SITI NURJANAH
1501470020
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Stroke atau gangguan vaskuler otak atau dikenal dengan cerebro vaskuler disease
(CVD) adalah suatu kondisi susunan sistem saraf pusat yang patologis akibat adanya
gangguan peredaran darah (Satyanegara, 2010).
Menurut Junaidi (2011), Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak
akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan
peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh
darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan
menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian
sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke.
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di Negara maju, setelah
penyakit jantung dan kanker. Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami
stroke dan stroke mengakibatkan hampir 150.000 kematian. 11% orang Amerika berusia
55-56 mengalami infark serebal silent prevalensinya meningkat sampai 40% pada usia 80
tahun dan 43% pada usia 85 tahun (Adrian,2013).
Angka kematian karena stroke sampai saat ini masih tinggi. Menurut estimasi
World Health Organisation (WHO), pada tahun 2008 ada 6,2 juta kematian karena stroke
(WHO, 2012) dan merupakan penyebab kematian no 3 di dunia setelah jantung koroner
dan kanker (WHO, 2007). Data yang lebih rincioleh American Heart Association/
American Stroke Association (AHA/ASA) dalam Heart Disease and Stroke Statistics-
2012 Update, menyebutkan bahwa setiap 4 menit seseorang meninggal karena stroke dan
stroke berkontribusi dalam setiap 18 kematian di Amerika Serikat pada tahun 2008
(Roger, et al. 2011). Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyebab kematian nomor 4
setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit kronik saluran pernafasan bawah (Miniño,
et al,2011), sedangkan di Inggris merupakan satu diantara tiga penyebab kematian
tertinggi (National Audit Office, 2010), sementara di Australia stroke merupakan
penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit jantung koroner dengan 8.300 kematian
pada tahun 2009 (Refshauge, 2012; National Stroke Foundation, 2012).
Data yang dirilis oleh Yayasan Stroke Indonesia menyatakan bahwa kasus stroke
di Indonesia menunjukkan kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun. Setelah
tahun 2000 kasus stroke yang terdeteksi terus melonjak. Pada tahun 2004, beberapa
penelitian di sejumlah rumah sakit menemukan pasien rawat inap yang disebabkan stroke
berjumlah 23.636 orang. Sedangkan yang rawat jalan atau yang tidak dibawa ke
dokter/rumah sakit tidak diketahui jumlahnya. Namun Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007 berhasil mendata kasus stroke di wilayah perkotaan di 33 provinsi dan 440
kabupaten. Riskesdas tahun 2007 ini berhasil mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel
rumah tangga perkotaan dan 987.205 sampel anggota rumah tangga untuk pengukuran
berbagai variabel kesehatan masyarakat. Hasilnya, stroke merupakan pembunuh utama di
antara penyakit -penyakit noninfeksi di kalangan penduduk perkotaan.
Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat dengan tajam. Bahkan, saat ini
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia, karena
berbagai sebab selain pemyakit degeneratif, terbanyak karena stres ini sangat
memprihatinkan mengingat Insan Pasca Stroke (IPS) biasanya merasa rendah diri dan
emosinya tidak terkontrol dan selalu ingin diperhatikan (Hernowo, 2007).
Kasus tertinggi Stroke adalah di Kota Semarang yaitu sebesar 3.986 kasus
(17,91%) dibanding dengan jumlah keseluruhan kasus stroke di kabupaten/kota lain di
Jawa Tengah. Dibandingkan jumlah kasus keseluruhan PTM lain di Kota Semarang
terdapat proporsi sebesar 3,18%. Angka Kejadian Stroke di RSUD dr.Mangun Sumarso
Wonogiri adalah sebanyak 1777 orang selama 2014 baik yang rawat jalan atau rawat
inap.
Serangan stroke dapat menimbulkan cacat fisik yang permanen. Cacat fisik dapat
mengakibatkan seseorang kurang produktif. Oleh karena itu pasien stroke memerlukan
rehabilitasi untuk meminimalkan cacat fisik agar dapat menjalani aktivitasnya secara
normal. Rehablitasi harus dimulai sedini mungkin secara cepat dan tepat sehingga dapat
membantu pemulihan fisik yang lebih cepat dan optimal. Serta menghindari kelemahan
otot yang dapat terjadi apabila tidak dilakukan latihan rentang gerak setelah pasien
terkena stroke (Irfan, 2010).
Salah satu rehabilitasi yang dapat diberikan pada pasien stroke adalah latihan
rentang gerak atau Range of Motion (ROM). ROM Aktif- Asitif dilakukan dengan cara
klien menggunakan lengan atau tungkai yang berlawanan dan lebih kuat untuk
menggerakan setiap sendi pada ekstremiitas yang tidak mampu gerakan aktif (Berman,
2009).
