Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS PEMBERIAN TERAPI RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP


KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE
DI RSUD dr. R. SOEDARSONO PASURUAN

SITI NURJANAH
1501470020

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
MALANG
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Stroke atau gangguan vaskuler otak atau dikenal dengan cerebro vaskuler disease
(CVD) adalah suatu kondisi susunan sistem saraf pusat yang patologis akibat adanya
gangguan peredaran darah (Satyanegara, 2010).
Menurut Junaidi (2011), Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak
akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan
peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh
darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan
menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian
sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke.
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di Negara maju, setelah
penyakit jantung dan kanker. Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami
stroke dan stroke mengakibatkan hampir 150.000 kematian. 11% orang Amerika berusia
55-56 mengalami infark serebal silent prevalensinya meningkat sampai 40% pada usia 80
tahun dan 43% pada usia 85 tahun (Adrian,2013).
Angka kematian karena stroke sampai saat ini masih tinggi. Menurut estimasi
World Health Organisation (WHO), pada tahun 2008 ada 6,2 juta kematian karena stroke
(WHO, 2012) dan merupakan penyebab kematian no 3 di dunia setelah jantung koroner
dan kanker (WHO, 2007). Data yang lebih rincioleh American Heart Association/
American Stroke Association (AHA/ASA) dalam Heart Disease and Stroke Statistics-
2012 Update, menyebutkan bahwa setiap 4 menit seseorang meninggal karena stroke dan
stroke berkontribusi dalam setiap 18 kematian di Amerika Serikat pada tahun 2008
(Roger, et al. 2011). Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyebab kematian nomor 4
setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit kronik saluran pernafasan bawah (Miniño,
et al,2011), sedangkan di Inggris merupakan satu diantara tiga penyebab kematian
tertinggi (National Audit Office, 2010), sementara di Australia stroke merupakan
penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit jantung koroner dengan 8.300 kematian
pada tahun 2009 (Refshauge, 2012; National Stroke Foundation, 2012).
Data yang dirilis oleh Yayasan Stroke Indonesia menyatakan bahwa kasus stroke
di Indonesia menunjukkan kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun. Setelah
tahun 2000 kasus stroke yang terdeteksi terus melonjak. Pada tahun 2004, beberapa
penelitian di sejumlah rumah sakit menemukan pasien rawat inap yang disebabkan stroke
berjumlah 23.636 orang. Sedangkan yang rawat jalan atau yang tidak dibawa ke
dokter/rumah sakit tidak diketahui jumlahnya. Namun Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007 berhasil mendata kasus stroke di wilayah perkotaan di 33 provinsi dan 440
kabupaten. Riskesdas tahun 2007 ini berhasil mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel
rumah tangga perkotaan dan 987.205 sampel anggota rumah tangga untuk pengukuran
berbagai variabel kesehatan masyarakat. Hasilnya, stroke merupakan pembunuh utama di
antara penyakit -penyakit noninfeksi di kalangan penduduk perkotaan.
Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat dengan tajam. Bahkan, saat ini
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia, karena
berbagai sebab selain pemyakit degeneratif, terbanyak karena stres ini sangat
memprihatinkan mengingat Insan Pasca Stroke (IPS) biasanya merasa rendah diri dan
emosinya tidak terkontrol dan selalu ingin diperhatikan (Hernowo, 2007).
Kasus tertinggi Stroke adalah di Kota Semarang yaitu sebesar 3.986 kasus
(17,91%) dibanding dengan jumlah keseluruhan kasus stroke di kabupaten/kota lain di
Jawa Tengah. Dibandingkan jumlah kasus keseluruhan PTM lain di Kota Semarang
terdapat proporsi sebesar 3,18%. Angka Kejadian Stroke di RSUD dr.Mangun Sumarso
Wonogiri adalah sebanyak 1777 orang selama 2014 baik yang rawat jalan atau rawat
inap.
Serangan stroke dapat menimbulkan cacat fisik yang permanen. Cacat fisik dapat
mengakibatkan seseorang kurang produktif. Oleh karena itu pasien stroke memerlukan
rehabilitasi untuk meminimalkan cacat fisik agar dapat menjalani aktivitasnya secara
normal. Rehablitasi harus dimulai sedini mungkin secara cepat dan tepat sehingga dapat
membantu pemulihan fisik yang lebih cepat dan optimal. Serta menghindari kelemahan
otot yang dapat terjadi apabila tidak dilakukan latihan rentang gerak setelah pasien
terkena stroke (Irfan, 2010).
Salah satu rehabilitasi yang dapat diberikan pada pasien stroke adalah latihan
rentang gerak atau Range of Motion (ROM). ROM Aktif- Asitif dilakukan dengan cara
klien menggunakan lengan atau tungkai yang berlawanan dan lebih kuat untuk
menggerakan setiap sendi pada ekstremiitas yang tidak mampu gerakan aktif (Berman,
2009).
Pasien dengan stroke akan mengalami gangguan-gangguan yang bersifat
fungsional. Gangguan sensoris dan motorik post stroke mengakibatkan gangguan
keseimbangan termasuk kelemahan otot, penurunan fleksibilitas jaringan lunak, serta
gangguan kontrol motorik dan sensorik. Fungsi yang hilang akibat gangguan kontrol
motorik pada pasien stroke mengakibatkan hilangnya koordinasi, hilangnya kemampuan
keseimbangan tubuh dan postur (kemampuan untuk mempertahankan posisi tertentu)
(Irfan 2010).
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, penulis tertarik untuk
mengaplikasikan tindakan terapi pemberian Range of Motion (ROM) aktif–asitif :
spherical grip terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien
stroke,untuk mengurangi resiko kecacatan dan kelemahan otot ekstremitas akibat dari
serangan stroke.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan terapi pemberian Range Of Motion (ROM) aktif–asitif :
spherical grip terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas pada Tn.W dengan
stroke.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn.W dengan stroke.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.W dengan stroke
c. Penulis mampu menyusun intervensi pada Tn.W dengan stroke.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn.W stroke
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn.W dengan stroke.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian Range of Motion (ROM) aktif–asitif :
spherical grip terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas pada Tn.W dengan
stroke.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pelayanan Keperawatan Di Rumah Sakit
Aplikasi ini diharapkan dapat memberikan referensi baru bagi pelayanan asuhan
keperawatan di rumah sakit untuk mengelola pasien dengan stroke.
2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Dapat menjadi rujukan bagi perawat untuk melakukan pemberian Range of Motion
(ROM) aktif –asitif : spherical grip terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas
pada pasien stroke.
3. Bagi pasien
Hasil dari pemberian terapi ini sangat berguna untuk pasien karena dapat meningkatkan
kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien sroke dengan hemiparesis tanpa adanya resiko
efek samping yang membahayakan pasien dan mudah dilakukan.
4. Bagi Institusi pendidikan
Memberikan tambahan ilmu pengetahuan baru yang dapat lebih di kembangkan lagi
untuk menangani masalah stroke.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori
1. Stroke
a. Definisi
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2009). Sedangkan menurut Muttaqin (2008) Stroke merupakan penyakit
neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke
merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja.
Stroke atau gangguan vaskuler otak atau dikenal dengan cerebro vaskuler disease (CVD)
adalah suatu kondisi susunan sistem saraf pusat yang patologis akibat adanya gangguan
peredaran darah (Satyanegara, 2010). Srtoke atau cedera serebrovaskuler adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak
(Wijaya dan Putri, 2013).

