DOKTER DI INDONESIA 1
WIWIK KUSUMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
behavior tenaga kesehatan sama seperti isu komersialisme dalam praktik pelayanan
kedokteran tahap sarjana (Passi et al., 2010; Whitcomb, 2007). Berdasarkan evaluasi
tentang kondisi mahasiswa yang dalam proses pendidikan terpapar dalam kondisi
yang tidak semestinya (advers climate) serta pemikiran bahwa bidang kedokteran
sudah menjadi bisnis, sehingga menurunkan harga diri profesi dokter di mata
menyeluruh dengan menentukan core value institusi sebagai langkah pertama. Core
tersebut. Nilai-nilai tersebut selain masuk dalam kurikulum formal, juga diterapkan
dalam pelayanan kesehatan bahkan pada seleksi mahasiswa baru (student admission).
pekerjaannya ditinjau dari aspek sosial (Castellani, 2006). Tujuh klaster tersebut
ATRIBUT DAN DISAIN PEMBELAJARAN PERILAKU PROFESIONAL (PP) DALAM PENDIDIKAN
DOKTER DI INDONESIA 2
WIWIK KUSUMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
kedokteran yang berkembang dua dekade terakhir. Adapun tujuh klaster tersebut,
termasuk kurikulum, literatur, dosen dan mahasiswa serta residen. Pendidikan perlu
komersialisme.
perilaku profesional harus dikembangkan oleh dokter sebagai tanggung jawab kepada
formal dan eksplisit daripada hidden curriculum, dengan alasan antara lain, yaitu:
sedangkan PP yang dibutuhkan bagi profesi dokter tidak termasuk dalam proses
dengan etika dan profesionalisme. Pengelompokan pasien sesuai dengan strata dapat
2004).
sakit yang disebabkan oleh faktor manusia semakin bertambah. Hal ini berhubungan
dengan perilaku profesional dokter atau tidak, memang belum ada studi yang
klinis terhadap dokter praktik yang terkena sanksi disiplin. Residen mempunyai risiko
tinggi terkait dengan hal ini dengan akar permasalahan dalam hal interpersonal,
65% dan bersumber dari dokter (Kompas, 2009). Kasus malpraktik, menurut
YPKKI, sampai dengan tahun 2004 sebanyak 255 kasus dan naik menjadi 296 kasus
pada tahun 2006. Kasus yang dapat diselesaikan sampai dengan tahun 2004 sangat
sedikit, yaitu hanya 18 kasus dan 35 kasus yang dapat diselesaikan di pengadilan
pada tahun 2006, sedangkan 37 kasus sedang dalam proses di pengadilan (Hatta,
2008).
menangani 127 kasus pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh dokter dan dokter
gigi. Pelanggaran disiplin yang oleh masyarakat disebut dengan malpraktik, tiga
ATRIBUT DAN DISAIN PEMBELAJARAN PERILAKU PROFESIONAL (PP) DALAM PENDIDIKAN
DOKTER DI INDONESIA 4
WIWIK KUSUMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
terbanyak berturut-turut dilakukan oleh dokter umum, yaitu 48 kasus, dokter ahli
bedah, yaitu 33 kasus, dokter ahli kandungan dan kebidanan, yaitu 20 kasus. Untuk
dokter gigi sebanyak sepuluh kasus (Kemkes, 2011). Gagalnya komunikasi antara
dokter dengan pasien merupakan 80% penyebab kasus pelanggaran disiplin yang
paling banyak (119) dilaporkan oleh masyarakat. Pada kejadian medication error,
profesi dokter memberikan kontribusi yang paling tinggi di antara profesi kesehatan
lain, yaitu sebesar 39%, sedangkan profesi perawat 38% dan apoteker 13% (Prahasto,
2012).
