Anda di halaman 1dari 17

MUSYAROKAH

Makalah
Al Islam Kemuhammadiyahan 4

Dosen Pengampu :
Drs. Hamron, M. Si

Disusun Oleh :
Akuntansi

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

Islam sebagai agama yang diridhai Allah SWT menganjurkan kepada


pemeluknya untuk melakukann aktisitas bisnis, untuk memperoleh penghasilan
guna mencukupi kebutuhan sehari-hari baik itu untuk dirinya sendiri atau untuk
keluarganya, serta sebagai bekal dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.
Allah menganjurkan umatnya untuk berusaha, termasuk kegiatan-kegiatan bisnis.
Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat merencanakan suatu dengan sebaik-baiknya
agar dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan, namun tidak ada seorangpun
yang dapat memastikan hasilnya seratus persen. Suatu usaha, walaupun
direncanakan dengan sebaik-baiknya, namun tetap mempunyai resiko untuk gagal.
Faktor ketidakpastian adalah faktor yang sudah menjadi sunnatullah.
Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidak pastian merupakan salah satu
prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat mendukung
aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam perekonomian Islam.
Penetapan suatu hasil usaha didepan dalam suatu kegiatan usaha dianggap sebagai
sesuatu hal yang dapat memberatkan salah satu pihak yang berusaha, sehingga
melanggar aspek keadilan
Berbagai macam jenis usaha dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan,
seperti bekerja sebagai buruh, sebagai pengusaha atau sebagai investor yang
kesemuanya tergantung pada bidang keahlian yang dimiliki. Kesemuanya itu boleh
dilakukan selama tidak melanggar ketentuan agama yang dijelaskan dalam al-
Qur’an dan Hadis. Salah satu bentuk aktifitas ekonomi yang dapat dilakukan
sebagai pengusaha yaitu musyarokah. Yakni perserikatan antara dua orang atau
lebih dalam usaha untuk memperoleh keuntungan dengan hasil ditanggung
bersama.
Musyarakah adalah akad kerja sama antara para pemilik modal yang
mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam
musyarakah, mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai
suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. selanjutnya mitra
dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil atau keuntungan yang telah
disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank. Dalam proses bisnis yang
mendatangkan keuntungan dalam hal ini pihak yang melakukan akad musyarakah
dapat membagi keuntungan sesuai dengan porsi yang diberikan yang terwujud
dalam proporsi modal yang disertorkan oleh masing-masing pihak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Musyarakah
Musyarakah atau di kenal dengan sebutan syirkah secara bahasan berarti
pencampuran (Ikhtilath) yaitu suatu pencampuran antara satu dengan yang
lainya. Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti
mencampur. Musyarakah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang
diambil dari kata “syaraka” yang bermakna bersekutu, meyetujui atau
perkongsian berarti: “Percampuran”, yakni bercampurnya salah satu dari dua
harta dengan harta lainnya, tanpa dapat dibedakan antara keduanya.
Sedangkan menurut istilah, musyarakah adalah akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Secara keseluruhan definisi musyarakah (syirkah) adalah akad kerja sama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
B. Dasar Hukum
1. Al-Qur’an

"Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta


kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat
sedikitlah mereka ini". Dan Daud mengetahui bahwa Kami
mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu
menyungkur sujud dan bertaubat. ( Qs.Shad (38) : 24 ). Ayat ini
merujuk pada dibolehkannya praktik akad musyarakah. Lafadz “ al-
khulata “ dalam ayat ini bisa diartikan saling bersekutu/partnership,
bersekutu dalam konteks ini adalah kerjasama dua atau lebih pihak
untuk melakukan sebuah usaha perniagaan. Bardasarkan pemahaman
ini jelas sekali bahwa pembiayaan musyarakah mendapatkan legalitas
dari syari’ah.
2. Al-Hadits

