Anda di halaman 1dari 4

Beranekaragam Ciptaan Tuhan Manusia memelihara (Mazmur 104:10-26)

Indonesia pernah dianggap sebagai negara seribu bencana. Anggapan ini muncul sehubungan
dengan maraknya bencana alam terjadi di negeri ini. Beberapa hari lalu, sebuah media massa
mengajak kita untuk mengingat bencana tsunami yang pernah menghancurkan Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam dan beberapa wilayah negara-negara tetangga pada tanggal 26
Desember 2004 silam. Pada tahun 2006 dan 2009, giliran Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Provinsi Sumatra Barat yang digoyang gempa bumi berkekuatan tinggi. Ribuan orang tewas
dan ratusan ribu rumah menjadi rata dengan tanah akibat dua bencana alam tersebut. Selain,
gempa bumi dan tsunami, Indonesia juga diterjang bencana erupsi gunung berapi, misalnya
Gunung Merapi dan Gunung Kelud, tanah longsor, banjir, dan lain-lain.

Berbagai peristiwa bencana alam yang terjadi di Indonesia tampak bertolakbelakang dengan
situasi alam yang digambarkan oleh pemazmur. Dalam kidung pujiannya, pemazmur
menggambarkan situasi alam ciptaan Tuhan yang indah dan harmonis. Binatang-binatang
dapat minum dari mata air yang diciptakan Tuhan. Burung-burung bernyanyi bahagia di
dahan-dahan pepohonan yang rindang dan hijau. Tanah subur dan air jernih memungkinkan
manusia untuk mengusahakan makanan dan minumannya. Matahari dan bulan diciptakan
Tuhan sebagai penentu waktu. Binatang hutan mencari makan pada waktu malam, sedangkan
manusia bekerja pada saat siang. Tuhan juga menciptakan laut dan segala binatang besar dan
kecil yang hidup di dalamnya. Pemazmur berkata, “Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN,
sekaliannya Kau jadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu” (ayat 24).

Alam indah dan harmonis yang digambarkan oleh pemazmur mengingatkan dirinya pada
kasih dan pemeliharaan Tuhan pada alam semesta, termasuk kepada manusia. Air yang
berasal dari Tuhan mengaliri lembah-lembah dan gunung-gunung memberikan kehidupan
kepada tumbuh-tumbuhan. Berbagai macam tumbuhan merupakan makanan bagi sebagian
jenis hewan dan manusia. Selain itu, Tuhan juga menyediakan tempat bernaung bagi semua
ciptaan-Nya, sehingga mereka dapat beristirahat dan melindungi diri. “Betapa banyak
perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kau jadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh
dengan ciptaan-Mu” (ayat 24).

Ibu/bapak terkasih, pernahkah kita mensyukuri kebaikan Tuhan saat kita melihat alam
ciptaan-Nya yang indah dan harmonis itu? Carl Boberg menciptakan sebuah lagu yang tentang
keagungan karya Tuhan saat dia berjalan pulang dari sebuah gereja dan mendengar lonceng
gereja berbunyi. Tiba-tiba, cuaca berubah drastis; langit menjadi gelap, petir menyambar-
nyambar, dan angin berhembus kencang. Lalu, hujan lebat turun dari langit. Beberapa waktu
kemudian, cuaca berubah kembali. Hujan berhenti, petir mereda, dan langit kembali cerah.
Kali ini, pelangi menambah keindahan alam setelah hujan lebat itu. Pada saat Boberg tiba di
rumah, dia membuka jendela dan melihat pemandangan di luar. Dia melihat keindahan alam
setelah hujan lebat. Lalu, Boberg menulis sebuah lirik lagu yang kelak akan sangat terkenal
dan dinyanyikan orang-orang Kristen di seluruh dunia. Anda tahu apa judul lagu itu? Jika kita
membuka buku Kidung Jemaat nomor 64, kita akan menemukan lagu tersebut.

