Anda di halaman 1dari 26

1. H G, Burhitt & O.R.G. Quick. Essential Surgery . Edisi III. 2003. Hal 348-356.

2. C. Palanivelu. Operative Manual of Laparoscopic Hernia Surgery. Edisi I. Penerbit GEM


Foundation. 2004. Hal 39-58.
3. Brian W. Ellis & Simon P-Brown. Emergecy surgery. Edisi XXIII. Penerbit Hodder
Arnold. 2006.
4. Gary G. Wind. Applied Laparoscopic Anatomy (Abdomen and Pelvis). Edisi I. Penerbit
Williams & Wilkins, a Waverly Company. 1997.
5. Michael M. Henry & Jeremy N. T. Thompson. Clinical Surgery. Edisi II. 2005.
6. R. Bendavid, J. Abrahamson, Mauruce E. A, dkk. Abominal Wall Hernias (Principles and
Management). Edisi I. Penerbit Sringer-Varlag. New York. 2001.
7. Michael S. Kavic. Laparoscopic Hernia Repair. Edisi I. Penerbit Harwood Academic
Publishers. Amsterdam. 1997.
Anestesi Regional

3.2.1 Pembagian Anestesi Regional

Anestesi regional merupakan penggunaan obat analgetik lokal untu menghambat hantaran saraf
sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir dengan sifat reversible, fungsi motorik
dapat terpengaruh sebagaian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar.Anestesi
regional terbagi atas : 1) Blok Sentral (blok neuraksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal.
2) Blok Perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler, analgesia regional intravena dan lain-
lainnya.3

Hampir semua tindakan operasi yang dilakukan pada daerah dibawah leher menggunakan
anestesi neuraksial. Namun, dikarenakan prosedur intratorakal, abdomen bagian atas, dan
laparoskopi memiliki ketidakseimbangan ventilasi yang signifikan, biasnaya dilakukan anestesi
general dengan intubasi endotrakeal. Beberapa penelitian berpendapat bahwa morbiditas
postoperatif dan kemungkinana peningkatan mortalitas dapat dikurangi dengan blokade
neuraksial dibandingan dengan menggunakan anestesi general. Blokade neuraksial dapat
mengurangi insideen trombosis vena dan emboli pulomanal, komplikasi kardiak pada pasien
berisiko tinggi, perdarahan, pneumonia, dan depresi pernapasan pada pasien dengn penyakit paru
kronis yang menjalani operasi abdominal ataupun thorakal.3
Blokade neuraksial juga dapat mengembalikan fungsi ganstrointestinal lebih awal. Pada
pasien dengan riwayat penyakit arteri koroner, pengurangan beban stres dapat menurunkan
kejadian iskemik perioperatif sehingga menurunkan morbiditas dan mortalitas. Engurangan
penggunaan opioid parenteral daat menurunkan insidien kejadian atelektasis, hipoventilasi, dan
pneumonia aspirasi serta mengurangi kejadian ileus. 3

3.2.2 Anatomi Medula Spinalis

Tulang belakang terdiri atas tulang vertebralis dan diskus intervertebralis. Masing-masing
tingkatan vertebrae nervus spinalis keluar berpasangan dari sistem saraf pusat. Bagian anterior dari
vertebrae berbentuk cincin dan pada bagian lateral terdapat pedikel dan prosesus transversus, serta
bagian posterior terdapat lamina dan prosesus spinosus. 3

Gambar 3.1Anatomi medulla spinalis.3

Medulla spinalis adalah saraf yang tipis yang merupakan perpanjangan dari sistemsaraf pusat dari
otak dan melengkungi serta dilindungi oleh tulang belakang. Fungsi utamamedulla spinalis adalah
transmisi pemasukan rangsangan antara perifer dan otak. Medula spinalis merupakan bagian dari
susunan saraf pusat yang terbentang dari foramen magnum sampai dengan L1, di L1 melonjong dan
agak melebar yang disebut conus terminalis atauconus medullaris. Terbentang dibawah cornu terminalis
serabut-serabut bukan saraf yang disebut filum terminale yang merupakan jaringan ikat. Terdapat 31
pasang saraf spinal yang terdiri atas 8 pasang saraf servikal, 12 pasang saraf thorakal, 5 pasang saraf
lumbal, 5 pasang saraf sacral dan 1 pasang saraf coxigeal.3