Dari Abu Hurairah, dia memarfu’kan hadis ini pada Nabi, bahwa
Allah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak lain. Dan
jika salah satu berkhianat maka Aku keluar dari perserikatan mereka (
HR. Abu Daud dari Abu Hurairah ). Merupakan dalil lain
dibolehkannya praktik musyarakah. Hadits ini merupakan hadits qudsi
dan kedudukannya shahih menurut hakim. Dalam hadits ini Allah
memberikan pernyataan bahwa Dia akan bersama dua orang yang
saling bersekutu dalam suatu usaha perniagaan, dalam arti, Allah akan
menjaga, memberikan pertolongan dan berkah-Nya atas usaha
perniagaan yang dilakukan, usaha yang dijalankan akan semakin
berkembang sepanjang tidak ada pihak yang berkhianat.
3. Ijma’
Berdasarkan sumber hukum di atas maka secara ‘Ijma para ulama
sepakat bahwa hukum musyarakah yaitu boleh. Hanya saja, mereka
berbeda pendapat tentang jenisnya. Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-
Mughni telah berkata: kaum muslimin telah berkonsensus terhadap
legimasi Musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan
pendapat dalam beberapa elemen darinya.
C. Macam-Macam Musyarakah
Musyarakah terbagi menjadi dua macam yakni syirkah amlak (musyarakah
pemilikan) dan syirkah uqud (musyarakah akad/kontrak). Musyarakah
pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang
mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam
musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset
nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau
lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah
merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
1. Syirkah Amlak
Ialah syirkah antara dua orang atau lebih yang memiki barang tanpa
memiki akad. Syirkah ini terbagi menjadi dua macam yakni:
a) Syirkah Ikhtiyari (sukarela)
Syirkah iktiyari adalah syirkah yang disebabkan adanya
kontran dari dua orang yang bersekutu.
b) Syirkah Ijbari (paksaan)
Syirkah ijbari adalah syirkah yang ditetapkan kepada dua orang
atau lebih yang bukan didasarkan atas perbuatannya.
Hukum kedua jenis syirkah ini adalah salah seorang yang bersekutu
seolah-olah sebagai orang lain dihadapan yang bersekutu lainnya. Oleh
karena itu, salah seorang diantara mereka tidak boleh mengolah
harta syirkah tersebut tanpa izin dari rekan syirkahnya, karena
keduanya tidak mempunyai wewenang untuk menentukan bagian
masing-masing.
2. Syirkah Uqud
Syirkah ini merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang
atau lebih untuk bersekutu dalam harta dan keuntungannya. Syirkah al-
uqud ini terbagi lagi menjadi 4 yaitu:
a) Syirkah Inan
Syirkah inan ialah persekutuan antara dua orang dalam harta
milik untuk berdagang bersama-sama dan membagi laba atau
kerugian bersama-sama. Para fuqoha bersepakat tentang
bolehnya syirkah inan. Sirkah inan ini banyak dilkukan karena
tidak disyaratkan adanya kesamaan modal dan pengelolaan,
juga dalam pembagian hasil dibolehkan berbeda tergantung
pada kesepakatan yang telah dibuat secara bersama.
b) Syirkah Mufawidhah
Secara bahasa mufawidah artinya persamaan. Dinamakan
mufauwidah karena harus ada kesamaan dalam modal,
keuntungan, serta bentuk kerjasama lainnya. Sedangkan
menurut istilah mufawwidah adalah kesepakatan dua orang
atau lebih untuk melakukan perserikatan dengan persyaratan
memiliki kesamaan dalam jumlah modal, keuntungan,
pengelolaan serta agama yang dianut. Dengan demikian, setiap
pihak akan menjamin pihak lainnya, baik dalam penjualan
ataupun pembelian. Pihak-pihak yang berserikat tersebut saling
mengisi dalam hak dan kewajibannya, yakni masing-masing
menjadi wakil yang lain aatau menjadi pihak yang diwakili oleh
pihak lainnya.
c) Syirkah Abdan/ Syirkah A’mal
Syirkah abdan yaitu pesekutuan dua orang untuk menerima
pekerjaan yang akan dikerjakan secara bersama-sama. Dan
keuntungan dibagi diantara keduanya dengan syarat-syarat
tertentu sesuai dengan kesepakatan. Ulama Malikiyah
menberikan syarat untuk syirkah ini yakni,
1) Usaha yang dlakukan harus sama.
2) Usaha boleh berbeda bila masih ada keterkaitannya satu
dengan yang lainnya.
3) Keduanya harus berada di tempat yang sama.
4) Pembagian keuntungan didasarkan pada kadar
pekerjaan yang dilakukan.
d) Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh adalah persekutuan dua pemimpin dalam
pandangan masyarakat tanpa modal, untuk membeli barang
tidak secara tunai dan menjuanya secara tunai, kemudian