Alam yang menakjubkan ini seharusnya selalu mengingatkan kita pada Tuhan dan kebaikan-
Nya kepada kita seperti yang telah dilakukan oleh pemazmur dan Carl Boberg. Apalagi, jika
kita sedang dirundung masalah-masalah hidup yang berat, keindahan alam semesta ini dapat
menguatkan iman kita dalam menghadapi hal-hal itu. Lihatlah betapa indah dan ajaib
matahari di pagi hari yang tak pernah terlambat dan lelah bersinar atau ribuan bintang di
langit malam yang berkelap-kelip indah. Manusia terhebat atau terpintar di dunia pun tidak
dapat membuat benda-benda langit itu. Nah, jika Tuhan yang maha kuasa itu dapat
menciptakan alam semesta yang menakjubkan dan ajaib ini, Dia juga pasti bisa menolong kita
untuk menyelesaikan masalah-masalah hidup kita. Amin? Pada bagian lain Alkitab, Tuhan
berkata, “Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan
tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga.
Bukankah kamu jauh lebih melebihi burung-burung itu?” Oleh karena itu, kita tidak perlu
terlalu lama kuatir dan gelisah karena Tuhan ada beserta kita. Mari arahkan perhatian kita
dari masalah kepada kebaikan Tuhan yang dapat kita saksikan setiap waktu melalui keindahan
alam ini. Jika kita mulai merasa kuatir atau gelisah karena masalah-masalah yang kita hadapi,
mari pergi keluar rumah sejenak atau membuka jendela seperti yang dilakukan Boberg,
pandanglah langit dan alam di sekeliling kita, lalu bersyukurlah kepada Tuhan. Niscaya kita
akan merasa lebih tenang dan iman kita kembali dikuatkan untuk menghadapi pergumulan-
pergumlan hidup kita.

Namun, jika kita melihat alam semesta yang Tuhan telah ciptakan, masihkah kita dapat
bersyukur kepada-Nya? Biasanya, saya dan teman-teman seangkatan di STT Jakarta
melakukan retreat tiap tahun ke sebuah tempat di wilayah Sukabumi. Pemandangan alam di
sana masih asri dan tenang. Situasi seperti ini sangat mendukung kami untuk menenangkan
diri dari kesibukan kuliah dan pelayanan untuk berefleksi. Selain itu, keindahan alam di sana
juga memudahkan kami untuk mengingat kebaikan dan keajaiban Tuhan. Kami tidak sulit
untuk bersyukur jika memandang alam di tempat itu. Namun, kita sulit untuk menemukan
keindahan alam jika hidup di kota besar seperti Jakarta. Kota ini begitu sibuk, berisik, dan
kotor, sehingga kita sulit untuk menemukan keindahan alam ciptaan Tuhan di sini.
Pada awalnya, Tuhan menciptakan alam semesta baik adanya – indah dan harmonis –seperti
yang diceritakan oleh pemazmur. Puluhan tahun lalu, saya yakin kota Jakarta dan tempat-
tempat lain di dunia ini masih lebih asri dan bersih daripada sekarang. Namun, manusia,
termasuk kita, – entah disadari atau tidak – terus merusak alam demi dirinya sendiri. Manusia
cenderung tidak lagi peduli dengan keindahan dan keharmonisan alam. Prinsip mereka mirip
seperti lirik lagu yang dipopulerkan oleh Iwan Fals: “Yang penting aku senang, aku menang.“
Manusia berpikir bahwa mereka dapat melakukan segala hal yang mereka inginkan. Apalagi,
mereka adalah makhluk yang paling mulia dan cerdas daripada ciptaan lainnya. Lagipula, pada
awalnya, Tuhan memang menugaskan Tuhan untuk menguasai alam ini. Namun, tugas mulia
itu sebenarnya adalah untuk memelihara alam. Manusia boleh memanfaatkan alam untuk
memenuhi kebutuhan mereka, tetapi ternyata mereka melupakan tugas itu dan
mengeksploitasi alam untuk kepentingan diri mereka. Sebagai contoh, kayu adalah komoditas
berharga yang dapat diolah menjadi banyak barang, misalnya perabotan dan kertas. Manusia
tidak lagi mengambil kayu secukupnya dari alam untuk sekadar memenuhi kebutuhannya,
melainkan menggunduli hutan demi mendulang kayu sebanyak mungkin. Hutan gundul
mengakibatkan terjadinya banjir dan longsor di musim hujan, sedangkan kekeringan
berlangsung di musim kemarau. Selain itu, berkurangnya luas hutan meningkatkan suhu
bumi, sehingga level permukaan air laut terus naik dari tahun ke tahun. Contoh lain yang lebih
sederhana adalah kita cenderung membuang sampah sembarangan, misalnya di sungai,
sehingga menyebabkan air tercemar dan banjir pada musim hujan.

