Sedasi dapat didefinisikan sebagai
jompo dan mengalami susah tidur. restraint karena ditujukan untuk
Pasien sering berkeliaran di mengontrol perilaku pasien
rumah untuk mencari istrinya.
Staf meminta dokter untuk
memberikan sedasi
4. Pasien geriatric dengan riwayat Bukan restraint karena bedrails tidak
stroke berulang butuh bantuan mengontrol perilaku pasien atau
untuk turun dari tempat tidur dan mencegah pasien untuk melakukan
melakukan aktifitas sehari-hari. sesuatu yang diinginkan.
Pasien juga tidak mampu untuk
mengkomunikasikan
kebutuhannya. Pasien gelisah saat
malam ,mengalami spasme otot,
dan berisiko jatuh dari tempat
tidur. Perawat memutuskan untuk
menggunakan bedrails untuk
mengurangi resiko jatuh.
5. Pasien geriatric yang dirawat di Dapat dianggap restraint karena
rumah sakit setelah mengalami mencegah keinginan pasien untuk turun
fraktur panggul. Pasien tidak dari tempat tidur.
stabil saat bergerak dan sering
lupa menggunakan alat bantu
jalannya. Keluarga sangat
khawatir terjadi fraktur panggul
berulang dan meminta perawat
untuk menggunakan bedrails
untuk mencegah pasien turun
4
sendirian daritempat tidur di
malam hari.
5
3) 1 jam untuk anak ˂ 9 tahun
7. Batasan evaluasi di atas tidak berlaku untuk manajemen perilaku non destruktif
8. Aplikasi restrain pada pasien dengan perilaku destruktif
1) Dievaluasi langsung 1 jam setelah instruksi restrain oleh dokter yang
bertugas atau perawat jaga dan dicatat dalam rekam medis pasien.
2) Evaluasi meliputi :
a. Temuan terbaru mengenai kondisi pasien
b. Respon pasien terhadap restrain
c. Hasil evaluasi pasien
d. Perlu tidaknya untuk menghentikan/melanjutkan tindakan restrain.
9. Penggunaan restrain harus dipantau secara berkala dan jika kondisi
membahayakan sudah teratasi segera hentikan penggunaan restrain.
10. Batas waktu penggunaan restrain maksimal 24 jam dan jika batas waktu restrain
hampir berakhir, perawat harus segera melaporkan kondisi klinis pasien
berdasarkan asesmen dan evaluasi terkini, serta menanyakan apakah instruksi
restrain perlu dilanjutkan atau tidak.
11. Prosedur observasi sebelum dan setelah aplikasi restrain
1) Singkirkan semua benda yang berpotensi membahayakan, sebelum
aplikasi restrain
2) Inspeksi keamanan tempat tidur, tempat duduk dan peralatan yang akan
digunakan selama proses restrain.
3) Jelaskan alasan penggunaan restrain
4) Observasi pasien setelah aplikasi restrain
5) Penuhi kebutuhan pasien seperti : makan, minum, mandi dan toileting
6) Lakukan pemantauan secara berkala meliputi : tanda vital, posisi tubuh
pasien, keamanan restrain dan kenyamanan pasien
7) Catat dan laporkan perubahan perilaku pasien pada DPJP.
IV. DOKUMENTASI.
Dokumentasi meliputi :
1. Kondisi pasien
2. Perilaku pasien
3. Alasan dan jenis penggunaan restrain
4. Respon pasien terhadap intervensi restrain.
6
5. Evaluasi perilaku dan kondisi pasien setelah aplikasi restrain
7
REFERENSI
Royal College of Nursing. Let’s talk about restraint: rights, risk and responsibility.
London: Royal College of Nursing; 2008.
Irish Nurses Organisation. Guidelines on the use of restrain in the care of older
person. Dublin; Irish Nurses Organisation; 2003.
Nurses Board South Australia. Restrain; guideline for nurses and midwives in South
Australia, 2008.
Sower WP,Wharton E, Weaver A, Restraints, seclusion and patient right standar for
hospital under the Medicare/Medicaid program.
South Eastern Sundey Illawarra. Restraints policy – use of (adult patient) 2006.
Joint Commision standars on restraint and seclusion / nonviolent crisis intervention training
program. Nonviolent crisis intervention; a CPI specialized offering. 2009.
Hilo Medical center. Restraint / seclucion / physician / order sheet patient care plan. 2009.