Anda di halaman 1dari 23

STUDI PENYEBAB GANGGUAN BLACK OUT PADA SISTEM

PT. PLN (Persero) WILAYAH SULSELRABAR

PROPOSAL TUGAS AKHIR

NURAINUN SEPTIANI
321 16 018

PROGRAM STUDI D-3 TEKNIK LISTRIK


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
MAKASSAR
2019
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negeri yang kaya raya akan sumber daya alamnya yang

berlimpah. Namun nampaknya kekayaan alam ini belum dapat memenuhi

kebutuhan industri dalam negeri indonesia. Ketiadaan tenaga listrik secara

kontinyu akan mematikan industri kecil dan menengah yang rata-rata tidak

memiliki sumber daya cadangan untuk menghadapinya.

Pemadaman listrik adalah sebuah keadaan ketiadaan penyediaan listrik

disebuah wilayah. Bagi konsumen tenaga listrik, terputusnya penyediaan tenaga

listrik merupakan hal yang menganggu aktivitas. Gangguan yang terjadi tidak

dikehendaki siapapun. Penyebab teknis dapat berupa kerusakan jaringan kabel

atau bagian lain dari sistem transmisi, sebuah sirkuit pendek (korsleting), atau

kelebihan muatan. Gangguan-gangguan yang biasa terjadi pada sistem transmisi

akan menyebabkan terganggunya kontinuitas pelayanaan. Gangguan tersebut

dapat berupa Blackout. Blackout adalah salah satu fenomena kontuinitas yang

tidak terpenuhi, dimana terjadi ketidakstabilan tegangan sehingga memicu

terjadinya penurunan tegangan (voltage collapse) yang mengakibatkan

pemadaman. Demi menjaga kualitas dan kontinuitas sistem tenaga listrik maka

ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh PT. PLN (Persero) khususnya

bidang transmisi, yaitu menjaga keandalan sistem transmisi. Hal tersebut dapat

berupa mengenali penyebab gangguan black out serta meminimalisir terjadinya

black out demi menjaga kualitas dan kontinuitas tenaga listrik.


Berdasarkan pemaparan diatas, laporan tugas akhir ini akan membahas

tentang penyebab gangguan blackout dan cara meminimalisir terjadinya blackout

dengan mengacu pada standar-standar yang ditetapkan oleh pihak PT PLN

(Persero) sebagai pengelola tenaga listrik dengan memperhatikan kondisi real

time yang terjadi saat kondisi blackout berlangsung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan yang

terjadi adalah :

1. Apa penyebab gangguan black out di PLN Wilayah Sulselrabar?

2. Bagaimana cara meminimalisir terjadinya black out pada sistem PLN

Wilayah Sulselrabar?

1.3 Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup pada pengerjaan proposal tugas akhir ini ialah

mengidentifikasi penyebab gangguan black out yang terjadi pada tanggal 15

November 2018 pada ruas transmisi 150 kV line Makale-Palopo, dan cara

meminimalisir gangguannya.

1.4 Tujuan dan Manfaat Kegiatan

1.4.1 Tujuan Kegiatan

Adapun tujuan dari penyusunan proposal tugas akhir ini adalah :

1. Mengidentifikasi penyebab gangguan yang diakibatkan Black out di

PLN Wilayah Sulselrabar.


2. Meminimalisir terjadinya blackout pada sistem PLN Wilayah

Sulselrabar.

1.4.2 Manfaat Kegiatan

Adapun manfaat dari penyusunan proposal tugas akhir ini adalah :

1. Mengetahui besarnya pengaruh gangguan black out pada sistem

PLN Wilayah Sulselrabar

2. Manfaat bagi Program Studi Diploma III Teknik Listrik, Jurusan

Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang, proposal tugas

akhir ini dapat digunakan sebagai wawasan tambahan untuk materi

tentang gangguan dan cara meminimalisirnya pada black out.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Tenaga Listrik

Secara umum sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama, yaitu:

pembangkit tenaga listrik, penyaluran tenaga listrik, dan distribusi tenaga

listrik. Sistem tenaga listrik modern merupakan sistem yang kompleks yang

terdiri dari pusat pembangkit, saluran transmisi dan jaringan distribusi yang

berfungsi untuk menyalurkan daya dari pusat pembangkit ke pusat pusat

beban. Untuk memenuhi tujuan operasi sistem tenaga listrik, ketiga bagian

yaitu pembangkit, penyaluran dan distribusi tersebut satu dengan yang

lainnya tidak dapat dipisahkan.