b. Klasifikasi Stroke

Menurut Muttaqin (2008) stroke dibagi menjadi 2 yaitu :

1) Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:

a) Stroke Hemoragik

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.


Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:

(1) Perdarahan intraserebral


Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
thalamus, pons dan serebelum.

(2) Perdarahan subaraknoid

Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll).

b) Stroke Non Hemoragik

Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.

2) Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya yaitu :

a) TIA (Trans Iskemik Attack) adalah gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

b) Stroke involusi adalah stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau
beberapa hari.

c) Stroke komplit adalah dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.
c. Etiologi

Menurut Muttaqin (2008) penyebab stroke yaitu :

1) Trhombosis Cerebal Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur
atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala
neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini
dapat menyebabkan thrombosis otak :

a) Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan


pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka
(Ruhyanudin, 2007). Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :

(1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.

(2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis

(3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus


(embolus).

(4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.

b) Hyperkoagulasi pada pilysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat


melambatkan aliran darah serebral.

c) Arteritis (radang pada arteri)

d) Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak
dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :

(1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).

(2) Infark Myokard

(3) Fibrilasi : Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel


sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.

(4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-
gumpalan pada endocardium.

2) Haemorhagi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang


subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak.

3) Hipoksia umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah Hipertensi yang
parah, Cardiac Pulmonary Arrest, Cardiac output turun akibat aritmia.

4) Hipoksia Setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah Spasme arteri
serebral yang disertai perdarahan subarachnoid, Vasokontriksi arteri otak disertai sakit
kepala migraine.
d. Patofisiologi

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400


mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-
arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arterio talamus (talamo
perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris mengalami
perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau
kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh
darah terutama pada pagi hari dan sore hari (Muttaqin 2008).

Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai
dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan
menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa
darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa
merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi
neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian
tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin 2008).

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak (Muttaqin 2008).

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat


menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron- neuron di daerah yang terkena darah
dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila
volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam
dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan
volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Muttaqin 2008).

e. Tanda dan Gejala Stroke

Menurut Wijaya dan Putri (2013), Pada stroke non hemoragik gejala utamanya
adalah timbulnya defisit neorologis sacara mendadak atau subakut didahului gejala
prodromal terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak
menurun kecuali bila embolus cukup besar. Gejala yang muncul pada perdarahan
intraserebral adalah gejala prodomal yang tidak jelas kecuali nyeri kepala karena
hipertensi. Sifat nyeri kepala hebat sekali, mual muntah seringkali teradi sejak permulaan
serangan. Kesadaran biasanya menurun cepatmasuk koma (65% terjadi kurang dari
setengah jam, 23 % antara setengah sampai dua jam dan 12% terjadi setelah 2 jam,
sampai 19 hari).

Pada perdarahan subaraknoid didapatkan gejala prodromal berupa nyeri kepala


hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala atau tanda
rangsangan meninggal. Edema papil dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid karena
pecahnya aneurisma pada arteri karotis interna. Gejala neurologis yang timbul tergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya , gejala yang muncul
dapat berupa kelumpuhan wajah dan anggota badan satu atau lebih anggota badan,
gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan, prubahan mendadak status
mental, afasia (bicara tidak lancer), ataksia anggota badan, vertigo, mual muntah atau
nyeri kepala.