Kanalis spinalis terdiri atas meningen yang terdiri atas tiga lapisan yaitu pia mater, arachnoid
mater, dan duramater, serta terdapat juga jaringan lemak dan pleksus venosus. Cairan serebrospinal
terdapat diantara lapisan piamater dan arachnoideamater, yaitu pada ruang subarachnoid.3
Gambar 3.2 Korda spinalis.3

Korda spinalis biasanya akan berakhir pada tingkat Lumbal 1, serabut saraf terbawah akan
membentuk jarak sebelum akhirnya menutup foramina intervertebralis. Saraf spinal terbawah ini akan
membentuk cauda equina. Oleh karena itu, dengan melakukan penusukan di bawah tingkat L1 pada
dewasa dan L3 pada anak-anak akan menghindari trauma medula spinal akibat jarum, tidak terjadi
kerusakan cauda equina dikarenakan serabut saraf tersebtu melayang di sakus dural dibawah L1 dan
cendrung akan terdorong menjauh ketika jarum bergerak maju menusuk. Blokade yang dilakukan
disekitar foramen intervertebrae dapat berisiko terinjeksinya subdural atau subarachnoud.3

Gambar 3.3 Gambaran sagitalis vertebrae.3

Untuk mencapai cairan serebrospinalis, maka jarum suntik akan menembus kulit: Kulit  Subkutis
 Ligamentum Supraspinosum  Ligamentum interspinosum  Ligamentum Flavum  Ruang
Epidural  Duramater  Ruang Subarakhnoid.
Cairan serebrospinal merupaka ultrafiltrasi dari plasma yang berasal dari pleksus arteria koroidalis
yang terletak di ventrikel 3-4 dan lateral. Cairan jernih ini tak bewarna mengisi ruang subarachnoid
dengan jumlah total 100-150 ml, sedangkan yang dipunggung sekitar 24-45 ml.

3.2.3 Keuntungan Anestesia Regional

1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah.
2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung penuh)
karena penderita sadar.
3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
4. Tidak ada p olusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5. Perawatan post operasi lebih ringan.
3.2.4 Kerugian Anestesia Regional

1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.


2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
3. Sulit diterapkan pada anak-anak.
4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.

3.3 Analgesia Spinal

Analgesia spinal (anestesi lumbal, blok subaraknoid) adalah pemberian obat anestetik lokal ke
dalam ruang subaraknoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5. Anestesia spinal
diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi ini umunya
menggunakan jarum dengan panjang 9 cm. Untuk pasien dengan keadaan obesitas beberapa
aenstesiologis lebih menyukai menggunakan jarum spinal dengan panjnag 18 cm.3,5

Terdapat dua macam jarum spinal, yaitu jensi yang ukunya rucing squincke-babcock atau Greeng)
dan jenis iini ujungnya seperti ujung pensil diama ujung pensil banyak digunkan karena jarang akan
meningkatkan risiko nyeri kepala pasca penyuntikan spinal sedangkan jika menggunakan cutting-
neeedle akan meningkatkan risiko nyeri kepala pasca penyuntikan karena mneingkatka trauma
duramater.3

Spinal anestesi disebut pula spinal analgesia subarachnoid nerve block terjadi karena obat
anestesi lokal di dalam ruangan subaraknoid. Terjadi blok saraf yang reversibel pada radik anterior dan
posterior, radik ganglion posterior dan sebagian medula spinal yang akan menyebabkan terjadinya
hilangnya aktivitas sensoris, motoris dan otonom.5

3.3.1 Fisiologi Anestesi Spinal

Larutan Anestesi local disuntikkan kedalam ruang subarachnoid yang akan memblok konduksi
impulse saraf walaupun beberapa saraf lebih mudah diblok disbanding yang lain. Ada 3 kelas syaraf,
yaitu motoris, sensoris dan autonomic. Stimulasi saraf motorik menyebabkan kontraksi otot dan ketika
itu diblok akan menyebabkan paralisis otot. Saraf sensory mentransmisikan sensasi seperti nyeri dan
sentuhan ke spinal cord dan dari spinal cord ke otak. Dan saraf autonomic mengontrol pembuluh darah,
heart rate, kontraksi usus, dan fungsi lainnya yang tidak disadari.6,7