Gambar 2.1 Sistem tenaga listrik

2.2 Frekuensi Sistem Tenaga Listrik

Frekuensi listrik merupakan jumlah siklus arus bolak-balik (alternating

current, AC) per detik dan dinyatakan dalam satuan Hertz (Hz). Pada sistem

tenaga listrik, keseimbangan antara pembangkit dan beban harus dijaga setiap

saat agar kestabilan pasokan listrik tetap berlangsung. Pada kondisi tertentu
frekuensi harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat menjaga kondisi

sistem tetap dalam kondisi yang memungkinkan untuk menyuplai beban

dalam sistem. Ketika sistem tidak mampu mempertahankan kondisi tetap

stabil maka akan terjadi penurunan frekuensi.

1. Penurunan frekuensi

Penurunan frekuensi terjadi akibat daya yang tersedia tidak dapat

melayani beban, dengan kata lain bahwa daya beban lebih besar dari daya

yang dibangkitkan. Kondisi tersebut disebabkan adanya gangguan pada

pembangkit yang menyebabkan pembangkit tersebut trip, adanya

gangguan pada saluran transmisi serta pertambahan beban pada sistem.

Suatu generator akan berputar pada frekuensi semakin menurun

apabila besarnya kopel penggerak mekanik generator kurang dari torsi

beban, ketika hal itu terjadi beban sistem ditanggung oleh pembangkit lain

yang masih beroperasi dalam sistem. Dengan demikian torsi beban pada

generator pembangkit yang masih beroperasi akan bertambah.

Meningkatnya torsi beban pada generator akan diimbangi dengan

peningkatan kopel mekanik penggerak generator dengan melakukan

pengaturan pada governor (controller) untuk mempertahankan frekuensi

kerja sistem tetap konstan. Namun, ada saat ketika governor telah dibuka

maksimal untuk mengalirkan sumber energi penggerak turbin, besarnya

kopel penggerak mekanik masih kurang dari torsi beban. Hal ini

menyebabkan frekuensi turun.


2. Pengaturan frekuensi

Pengaturan frekuensi pada dasarnya bertujuan untuk memberi

keseimbangan sistem pembangkit ke beban, memperkecil penyimpangan

frekuensi akibat perubahan beban secara tiba-tiba agar perubahan

frekuensi tersebut mendekati nol, menjaga aliran-aliran daya pada

pembangkit yang terinterkoneksi agar berada pada kemampuan kapasitas

masing-masing generator.

Ketika perubahan daya aktif pada suatu titik operasi menyebabkan

perubahan frekuensi sistem terjadi. Sistem interkoneksi umumnya disuplai

oleh banyak generator sehingga harus dilakukan pembagian kebutuhan

untuk tiap-tiap generator. Suatu governor (controller) pada setiap unit

pembangkit berfungsi sebagai pengatur kecepatan, sedangkan kontroller

lain pada pembangkit berfungsi untuk mengalokasikan pola pembangkitan.

Dalam sebuah sistem yang dihubungkan dengan dua atau lebih area

kontrol, pembangkitan dalam setiap area kontrol untuk menjaga aliran

daya. Secara umum pengaturan frekuensi adalah sebagai berikut:

a. Pengaturan daya aktif

Frekuensi pada sistem tenaga listrik dapat diatur dengan melakukan

pengaturan daya aktif yang dihasilkan generator. Pengaturan daya aktif ini

erat kaitannya dengan kenaikan jumlah bahan bakar yang digunakan untuk

menaikkan daya aktif. Pada PLTU ada beberapa laju batu bara yang

ditambah untuk dibakar sedangkan pada PLTA ada beberapa besar debit

air yang dinaikkan untuk menggerakkan turbin sehingga menghasilkan


kenaikan daya aktif. Pengaturan bahan bakar ini dilakukan dengan

menggunakan governor. Sehingga pada pengaturan daya aktif ini erat

kaitannya dengan kerja governor pada sistem pembangkit thermal maupun

air.