laporan medis yang tidak benar, memberikan tindakan medis tanpa persetujuan
pasien/keluarga, bekerja tidak sesuai dengan standar asuhan medis, merupakan bagian
masyarakat. Pelayanan pasien yang baik tidak hanya tergantung pada kompetensi
kognitif dan psikomotor saja, tetapi juga membutuhkan kompetensi afektif atau
dinyatakan berhubungan dengan adanya isu tidak kompeten. Hal ini disebabkan
ATRIBUT DAN DISAIN PEMBELAJARAN PERILAKU PROFESIONAL (PP) DALAM PENDIDIKAN
DOKTER DI INDONESIA 5
WIWIK KUSUMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
antara lain oleh kurangnya kompetensi dokter dalam domain afektif atau perilaku
diajarkan secara eksplisit dan dinilai secara sistematis (Korszun et al., 2005).
Pengembangan kompetensi domain afektif, yaitu karakter, sikap dan perilaku yang
untuk melengkapi kompetensi kognitif dan psikomotor sesuai dengan tujuan yang
diharapkan (Wagner, 2007 & Hays, 2006). Teaching dan assessment profesionalisme
secara formal menjadi hal penting untuk menyampaikan nilai-nilai institusi dan
2002).
2005). Dalam pengertian PP tersebut terdapat unsur-unsur standar, nilai dan profesi.
Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara PP dengan standar
ATRIBUT DAN DISAIN PEMBELAJARAN PERILAKU PROFESIONAL (PP) DALAM PENDIDIKAN
DOKTER DI INDONESIA 6
WIWIK KUSUMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
kompetensi dokter tahun 2006, yaitu pada area tujuh kompetensi etika, moral,
medikolegal dan profesionalisme serta keselamatan pasien (KKI, 2006) dan standar
kompetensi dokter tahun 2012, yaitu area pertama, profesionalitas yang luhur (KKI,
2012). Mengingat profesionalisme dan PP ini menjadi salah satu aspek penting dalam
standar kompetensi dokter, maka hal ini perlu dikembangkan dalam arti perlu
diajarkan dan dinilai secara formal dalam kurikulum pendidikan dokter. Menyikapi
hal ini, institusi kedokteran perlu menyesuaikan atau merevisi kurikulumnya agar
masa lampau dengan metode konvensional lebih bersifat teacher centered dan
bahwa kurikulum inti dalam pendidikan dokter meliputi prinsip teori dan praktik
kedokteran, biomedik, sosial perilaku dan ilmu klinis, komunikasi dan etika
kedokteran. Penyusunan standar pendidikan profesi dokter yang ditetapkan oleh KKI
dokter dan standar kompetensi dokter. Dalam standar kompetensi dokter edisi
pertama tahun 2006 terdapat kompetensi inti yang harus dikuasai oleh lulusan dokter
Indonesia dan disebut dengan tujuh area kompetensi. Tujuh area kompetensi tersebut
diri dan pengembangan diri; dan 7) etika, moral, medikolegal dan profesionalisme
serta keselamatan pasien. Standar kompetensi dokter yang telah diterapkan selama
lima tahun ini telah direvisi dan ditetapkan oleh KKI pada akhir tahun 2012. Pada
edisi ke-2 standar kompetensi dokter terdapat perubahan area kompetensi, yaitu: area
kompetensi profesionalitas yang luhur yang erat berkaitan dengan domain afektif
kompetensi dokter dan standar pendidikan profesi dokter edisi ke-2 oleh KKI pada
akhir tahun 2012 menjadi landasan penting untuk lebih memantapkan pengembangan
isu profesionalisme dan PP yang erat kaitannya dengan area pertama, yaitu
dipisahkan dari etika, sehingga etika atau dalam hal ini etika kedokteran menjadi
Pembelajaran etika dan bioetika yang berkaitan dengan area pertama standar
kompetensi dokter yang baru pada institusi kedokteran di Indonesia sebetulnya sudah
ATRIBUT DAN DISAIN PEMBELAJARAN PERILAKU PROFESIONAL (PP) DALAM PENDIDIKAN
DOKTER DI INDONESIA 8
WIWIK KUSUMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
isu etika menjadi penting dan dominan bagi institusi kedokteran agar menghasilkan