Secara umum pada penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi dahulu ialah saraf simpatis dan
parasimpatis, diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan tekan dalam. Yang mengalami
blokade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar (vibratory sense) dan proprioseptif. Blokade simpatis
ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi
dengan urutan sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama kali akan pulih.6

3.3.2 Indikasi:

Untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 kebawah (daerah papilla mammae
kebawah).1

1. Bedah ekstremitas bawah.

2. Bedah panggul.

3. Tindakan sekitar rektum-perineum.

4. Bedah obstetri-ginekologi.
5. Bedah urologi.

6. Bedah abdomen bawah.

3.3.3 Kontraindikasi:

Kelainan pembekuan darah, hipovolemia (syok), septisemia, infeksi kulit daerah pungsi
(punggung), tekanan intrakranial yang meninggi, penderita menolak/tidak kooperatif.1

a. Kontraindikasi absolut:
1. Pasien menolak.

2. Infeksi pada tempat suntikan

3. Hipovolemia berat, syok.

4. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan

5. Tekanan intrakranial meninggi.

6. Fasilitas resusitasi minim.

7. Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anestesi.

b. Kontraindikasi relatif :

1. Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)

2. Infeksi sekitar tempat suntikan

3. Kelainan neurologis

4. Kelainan psikis

5. Bedah lama

6. Penyakit jantung

7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronis.

3.3.4 Persiapan analgesia spinal

Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan anestesi umum. Daerah sekitar
tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang
punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosessus spinosus. Selain itu perlu
diperhatikan hal-hal di bawah ini:1

1. Informed consent (izin dari pasien)


Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesi spinal.

2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lain-lainnya.

3. Pemeriksaan laboratorium anjuran


Hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time) dan PTT (partial thromboplastine time).

3.3.5 Peralatan analgesia spinal6

1. Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse oximeter) dan EKG.

2. Peralatan resusitasi/ anestesia umum


3. Jarum Spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, Quincke Babcock) atau jarum spinal dengan
ujung pinsil (pencil point, Whitecare).
Gambar 3.4 Jenis jarum yang digunakan pada anestesi spinal.3

3.3.6 Teknik Analgesia Spinal

Inspeksi : Garis yang menghubungkan 2 titik tertinggi krista iliaka kanan – kiri akan memotong
garis tengah punggung setinggi L4 atau L4-L5.

Palpasi : Untuk mengenal ruang antara dua vertebra lumbalis.

Pungsi lumbal hanya antara: L2-L3, L3-L4, L4-L5 atau L5-S1.

Posisi pasien : duduk atau berbaring lateral dengan punggung fleksi maksimal.

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang
palinpg sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas meja operasi tanpa dipindahkan lagi dan hanya
diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan
menyebabkan menyebarnya obat.4
Gambar 3.5 Posisi anestesi spinal.3

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri bantal kepala, selain
enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar
prosesus spinosus teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4
atau L5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-L3 atau L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di atasnya
beresiko trauma terhadap medula spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml.

Gambar 3.6 Posisi pasien duduk atau berbaring lateral dengan punggung fleksi maksimal
untuk spinal anestesi.3

5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G atau 25 G dapat
langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27 G atau 29 G, dianjurkan menggunakan penuntun
jarum (intoduser), yaitu jarum suntik biasa spuit 10 cc. Tusukan intraduser sedalam kira-kira 2 cm
agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan
serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk
menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah
resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat
dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk
meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan
likuor tidak keluar, putar arah jarum 90O biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu
dapat dimasukkan kateter.2

Gambar 3.7 Lokasi tusukan paramedian.3

6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perianal misalnya bedah hemoroid(wasir) dengan
anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6 cm.