b. Pelepasan beban

Pelepasan beban (load shedding) merupakan tindakan pelepasan

beban pada sistem untuk mengamankan sistem dengan cepat apabila

terjadi penurunan frekuensi yang besar dalam waktu yang sangat singkat.

Pelepasan beban dapat dilakukan secara manual maupun secara otomatis

melalui skema under frequency relay. Jika pelepasan beban tidak

memungkinkan untuk mencegah penurunan frekuensi maka sistem akan

mengalami blackout. Menurut Marsudi (2006:267) “Jika terdapat

gangguan dalam sistem yang menyebabkan daya tersedia tidak dapat

melayani beban, misalnya karena ada unit pembangkit yang besar jatuh

(trip) maka untuk menghindarkan sistem menjadi collapsed perlu

dilakukan pelepasan beban”.

c. Pemisahan sistem menjadi beberapa pulau

Island operation atau operasi terpisah suatu unit pembangkit adalah

pemisahan sistem menjadi beberapa pulau jika terjadi gangguan pada

sistem yang menyebabkan sistem yang akan mengarah ke kondisi

blackout, maka pembangkit yang direncanakan untuk island operation

tetap dapat beroperasi dengan beban sebagian memisahkan diri dari

sistem. Island operation ini mempunyai tujuan:


a. Mempercepat proses recovery sistem bila terjadi gangguan besar.

b. Mencegah terjadinya padamtotal pada sistem dan untuk menekan energi

tak tersalur (ENR) akibat gangguan.

2.3 Sistem Transmisi

Sistem transmisi adalah proses penyaluran tenaga listrik dari tempat

pembangkit tenaga listrik (power plant) hingga saluran distribusi listrik

(substation distribution) sehingga dapat disalurkan sampai pada konsumen

pengguna listrik (Pramono: 2011). Pemakaian sistem transmisi didasarkan

atas besarnya daya yang harus disalurkan dari pusat pembangkit ke pusat

beban dan jalur penyaluran yang cukup jauh antara sistem pembangkit ke

pusat beban tersebut. Sistem transmisi menyalurkan daya dengan tegangan

tinggi yang digunakan untuk mengurangi adanya rugi-rugi akibat jatuh

tegangan.

1. Kategori Saluran Transmisi

Berdasarkan pemasangannya, saluran transmisi dibagi menjadi dua

kategori, yaitu :

a. Saluran Udara (Overhead Lines)

b. Saluran Kabel Bawah Tanah (Underground Cable)

c. Saluran Kabel Laut (Submarine Line)

Ditinjau berdasarkan klasifikasi tegangannya, saluran transmisi listrik

dibagi menjadi :

a. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 220kV – 500kV


b. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70kV – 150kV

c. Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) 70kV – 150kV

2.4 Gangguan Operasi Sistem Tenaga Listrik

Gangguan dalam sistem tenaga listrik adalah suatu ketidaknormalan yang

mengakibatkan mengalirnya arus yang tidak seimbang dalam sistem tiga fasa.

Gangguan dapat juga didefinisikan sebagai kecacatan yang mengganggu

aliran normal arus ke beban. Sebab-sebab timbulnya gangguan pada sistem

tenaga listrik sebagai berikut:

1. Gangguan beban lebih (overload)

Gangguan ini sebenarnya bukan gangguan murni, tetapi bila

dibiarkan terus-menerus berlangsung dapat merusak peralatan listrik yang

dialiri arus tersebut. Pada saat gangguan ini terjadi arus yang mengalir

melebihi dari kapasitas peralatan listrik dan pengaman yang terpasang.

