Anda di halaman 1dari 3

Nama: Salmadea Fahira Risyani

NPM: 1906350465

Mata Kuliah: Dasar Kesehatan Lingkungan

Topik: Bahaya Lingkungan Panas

Makhluk hidup yang lain itu bukanlah sekedar kawan hidup yang hidup bersama secara
netral atau pasif terhadap manusia, melainkan hidup manusia itu terkait erat pada mereka.
Tanpa mereka manusia tidaklah dapat hidup. Kenyataan ini dapat dilihat dengan mengandaikan
di bumi ini tidak ada tumbuhan dan hewan. Dari manakah didapatkan oksigen dan makanan.
Sebaliknya seandainya tidak ada manusia, tumbuhan, hewan dan jasad renik akan dapat
melangsungkan kehidupannya, seperti terlihat dari sejarah bumi sebelum ada manusia.

Lingkungan panas dapat berasal dari temperatur udara, barang panas di sekitar,
pakaian, dan kelembaban udara. Aktivitas manusia kota ini menginjeksikan sejumlah polutan
berbentuk gas dan partikel kecil ke dalam atmosfer. Pencemaran berupa gas dapat
mempengaruhi iklim melalui efek rumah kaca (Tjasyono, 1999) Gas ini disebut sebagai gas
rumah kaca. Foley (1993) meyatakan bahwa peningkatan kadar gas rumah kaca di atmosfer,
seperti karbon dioksida, metana, nitrat oksida dan klorofluorkarbon (CFC), akan mengakibatkan
naiknya suhu permukaan bumi, yang pada taraf tertentu akan memicu pemanasan global
(global warming) dan perubahan iklim.

Selain itu, bentuk penggunaan lahannya yang semakin kompleks, yaitu semakin
banyaknya lahan terbangun dan sedikitnya lahan terbuka untuk tumbuhnya vegetasi juga
berpontensi untuk meningkatkan pemanasan global yang menyebabkan terciptanya iklim kota,
yaitu iklim mikro yang berbeda dengan wilayah pinggirannya. Banyak yang belum pasti tentang
pemanasan global, misalnya kapan akan terjadi, seberapa cepat peningkatannya, apa dampak
terhadap lingkungan dan berapa besar kerugiannya. Namun ada dua hal yang dapat dipastikan
menurut International Goverment Panel on Climate Change (IPCC), bahwa terdapat efek rumah
kaca alami di bumi, dan bahwa gas-gas yang mengakibatkan efek rumah kaca kini meningkat
dalam atmosfer akibat campur tangan manusia (Jhamtani, 1993 dalam Foley, 1993).

Semua individu yang beraktivitas di luar ruangan dan di lingkungan yang panas
berpotensi mengalami penyakit yang disebabkan panas bahkan kematian. Lingkungan yang
panas juga dapat meningkatkan kecelakaan pekerjanya. Ini dapat menyebabkan pusing, tangan
berkeringat, kacamata yang berembun, serta menurunkan kerja otak, meningkatkan bahay-
bahaya lainnya. Luka bakar juga dapat disebabkan oleh api atau permukaan panas. Penyakit
kronis juga dapat menimbulkan kondisi pekerja yang beraktivitas di lingkungan panas dalam
jangka waktu panjang, orang yang tinggal di daerah dengan lingkungan panas, dan berasal dari
penyakit akut.
Secara lebih rinci, gangguan kesehatan akibat lingkungan panas yang berlebihan dapat
dijelaskan sebagai berikut :

a. Gangguan kesehatan dan performansi kerja, seperti terjadinya kelelahan, sering


melakukan istirahat curian, dan lain-lain.
b. Dehidrasi, yaitu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh
pergantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan. Kehilangan
cairan tubuh < 1,5% gejalanya tidak akan tampak, kelelahan muncul lebih awal dan
mulut mulai kering.
c. Heat Rash, yaitu keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat
kondisi kulit terus basah. Kondisi ini mengaharuskan pekerja perlu beristirahat pada
tempat yang lebih sejuk.
d. Heat Syncope atau Fainting, yaitu keadaan yang disebabkan karena aliran darah
ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan
kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.
e. Heat Exhaustion, yaitu keadaan dimana tubuh kehilangan terlalu banyak cairan
dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus, lemah, dan
sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami pekerja yang belum
beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.
f. Heat Stroke, terjadi bila sistem pengaturan tubuh gagal dan temperatur tubuh
meningkat sampai tingkat kritis. Kondisi ini disebabkan oleh kombinasi berbagai
faktor, dan keterjadiannya sulit diprediksi. Heat Stroke adalah keadaan darurat
medis. Tanda dan gejalanya utama dari gangguan kesehatan ini adalah bingung,
perilaku irrasional, hilang kesadaran, sawan, kurang berkeringat, kulit panas dan
temperatur tubuh sangat tinggi. Meningkatnya temperatur metabolik akibat
kombinasi beban kerja dan beban panas lingkungan, yang keduanya turut
memberi pengaruh terhadap heat stroke, juga sangat bervariasi dan sulit
memprediksinya.

