Agung Hidayat
agunghidayat@mail.com
Slamet Suprayogi
ssuprayogi@mail.ugm.ac.id
Abstract
This research be held in Griya Taman Asri Residence with aims are (a) to
measure overland flow coefficient, (b) measure rainfall intensity with 5, 10, 25, and
50 year return period, and (c) to determine design of recharge well dimension. This
research done by processing secondary data are rainfall intensity analysis and
dominant rainfall duration from Beran Weather Station’s data furthermore
observation to determine soil permeability and groundwater table depth.
Measurement of recharge well conducted with Sunjoto method that classified based
on roof building area from on screen digitation of satellite imagery. The result shown
that overland flow coefficient is 0,645. Rainfall design intensity for 5, 10, 25, and 50
year return period are 48,04 mm/hour; 54,67 mm/hour; 62,75 mm/hour; and 68,53
mm/hour. Recharge well dimension with 1 m diameter shown various depth between
1,5-8,5 m.
Abstrak
Penelitian ini dilakukan di Perumahan Griya Taman Asri dengan tujuan yaitu,
(a) menghitung nilai koefisien aliran, (b) menghitung intensitas hujan periode ulang 5,
10, 25, dan 50 tahun, dan (c) menentukan desain dimensi sumur resapan. Penelitian ini
dilakukan dengan pengolahan data sekunder berupa analisis intensitas hujan dan durasi
hujan dominan dari data stasiun hujan Beran, serta pengukuran langsung di lapangan
untuk mengetahui permeabilitas tanah dan tinggi muka airtanah. Perhitungan sumur
resapan dilakukan dengan metode Sunjoto yang dibedakan berdasarkan klasifikasi luas
atap bangunan dari proses digitasi on-screen citra satelit. Hasil perhitungan diperoleh
nilai koefisien aliran sebesar 0,645. Intensitas hujan rancangan pada periode ulang 5,
10, 20, dan 50 tahun berturut-turut yaitu 48,04 mm/jam, 54,67 mm/jam, 62,75
mm/jam, dan 68,53 mm/jam. Dimensi sumur resapan dengan dimeter 1 meter
diperoleh kedalaman bervariasi yaitu berkisar 1,5-8,5 meter.
Kata kunci: koefisien aliran, intensitas hujan, permeabilitas tanah, sumur resapan
PENDAHULUAN Sumur resapan dapat
Alih fungsi lahan merupakan diterapkan pada setiap rumah dengan
perubahan penggunaan lahan dari suatu melihat seberapa luas lahan tanah yang
fungsi tertentu menjadi fungsi lain. ditutupi oleh bangunan. Sumur resapan
Salah satunya yaitu lahan terbuka ini sebagai salah satu upaya pengendali
menjadi lahan terbangun. Alih fungsi banjir yang dilakukan dengan
lahan dalam hal ini akan menyebabkan menampung air hujan pada suatu
semakin berkurangnya daerah lubang atau sumur dan meresapkannya
tangkapan hujan karena lahan menjadi ke dalam tanah (Kusnaedi, 2011).
kedap air. Kondisi ini tentu dapat Tujuan dari penelitian ini yaitu: (a)
meningkatkan pembentukan aliran menghitung koefisien aliran, (b)
limpasan (overland flow) karena menghitung intensitas hujan periode
minimnya tempat infiltrasi air. ulang 5, 10, 25, dan 50 tahun, dan (c)
Sebagian wilayah Kabupaten menentukan desain dimensi sumur
Sleman merupakan kawasan resapan di resapan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Alih
fungsi lahan menjadi lahan terbangun METODE PENELITIAN
di kawasan hulu dapat menyebabkan Penelitian ini dilakukan dengan
berkurangnya area resapan yang pengolahan data sekunder dan
semestinya digunakan sebagai pengukuran langsung di lapangan
recharge area. Daerah penelitian yang untuk memperoleh data primer. Data
berada di Kecamatan Sleman dan primer yang dikumpulkan yaitu data
Kecamatan Ngaglik masih termasuk permeabilitas tanah dan data elevasi
dalam kawasan peresapan sesuai yang diukur secara langsung di
rencana tata ruang daerah Kabupaten lapangan, data kedalaman muka
Sleman. Padatnya area perumahan airtanah yang diperoleh dengan
tentu dapat berdampak pada input wawancara, serta data luas atap
airtanah dan pembentukan aliran bangunan yang dihitung berdasarkan
limpasan, sehingga perlu dilakukan digitasi pada citra Satelit Bing.
upaya konservasi untuk mengatasi Data sekunder yang
permaslahan tersebut. dikumpulkan yaitu data curah hujan
Aliran limpasan dapat yang diperoleh dari instansional.