2. Gangguan hubung singkat (short circuit)

Gangguan hubung singkat dapat terjadi antara fasa ke fasa atau

fasa ke tanah, dan dapat bersifat temporer atau permanen.Gangguan

hubung singkat dapat merusak peralatan secara termis dan mekanis.

Kerusakan termis tergangtung besar dan lama arus gangguan, sedangkan

kerusakan mekanis terjadi akibat gaya tarik-menarik atau tolak-menolak.

Gangguan hubung singkat yang mempunyai frekuensi kejadian sebesar

60% - 75% adalah gangguan satu fasa ke tanah.


 Perhitungan hubung singkat satu fasa ke tanah (Stevenson: 1983)

Z = R + jX (1)

Keterangan:

Z0= impedansi urutan nol, yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh

hhharus urutan nol (Ω)

Z1= impedansi urutan positif, yaitu impedansi yang hanya dirasakan

hhhholeh arus urutan positif (Ω)

Z2= impedansi urutan negatif, yaitu impedansi yang hanya dirasakan

hhhholeh arus urutan negatif (Ω)

Mengubah nilai impedansi (Ω) menjadi (per unit)

𝑍𝑎𝑠𝑙𝑖
𝑍(𝑝𝑢) = (2)
𝑍𝑏𝑎𝑠𝑒

𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟
𝑍(𝑏𝑎𝑠𝑒) = 𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟
(3)

Keterangan :

𝑍(𝑝𝑢) = impedansi dalam bentuk per unit

𝑍𝑎𝑠𝑙𝑖 = impedansi asli dari komponen

𝑍𝑏𝑎𝑠𝑒 = impedansi dasar

Mencari nilai arus gangguan


𝐸𝑎
𝐼𝑎0 : 𝐼𝑎1 : 𝐼𝑎2 (𝑝𝑢) = (4)
𝑍0 + 𝑍1 + 𝑍2

𝑀𝑉𝐴𝑏𝑎𝑠𝑒
𝐼𝑎0 : 𝐼𝑎1 : 𝐼𝑎2 (𝑏𝑎𝑠𝑒) = (𝑘𝐴) (5)
√3.𝑘𝑉 𝑏𝑎𝑠𝑒

𝐼𝑎0 : 𝐼𝑎1 : 𝐼𝑎2 (𝑎𝑠𝑙𝑖) = 𝐼𝑎0 (𝑝𝑢). 𝐼𝑎0 (𝑏𝑎𝑠𝑒) (6)


Keterangan:

𝐸𝑎 = 1,0 + j10 (tegangan dalam adalah sama dengan tegangan

jjjjjjjjj terminal pada keadaan tanpa beban)

𝐼𝑎 = arus gangguan

S = daya dasar (MVAbase)

V = tegangan dasar (kVbase)

Mencari nilai arus gangguan pada fasa X

𝐼𝑎 = 3𝐼𝑎0 (𝐼𝑎1 + 𝐼𝑎2 + 𝐼𝑎0 ) (7)

3. Gangguan tegangan lebih

Gangguan tegangan lebih diakibatkan karena adanya kelainan pada sistem.

Gangguan tegangan lebih dapat terjadi antara lain:

a. Gangguan petir

 Sambaran langsung

Sambaran langsung adalah sambaran petir kearah fasa konduktor

dan penunjang fasa konduktor (tiang). Apabila sambaran menuju fasa

konduktor terjadi, gelombang tegangan yang dibangkitkan oleh sambaran

petir akan mengalir sepanjang fasa konduktor hingga ke terminal dari

peralatan fasa konduktor atau bahkan sering menuju ke insulator antara

fasa konduktor dengan lengan tiang akhir saluran.

Apabila terjadi sambaran petir terhadap tiang penyangga saluran,

gelombang tegangan yang dibangkitkan terjadi akibat gelombang tegangan

balik dan kemudian berjalan sepanjang tiang, terkumpul dipuncak maupun


dasar tiang, sehingga meningkatkan tegangan yang terdapat di lengan-

lengan tiang penyangga dan kemudian menggangu isolasi. Isolasi ini akan

menyambar balik (back flash) jika tegangan transien melebihi batas

kemampuan isolasi.