Gejala khusus pada pasien stroke adalah kehilangan motoric misalnya hemiplegia,
hemiparesis, menurunnya tonus otot abnormal. Kehilangan komunikasi misalnya disartria
yaitu kesulitan bicara disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara, disfasia atau afasia kehilangan bicara yang terutama ekpresif/
represif. Gangguan persepsi yaitu berupa homonimus hemianopsia yaitu kehilangan
setengah lapang pandang dimana sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh
yang paralisis, amforfosintesis yaitu keadaan dimana cenderung berpaling dari sisi tubuh
yang sakit dan mengabaikan sisi / ruang yang sakit tersebut, gangguan visual spasia yaitu
gangguan dalam mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial,
kehilangan sensori antara lain tidak mampu merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh
(kehilangan propriosetik) sulit mengintepretasikan stimulasi visual , taktil dan auditorius.

f. Komplikasi

Menurut Pudiastuti (2013) komplikasi stroke diantaranya :

1) Akibat berbaring lama

a) Bekuan Darah

Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan,


pembengkakan selain itu juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan
yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke paru.

b) Dekubitus

Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul , pantat, sendi kaki dan
tumit bila memar ini tidak dapat dirawat dapat menjadi infeksi.

c) Pneumonia

Pasien stroke tidak dapat batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini
menyebabkan cairan berkumpul di paru- paru dan selanjutnya menimbulkan
pneumonia.

d) Atrofi dan kekauan sendi

Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi.

2) Komplikasi lain dari stroke

a) Distrimia

b) Peningkatan tekanan intra kranial

c) Kontraktur

d) Gagal nafas
e) Kematian.

3) Akibat dari Stroke antara lain

a) 80-90% bermasalh dalam berpikir dan meningkat.

b) 80% penurunan parsial/ total gerakan lengan dan tungkai.

c) 70% menderita depresi.

d) 30% mengalami kesulitan bicara, menelan, membedakan kanan dan kiri.

g. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Pudiastuti (2013) pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita stroke
adalah

1) Ultrasongrafi Doppler mengidentifikasikan penyakit artiovena (masalh system arteri


karotis (arteri darah atau muncul plak)).

2) Aniografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti


perdarahan darah atau obstruksi arteri adalah titik obstruksi atau rupture.

3) CT Scan memperlihatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.

4) Fungsi Lumbal menunjukkan adanya tekanan normal, hemoragik, Malforasi Arterial


Arterivena (MAV).

5) Sinar X tengkorak menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang


berlawanan dari masa yang meluas.

6) EEG mengidentifikasikan masalh didasarkan pada gelombang otak dan mungkin


memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

h. Penatalaksanaan

Penatalaksanan stroke menurut Wijaya dan Putri (2013) adalah

1) Penatalaksanan umum

a) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat , posisi lateral dekubitus bila disertai
muntah. Boleh di mulai mobilisasi bertahap bila hemodinamik stabil.
b) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu berikan oksigen 1-2
liter/menit bila ada hasil AGD.

c) Kosongkan kandung kemih dengan kateter bila penuh.

d) Kontrol tekanan darah dipertahankan normal.

e) Suhu tubuh harus dipertahankan.

f) Nutrisi perorfal hanya boleh di berikan setelah tes fungsi menelan baik bila terdapat
gangguan menlan atau pasien yang kesadaran menurun dianjurkan pasang NGT.

g) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi.

2) Penatalaksanaan Medis

a) Trombolitik (streptokinase)

b) Anti platelet / anti trombolitik (asetosol,mticlopidin, cilostazol, dipiridamol).

c) Antikoagilan (heparin)

d) Hemorrhagea (pentoxyfilin)

e) Antagonis serotonin (Noftidrofuryl) f) Antagonis calcium (nomodipin, piracetam)

3) Penatalaksanaan Khusus / Komplikasi

a) Atasi Kejang

b) Atasi TIK yang meninggi manitol, gliserol, furosemid, intubasi, stroid dll).

c) Atasi dekompresi (kraniotomi)

d) Untuk penatalaksanaan factor resiko

(1) Atasi hipertensi

(2) Atasi hiperglikemia

(3) Atasi hiperurisemia


2. Kekuatan Otot

1. Pengertian Kekuatan Otot

Kekuatan otot merupakan kekuatan suatu otot atau grup otot yang dihasilkan
untuk dapat melawan tahanan dengan usaha yang maksimum. Kekuatan otot merupakan
suatu hal penting untuk setiap orang, karena kekuatan otot merupakan suatu daya dukung
gerakan dalam menyelesaikan tugas-tugas. Setelah umur 30 tahun, manusia akan
kehilangan kira-kira 3-5% jaringan oto total per dekade. Kekuatan otot akan berkurang
secara bertahap seiring bertambahnya umur. Penurunan fungsi dan kekuatan otot akan
mengakibatkan, yaitu: penurunan kemampuan mempertahankan keseimbangan tubuh,
hambatan dalam gerak duduk ke berdiri, peningkatan resiko jatuh, perubahan postur
(Utomo, 2010). Kekuatan otot adalah kemampuan otot menahan beban baik berupa beban
eksternal maupun beban internal (Irfan, 2010 dalam Yuliastati, 2011).