lulusan yang kompeten dalam domain afektif atau PP untuk melengkapi kompetensi
tahapan pendidikan dokter termasuk profesi dokter berupa seminar dan workshop
sudah dilakukan secara regular setiap dua tahun sekali mulai tahun 2000 oleh jaringan
Bioetika yang mempelajari isu-isu etika dan pembuatan keputusan tentang organisme
hidup menunjukkan keterkaitan yang erat dalam tujuannya dengan domain afektif
atau PP, yaitu personal moral development (Macer, 2008). Dari pengalaman yang
disampaikan oleh beberapa institusi kedokteran yang sudah lama berdiri pada
pertemuan ini (UGM, UNAIR, UI, dll.), nampak bahwa sebagian institusi sedang
juga masih belum jelas dilakukan. Dari pertemuan terakhir ini, ternyata metode
ATRIBUT DAN DISAIN PEMBELAJARAN PERILAKU PROFESIONAL (PP) DALAM PENDIDIKAN
DOKTER DI INDONESIA 9
WIWIK KUSUMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
menjadi masalah bagi sebagian besar institusi kedokteran. Bahkan masih sangat
terbatas data atau informasi yang menunjukkan dampak pembelajaran bioetika yang
sudah dilakukan pada sikap dan perilaku mahasiswa kedokteran ataupun dokter.
Pancasila yang lahir tanggal 1 Juni 1945, mengandung tuntunan dinamis pada
perguruan tinggi, Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia harus menjadi dasar
dan pedoman bagi pengembangan ilmu (Sutaryo, 2006). Peran Pancasila dalam ilmu
Pancasila masuk dalam keyakinan dan nilai yang dianut, menjadi konsensus seluruh
Karakter dasar sebagai bangsa yang disusun dari karakter individual yang
diturunkan dari sila-sila Pancasila, yaitu berakhlak mulia, berbudi luhur dan bermoral
utama (Ali, 2010), perlu diajarkan tidak hanya formal di sekolah tetapi juga melalui
keluarga dan masyarakat. Pembelajaran di sekolah sebagai trigger atau awalan saja,
pendidikan karakter adalah tri pusat pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat),
terkandung dalam Pancasila. Pancasila yang menjadi ideologi bangsa dan negara
teknologi. Selain itu, Pancasila juga sebagai filter terhadap pengaruh globalisasi yang
selain gotong royong, yaitu berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur dan bermoral
yang dalam pendidikan temasuk domain afektif atau PP, menurut Dewantara (1977)
menginsyafi dan melakukan. Dalam proses pembelajaran budi pekerti perlu diberikan
pengetahuan agar mengerti tujuan dan menyadari baik buruknya suatu perilaku dan
berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia serta area pertama standar kompetensi
kebutuhan dalam pendidikan dokter. Hal ini untuk mengantisipasi kondisi yang
kejadian pelanggaran kejujuran atau integritas akademik dan etika, seperti uraian
berikut.
baik untuk tingkat sarjana, master dan doktor dengan ketersediaan akses informasi
yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Informasi yang dapat diakses melalui
ATRIBUT DAN DISAIN PEMBELAJARAN PERILAKU PROFESIONAL (PP) DALAM PENDIDIKAN
DOKTER DI INDONESIA 11
WIWIK KUSUMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
internet dan web secara online dengan menggunakan berbagai media seperti
komputer, PDA, handphone, netbook dan sejenisnya yang semakin canggih ini dapat
kemajuan ini ternyata memiliki problem etika, yaitu cheating dan plagiarism
(Mayville, 2011).
disintegrity yang paling sering terjadi antara lain plagiarisme, ketidakhadiran di kelas,
dalam ujian atau memberikan contekan teman dalam ujian, dll. Studi yang bervariasi
merupakan perilaku yang salah (misbehavior) yang umum dilakukan oleh mahasiswa
memalsukan sebagian atau semua histori pasien, pemalsuan data lebih jarang diteliti.