Pada sambaran langsung, kawat tanah akan menangkap energi

sambaran petir lalu dialirkan kedalam tanah secara langsung melalui

menara atau tiang yang ditanahkan. Dengan mengalirnya energi sambaran

ini kedalam tanah maka tegangan lebih yang timbul pada isolator dan

saluran dapat dikurangi sehingga kerusakan pada isolator dapat

dihindarkan. Salah satu yang menjadi pertimbangan dalam pembangunan

jaringan transmisi adalah letak kawat tanah diatas kawat fasa. Kawat tanah

harus dipasag sedemikian rupa agar sambaran-sambaran petir dapat

terpusat pada kawat tanah saja dan tidak sampai mengenai kawat fasa

sehingga tidak terjadi kegagalan perisaian.

 Sambaran tidak langsung/induksi

Pada saluran transmisi tegangan tinggi, gangguan akibat sambaran

induksi sangat kecil kemungkinannya sehingga dapat diabaikan karena

tegangan induksi besarnya antara 100 – 200 kV.

b. Gangguan surja hubung

Gangguan surja hubung diantaranya yaitu penutupan saluran tak

serempak pada pemutus tiga fasa, penutupan kembali saluran dengan

cepat, pelepasan beban akibat gangguan, penutupan saluran yang semula

tidak masuk sistem menjadi masuk sistem, dan sebagainya.


4. Tegangan kedip

Secara umum kedip tegangan (voltage sags) dapat disebabkan oleh

dua hal yaitu, adanya gangguan hubung singkat pada jaringan tenaga

listrik itu sendiri, dan sebab kedua adalah adanya perubahan beban secara

mendadak (switching beban dan pengasutan motor induksi). Penurunan

tegangan pada sistem ini akan dapat menyebabkan gangguan pada

peralatan lain, terutama peralatan-peralatan yang peka terhadap fluktuasi

tegangan. Hal lain yang dapat menyebabkan kedip tegangan diantaranya:

 Sesuatu yang terjadi pada saluran penyaluran daya, seperti kecelakaan saat

perbaikan dalam keadaan bertegangan, sambaran petir (lightning strike)

dan benda jatuh yang menyebabkan gangguan ke tanah.

 Perubahan beban yang berlebihan/di luar batas kemampuan sistem daya.

Ditinjau berdasarkan waktunya, gangguan dapat dikelompokkan menjadi:

a. Gangguan sementara/temporer, merupakan gangguan yang hilang dengan

sendirinya apabila pemutus tenaga terbuka dari saluran transmisi untuk

waktu yang singkat dan setelah itu dihubungkan kembali.

b. Gangguan permanen, merupakan gangguan yang tidak hilang atau tetap

ada apabila pemutus tenaga terbuka pada saluran transmisi untuk waktu

yang singkat dan setelah itu dihubungkan kembali.

Menurut Marsudi (2006:371), gangguan sistem tenaga listrik dibedakan

menjadi tiga bagian, sebagai berikut:


a. Gangguan pada pembangkit tenaga listrik

Gangguan pada pembangkit tenaga listrik merupakan gangguan yang

menyebabkan trip-nya PMT pada pembangkit listrik, sirkit maupun bagian

instalasinya. Gangguan pada pembangkit listrik secara garis besar dapat

dibagi atas 4, yaitu:

 Gangguan pada sirkit listrik generator

 Gangguan pada mesin penggerak generator (prime mover)

 Gangguan pada instalasi yang berhubungan dengan lingkungan

 Gangguan pada sirkit control.

b. Gangguan pada gardu induk

Gangguan pada gardu induk merupakan gangguan yang men-trip-

kan PMT transformator utama dalam GI yang menimbulkan gangguan

besar dalam gardu induk. Gangguan tersebut umumnya adalah:

 Gangguan diluar GI seperti di SUTT (Saluran Udara Tegangan

Tinggi) atau pada jaringan distribusi yang diikuti tripnya PMT

Transformator sebagai dampak kurang selektifnya kerja relay atau

karena ada kegagalan pada sistem pengaman dari SUTT atau

jaringan distribusi yang terganggu.