Alam semesta yang Tuhan ciptakan selalu bersifat pasif dan mekanis. Apa maksudnya? Alam
adalah cermin perilaku manusia terhadap dirinya. Kita menuai berkat atau bencana dari alam
sesuai dengan perilaku kita terhadapnya. Jika kita bersikap sewenang-wenang terhadap alam,
misalnya dengan menebang pohon secara liar dan membuang sampah sembarangan, maka
kita harus mempersiapkan diri untuk menerima kesusahan dari alam. Hal itu terjadi bukan
karena alam bosan bersahabat dengan kita, melainkan dia hanya berperilaku sesuai dengan
perilaku kita. Apa yang kita tabur, itu yang akan kita tuai! Sifat mekanis alam tampak dalam
siklus perubahan yang selalu terjadi pada waktu tertentu, misalnya bencana tsunami dan
gempa bumi terjadi secara alamiah.

Saya masih ingat hal yang dikatakan oleh banyak orang Kristen pada waktu tsunami terjadi di
Aceh. Menurut mereka, bencana itu menimpa masyarkat Aceh karena mereka menindas
orang-orang Kristen di sana. Benarkah demikian? Tentu saja tidak! Kita percaya bahwa Tuhan
juga mengasihi orang-orang Aceh, sehingga Dia tidak akan membunuh mereka. Jika Tuhan
bersikap ringan tangan terhadap dosa manusia, kita pun tidak akan selamat karena toh – jika
mau jujur – kita bukan orang-orang yang masih melakukan dosa hingga detik ini, bukan?
Bencana itu terjadi secara alami karena memang alam diciptakan demikian oleh Tuhan. Nah,
kita sebagai manusia yang berakal seharusnya bisa memprediksi waktu terjadinya bencana
alam dan mempersiapkan diri dalam menghadapinya, sehingga tidak akan ada banyak
kerugian akibat bencana itu.

Keberadaan alam semesta yang Tuhan ciptakan adalah tanggungjawab kita. Tuhan telah
mempercayakan tugas untuk merawat dan memelihara alam ini kepada kita. Oleh karena itu,
mari kita melaksanakan tugas itu dengan penuh ketaatan dan kerendahan hati. Mari kita
selalu ingat bahwa tugas ini tidak lantas mengizinkan kita untuk mengeksploitasi alam. Ingat,
kelangsungan hidup kita ditentukan oleh kelangsungan alam! Bayangkan jika tidak ada lagi air
bersih yang dapat kita manfaatkan karena kita lalai dalam memelihara pepohonan dan tanah.
Tentu hidup kita akan menjadi sangat sulit. Kita dapat memelihara alam ini dengan cara-cara
sederhana, misalnya tidak membuang sampah sembarangan, menghemat penggunaan air
dan listrik, mengurangi intensitas penggunaan kendaraan bermotor, mengurangi penggunaan
plastik dan kertas, dan sebagainya. Semakin indah dan sehat alam ini, semakin sehat pula
iman dan tubuh kita. Semoga Tuhan memampukan kita melakukan tanggungjawab ini. Amin.

Anda mungkin juga menyukai