Anda di halaman 1dari 11

Mata Kuliah : Asuhan komunitas & peran pendidik bidan

Dosen :Rismawati, S.ST., M.kes

APLIKASI ANALISIS SWOT DALAM PROGRAM


GIZI

Disusun Oleh :

1. Sarmida
2. Riska
3. Suryana idrus
4. Reskiyanti M

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR
2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius


terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu masalah kekurangan
gizi yang masih cukup tinggi di Indonesia terutama masalah pendek (stunting) dan
kurus (wasting) pada balita serta masalah anemia dan kurang energi kronik (KEK)
pada ibu hamil. Masalah kekurangan gizi pada ibu hamil ini dapat menyebabkan
berat badan bayi lahir rendah (BBLR) dan kekurangan gizi pada balita, termasuk
stunting. Stunting dapat terjadi sebagai akibat kekurangan gizi terutama pada saat
1000 HPK. Pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan pada ibu hamil perlu
mendapat perhatian untuk mencegah terjadinya stunting. Stunting akan
berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak dan status kesehatan pada saat
dewasa. Akibat kekurangan gizi pada 1000 HPK bersifat permanen dan sulit
untuk diperbaiki.
Indonesia saat ini tengah bermasalah dengan stunting. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskedas) 2013 menunjukkan prevalensi stunting mencapai 37,2%.
Stunting bukan perkara sepele. Hasil riset Bank Dunia menggambarkan kerugian
akibat stunting mencapai 3—11% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Dengan nilai PDB 2015 sebesar Rp11.000 Triliun, kerugian ekonomi akibat
stunting di Indonesia diperkirakan mencapai Rp300-triliun—Rp1.210 triliun per
tahun.
Besarnya kerugian yang ditanggung akibat stunting lantaran naiknya
pengeluaran pemerintah terutama jaminan kesehatan nasional yang berhubungan
dengan penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, diabetes atapun gagal
ginjal. Ketika dewasa, anak yang menderita stunting mudah mengalami
kegemukan sehingga rentan terhadap serangan penyakit tidak menular seperti
jantung, stroke ataupun diabetes. Stunting menghambat potensi transisi
demografis Indonesi a dimana rasio penduduk usia tidak bekerja terhadap
penduduk usia kerja menurun. Belum lagi ancaman pengurangan tingkat
intelejensi sebesar 5—11 poin.
Stunting punmenjadi ancaman masyarakat Desa. menyikapi hal tersebut
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
(Kemendesa PDTT) berkomitmen penuh menekan angka stunting di Indonesia.
Ragam kegiatan yang berhubungan dengan penanganan stunting terwadahi dalam
Peraturan Menteri Desa terkait pemanfaatan Dana Desa. Pendekatan spesifik
seperti memperbaiki gizi dan kesehatan ibu hamil, pemeriksaan ibu hamil
minimal 4 kali serta mendapat tambah darah minimal 90 tablet selama kejamilan,
pemantauan tumbuh kembang di Posyandu menjadi indikator yang diukur dalam
kegiatan Program Generasi Sehat dan Cerdas yang berada di bawah naungan
Kementerian Desa PDTT serta lazim dijumpai sudah terbiayai Dana Desa.
Penanggulangan Stunting menjadi tanggung jawab kita Bersama,tidak
hanya Pemerintah tetapi juga setiap keluarga Indonesia. Karena stunting dalam
jangka panjang berdampak buruk tidak hanya terhadap tumbuh kembang anak
tetapi juga terhadap perkembangan emosi yang berakibat pada kerugian ekonomi.
Mulai dari pemenuhan gizi yang baik selama 1000 hari pertama kehidupan anak
hingga menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat. STOP generasi balita
pendek di Indonesia. Sudah banyak inovasi maupun terobosan dari berbagi pihak
mulai dari pemerintahan pusat, daerah bersama masyarakat dalam mencegah
STUNTING.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan stunting ?
2. Bagaimana diagnosis dan klsifikasi stanting ?
3. Faktor – apa yag menjadi penyebab stunting ?
4. Apa upaya upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi masalah
stunting?
5. Bagaimana penggunaan teknik Analisis SWOT ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Stunting

Balita Pendek (Stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
PB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak,
hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai
dengan -3 SD (pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat pendek / severely stunted).
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi.
Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat
anak berusia dua tahun.
Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan catch-up growth
(tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan, masalah stunting
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan
meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada pertumbuhan baik
motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catcth up
growth yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk
mencapai pertumbuhan optimal, hal tersebut mengungkapkan bahwa kelompok
balita yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami stunting bila
pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik.