 Gangguan yang disebabkan karena terjadinya kesalahan manuver

dalam operasi seperti membuka PMS sebelum membuka PMT

terlebih dahulu. Hal ini juga bisa disebabkan karena lupa

mengeluarkan PMS tanah selesai melakukan pekerjaan yang


memerlukan pentanahan kemudian langsung memberikan

tegangan kedalam bagian instalasi yang masih ditanahkan.

 Gangguan karena petir yang tidak berhasil di discharge oleh

lighting arrester dengan baik sehingga merusak peralatan dalam

GI seperti transformator utama, transformator arus, atau lighting

arrester itu sendiri.

 Gangguan pada transformator dalam GI, hal ini biasanya

disebabkan karena ada kerusakan pada transformator, seperti

kerusakan bushing, kerusakan kontak-kontak tap changer atau ada

kumparan yang terbakar. Selain itu, gangguan pada transformator

disebabkan karena radiator minyak dari transformator telah kotor

sehingga pendinginnya kurang sempurna dan menyebabkan relay

suhu bekerja menjatuhkan PMT Transformator dalam keadaan

beban yang belum jenuh. Ada kalanya gangguan Ini disebabkan

karena motor kipas pendingin transformator mengalami

kerusakan.

 Gangguan karena mal operation dan relay, khususnya relay

diferensial dari transformator. Hal ini sering terjadi pada GI baru

atau jika ada penambahan transformator baru dalam GI.

 Gangguan dalam sirkit control yang menyebabkan jatuhnya salah

satu PMT gardu induk. Gangguan semacam ini biasanya

disebabkan karena ada kesalahan yang dilakukan petugas pada

waktu melakukan pengecekan rutin dari relay dalam GI.


Dalam sistem, pada saat terjadi gangguan hal ini dapat dianggap sebagai

kondisi darurat. Kondisi darurat terjadi pada saat gangguan memenuhi

bebrapa kondisi seperti: kapasitas marjin cadangan atau tegangan sistem turun

kebawah tingkat yang dapat diterima dan gangguan tersebut menyebabkan

sistem terpisah, pemadaman sebagian atau total.

1. Kondisi Blackout

Kondisi blackout adalah gangguan pada salah satu atau beberapa

komponen sistem yang menyebabkan hilangnya beban sistem sebesar

>50% - <100%. Berikut adalah tindakan ketika terjadi blackout :

a. Tindakan awal

 Pahami kondisi terakhir sistem dan lokasi penyebab awal gangguan.

 Deklarasikan kondisi terakhir sistem tersebut ke operator pembangkit,

operator gardu induk, operator APD dan dispatcher AP2B.

 Jika profil tegangan pada sistem berada diluar batas yang diizinkan,

maka laksanakan prosedur pengaturan tegangan yang terdapat pada

prosedur operasi kondisi normal.

b. Tindakan Pemulihan

Jika terjadi gangguan transmisi yang menyebabkan terbukanya

sistem loop atau terbentuknya island, maka lakukan tindakan sesuai urutan

sebagai berikut:

 Mensinkronkan line transmisi yang trip jika telah memenuhi syarat

sinkron.
 Jika tidak memenuhi syarat sinkron, maka lakukan langkah-langkah

sesuai urutan berikut sampai syarat sinkron terpenuhi:

a. Laksanakan prosedur pengaturan tegangan yang terdapat pada

prosedur operasi kondisi normal.

b. Pada titik yang bertegangan rendah, yaitu: naikkan tegangan

generator pembangkit terdekat, lepaskan beban distribusi, dan

tambah beban pembangkit.

c. Pada titik yang bertegangan tinggi, yaitu turunkan tegangan

generator pembangkit terdekat, masukkan beban distribusi,

kurangi beban pembangkit.

d. Pindahkan sinkronisasi ke titik yang lebih memungkinkan.