keuntungannya dibagi diantara keduanya dengan syarat tertentu
sesuai dengan kesepakatan. Penamaan wujuh karena tidak akan
terjadi jual beli secara tidak kontan jika kedunya tidak dianggap
pemimpin dalam pandangan manusia secara adat. Dalam hal
pembagian keuntungan, hendaklah dihitung berdasarkan
perkiraan dalam hal kepemilikan, tidak boleh lebih dari itu
sebab persekutuan ini didasarkan pada tanggung jawab pada
barang dagangan yang mereka beli, baik denga harta maupun
dengan pekerjaan. Dengan demikian, keuntungan harus
didasarkan atas tanggung jawab dan tidak boleh melebihi kadar
tanggungan masing-masing.
D. Rukun Dan Syarat Musyarakah
1. Adapun rukun musyarakah adalah sebagai berikut :
a) Akidani (dua orang yang saling akad)
b) Malani (dua harta milik dua orang)
c) Shighat (ijab qobul)
2. Syarat
Adapun syarat musyarakah adalah sebagai berikut :
a) Perserikatan itu merupakan transaksi yang boleh diwakilkan.
Artinya, salah satu pihak jika bertindak secara hukum terhadap
objek perserikatan itu dengan izin pihak lain, dianggab sebagai
seluruh wakil pihak yang berserikat.
b) Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan
jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah.
c) Presentase pembagian keuntungan untuk masin-masing pihak
yang berserikat dijelaskan ketika berlangsungnya akad.
Keuntungan itu diambil dari hasil laba harta perserikatan, bukan
dari harta lain.
d) Modal, harga barang dan jasa harus jelas.
e) Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan
berdampak pada biaya transportasi.
f) Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam
kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki
atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam
pasar modal
E. Ketentuan-Ketentuan Yang Terkait
Ketentuan umum pembiayaan Musyarakah adalah sebagai berikut:
1. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah
dan dikelola bersama-sama.
2. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan
kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
3. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek muyarakah.
4. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu
proyek harus diketahui bersama.
5. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan sedangkan kerugian
dibagi sesuai dengan konstribusi modal.
6. Proyek yang dijalankan harus disebutkan dalam akad.
7. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut
bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk Bank.
F. Fatwa Dewan Syariah Nasional Pada Pembiayaan Musyarakah
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 08/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah memiliki ketentuan-
ketentuan diantaranya :
1. Ijab dan qabul harus dinyatakan oleh pihak terkait untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memperhatikan hal-hal berikut :
a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit
menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau
dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan
memperhatikan hal-hal berikut :
a) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
perwakilan.
b) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan
setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah
dalam proses bisnis normal.
d) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain
untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah
diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah
dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa
melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a) Modal
Ketentuan modal diantaranya adalah
i. Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak,
atau yang bernilai sama.
ii. Modal dapat terdiri dari asset perdagangan, seperti
barang, property, dan sebagainya. Jika modal
berbentuk asset, harus terlebih dahulu dinilai dengan
uang tunai dan disepakati oleh mitra
iii. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan,
menyumbang, menyumbangkan, dan
menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak
lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
iv. Pada prinsipnya dalam pembiayaan musyarakah,
tidak ada jaminan namun untuk menghindari
terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta
jaminan.
b) Kerja
Ketentuan dalam sistem kerja adalah sebagai berikut;
i. Partisipasi para mitra dalam melakukan pekerjaan
merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, tapi
kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat.
Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih
banyak dari lainnya, dalam hal ini boleh menuntut
bagian Keuntungan tambahan bagi dirinya;
ii. Seorang mitra melaksanakan kerja dalam
musyarakah atas nama pribadi dan wakil mitranya.
Kedudukan masing-masing dalam organisasi harus
dijelaskan dalam kontrak.
c) Keuntungan
Ketentuan dalam pembagian keuntungan adalah sebagai
berikut :
i. Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk
menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu
alokasi Keuntungan atau penghentian musyarakah;
ii. Setiap keuntungan harus dibagi secara proporsional;
iii. Atas dasar seluruh Keuntungan dan tidak ada jumlah
yang ditentukan jadwal yang ditetapkan bagi seorang
mitra;
iv. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika
keuntungan tersebut melebihi jumlah tertentu,
kebolehan dan presentase itu diberikan kepadanya;
v. Sistem pembagian Keuntungan harus jelas sesuai
dengan yang tertuang diakad;
d) Kerugian harus dibagi sesama mitra secara proprosional
menurut saham masing-masing dalam modal.
G. Standar Akad Dalam Pembiayaan Musyarakah
Pada setiap permohonan pembiayaan musyarakah, BMT berketentuan,
internal diwajibkan untuk menerangkan esensi dari pembiayaan musyarakah
serta kondisi penerapannya. Hal yang wajib dijelaskan meliputi: esensi
pembiayaan musyarakah sebagai bentuk kerjasama investasi bank ke nasabah,
definisi dari terminologi, profit sharing atau revenue sharing, keikutsertaan
dalam skema penjamin, terms and condition, dan tata cara perhitungan bagi
hasil.
BMT wajib meminta nasabah untuk mengisi formulir permohonan
pembiayaan musyarakah, dan formulir tersebut wajib diinformasikan: (1)
usaha yang ditawarkan untuk dibiaya; (2) jumlah kebutuhan dana investasi; (3)
Jangka waktu investasi.
Dalam proses pembiayaan musyarakah BMT wajib melakukan analisis
mengenai: (1) Kelengkapan administrasi yang disyaratkan; (2) Aspek Hukum;
(3) Aspek Personal; (4) Aspek Usaha yang meliputi, pengelolaan, manajemen,
produksi, pemasaran dan keuangan.
BMT harus menyampaikan tanggapan atas permohonan yang dimaksud,
dengan adanya tawaran atau penerimaan. Pada waktu penandatanganan akad
antara nasabah dan pihak BMT pada kontrak akad wajib diinformasikan:
1. Tanggal dan tempat melakukan akad;
2. Definisi dan esensi pembiayaan musyarakah;
3. Usaha yang dibiayai;
4. Posisi para nasabah dan sahibul mall adalah pemilik modal;
5. Hak dan kewajiban para pihak;
6. Investasi yang ditanamkan dijamin atau tidak;
7. Jumlah uang yang akan disetorkan atau di investasikan oleh para pihak;
8. Jangka waktu pembiayaan;
9. Pembagian Keuntungan;
10. Metode perhitungan (profit sharing or revenue sharing);
11. Status penjaminan pembiayaan revenue sharing;
12. Rumus perhitungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai yang
akan dibagi;
13. Contoh perhitungan bagi hasil;
14. Tata cara pembayaran baik penarikan ataupun pengembalian dana;
15. Kondisi-kondisi tertentu yang akan mempengaruhi keberadaan
investasi tersebut, seperti;
a) Biaya pembuatan akad seperti pihak notaris dan pihak
penanggung;
b) Biaya operasional menjadi beban bersama;
c) Para pihak dilarang mencairkan modal untuk kepentingannya
sendiri;
d) Pengelola harus tunduk kepada prinsip hukum positif yang
berlaku. ( ascarya, 2007: 234).
H. Pembagian Hasil Usaha
Pembagian hasil usaha baik itu keuntungan ataupun kerugian dilakukan
berdasarkan presentasi modal yang di sertakan dalam syirkah. Semakin besar
presentasi modal yang disertakan dalan syirkah maka semakin besar pula
pembagian yang diperoleh.
Perhitungan bagi hasil pembiayaan musyarakah ditentukan dengan
mempertimbangkan:
1. Modal Mitra yang beputar
2. Modal BMT (pembiayaan)
3. Keuntungan bersih dari usaha mitra
4. Standar Keuntungan yang diharapkan BMT
Faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil dalam pembiayaan
musyarakah pada BMT, antara lain:
1. Usaha
Bagi hasil itu ada jika usaha masih tetap berjalan, serta bagi hasil selalu
berubah sesuai dengan laba yang diperoleh dari hasil usaha yang
dijalankan.
2. Kelayakan
Kelayakan suatu usaha dapat dinilai berdasarkan analisis yang dibuat
oleh kedua belah pihak.
3. Kerelaan Mudharib
I. Teori Bagi Hasil (Profit And Loss Sharing)