2. Pengukuran kekuatan otot

Pengukuran kekuatan otot adalah suatu pengukuran untuk mengevaluasi


kontraktilitas termasuk didalamnya otot dan tendon dan kemampuannya dalam
menghasilkan suatu usaha. Pemeriksaan kekuatan otot diberikan kepada individu yang
dicurigai atau aktual yang mengalami gangguan kekuatan otot maupun daya tahannya
(Torpey, 2010 dalam Yuliastati, 2011). Pengukuran kekuatan otot dapat dilakukan
dengan menggunakan pengujian otot secara manual yang disebut dengan MMT (manual
muscle testing). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan otot
mengkontraksikan kelompok otot secara voluner (Pudjiastuti dan Utomo, 2003 dalam
Yuliastuti, 2011).

3. Cara mengukur kekuatan otot dengan menggunakan MMT

Saat mengukur kekuatan otot, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu
(Pudjiastuti & Utomo, 2003; Topey, 2010 dalam Yuliastuti, 2011):

a. Posisikan lansia sedemikian rupa sehingga otot mudah berkontraksi sesuai dengan
kekuatannya. Posisi yang dipilih harus memungkinkan kontraksi otot dan gerakan mudah
diobservasi.
b. Bagian tubuh yang akan diperiksa harus terbebas dari pakaian yang menghambat.

c. Usahakan lansia dapat berkonsentrasi saat dilakukan pengukuran.

d. Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.

e. Bagian otot yang akan diukur ditempatkan pada posisi antigravitasi. Jika otot terlalu
lemah, maka sebaiknya lansia ditempatkan pada posisi terlentang.

f. Bagian proksimal area yang akan diukur harus dalam keadaan stabil untuk menghindari
kompensasi dari otot yang lain selama pengukuran.

g. Selama terjadi kontraksi gerakan yang terjadi diobservasi baik palpasi pada tendon
atau otot.

h. Tahanan diperlukan untuk melawan otot selama pengukuran.

i. Lakukan secara hati-hati, bertahap dan tidak tiba-tiba.

j. Catat hasil pengukuran pada lembar obsrvasi.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot

a. Penampang melintang otot

Semakin besar penampang melinntang otot, semakin besar tenaga yang


dihasilkan.

b. Kekuatan dan kekakuan jaringan penghubung

Tenaga kontraksi tergantung pada integritas dari jaringan penghubung dan tendon.

c. Jumlah unit motor yang diaktifkan dan kecepatan cetusannya.

Pada permulaan beban diberikan diperlukan rekuitmen sejumlah unit motor dan
saat beban ditingkatkan, diperlukan lebih banyak lagi rekuitmen unit motor.

d. Kecepatan kontraksi

Kecepatan kontraksi otot berhubungan secara terbalik dengan beban yang


diberikan pada otot. Suatu otot akan berkotraksi dengan sangat cepat bila berkontraksi
tanpa beban dan kecepatan kontraksi akan menurun bila diberkan beban berat.
e. Panjang otot saat kontraksi

Tegangan otot yang terjadi sebanding dengan sejumlah hubungan silang antara
molekul aktin dan myosin.

f. Jenis kontraksi otot

Kekuatan otot yang timbul tergantung pada jenis kontraksi otot yaitu kontraksi
isotonik atau kontraki isometrik.

g. Usia dan kebugaran fisik

Puncak kekuatan dicapai pada umur 18-27 tahun dan menurun bertahap setelah
itu.

h. Hormon

Kekuatan otot pada laki-laki setelah masa pubertas dipengaruhi oleh hormon seks
pria yaitu testosteron yang mempunyai efek anabolik yang salah satunya penting dalam
mempertahankan masa otot jaringan tulang.

i. Jenis kelamin
Kekuatan otot wanita lebih lemah dibandingkan dengan kekuatan otot laki-laki.

j. Faktor psikologis

Subyek harus dimotivasi untuk menghasilkan kekuatan otot yang maksimum


(Lesman dalam Dewi, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Phillips (1995), Kirchner dan
Glines (1957), dalam Bloomfiedld, dkk (1994;212), jenis kelamin berpengaruh juga
terhadap fleksibilitas sendi seseorang. Wanita lebih lentur daripada laki-laki karena
tulang-tulangnya lebih kecil dan otot-ototnya lebih sedikit daripada laki-laki.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Tseng dkk (2007) dan Smelter dan Bare
(2002), latihan rentang gerak bertujuan untuk mempertahankan fleksibilitas dan mobilitas
sendi, mengembalikan control motoric, meningkatkan/ mempertahankan integritas sendi,
dan jaringan lunak, membantu sirkulasi dan nutrisi sinovial dan menurunkan
pembentukan kontraktur terutama pada ekstremitas yang mengalami paralisis. Manfaat
ini yang didapatkan dari latihan rentang gerak yaitu dapat memaksimalkan fungsi
aktifitas. Kehidupan sehari-hari, mengurangi atau menghambat nyeri, mencegah
bertambah buruknya system neuromuscular, mengurangi gejala depresi dan kecemasan,
meningkatkan harga diri, meningkatkan citra tubuh dan memberikan kesenangan.