2. Pemadaman total

Menurut prosedur sistem operasi AP2B (2005:28), “Yang

dimaksud dengan padam total adalah kondisi hilangnya profil tegangan

275 kV, 150 kV, 66 kV, 30 kV, atau 20 kV pada seluruh grid sistem

Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.

2.4 Alat Bantu Gangguan pada Sistem Tenaga Listrik

Peralatan bantu banyak terpasang di instalasi sistem tenaga listrik adalah

alat yang cara kerjanya memonitor peralatan sistem tenaga listrik secara

terus-menerus dan merekam gangguan atau animoli yang terjadi. Layaknya

seperti black box dalam sebuah pesawat terbang, alat ini akan membantu

dengan memberikan data-data yang berhasil direkam pada waktu sebelum,

selama, dan sesudah peralatan yang dimonitor mengalami gangguan/animoli.


Data hasil rekaman tersebut menjadi sangat penting karena dapat digunakan

untuk menganalisa penyebab dan akibat gangguan yang terjadi dan bahkan

dapat menentukan langkah-langkah antisipasi agar gangguan yang sifatnya

merusak peralatan atau mengganggu operasional dan pelayanan tidak terjadi

lagi.

Sistem perekam (recorder) ini merupakan komponen peralatan yang

terdiri dari input analog (arus dan tegangan), dan input yang dihasilkan

(open/close/trip) peralatan primer dan sekunder lain yang terhubung ke

peralatan perekam tersebut. Peralatan perekam kejadian yang terpasang di

instalasi PLN secara umum adalah DFR (Disturbance Fault Recorder).

DFR merupakan peralatan perekam (recorder) yang bekerja berdasarkan

input analog arus dan tegangan, inputan digital/event/kontak yang berasal dari

peralatan sekunder. Peralatan ini akan merekam dan menyimpan data kondisi

sistem secara otomatis pada saat sebelum gangguan berlangsung dan setelah

gangguan, yang hasilnya dapat dilihat dalam bentuk cetakan atau melalui

software pembuka rekaman gangguan. Informasi yang bisa diperoleh adalah

besarnya nilai arus dan tegangan, lama gangguan, event/kontak dan sensor

yang bekerja.

2.5 Sistem Proteksi

Secara umum proteksi tenaga listrik adalah suatu unit peralatan listrik

yang dapat memutuskan ataupun menghubungkan rangkaian listrik baik

dalam keadaan normal maupun tidak normal demi keandalan sistem

pelayanan daya listrik.


a. Sifat-sifat sistem proteksi

Agar dapat memenuhi fungsinya dengan baik, sistem proteksi

harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Kecepatan kerja, tujuan terpenting dari relay proteksi adalah untuk

memisahkan bagian yang terkena gangguan secepat mungkin,

sehingga dapat mencegah timbulnya kerusakan yang lebih meluas.

2. Sensivitas/kepekaan, sebuah relay proteksi harus peka, sehingga

dapat merasakan dan bereaksi untuk gangguan sekecil apapun.

3. Selektivitas, adalah kemampuan sistem proteksi untuk mengetahui

ditempat mana terjadinya gangguan dan memilih pemutus jaringan

yang terdekat dari tempat gangguan untuk membuka.

4. Keandalan, sifat dimana pada saat relay proteksi diharapkan dengan

kecepatan, kepekaan, dan selektivitas yang cukup maka relay itu

harus dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

5. Faktor ekonomis, dalam perencanaan sistem proteksi maka faktor

ekonomis harus dipertimbangkan. Semakin banyak relay proteksi

yang digunakan pada sistem tenaga akan menyebabkan semakin

besar biaya yang dikeluarkan.

b. Peralatan sistem proteksi

a. Rele jarak ( distance relay)

Rela jarak digunakan sebagai pengaman utama pada SUTT/

SUTET dan sebagai back-up untuk seksi didepan. Rele jarak bekerja
dengan mengukur besaran impedansi (Z) transmisi yang dibagi

menjadi beberapa daerah cakupan seperti gambar dibawah ini:

Gambar 2.2 Zona rele proteksi

Rele jarak akan bekerja dengan cara membandingkan impedansi

gangguan yang terukur dengan impedansi setting, dengan ketentuan:

 Bila harga impedansi gangguan lebih kecil daripada impedansi

setting rele, maka rele akan trip.