berpotensi menyebabkan banjir apabila Penentuan desain sumur resapan
saluran air atau sungai tidak dapat ditentukan berdasarkan beberapa
menampung volume aliran limpasan, parameter, yaitu intensitas hujan,
Oleh karena itu diperlukan upaya durasi hujan, luas area tangkapan
pananganan untuk menahan air hujan hujan, debit masukan, permeabilitas
agar tidak langsung dibuang sebagai tanah, dan faktor geometrik. Analisis
aliran limpasan (Suripin, 2002). Salah metode penelitian dilakukan dengan
satu upaya konservasi yang dapat beberapa tahap perhitungan statistik
dilakukan yaitu dengan penerapan dan perhitungan matematis melalui
sumur resapan. rumus yang sudah ada.
Hujan Rancangan diperoleh Q p = 0,002778. C.I.A
dari perhitungan data hujan harian Keterangan:
maksimum stasiun hujan Beran dan Q p : debit aliran puncak (m3/detik)
ditentukan jenis distribusi yang paling C : koefisien aliran permukaan
sesuai. Jenis distribusi tersebut juga I : intensitas hujan (mm/jam)
akan diuji dengan uji statistik untuk A : luas atap bangunan (ha)
mengetahui distribusi data yang
Nilai permeabilitas tanah
digunakan dapat diterima atau tidak.
diukur secara langsung di lapangan
Nilai intensitas hujan rancangan
dengan metode invers auger hole. Titik
diperoleh dengan menggunakan
sampel pengukuran ditentukan
persamaan Mononobe berikut.
2 berdasarkan purposive random
𝑅𝑅24 24 3
I= 24
x � 𝑇𝑇 � sampling. Perhitungan permeabilitas
tanah digunakan persamaan berikut:
Keterangan: 𝑟𝑟 𝑟𝑟
𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙�ℎ(𝑡𝑡1)+ �−𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙�ℎ(𝑡𝑡𝑡𝑡)+ �
2 2
I : Intensitas Hujan (mm/jam) K = 1,15r
𝑡𝑡𝑡𝑡−𝑡𝑡1
R24 : Curah Hujan Maks, (mm) Keterangan:
T : Durasi Hujan (jam) K : Koefisien Permeabilitas (cm/s)
Durasi hujan dominan R : jari-jari lubang bor (cm)
ditentukan dengan perhitungan durasi Kedalaman muka airtanah
hujan setiap jam. Data yang digunakan ditentukan dengan wawancara.
yaitu berdasarkan data stasiun hujan Pertimbangan tentang dilakukannya
Beran tahun 2011 sampai 2015. pengukuran ini karena banyak sumur
Penentuan durasi hujan dominan dalam airtanah yang sudah ditutup beton
satu hari akan diambil pada kejadian Sampel pengukuran ditentukan
hujan paling panjang. berdasarkan systematic sampling pada
Klasifikasi luas atap bangunan grid yang sudah ditentukan.
ditentukan dengan digitasi on-screen Sumur resapan ditentukan
pada Citra Satelit Bing tahun dengan diameter 1 meter dan
perekaman 2015. Selain itu juga kedalamannya dibedakan berdasarkan
dilakukan pengukuran langsung pada kelas luas atap bangunannya. Dimensi
beberapa sampel untuk mengetahui sumur resapan ditentukan dengan
akurasi dari hasil digitasi. Luas atap persamaan Sunjoto berikut.
bangunan selanjutnya diklasifikasikan 𝑄𝑄 −�
𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹
�
berdasarkan aturan Sturgess. H = 𝐹𝐹𝐹𝐹 �1 − 𝑒𝑒 𝜋𝜋𝜋𝜋2 �
Debit masukan sumur resapan Keterangan:
dibedakan berdasarkan kelas luas atap H : kedalaman sumur resapan (m)
bangunan. Debit masukan ini F : faktor geometrik (m)
merupakan input dari sumur resapan Q : debit air masuk (m3/detik)
yang akan dirancang. Perhitungan debit T : waktu pengaliran (detik)
masukan ditentukan berdasarkan K : koef. permeabilitas (m/detik)
persamaan rasional berikut. R : jari-jari sumur (m)
Penentuan dimensi sumur lapisan pasir, pasir lempungan, dan
resapan juga diperlukan adanya faktor pasir kerikil. Dengan material dominan
geometrik. Faktor geometrik sumur berupa pasir dan kerikil, jenis akuifer
resapan merupakan faktor koreksi ini memiliki produktivitas airtanah
berdasarkan bentuk sumur resapan yang baik dan merupakan tanah
yang akan digunakan. Penelitian ini permeabel.
menggunakan faktor geometrik seperti
Gambar 1 dengan pertimbangan Hujan Rancangan
kondisi tanah yang berpasir di daerah Perhitungan hujan rancangan di
penelitian. daerah penelitian, setelah diuji dengan
Uji chi-kuadrat dan Uji Smirnov-
Kolmogorov diperoleh bahwa jenis
distribusi paling sesuai untuk data
curah hujan stasiun hujan Beran yaitu
digunakan distribusi log normal. Hasil
perhitungan diperoleh nilai curah hujan
2Πr yang semakin besar pada periode ulang
yang lebih panjang seperti pada tabel 1.