tinggi menunjukkan angka yang tinggi, dengan variasi antara 30% sampai dengan
dengan variasi antara 40% sampai dengan 60% bahkan 80%. Prevalensi cheating
menurut Mayville (2011 cit education portal, 2007), 75% sampai dengan 98% pada
ATRIBUT DAN DISAIN PEMBELAJARAN PERILAKU PROFESIONAL (PP) DALAM PENDIDIKAN
DOKTER DI INDONESIA 12
WIWIK KUSUMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
mahasiswa. Studi yang dilakukan oleh Hejri et al. (2013) tentang frekuensi kejadian
academic disintegrity atau academic dishonesty pada 124 mahasiswa clerkship dan
tidak hadir di kelas merupakan kejadian yang paling banyak dilakukan, yaitu 93%
dan menyontek atau memberikan contekan dalam ujian pada urutan kedua, yaitu
67%.
ternyata juga pernah dilakukan pada pendidikan sebelumnya atau waktu SMA. Studi
pada profesi dokter juga menunjukkan bahwa cheating merupakan best predictor,
dishonesty yang dilakukan pada waktu menjadi mahasiswa di perguruan tinggi juga
menyebabkan dishonesty pada waktu bekerja (Nonis & Swift, 2001; Harper, 2006).
Menurut Bolin (2004), academic dishonesty menjadi masalah besar dan persisten
diatasi.
bahwa separuh kelas mahasiswanya (125) pada ujian akhir mata kuliah menyontek
atau memplagiat jawaban teman. Hal ini merupakan masalah serius yang melanggar
yang dipaksakan, dll. masih merupakan salah satu problem utama pendidikan.
Perilaku ketidakjujuran ini menunjukkan kemorosotan moral dan akhlak yang tidak
bisa dilepaskan dari hubungan manusia dengan Allah SWT. Nafsu cinta terhadap
atau organisasi untuk pendidikan dokter seperti menurut American Board of Internal
3) excellence; 4) duty; 5) honor and integrity dan 6) respect (Arnold, 2002); menurut
American Association of Medical Council (AAMC, 2002) ada delapan atribut PP,
wilayah perlu untuk mengidentifikasi atribut PP yang dinilai penting dan sesuai
2004). Demikian pula untuk metode pembelajaran PP sangat bervariasi, seperti kuliah
ATRIBUT DAN DISAIN PEMBELAJARAN PERILAKU PROFESIONAL (PP) DALAM PENDIDIKAN
DOKTER DI INDONESIA 14
WIWIK KUSUMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
interaktif, diskusi kelompok atau tutorial, problem based learning, bedside teaching,
workshop, konferensi, penugasan, dll. (Passi, 2010), namun belum ada satu metode
oleh peneliti sebelumnya. Mengajarkan humanisme dengan role model dan self
dengan kuliah singkat dilanjutkan dengan diskusi kelompok dengan cased based
teaching menggunakan video sebagai trigger dan penugasan oleh Rhodes et al.
(2001). Profesionalisme secara formal diajarkan dengan pendekatan cased based life
interactions oleh Fincher et al. (2001). Mengajarkan respect for patient, dengan
metode interview dengan pasien (mendengarkan keluhan pasien) secara rutin pada
rawat jalan, role model dan refleksi kasus oleh Branch (2006).
disesuaikan dengan kondisi dan situasi di Indonesia. Karakter yang dimiliki bangsa
Indonesia sesuai dengan ideologi Pancasila adalah berakhlak mulia, berbudi pekerti
luhur dan bermoral utama (Ali, 2010). Pancasila menjadi ideologi bangsa bisa
kondisi yang berkembang dalam proses pendidikan dan profesi dokter, maka perlu
ATRIBUT DAN DISAIN PEMBELAJARAN PERILAKU PROFESIONAL (PP) DALAM PENDIDIKAN
DOKTER DI INDONESIA 15
WIWIK KUSUMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
B. Perumusan Masalah
dokter di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
validasi.