5. Derajat Kekuatan Otot

Dalam (Kozier, et al, 1995), kekuatan otot dinyatakan dengan menggunakan


angka 0-5 yaitu :
Tabel 2.1 Derajat Kekuatan Otot
skala % Kekuatan Normal Keterangan
0 0% (Zero) Paralisis total atau tidak terdeteksinya kontraksi
otot dengan palpasi
1 10% (Trace) Tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot
dapat dipalpasi
2 25% (poor) Dapat menggerakkan otot atau bagian yang lemah
sesuai perintah
3 50% (Fair) Mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh
dan melawan gravitasi tanpa tahanan
4 75% (Good) Mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh,
melawan gravitasi dan melawan tahanan sedang
5 100% (Normal) Mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh,
melawan gravitasi dan melawan tahanan maksimal

3. Range Of Motion (ROM)

1. Pengertian

Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan


atau memperbaiko tingkat kesempurnaan kemampuan untuk menggerakan persendian
secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter &
Perry, 2005). ROM adalah kemampuan maksimal seseorang dalam melakukan gerakan.
Merupakan ruang gerak atau batas-batas gerakan dari kontraksi otot dalam melakukan
gerakan, apakah otot memendek secara penuh atau tidak, atau memanjang secara penuh
atau tidak (Lukman dan Ningsih, 2009). Suratun, et al (2006) Range of motion adalah
gerakan yang dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan.

Latihan ROM ialah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau


memperbaiki kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan masa dan tonus otot sehingga dapat mencegah kelainan bentuk, kekakuan
dan kontraktur (Nurhidayah, et al. 2014). Latihan ROM adalah latihan yang meggerakan
persendian seoptimal dan seluas mungkin sesuai kemampuan seseorang yang tidak
menimbulkan rasa nyeri pada sendi yang digerakan. Adanya pergerakan pada persendian
akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah kedalam kapsula sendi(Astrand,
et al. 2003).

2. Tujuan ROM

a. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot

b. Memelihara mobilitas persendian

c. Mencegah kelainan bentuk (Suratun, 2008).

3. Manfaat ROM

Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan


pergerakan, memperbaiki tonus otot, mencegah terjadinya kekakuan sendi, dan untuk
memperlancar darah.

Menurut Nurhidayah, et al (2014) menyatakan bahwa manfaat ROM adalah:

1) Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan

2) Mengkaji tulang, sendi dan otot

3) Mencegah terjadinya kekakuan sendi

4) Memperlancar sirkulasi darah

5) Memperbaiki tonus otot

6) Meningkatkan mobilisasi sendi


7) Memperbaiki toleransi otot untuk latihan.

4. Klasifikasi ROM

Suratun, et al (2006), menyatakan bahwa ada beberapa klasifikasi latihan ROM,


yaitu:

1) Latihan ROM pasif, yaitu latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan dari
orang lain, perawat, ataupun alat bantu setiap kali melakukan gerakan. Indikasi : pasien
usia lanjut dengan mobilitas terbatas, pasien tirah baring total, kekuatan otot 50%.

2) Latihan ROM aktif, yaitu latihsn ROM yang dilakukan mandiri oleh pasien tanpa
bantuan perawat pada setiap melakukan gerakan. Indikai :mampu melakukan ROM
sendiri dan kooperatif, kekuatan otot 75%.

5. Prinsip Dasar Latihan ROM, yaitu:

1) ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari.

2) ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.

3) ROM sering diprogramkan oleh dokter dan dikerjakan oleh ahli fisioterapi.

4) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan,
siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.

5) ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian- bagian yang
dicurigai mengalami proses penyakit.

6) Melakukan ROM harus sesuai waktunya, misalnya setelah mandi atau perawatan rutin
telah dilakukan (Suratun. et.all 2008).

6. Macam-macam Gerakan Range Of Motion (ROM)

Menurut (Potter & Perry, 2005), macam- macam gerakan sendi yaitu :

a. Leher
1. Fleksi 45⁰ menggerakan dagu menempel ke dada
2. Ekstensi 45⁰ mengembalikan kepala ke posisi tegak
3. Hiperekstensi 40-45⁰ menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin
4. Rotasi 180⁰ memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler
5. Fleksi lateral kanan 40-45⁰ dan fleksi lateral kanan 40-45⁰ memiringkan kepala
sejauh mungkin kearah setiap bahu kanan dan kiri.