Pasien dengan stroke akan mengalami gangguan-gangguan yang bersifat
fungsional. Gangguan sensoris dan motorik post stroke mengakibatkan gangguan
keseimbangan termasuk kelemahan otot, penurunan fleksibilitas jaringan lunak, serta
gangguan kontrol motorik dan sensorik. Fungsi yang hilang akibat gangguan kontrol
motorik pada pasien stroke mengakibatkan hilangnya koordinasi, hilangnya kemampuan
keseimbangan tubuh dan postur (kemampuan untuk mempertahankan posisi tertentu)
(Irfan 2010).
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, penulis tertarik untuk
mengaplikasikan tindakan terapi pemberian Range of Motion (ROM) aktif–asitif :
spherical grip terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien
stroke,untuk mengurangi resiko kecacatan dan kelemahan otot ekstremitas akibat dari
serangan stroke.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan terapi pemberian Range Of Motion (ROM) aktif–asitif :
spherical grip terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas pada Tn.W dengan
stroke.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn.W dengan stroke.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.W dengan stroke
c. Penulis mampu menyusun intervensi pada Tn.W dengan stroke.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn.W stroke
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn.W dengan stroke.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian Range of Motion (ROM) aktif–asitif :
spherical grip terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas pada Tn.W dengan
stroke.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pelayanan Keperawatan Di Rumah Sakit
Aplikasi ini diharapkan dapat memberikan referensi baru bagi pelayanan asuhan
keperawatan di rumah sakit untuk mengelola pasien dengan stroke.
2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Dapat menjadi rujukan bagi perawat untuk melakukan pemberian Range of Motion
(ROM) aktif –asitif : spherical grip terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas
pada pasien stroke.
3. Bagi pasien
Hasil dari pemberian terapi ini sangat berguna untuk pasien karena dapat meningkatkan
kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien sroke dengan hemiparesis tanpa adanya resiko
efek samping yang membahayakan pasien dan mudah dilakukan.
4. Bagi Institusi pendidikan
Memberikan tambahan ilmu pengetahuan baru yang dapat lebih di kembangkan lagi
untuk menangani masalah stroke.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori
1. Stroke
a. Definisi
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2009). Sedangkan menurut Muttaqin (2008) Stroke merupakan penyakit
neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke
merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja.
Stroke atau gangguan vaskuler otak atau dikenal dengan cerebro vaskuler disease (CVD)
adalah suatu kondisi susunan sistem saraf pusat yang patologis akibat adanya gangguan
peredaran darah (Satyanegara, 2010). Srtoke atau cedera serebrovaskuler adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak
(Wijaya dan Putri, 2013).
b. Klasifikasi Stroke
a) Stroke Hemoragik
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll).
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.
a) TIA (Trans Iskemik Attack) adalah gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b) Stroke involusi adalah stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau
beberapa hari.
c) Stroke komplit adalah dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.
c. Etiologi
1) Trhombosis Cerebal Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur
atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala
neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini
dapat menyebabkan thrombosis otak :
a) Aterosklerosis
(4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
d) Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak
dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
(1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
(4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-
gumpalan pada endocardium.
2) Haemorhagi
3) Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah Hipertensi yang
parah, Cardiac Pulmonary Arrest, Cardiac output turun akibat aritmia.
4) Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah Spasme arteri
serebral yang disertai perdarahan subarachnoid, Vasokontriksi arteri otak disertai sakit
kepala migraine.
d. Patofisiologi
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai
dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan
menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa
darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa
merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi
neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian
tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak (Muttaqin 2008).
Menurut Wijaya dan Putri (2013), Pada stroke non hemoragik gejala utamanya
adalah timbulnya defisit neorologis sacara mendadak atau subakut didahului gejala
prodromal terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak
menurun kecuali bila embolus cukup besar. Gejala yang muncul pada perdarahan
intraserebral adalah gejala prodomal yang tidak jelas kecuali nyeri kepala karena
hipertensi. Sifat nyeri kepala hebat sekali, mual muntah seringkali teradi sejak permulaan
serangan. Kesadaran biasanya menurun cepatmasuk koma (65% terjadi kurang dari
setengah jam, 23 % antara setengah sampai dua jam dan 12% terjadi setelah 2 jam,
sampai 19 hari).