Gambar 1. Faktor Geometrik
Sumber: Suripin (2002) Tabel 1. Hujan Rancangan
Periode Curah Hujan
HASIL DAN PEMBAHASAN Ulang (mm)
Kondisi Akuifer 5 137,117
Daerah penelitian termasuk 10 156,023
dalam bentuklahan dataran fluvial kaki 25 179,105
gunungapi dengan relief kemiringan 50 195,594
berkisar antara 0-2%, sehingga proses
Sumber: Hasil Olah data (2017)
dominan di daerah ini adalah
sedimentasi material vulkanik (Sutikno Durasi Hujan
dkk, 2007). Daerah vulkanik memiliki Hasil perhitungan yang
material dominan berupa pasir dan dilakukan menunjukkan bahwa
kerikil sehingga memiliki rekahan terdapat variasi durasi hujan mulai dari
maupun porositas yang besar dan baik durasi hujan 1 jam hingga 9 jam, seperti
sebagai akuifer. Material ini pada Tabel 2. Dilihat dari frekuensinya,
menunjukan bahwa batuan pembentuk data durasi hujan paling dominan yaitu
akuifer berupa formasi geologi pada durasi hujan 1 jam. Data tersebut
endapan aluvial dengan 90% menunjukan durasi hujan dominan 1
airtanahnya berada pada material lepas jam terjadi pada tahun 2011 hingga
(Todd, 1980). 2015. Dengan demikian durasi hujan
Daerah penelitian termasuk dominan yang akan digunakan dalam
dalam jenis akuifer ruang antar butir perhitungan sumur resapan terkait
dengan kedalaman airtanah kurang dari waktu pengaliran dan penentuan debit
20 meter. Airtanah ini berada pada masukan yaitu selama waktu 1 jam.
Tabel 2. Durasi Hujan Klasifikasi Luas Atap
Frekuensi Kejadian Hasil digitasi on-screen
Tahun Setiap Durasi Hujan menunjukkan luas atap bangunan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 rumah berkisar antara 24-218 m2.
2011 70 40 25 14 7 4 1 0 0 Jumlah total bangunan yang ada
2012 65 32 21 19 10 7 6 1 2 sebanyak 515 bangunan. Hasil validasi
2013 82 42 20 9 6 6 4 2 3 menunjukkan luas atap bangunan dari
2014 58 35 22 20 14 4 4 1 2 digitasi on-screen memiliki akurasi
2015 62 27 11 17 16 4 5 3 2 sebesar 90,58%.
Sumebr: Hasil Olah Data (2017) Banyaknya variasi ukuran
Intensitas Hujan tersebut sehingga perlu dilakukan
Hasil perhitungan intensitas klasifikasi luas atap bangunan.
hujan menunjukkan variasi nilai Klasifikasi ini didasarkan pada aturan
intensitas hujan pada durasi hujan Sturgess. Hasil klasifikasi ini diperoleh
tertentu dan pada periode ulang sebanyak 10 kelas luas atap bangunan.
tertentu. Kurva IDF menggambarkan yaitu luas atap 21-40 m2, 41-60 m2, 61-
hubungan antara intensitas hujan 80 m2, 81-100 m2, 101-120 m2, 121-
dengan durasi hujan. Berdasarkan 140 m2, 141-160 m2, 161-180 m2, 181-
kurva IDF dapat dilihat bahwa bentuk 200 m2, dan 201-220 m2.
pola yang sama antara intensitas hujan Debit Masukan
pada suatu periode ulang dengan Hasil perhitungan diperoleh
periode ulang lainnya, seperti pada bahwa pengaruh luas luas atap
Gambar 2. Kondisi ini sesuai dengan bangunan cukup dominan dimana
teori bahwa semakin singkat waktu dengan intensitas hujan yang sama,
terjadinya hujan maka semakin lebat semakin besar luas atap bangunan
intensitas hujan dan curah hujan tidak maka nilai debit masukan juga akan
bertambah sebanding dengan waktu semakin besar. Hal ini seperti
(Sosrodarsono, 1978). ditunjukkan pada Tabel 3