Gambar 2.6 Gerakan ROM pada leher


Sumber:https://www.google.co.id/search?q=gerakan+ROM+pada+leher&safe=str
ict&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiL6f2BpuzdAhUBWysKHbc
VCtMQ_AUIDigB&biw=1350&bih=640#imgrc=QAAlH0uH4IvPEM: diakses
pada 4 oktober 2018
b. Bahu
1. Fleksi 180⁰ menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di
atas kepala
2. Ekstensi 180⁰ mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh
3. Hiperekstensi 54-60⁰ menggerakkan lengan ke belakang tubuh, siku tetap lurus
4. Abduksi 180⁰ menaikkan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak
tangan jauh dari kepala
5. Adduksi 320⁰ menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh
mungkin
6. Rotasi dalam 90⁰ dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakkan lengan
sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang
7. Rotasi luar 90⁰ dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari ke atas
dan samping kepala
8. Sirkumduksi 360⁰ menggerakkan lengan dengan lingkaran penuh
Gambar 2.7 Gerakan ROM pada bahu
Sumber:https://www.google.co.id/search?safe=strict&biw=1350&bih=591&tbm=
isch&sa=1&ei=vcW1W_O9MMz6rQHDsrCwCg&q=gerakan+ROM+pada+bahu
&oq=gerakan+ROM+pada+bahu&gs_l=img.3...1553497.1562375.0.1562784.9.9.
0.0.0.0.261.1027.3j4j1.8.0....0...1c.1.64.img..1.4.488...35i39k1.0.PG2wFUV3YNc
#imgrc=NTG1Lc9VbJIi2M: diakses pada 4 oktober 2018
c. Siku
1. Fleksi 150⁰ menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak ke depan sendi
bahu dan tangan sejajar dengan bahu
2. Ektensi 150⁰ meluruskan siku dengan menurunkan tangan
Gambar 2.8 Gerakan ROM pada siku
Sumber:https://www.google.co.id/search?safe=strict&biw=1350&bih=591&tbm=
isch&sa=1&ei=2su1W_2UB9j0rAHtqrnQBA&q=gerakan+ROM+pada+siku&oq
=gerakan+ROM+pada+siku&gs_l=img.3...489829.491909.0.492321.8.8.0.0.0.0.2
28.845.1j4j1.6.0....0...1c.1.64.img..2.3.400...35i39k1.0.BdeQjnrYB44#imgrc=n5
YdsS-fmvc2TM: diakses pada 4 oktober 2018
d. Lengan bawah
1. Supinasi 70-90⁰ memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan
menghadap ke atas
2. Pronasi 70-90⁰ memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke
bawah

Gambar 2.9 Gerakan ROM pada lengan bawah


Sumber:https://www.google.co.id/search?safe=strict&biw=1350&bih=591&tbm=
isch&sa=1&ei=yM21W471H9PbrQHW8K7YDA&q=gerakan+ROM+pada+leng
an+bawah&oq=gerakan+ROM+pada+lengan+bawah&gs_l=img.3...421009.4262
13.0.426672.16.16.0.0.0.0.237.2185.1j12j3.16.0....0...1c.1.64.img..0.5.821...35i39
k1.0.IIQIIavpNe4#imgrc=9J7YXch1SUGs9M: diakses pada 4 oktober 2018
e. Pergelangan tangan
1. Fleksi 80-90⁰ menggerakkan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah
2. Ekstensi 80-90⁰ menggerakkan jari-jari tangan sehingga jari-jari, tangan, lengan
bawah berada dalam arah yang sama
3. Hiperekstensi 89-90⁰ membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh
mungkin
4. Abduksi 30⁰ menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari
5. Adduksi 30-50⁰ menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari

Gambar 3 Gerakan ROM pada pergelangan tangan


Sumber:https://www.google.co.id/search?safe=strict&biw=1350&bih=591&tbm=
isch&sa=1&ei=dM-
1W6XdN86o9QOyxpnYCQ&q=gerakan+ROM+pada+pergelangan+tangan&oq=
gerakan+ROM+pada+pergelangan+tangan&gs_l=img.3...503289.509719.0.51003
4.30.30.0.0.0.0.234.3042.13j13j2.28.0....0...1c.1.64.img..2.9.915...35i39k1.0.qeIei
YAzg8E#imgrc=SCuvr8f7P2IeHM: diakses pada 4 oktober 2018
f. Jari-jari tangan
1. Fleksi 90⁰ membuat genggaman
2. Ekstensi 90⁰ meluruskan jari-jari tangan
3. Hiperekstensi 30-60⁰ menggerakkan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin
4. Abduksi 30⁰ merenggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain
5. Adduksi 30⁰ merapatkan kembali jari-jari tangan

Gambar 3.1 Gerakan ROM pada jari-jari tangan


Sumber:https://www.google.co.id/search?safe=strict&biw=1350&bih=591&tbm=
isch&sa=1&ei=dNG1W6W3IIz7rQHG5JWQCA&q=gerakan+ROM+pada+jari-
jari+tangan&oq=gerakan+ROM+pada+jari-
jari+tangan&gs_l=img.3...446440.456570.0.457618.36.29.1.0.0.0.195.3256.8j20.
28.0....0...1c.1.64.img..10.8.845...35i39k1.0.JlGAQUoawfA#imgrc=gekKyYUa2
kHVeM: diakses pada 4 oktober 2018
g. Ibu jari
1. Fleksi 90⁰ menggerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan
2. Ekstensi 90⁰ menggerakkan ibu jari lurus menjauh dari tangan
3. Abduksi 30⁰ menjauhkan ibu jari ke samping
4. Adduksi 30⁰ menggerakkan ibu jari ke depan tangan
5. Oposisi menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama

Gambar 3.2 Gerakan ROM pada ibu jari


Sumber:https://www.google.co.id/search?safe=strict&biw=1350&bih=591&tbm=
isch&sa=1&ei=P9O1W-KaJ4SA9QPOp4-
QBQ&q=gerakan+ROM+pada+ibu+jari&oq=gerakan+ROM+pada+ibu+jari&gs_
l=img.3...423264.430661.0.431066.24.24.0.0.0.0.200.2465.6j15j1.22.0....0...1c.1.
64.img..2.14.1632...35i39k1.0.H-tt2EhOKCE#imgrc=bbsT3AwwBbt27M:
diakses pada 4 oktober 2018
h. Pinggul
1. Fleksi 90-120⁰ menggerakkan tungkai ke depan dan atas
2. Ekstensi 90-120⁰ menggerakkan kembali ke samping tungkai yang lain
3. Hiperekstensi 30-50⁰ menggerakkan tungkai ke belakang tubuh
4. Abduksi 30-50⁰ menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh
5. Adduksi 30-50⁰ menggerakkan tungkai kembali ke posisi media dan melebihi jika
mungkin
6. Rotasi dalam 90⁰ memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain
7. Rotasi luar 90⁰ memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain
8. Sirkumduksi menggerakkan tungkai melingkar