Selain itu, pengendalian bahaya panas dalam lingkungan kerja adalah dengan
menggnakan alat pelindung diri (APD). Helm sebaiknya harus diberi bila ada kerusakan, tidak
hanya diberi 1 saja selam tenaga kerja bekerja di perusahaan tersebut. Masker penutup hidung
dan mulut sebaiknya diberi setiap hari. Masker yang terbuat dari kain serap akan cepat lusuh
dan rusak bila dipakai seharian apalagi perusahaan tersebut menghasilkan debu. Demikian pula
dengan sepatu dan pakaian kerja. Khususnya sepatu kerja sebaiknya diberi saat tenaga kerja
tersebut mengeluh sepatunya rusak akibat adanya letikan api dari peleburan metal. Pemberian
APD hendaknya diberi konsisten dan konsekuen agar tenaga kerja terhindar dari bahaya di
tempat kerja.

Lingkungan kerja yang panas membutuhkan tenaga kerja yang fit, kesegaran jasmani
baik, status kesehatan baik dan status gizi baik. Berdasar data yang didapat bahwa tenaga kerja
yang bekerja tidak di periksa kesehatannya saat baru masuk kerja. Sebaiknya pemeriksaan
kesehatan awal diberikan terhadap tenaga kerja yang baru masuk agar tenaga kerja sesuai
dengan pekerjaannya.

Setiap calon tenaga kerja yang akan bekerja dilingkungan tempat kerja panas harus
melakukan penyesuaian fisiologis terhadap pajanan panas secara bertahap. Orang Indonesia
pada umumnya beraklimatisasi iklim tropis yang suhunya sekitar 28 - 32⁰C dengan kelembaban
sekitar 85-95% bahkan mungkin lebih. Aklimatisasi terhadap suatu iklim (cuaca) berarti
penyesuaian yang terjadi pada seseorang terhadap suatu iklim (cuaca) tertentu sehingga
menjadi terbiasa terhadap iklim (cuaca) tersebut, dan kondisi fisik, faal dan psikis tidak
mengalami efek buruk dari iklim tersebut. Aklimatisasi merupakan suatu proses yang pada
akhirnya tercapai kesesuaian antara faktor manusia dan faktor iklim.

Pelaksanaan pengendalian heat stress pada tenaga kerja dengan cara training
(pendidikan/latihan) di perusahaan yang sudah dijalankan berupa safety induksi untuk tenaga
kerja baru. Untuk tenaga kerja lama, ada yang pernah mengikuti training tentang
penanggulangan kebakaran yang diberikan oleh dinas pemadam kebakaran dan pelatihan
tentang P3K yang disampaikan oleh dokter puskesmas serta penyuluhan tentang K3 umum
yang disampaikan oleh ahli K3. Namun pelatihan ini belum rutin dilaksanakan, selama
perusahaan berdiri, baru pelatihan itu saja yang diadakan dan untuk pelatihan khusus bagi
tenaga kerja yang bekerja dilingkungan kerja panas belum pernah dilaksanakan

DAFTAR PUSTAKA

1. Ardyanto W, Y. (2005). Potret Iklim Kerja dan Upaya Pengendalian Lingkungan pada
Perusahaan Peleburan Baja di Sidoarjo. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 1(2), pp.148-150.
2. Chandra, B. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit EGC, p.8.
3. CCOHS. (2019). Hot Environments - Health Effects and First Aid. [online] Available at:
https://www.ccohs.ca/oshanswers/phys_agents/heat_health.html [Accessed 13 Oct.
2019].
4. Fajrianti, G. (2017). Pengendalian Heat Stress Pada Tenaga Kerja di Bagian Furnace PT. X
Pangkalpinang Bangka Belitung. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 12(2), pp.156-158.

Anda mungkin juga menyukai