Gejala khusus pada pasien stroke adalah kehilangan motoric misalnya hemiplegia,
hemiparesis, menurunnya tonus otot abnormal. Kehilangan komunikasi misalnya disartria
yaitu kesulitan bicara disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara, disfasia atau afasia kehilangan bicara yang terutama ekpresif/
represif. Gangguan persepsi yaitu berupa homonimus hemianopsia yaitu kehilangan
setengah lapang pandang dimana sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh
yang paralisis, amforfosintesis yaitu keadaan dimana cenderung berpaling dari sisi tubuh
yang sakit dan mengabaikan sisi / ruang yang sakit tersebut, gangguan visual spasia yaitu
gangguan dalam mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial,
kehilangan sensori antara lain tidak mampu merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh
(kehilangan propriosetik) sulit mengintepretasikan stimulasi visual , taktil dan auditorius.
f. Komplikasi
a) Bekuan Darah
b) Dekubitus
Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul , pantat, sendi kaki dan
tumit bila memar ini tidak dapat dirawat dapat menjadi infeksi.
c) Pneumonia
Pasien stroke tidak dapat batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini
menyebabkan cairan berkumpul di paru- paru dan selanjutnya menimbulkan
pneumonia.
a) Distrimia
c) Kontraktur
d) Gagal nafas
e) Kematian.
g. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Pudiastuti (2013) pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita stroke
adalah
h. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanan umum
a) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat , posisi lateral dekubitus bila disertai
muntah. Boleh di mulai mobilisasi bertahap bila hemodinamik stabil.
b) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu berikan oksigen 1-2
liter/menit bila ada hasil AGD.
f) Nutrisi perorfal hanya boleh di berikan setelah tes fungsi menelan baik bila terdapat
gangguan menlan atau pasien yang kesadaran menurun dianjurkan pasang NGT.
2) Penatalaksanaan Medis
a) Trombolitik (streptokinase)
c) Antikoagilan (heparin)
d) Hemorrhagea (pentoxyfilin)
a) Atasi Kejang
b) Atasi TIK yang meninggi manitol, gliserol, furosemid, intubasi, stroid dll).
Kekuatan otot merupakan kekuatan suatu otot atau grup otot yang dihasilkan
untuk dapat melawan tahanan dengan usaha yang maksimum. Kekuatan otot merupakan
suatu hal penting untuk setiap orang, karena kekuatan otot merupakan suatu daya dukung
gerakan dalam menyelesaikan tugas-tugas. Setelah umur 30 tahun, manusia akan
kehilangan kira-kira 3-5% jaringan oto total per dekade. Kekuatan otot akan berkurang
secara bertahap seiring bertambahnya umur. Penurunan fungsi dan kekuatan otot akan
mengakibatkan, yaitu: penurunan kemampuan mempertahankan keseimbangan tubuh,
hambatan dalam gerak duduk ke berdiri, peningkatan resiko jatuh, perubahan postur
(Utomo, 2010). Kekuatan otot adalah kemampuan otot menahan beban baik berupa beban
eksternal maupun beban internal (Irfan, 2010 dalam Yuliastati, 2011).
Saat mengukur kekuatan otot, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu
(Pudjiastuti & Utomo, 2003; Topey, 2010 dalam Yuliastuti, 2011):
a. Posisikan lansia sedemikian rupa sehingga otot mudah berkontraksi sesuai dengan
kekuatannya. Posisi yang dipilih harus memungkinkan kontraksi otot dan gerakan mudah
diobservasi.
b. Bagian tubuh yang akan diperiksa harus terbebas dari pakaian yang menghambat.
e. Bagian otot yang akan diukur ditempatkan pada posisi antigravitasi. Jika otot terlalu
lemah, maka sebaiknya lansia ditempatkan pada posisi terlentang.
f. Bagian proksimal area yang akan diukur harus dalam keadaan stabil untuk menghindari
kompensasi dari otot yang lain selama pengukuran.
g. Selama terjadi kontraksi gerakan yang terjadi diobservasi baik palpasi pada tendon
atau otot.
Tenaga kontraksi tergantung pada integritas dari jaringan penghubung dan tendon.
Pada permulaan beban diberikan diperlukan rekuitmen sejumlah unit motor dan
saat beban ditingkatkan, diperlukan lebih banyak lagi rekuitmen unit motor.
d. Kecepatan kontraksi
Tegangan otot yang terjadi sebanding dengan sejumlah hubungan silang antara
molekul aktin dan myosin.
Kekuatan otot yang timbul tergantung pada jenis kontraksi otot yaitu kontraksi
isotonik atau kontraki isometrik.