Gambar 3.3 gerakan ROM pada pinggul


Sumber:https://www.google.co.id/search?safe=strict&biw=1350&bih=591&tbm=
isch&sa=1&ei=8NS1W620DsLgrQH_77KgBg&q=gerakan+ROM+pada+pinggul
&oq=gerakan+ROM+pada+pinggul&gs_l=img.3...963724.972442.0.973709.19.1
3.2.0.0.0.164.1563.0j13.13.0....0...1c.1.64.img..6.6.507...35i39k1.0.-
QyAAumeiJE#imgrc=TSpzngwS_TnOnM: diakses pada 4 oktober 2018
i. Lutut
1. Fleksi 120-130⁰ menggerakkan tumit ke arah belakang paha
2. Ekstensi 120-130⁰ mengembalikan tungkai ke lantai

Gambar 3.4 gerakan ROM pada lutut


Sumber:https://www.google.co.id/search?safe=strict&biw=1350&bih=591&tbm=
isch&sa=1&ei=uNi1W4iXA9O8rQH3oZ34Dg&q=gerakan+ROM+pada+lutut&o
q=gerakan+ROM+pada+lutut&gs_l=img.3...263419.266846.0.268010.14.10.1.0.0
.0.168.669.3j3.6.0....0...1c.1.64.img..8.4.362...35i39k1.0.6NubcmgD0EA#imgrc=
Fz6v6dFByGig_M: diakses pada 4 oktober 2018
j. Mata kaki
1. Dorsifleksi 20-30⁰ menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas
2. Plantarfleksi 45-50⁰ menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaku menekuk ke
bawah

Gambar 3.5 gerakan ROM pada mata kaki


Sumber:https://www.google.co.id/search?safe=strict&biw=1350&bih=591&tbm=
isch&sa=1&ei=ydm1W9LnB8io9QOGz7C4CA&q=gerakan+ROM+pada+mata+
kaki&oq=gerakan+ROM+pada+mata+kaki&gs_l=img.3...338980.342330.0.3428
11.14.14.0.0.0.0.198.1399.5j7.12.0....0...1c.1.64.img..2.3.389...35i39k1.0.CIGLw
D_0CCo#imgrc=w3_UeIinq-w1TM: diakses pada 4 oktober 2018
k. Jari-jari kaki
1. Fleksi 30-60⁰ menekukkan jari-jari kaki ke bawah
2. Ekstensi 30-60⁰ meluruskan jari-jari kaki
3. Abduksi 15⁰ menggerakkan jari-jari kaki satu dengan yang lain
4. Adduksi 15⁰ merapatkan kembali bersama-sama
Gambar 3.6 gerakan ROM pada jari-jari kaki
Sumber:https://www.google.co.id/search?safe=strict&biw=1350&bih=591&tbm=
isch&sa=1&ei=Bty1W8aiPJuz9QOK-LDYBw&q=gerakan+ROM+pada+jari-
jari+kaki&oq=gerakan+ROM+pada+jari-
jari+kaki&gs_l=img.3...89762.93181.0.93588.10.10.0.0.0.0.119.931.3j6.9.0....0...
1c.1.64.img..1.0.0....0.V6m3dgflkGQ#imgrc=skdb7aICLiFkiM: diakses pada 4
oktober 2018
2.1.4.8 Prosedur pelaksanaan Range Of Motion (ROM)
A. Pengertian
Melakukan latihan gerakan rentang sendi (ROM) sesuai dengan rentang
gerak sendi penuh tanpa menyebabkan ketidaknyamanan. Latihan ROM
dilakukan secara aktif, pasif atau aktif dengan bantuan.
B. Tujuan
1. Mencegah atropi otot dan kontraktur sendi
2. Pasien mampu mendemonstrasikan latihan ROM secara mandiri
C. Indikasi
1. Pasien imobilisasi
D. Persiapan Pasien
1. Lakukan tindakan dengan 5S (senyum, salam, sapa, sopan, santun)
2. Lakukan perkenalan diri dan identifikasi pasien
3. Jelaskan prosedur pelaksanaan
4. Buat inform consent
E. Persiapan Alat
F. Persiapan Lingkungan
1. Jaga privasi pasien dengan memasang sketsel/sampiran
2. Ciptakan lingkungan aman dan nyaman
G. Pelaksanaan
1) Jelaskan prosedur dan waktu tiap gerakan diulangi maksimal 5 kali atau tiap
ekstremitas 5-7 menit (sesuai kondisi pasien) dan latihan dilakukan minimal 2
kali sehari
2) Lindungi privasi pasien, perlihatkan hanya ekstremitas yang di latih
3) Atur ketinggian tempat tidur senyaman mungkin
4) Rendahkan pelindung tempat tidur sisi kita bekerja
5) Mulai latihan ROM dari kepala hingga seluruh bagian tubuh
6) Lakukan gerakan perlahan-lahan maksimal 5 kali, sokong penuh gerakan
dengan perlahan tapi jangan berbalik menjadi nyeri, lelah atau tertahan.
7) Bahu
 Fleksi 180⁰ menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke
posisi di atas kepala
 Ekstensi 180⁰ mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh
 Hiperekstensi 54-60⁰ menggerakkan lengan ke belakang tubuh, siku tetap
lurus
 Abduksi 180⁰ menaikkan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan
telapak tangan jauh dari kepala
 Adduksi 320⁰ menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh
mungkin
 Rotasi dalam 90⁰ dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakkan
lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang
 Rotasi luar 90⁰ dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari
ke atas dan samping kepala
 Kembalikan ke posisi semula
8) Siku
 Fleksi 150⁰ menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak ke depan
sendi bahu dan tangan sejajar dengan bahu
 Ektensi 150⁰ meluruskan siku dengan menurunkan tangan
 Kembalikan ke posisi semula
9) Lengan bawah
 Supinasi 70-90⁰ memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak
tangan menghadap ke atas
 Pronasi 70-90⁰ memutar lengan bawah sehingga telapak tangan
menghadap ke bawah
 Kembalikan ke posisi semula
10) Pergelangan tangan
 Fleksi 80-90⁰ menggerakkan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan
bawah
 Ekstensi 80-90⁰ menggerakkan jari-jari tangan sehingga jari-jari, tangan,
lengan bawah berada dalam arah yang sama
 Hiperekstensi 89-90⁰ membawa permukaan tangan dorsal ke belakang
sejauh mungkin
 Abduksi 30⁰ menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari
 Adduksi 30-50⁰ menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari
 Kembalikan ke posisi semula
11) Jari-jari tangan
 Fleksi 90⁰ membuat genggaman
 Ekstensi 90⁰ meluruskan jari-jari tangan
 Hiperekstensi 30-60⁰ menggerakkan jari-jari tangan ke belakang sejauh
mungkin
 Abduksi 30⁰ merenggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain
 Adduksi 30⁰ merapatkan kembali jari-jari tangan
 Kembalikan ke posisi semula
12) Ibu jari
 Fleksi 90⁰ menggerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan
 Ekstensi 90⁰ menggerakkan ibu jari lurus menjauh dari tangan
 Abduksi 30⁰ menjauhkan ibu jari ke samping
 Adduksi 30⁰ menggerakkan ibu jari ke depan tangan
 Oposisi menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang
sama
 Kembalikan ke posisi semula
13) Observasi sendi-sendi pasien dan wajah untuk tanda-tanda kepayahan, nyeri
selama gerakan.
14) Kembalikan pasien pada posisi yang nyaman dan pasang selimut
15) Kembalikan pelindung tempat tidur
16) Mencuci tangan
17) Dokumentasi respon dan toleransi pasien
BAB 3

KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep (conceptual framework) adalah model pendahuluan dari sebuah
masalah penelitian, dan merupakan refleksi dari hubungan variabel-variabel yang
diteliti. Tujuan dari kerangka konsep adalah untuk mensintesa dan membimbing atau
mengarahkan penelitian, serta panduan untuk analisis dan intervensi (Shi, 2008 dalam
Swarjana, 2012). Variabel yang akan diteliiti pada penelitian ini adalah variabel
independen Range Of Motion (ROM), dependen kekuatan otot, sehingga kerangka
kosep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Range Of Motion (ROM) Kekuatan Otot pada


pasien Stroke

Katerangan : = Variabel yang di teliti 43

B. Definisi Operasional
No Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

1. Variabel Range Of Motion Observasi Lembar Dinyatakan Nominal


independen: (ROM) adalah observasi dalam : 1
ROM latihan rentang Lembar jika
2 gerak sendi yang dilakukan
dilakukan sehari 2 jika tidak
dua kali selama 8 dilakukan
hari berturut- turut
dalam 15 menit
yang bertujuan
untuk meningkatkan
kekuatan otot pada
pasien stroke.
2. Variabel Kekuatan otot observasi Lembar Dinyatakan Ordinal
dependen : adalah kemampuan observasi dalam: 0
Kekuatan otot untuk Derajat jika :
Otot melakukan kekuatan Paraliis
Definisi pergerakan. otot sempurna 1
Hasil jika : Tidak
ada
gerakan,
kontraksi
otot dapat
di palpasi
atau dilihat
2 jika :
Gerakan
otot penuh
melawan
gravitasi
dengan
topangan
3 jika :
Gerakan
yang
normal
melawan
gravitasi
4 jika :
Gerakan
penuh yang
normal
melawan
gravitasi
dengan
melawan
tahanan
minimal
5 jika :
Kekuatan
normal,
gerakan
penuh yang
normal
melawan
gravitasi
dan
tahanan
penuh

C. Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah sebuah pernyataan rediksi yang menghubungkan independent
variabel terhadap dependen variabel (Swarjana, 2012). Jenis hipotesis yang diambil adalah
sebuah hipotesis stetment prediksi yang menghubungkan independent variabel dan dependent
variabel. Maka hipotesis penelitian ini adalah :

1. Hipotesis Negative (H0) : Tidak terdapat pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap
kekuatan otot pada lansia bedrest di PSTW Budhi Mulia 3 Jakarta Selatan.

2. Hipotesis positif (Ha) : Terdapat pengaruh ROM (Range Of Motion) terhadap kekuatan otot
pada lansia Bedrest di Panti Sosial Tresna Werdha 03 Margaguna Jakarta Selatan.

Anda mungkin juga menyukai