3.2.7 Anestetik lokal untuk analgesia spinal

Berat jenis cairan serebrospinal (CSS) pada suhu 30OC ialah 1,003 – 1,008. Anestetik lokal dengan
berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS
disebut hiperbarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anestetik
lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik.1Anestetik lokal yang paling sering digunakan:

1. Lidokaine(xylocain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-100mg (2-5ml)
2. Lidokaine(xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033, sifat hyperbarik,
dosis 20-50 mg (1-2ml)
3. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-20mg (1-4ml)
4. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-
15mg (1-3ml).
a. Penyebaran anestesi lokal tergantung
1. faktor utama
 Berat jenis anestesi lokal
 Posisi pasien (kecuali isobarik)
 Dosis dan volume anestesi lokal (kecuali isobarik)
2. Faktor tambahan
 Ketinggian suntikan
 Kecepatan suntikan/ barbotase.
 Ukuran jarum.
 Keadaan fisik pasien.
 Tekanan intraabdominal.
b. Lama kerja anestesi lokal tergantung

1. jenis anestesi lokal


2. Besarnya dosis
3. Ada tidaknya vasokonstriktor.
4. Besarnya penyebaran anestetik lokal.
c. Komplikasi tindakan :

1. Hipotensi Berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan
infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan.
2. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2
3. Hipoventilasi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2

4. Trauma pembuluh darah


5. Trauma saraf
6. Mual muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi, atau spinal total.
d. Komplikasi pasca tindakan:

1. Nyeri tempat suntikan


2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urin
5. Meningitis.
3.3.9 Obat Spinal Anastesi
Dibedakan menjadi 2 golongan:

a. Amida (Bupivacaine, nupercain, etidocaine, lidocaine, mepivacaine, prilocaine, ropivacaine)


b. Ester (chloroprocaine, cocaine, procaine, tetracaine)

3.3.10 Mekanisme Kerja Obat Anastesi Spinal

Obat anastesi local bekerja pada pompa Na dan K, sehingga terjadi polarisasi:1
a. Menghambat transmisi impuls saraf atau blockade konduksi → mencegah peningkatan
permeabilitas membrane saraf terhadap ion Na
b. Mekanisme kerja: keadaan istirahat, depolarisasi, repolarisasi, polarisasi penuh
c. Obat local anastesi mencegah proses depolarisasi membrane saraf dengan memblok aliran ion
Na → hambatan transmisi impuls saraf (blockade konduksi).
3.3.11 Dosis Obat Spinal Anastesi

Obat Persiapan Level T10 Level T6 Level T4 Durasi

Procaine 10% 75 125 200 30-45

Lidocaine 5% dalam 7,5% 25-50 50-75 75-100 45-60


glukosa

Tetracaine 1% dalam 10% 6-8 8-14 12-20 60-90


glukosa

Bupivacaine 0,75% dalam 8,25% 6-10 8-14 12-20 90-120


dekstrosa

Ropivacaine 0,21-1 % 8-12 12-16 16-18 90

3.3.12 Adjuvant Obat Anastesi Spinal

1. Opioid
a. Reseptor opiate ditemukan di CNS seperti cortex cerebri, cortex limbic system, thalamus
bagian medial, midbrain substansia gelatinosa saraf simpatis preganglionik
b. Contoh: fentanyl akan memperlama masa kerja blok sensoris tanpa memperpanjang blok
simpatis
c. Efek samping seperti mual,muntah, pruritus, retensi urin, hipoventilasi
d. Depresi respirasi terjadi akibat penyebaran opioid ke dalam batang otak sehingga terjadi
depresi respirasi, biasanya akibat morfin. Dapat terjadi dalam 12 jam pertama setelah
pemberian morfin.
e. Penggunaan opioid lain seperti fentaniyl tidak menunjukkan depresi respirasi karena sifat
lipofilik obat tersebut
f. Hipoventilasi dapat juga disertai dengan somnolen, sehingga harus di observasi derajat
sedasi dan tingkat kesadaran
2. Midazolam

a. Bekerja melalui reseptor GABA benzodiazepine yang juga terdapat di medulla spinalis
terutama di lamina II cornu dorsalis
b. Efek antinosiseptik ini dapat dihilangkan dengan pemberian nalokson, di duga bekerja
melalui reseptor opioid
3. Acetylcholinestrase Inhibitor