 Bila harga impedansi gangguan lebih besar daripada impedansi

setting rele, maka rele akan tidak trip.

a. Teleproteksi

Untuk dapat meningkatkan koordinasi waktu sistem proteksi pada

saluran udara tegangan tinggi, diperlukan suatu peralatan yang dapat

mengirim dan menerima sinyal dari satu atau beberapa rele di satu

Gardu Induk (GI) ke rele di GI yang lain. Peralatan teleproteksi

merupakan peralatan yang dapat mengirim dan menerima sinyal (data

or logic status) dari rele yang satu ke rele yang lain. Dikarenakan

jarak antara satu gardu induk dengan gardu induk yang lain cukup
jauh maka diperlukan suatu media komunikasi yang dapat digunakan

untuk mengirimkan sinyal. Saluran komunikasi yang digunakan dapat

berupa serat optik (fiber optic), Power Line Comunication (PLC) atau

melalui gelombang mikro (microwave).

Dasar pemilihan pola pengaman dengan menggunakan teleproteksi

adalah untuk meningkatkan keandalan sistem yaitu jika terjadi

gangguan di luar zona satu rele tetapi masih berada pada saluran yang

diamankan (ujung saluran transmisi), maka rele jarak yang telah

dilengkapi teleproteksi akan bekerja lebih cepat dibandingkan rele

jarak tanpa teleproteksi. Waktu pemutusan gangguan yang cepat pada

saluran transmisi mempunyai beberapa keuntungan yaitu :

1. Mengurangi kerusakan pada konduktor atau penghantar,

2. Meningkatkan stabilitas sistem, dan

3. Memungkinkan diterapkannya auto reclosing untuk meningkatkan

ketersediaan penghantar sehingga peluang (lama dan frekuensi)

pemadaman dapat dikurangi.

4. Under Frequency Relay(UFR)

Under Frequency Relay atau rele frekuensi rendah bekerja dengan

cara membanding frekuensi sistem dengan frekuensi setting-nya, bila

frekuensi sistem lebih kecil atau sama dengan frekuensi setting-nya

maka rele akan bekerja. Fungsi dari UFR:

a. Dipasang pada penyulang TM, untuk pelepasan beban secara

otomatis bila terjadi penurunan frekuensi sistem, akibat


kehilangan daya pembangkit. Ada 6 tahap penyetelan rele UFR di

penyulang 20 kV, yaitu:

 UFR tahap 1 bekerja pada frekuensi 49,2 Hz dimana sistem melepas

beban sebesar 58 MW - 62 MW dengan men-trip-kan 17 penyulang.

 UFR tahap 2 bekerja pada frekuensi 49 Hz dimana sistem melepas 58

MW – 65 MW dengan men-trip-kan 18 penyulang.

 UFR tahap 3 bekerja pada frekuensi 48,8 Hz dimana sistem melepas

beban sebesar 54 MW – 61 MW dengan men-trip-kan 14 penyulang.

 UFR tahap 4 bekerja pada frekuensi 48,6 Hz dimana sistem melepas

beban sebesar 48 MW – 56 MW dengan men-trip-kan 16 penyulang.

 UFR tahap 5 bekerja pada frekuensi 48,4 Hz dimana sistem melepas

beban sebesar 53 MW – 64 MW dengan men-trip-kan 16 penyulang.

 Island operation bekerja pada frekuensi 48,2 Hz dengan melepas

beberapa ruas SUTT 150 kV untuk membentuk lima pulau yaitu pulau

bakaru, pulau sengkang, pulau Barru, pulau Poso dan pulau Makassar

sehingga diharapkan sistem diharapkan tidak mengalami padam total.

 Host load operation unit pembangkit bekerja pada frekuensi 47,5 Hz.

Anda mungkin juga menyukai