Puncak kekuatan dicapai pada umur 18-27 tahun dan menurun bertahap setelah
itu.
h. Hormon
Kekuatan otot pada laki-laki setelah masa pubertas dipengaruhi oleh hormon seks
pria yaitu testosteron yang mempunyai efek anabolik yang salah satunya penting dalam
mempertahankan masa otot jaringan tulang.
i. Jenis kelamin
Kekuatan otot wanita lebih lemah dibandingkan dengan kekuatan otot laki-laki.
j. Faktor psikologis
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Phillips (1995), Kirchner dan
Glines (1957), dalam Bloomfiedld, dkk (1994;212), jenis kelamin berpengaruh juga
terhadap fleksibilitas sendi seseorang. Wanita lebih lentur daripada laki-laki karena
tulang-tulangnya lebih kecil dan otot-ototnya lebih sedikit daripada laki-laki.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Tseng dkk (2007) dan Smelter dan Bare
(2002), latihan rentang gerak bertujuan untuk mempertahankan fleksibilitas dan mobilitas
sendi, mengembalikan control motoric, meningkatkan/ mempertahankan integritas sendi,
dan jaringan lunak, membantu sirkulasi dan nutrisi sinovial dan menurunkan
pembentukan kontraktur terutama pada ekstremitas yang mengalami paralisis. Manfaat
ini yang didapatkan dari latihan rentang gerak yaitu dapat memaksimalkan fungsi
aktifitas. Kehidupan sehari-hari, mengurangi atau menghambat nyeri, mencegah
bertambah buruknya system neuromuscular, mengurangi gejala depresi dan kecemasan,
meningkatkan harga diri, meningkatkan citra tubuh dan memberikan kesenangan.
1. Pengertian
2. Tujuan ROM
3. Manfaat ROM
1) Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan
4. Klasifikasi ROM
1) Latihan ROM pasif, yaitu latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan dari
orang lain, perawat, ataupun alat bantu setiap kali melakukan gerakan. Indikasi : pasien
usia lanjut dengan mobilitas terbatas, pasien tirah baring total, kekuatan otot 50%.
2) Latihan ROM aktif, yaitu latihsn ROM yang dilakukan mandiri oleh pasien tanpa
bantuan perawat pada setiap melakukan gerakan. Indikai :mampu melakukan ROM
sendiri dan kooperatif, kekuatan otot 75%.
1) ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari.
3) ROM sering diprogramkan oleh dokter dan dikerjakan oleh ahli fisioterapi.
4) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan,
siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
5) ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian- bagian yang
dicurigai mengalami proses penyakit.
6) Melakukan ROM harus sesuai waktunya, misalnya setelah mandi atau perawatan rutin
telah dilakukan (Suratun. et.all 2008).
Menurut (Potter & Perry, 2005), macam- macam gerakan sendi yaitu :
a. Leher
1. Fleksi 45⁰ menggerakan dagu menempel ke dada
2. Ekstensi 45⁰ mengembalikan kepala ke posisi tegak
3. Hiperekstensi 40-45⁰ menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin
4. Rotasi 180⁰ memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler
5. Fleksi lateral kanan 40-45⁰ dan fleksi lateral kanan 40-45⁰ memiringkan kepala
sejauh mungkin kearah setiap bahu kanan dan kiri.
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep (conceptual framework) adalah model pendahuluan dari sebuah
masalah penelitian, dan merupakan refleksi dari hubungan variabel-variabel yang
diteliti. Tujuan dari kerangka konsep adalah untuk mensintesa dan membimbing atau
mengarahkan penelitian, serta panduan untuk analisis dan intervensi (Shi, 2008 dalam
Swarjana, 2012). Variabel yang akan diteliiti pada penelitian ini adalah variabel
independen Range Of Motion (ROM), dependen kekuatan otot, sehingga kerangka
kosep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
B. Definisi Operasional
No Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah sebuah pernyataan rediksi yang menghubungkan independent
variabel terhadap dependen variabel (Swarjana, 2012). Jenis hipotesis yang diambil adalah
sebuah hipotesis stetment prediksi yang menghubungkan independent variabel dan dependent
variabel. Maka hipotesis penelitian ini adalah :
1. Hipotesis Negative (H0) : Tidak terdapat pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap
kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Budhi Mulia 3 Jakarta Selatan.
2. Hipotesis positif (Ha) : Terdapat pengaruh ROM (Range Of Motion) terhadap kekuatan otot
pada lansia Bedrest di Panti Sosial Tresna Werdha 03 Margaguna Jakarta Selatan.