 Neostigmin merupakan reseptor acetylcholinestrase yang menghambat pemecahan


neurotransmitter asetilkolin endogen di tingkat medulla spinalis, sehingga menghasilkan
analgesia
 Efek samping utama mual, muntah, kelemahan ekstremitas bawah
 Penambahan neostigmin dengan bupivacaine akan menyebabkan peningkatan mual dan
muntah
4. Epinefrin

 Epinefrin memperpanjang analgesia akan tetapi efek ini kurang menonjol bila dengan
bupivacaine atau ropivacaine
 Epinefrin (0.2 µg) ditambahkan pada bupivacain atau lidocaine akan memperpanjang
durasi anastesi sensorik pada anggota bawah dan abdominal. Selain itu apabila
ditambahkan dengan bupivacaine hiperbarik 7,5 mg akan meningkatkan masa anastesi
pembedahan dari 103 menit menjadi 172 menit, juga meningkatkan masa pulih dari 172
menit menjadi 220 menit.
5. Alpha 2 Adrenergik Agonis

 Contoh : klonidin, dapat menimbulkan analgesia tanpa blok motorik dan propioseptif
 Efek samping : hipotensi, bradikardi dan sedasi.

3.4 Anestesia Epidural


Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang
epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada diantara ligamentum flavum dan duramater.
Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.

Obat anestetik lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang terletak
dilateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas
blokade sensorik-motorik juga lebih lemah.1

Gambar 5.Anestesi Epidural

3.4.1 Keuntungan Anestesi Epidural


Keuntungan epidural dibandingkan spinal:

 Bisa segmental
 Tidak terjadi headache post op
 Hipotensi lambat terjadi

3.4.2 Kerugian Anestesi Epidural


Kerugian epidural dibandingkan spinal:

 Teknik lebih sulit


 Jumlah obat anestesi lokal lebih besar
 Reaksi sistemis
3.4.3 Komplikasi anestesi / analgesi epidural1:
 Blok tidak merata
 Depresi kardiovaskular (hipotensi)
 Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
 Mual – muntah

3.4.4 Indikasi analgesia epidural


Indikasi analgesia epidural :
1. Untuk analgesia saja, di mana operasi tidak dipertimbangkan. Sebuah anestesi epidural
untuk menghilangkan nyeri (misalnya pada persalinan) kemungkinan tidak akan
menyebabkan hilangnya kekuatan otot, tetapi biasanya tidak cukup untuk operasi.
2. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan pasien akan
analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai macam operasi, misalnya histerektomi, bedah
ortopedi, bedah umum (misalnya laparotomi) dan bedah vaskuler (misalnya perbaikan
aneurisma aorta terbuka).
3. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang paling sering operasi
caesar, dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi epidural sebagai teknik tunggal.
Biasanya pasien akan tetap terjaga selama operasi. Dosis yang dibutuhkan untuk anestesi
jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk analgesia.
4. Untuk analgesia pasca-operasi, di salah satu situasi di atas. Analgesik diberikan ke dalam
ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi, asalkan kateter telah dimasukkan.
5. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke dalam ruang epidural
dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit punggung.
6. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam perawatan terminal,
biasanya dalam jangka pendek atau menengah.

Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya :
1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis
2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat menghambat
penyebaran obat)
3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis
4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana vasodilatasi yang diinduksi
oleh obat bius dapat mengganggu suplai darah ke jantung)

Anestesi epidural sebaiknya dilakukan pada:

1. Kurangnya persetujuan
2. Gangguan pendarahan (koagulopati) atau penggunaanobat antikoagulan (misalnya warfarin)
3. Risiko hematoma
4. Kompresi tulang belakang
5. Infeksi dekat titik penyisipan
6. Hipovolemia

Penyebaran obat pada anestesi epidural bergantung :

1. Volume obat yg disuntikan


2. Usia pasien
3. Kecepatan suntikan
4. Besarnya dosis
5. Ketinggian tempat suntikan
6. Posisi pasien
7. Panjang kolumna vetebralis
3.4.5 Teknik Anestesia Epidural

Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid.1,3

1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.


2. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.
3. Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu:
a) jarum ujung tajam (Crawford)
b) jarum ujung khusus (Tuohy)

Gambar 6.Jarum Anestesi Epidural

4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling populer
adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.

a) Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)


Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi yang diisi
oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3ml. Setelah diberikan anestetik lokal pada tempat
suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau NaCl disuntikkan
perlahan dan terputus-putus. Sembari mendorong jarum epidural sampai terasa
menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang disusul hilangnya resistensi.
Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, lakukan uji dosis (test dose)

b) Teknik tetes tergantung (hanging drop)


Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik ini menggunakan
jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes Nacl yang menggantung. Dengan
mendorong jarum epidural perlahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan
keras yang kemudian disusul oleh tersedotnyatetes NaCl ke ruang epidural. Setelah
yakin, lakukan uji dosis (test dose)

5. Uji dosis (test dose)


Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung jarum diyakini
berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu) melalui kateter. Masukkan
anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin 1:200.000.

 Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah benar
 Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang subarakhnoid karena
terlalu dalam.
 Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena epidural.

7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya bergantung pada
konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi sampai 50% dan pada
wanita hamil dikurangi sampai 30% akibat pengaruh hormon dan mengecilnya ruang
epidural akibat ramainya vaskularisasi darah dalam ruang epidural.
8. Uji keberhasilan epidural
Keberhasilan analgesia epidural :
a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.
b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum.
c. Tentang blok motorik dari skala bromage

Melipat Lutut Melipat Jari

Blok tak ada ++ ++

Blok parsial + ++

Blok hampir lengkap - +


Blok lengkap - -

Tabel 1. Skala bromage untuk Blok Motorik

Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural

1. Lidokain (Xylokain, Lidonest)


Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relaksasi otot baik.
0.8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.
1.5% lazim digunakan untuk pembedahan.
2% untuk relaksasi pasien berotot.
2. Bupivakain (Markain)
Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volum yang
digunakan <20ml.
Komplikasi:

1. Blok tidak merata


2. Depresi kardiovaskuler (hipotensi)
3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4. Mual-muntah

Tabel 2. Obat Anestesi Epidural


3.5 Anestesia Kaudal1

Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis kaudalis
adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus
sakralis.Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan
gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum
flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.
Indikasi : Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula paraanal.

Kontra indikasi: Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural.

3.51 Teknik anesthesia kaudal :

1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah dari
bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.
2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-22 pada
pasien dewasa.
3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan spina iliaka
superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut diperoleh hiatus
sakralis.
5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan jarum
mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah jarum jadi 450-
600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml secara
agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji apakah cairan
masuk dengan benar di kanalis kaudalis.
Gambar 7. Anestesi Kaudal

Tabel 3.3 Komplikasi Anestesi Neuroaksial

Respon fisiologis Retensi urin


Tinggi blok
Total spinal anestesi
Henti jantung
Anterior spinal artery syndrome
Horner’s syndrome

Komplikasi yang berhubungan Trauma


dengan pemasangan kateter atau
Backache
jarum
Tusukan dura/bocor
Postdural puncture headache
Diplopia
Tinitus
Injuri saraf
Kerusakan radiks saraf
Kerusakan medula spinalis
Cauda equina syndrome
Perdarahan
Hematoma intraspinal/epidural
Salah penempatan
Tidak ada efek/anestesi tidak adekuat
Blok subdural
Inadvertent subarachnoid blok
Inadvertent suntikan intraarterial
Robekan kateter
Inflamasi
Arachnoiditis
Infeksi
Meningitis
Epidural abses
Toksisitas Obat Toksisitas sistemik
Cauda equina syndrome

3.6 Anestesi Spinal Total1

Anestesi spinal total ialah anestesi spinal intratekal atau epidural yang naik sampai di atas
daerah servikal. Anestesi ini biasanya tidak disengaja, pasien batuk-batuk, dosis obat berlebihan,
terutama pada analgesia epidural dengan posisi pasien yang tidak menguntungkan.

Tanda-tanda klinis:

 tangankesemutan
 lidahkesemutan
 napasberat
 mengantukkemudiantidaksadar
 bradikardidanhipotensiberat
 hentinapas
v

Anda mungkin juga menyukai