Keharaman bunga dalam syariah membawa konsekuensi adanya
penghapusan bunga secara mutlak. Teori PLS dibagun sebagai tawaran baru di
luar sistem bunga yang cenderung tidak mencerminkan keadilan
(injustic/dzalim) karena memberikan diskriminasi terhadap pembagian resiko
maupun untung bagi para pelaku ekonomi (Sadeq, 1992). Profit-loss sharing
berarti Keuntungan dan atau kerugian yang mungkin timbul dari kegiatan
ekonomi/bisnis ditanggung bersama-sama.
Dalam sistem Profit Loss Sharing harga modal ditentukan secara bersama
dengan peran dari kewirausahaan. Skema model musyarakah menunjukkan
masing-masing pihak memberikan kontribusi dalam permodalan. Mereka
sepakat untuk melakukan profit-loss sharing. Formula menentukan nisbah bagi
hasil dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Nisbah bagi hasil di antara partner ditentukan berdasarkan porsi
masing-masing dalam permodalan. Bila ada dua orang melakukan
musyarakah dengan menyetor modal masing-masing 50%, maka nisbah
bagi hasilnya juga 50 : 50. Pendapat ini banyak dianut kalangan
madzhab Safi’i dan maliki.
2. Nisbah bagi hasil di antara partner ditentukan atas pertimbangan
kontribusi dalam organisasi kewirausahaan. Dalam skema ini
memungkinkan seseorang mendapatkan prosi bagi hasil lebih besar
atau lebih kecil dari porsi kontribusinya dalam permodalan. Hal ini
karena memiliki kontribusi lebih besar atau lebih kecil dalam organisasi
dan kewirausahaan. Pendapat ini banyak dianut kalangan madzhab
Hambali dan Hanafi.
J. Berakhirnya Musyarakah
Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut ini:
1. Salah satu pihak membatalkan kesepakatannya meskipun tanpa
persetujuan dari pihak yang lainnya.
2. Salah satu pihak kehilangan kemampuan dalam bertasharruf (keahlian
mengelola harta).
3. Salah satu pihak meninggal dunia, namun bila yang bersyirkah lebih
dari dua orang, maka yang berakhir hanya yang meninggal saja.
4. Salah satu pihak berada dalam pengampuan.
5. Salah satu pihak mengalami kebangrutan yang mengakibatkan tidak
lagi menguasai harta yang menjadi saham syirkah.
6. Modal para pihak yang bersyirkah hilang sebelum terjadi percampuran
harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Musyarakah adalah akad kerjasama atau percampuran antara dua pihak atau
lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan
kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan
resiko akan ditanggung sesuai porsi kerjasama. Bagi hasil dalam pembiayaan
musyarakah pada BMT tidak ditetapkan secara pasti, karena tidak ada kepastian
pendapatan dari usaha yang dijalankan oleh mudharib. Perhitungan bagi hasil
pembiayaan musyarakah pada BMT ditentukan dengan mempertimbangkan: modal
mitra yang berputar, modal dari BMT (pembiayaan), Keuntungan bersih dari usaha
mitra, serta standar Keuntungan uang diharapkan BMT.
Perhitungan secara penetapan bagi hasil pembiayaan musyarakah pada BMT
selalu berubah, perubahan tersebut berdasarkan analisis dari suatu usaha yang
dijalankan oleh mudharib terlebih dahulu. Metode perhitungan bagi hasil
pembiayaan musyarakah BMT sama dengan yang ada dalam teori yaitu terdapat
dalam penyataan standar akuntansi keuangan yang mana tertuliskan bahwa metode
pehitungan bagi hasil dalam pembiayaan musyarakah dengan dua meotde yaitu
Profit Sharing dan Revenue Sharing.
Teori bagi hasil (profit and loss sharing) – bila dianalisis menggunakan teori
keuangan/moneter lebih mencerminkan kesesuaian dengan teori flow concept.
Sedangkan munculnya bukga bank lebih didasari pemikiran teori stock concept.
Penerapan instrumen bagi hasil lebih mencerminkan keadilan dibandingkan
instrumen bunga. Bagi hasil melihat kemungkinan profit dan resiko sebagai fakta
yang mungkin terjadi di kemudian hari. Sedangkan bunga hanya mengakui
kepastian profit pada penggunaan uang. Bagi hasil merupakan penggerak dasar
operasionalisasi perbankan syariah, sedangkan bunga merupakan penggerak dasar
operasionalisasi pebankan konvesional.
DAFTAR PUSTAKA

Ascarya. 2013. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Antonio, Muhammad syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani.
Karim, Adiwarman, 2004, Bank Islam, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
Lathif, AH . Azharudin.2005.Fiqh Muamalat, Jakarta : UIN Jakarta Press. Saeed,
Sudarsono, Heri. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: P3EI.

Anda mungkin juga menyukai