D. Manfaat Penelitian
(PP) dan alternatif model untuk mengajarkan PP. Selain itu, hasil penelitian ini
E. Keaslian Penelitian
dapat dilihat pada uraian sebagai berikut. Studi kualitatif dilakukan oleh Weissmann
et al. (2006) tentang teaching humanism untuk mahasiswa kedokteran dilakukan pada
12 dosen klinik dari empat fakultas kedokteran. Dosen klinik terbaik yang dipilih oleh
residen diamati dengan standardized field notes dalam berinteraksi dengan pasien.
Hasil studi menunjukkan bahwa setiap dosen klinik mengajarkan aspek humanisme
untuk mahasiswa dengan cara unik, yaitu dengan role model dan menggunakan self
reflection untuk memperbaiki strategi mengajarnya. Selain itu, hasil studi tersebut
juga menyatakan bahwa identifikasi the best practices of effective teacher merupakan
mengadakan workshop. Sebuah workshop mengenai altruism dengan video role play
diberikan kepada separuh mahasiswa tahun ke tiga yang sedang rotasi di bagian
pediatri, sedangkan separuhnya tidak mengikuti atau terpapar dengan workshop ini.
kedokteran tahun pertama. Konten materi antara lain mengenai sikap dan perilaku
ATRIBUT DAN DISAIN PEMBELAJARAN PERILAKU PROFESIONAL (PP) DALAM PENDIDIKAN
DOKTER DI INDONESIA 17
WIWIK KUSUMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
dokter dalam interaksi dengan pasien dan teman sejawat, termasuk pengambilan
etika, sumpah dokter dan menuliskan kasus diskusi sebagai refleksi untuk bahan
dua dengan pendekatan cased based life cycle integrasi dengan ilmu penyakit,
interactions menjadi trigger untuk belajar. Tutor atau fasilitator menilai professional
dengan metode interview dengan pasien (mendengarkan keluhan pasien) secara rutin
pada rawat jalan. Mahasiswa dihadapkan pada kasus tertentu (penyalahgunaan obat
dan menolak tindakan medis), dokter yang merawat memberikan informed consent
dihadapan mahasiswa, untuk tindakan medis yang akan dilakukan tersebut hingga
pasien bersedia (berhasil). Pada proses pembelajaran ini nampak adanya aspek role
model. Kemudian, mahasiswa ditugasi untuk membuat refleksi kasus secara formal
PP pada pendidikan dokter dengan atribut atau elemen PP yang didapatkan dari tiga
metode pengumpulan data, yaitu: FGD, wawancara mendalam dan studi pustaka.
Atribut PP yang didapatkan dari FGD yang juga didapatkan dari wawancara dan studi
pustaka, serta yang spesifik untuk kondisi Indonesia dipilih sebagai atribut PP yang
mewarnai dalam disain pembelajarannya. Hal ini sebagai ciri khusus penelitian ini,
yang sejauh peneliti ketahui belum pernah dilakukan dalam pendidikan dokter.
trigger film mengandung nilai-nilai PP bermuatan Islami dan spiritual sebanyak tiga
kali disertai refleksi dan panel ahli sebagai intervensi terakhir. Diskusi kelompok
dengan trigger film dalam penelitian ini berbeda dengan yang pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya (Naranchimeg, 2008; Ber & Alroy, 2002; Rhodes, 2001), yang
lebih menekankan pada interaksi dokter pasien (doctor – patient encounter). Panel
ahli melibatkan empat pakar dalam bidang etika, antropolog, dokter dan psikolog.
Dokter dan psikolog yang dipilih keduanya juga sebagai ustadz, dengan harapan
dapat lebih menekankan pada kaitan nilai-nilai PP yang diajarkan dengan agama
Islam.