B. Diagnosis dan klasifikasi sunting

penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara
penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan
adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U),
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan dengan standar
deviasi unit z (Z- score). Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah
ditimbang berat badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu
dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara
fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita seumurnya. Penghitungan ini
menggunakan standar Z score dari WHO.
Normal, pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi yang didasarkan
pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely
stunted (sangat pendek). Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan
indikator tinggi badan per umur (TB/U).
a) Sangat pendek : Zscore < -3,0
b) Pendek : Zscore < -2,0 s.d. Zscore = -3,0
c) Normal : Zscore = -2,0
Dan di bawah ini merupakan klasifikasi status gizi stunting berdasarkan
indikator TB/U dan BB/TB.
a) Pendek-kurus : -Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0
b) Pendek -normal : Z-score TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d
c) Pendek-gemuk : Z-score = -2,0 s/d Zscore = 2,0
C. Faktor faktor penyebab stunting
Faktor-faktor penyebab stunting erat hubungannya dengan kondisi-kondisi yang
mendasari kejadian tersebut, kondisi-kondisi yang mempengaruhi faktor penyebab
stunting terdiri atas: (1) kondisi politik ekonomi wilayah setempat, (2) status
pendidikan, (3) budaya masyarakat, (4) Agriculture dan sistem pangan, (5)
kondisi air, sanitasi, dan lingkungan. Kondisi-kondisi tersebut dapat
mempengaruhi munculnya faktor penyebab sebagai berikut.
1. Faktor keluarga dan rumah tangga
Faktor maternal, dapat dikarenakan nutrisi yang buruk selama pre- konsepsi,
kehamilan, dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi perawakan ibu yang
pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa, IUGR dan persalinan
prematur, jarak persalinan yang dekat, dan hipertensi. Lingkungan rumah,
dapat dikarenakan oleh stimulasi dan aktivitas yang tidak adekuat, penerapan
asuhan yang buruk, ketidakamanan pangan, alokasi pangan yang tidak tepat,
rendahnya edukasi pengasuh.
2. Complementary feeding yang tidak adekuat
Kualitas makanan yang buruk meliputi kualitas micronutrient yang buruk,
kurangnya keragaman dan asupan pangan yang bersumber dari pangan hewani,
kandungan tidak bergizi, dan rendahnya kandungan energi pada
complementary foods. Praktik pemberian makanan yang tidak memadai,
meliputi pemberian makan yang jarang, pemberian makan yang tidak adekuat
selama dan setelah sakit, konsistensi pangan yang terlalu ringan, kuantitas
pangan yang tidak mencukupi, pemberian makan yang tidak berespon. Bukti
menunjukkan keragaman diet yang lebih bervariasi dan konsumsi makanan
dari sumber hewani terkait dengan perbaikan pertumbuhan linear. Analisis
terbaru menunjukkan bahwa rumah tangga yang menerapkan diet yang
beragam, termasuk diet yang diperkaya nutrisi pelengkap, akan meningkatkan
asupan gizi dan mengurangi risiko stunting.
3. Beberapa masalah dalam pemberian ASI
Masalah-masalah terkait praktik pemberian ASI meliputi Delayed Initiation,
tidak menerapkan ASI eksklusif, dan penghentian dini konsumsi ASI. Sebuah
penelitian membuktikan bahwa menunda inisiasi menyusu (Delayed initiation)
akan meningkatkan kematian bayi. ASI eksklusif didefinisikan sebagai
pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain, baik
berupa air putih, jus, ataupun susu selain ASI. IDAI merekomendasikan
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama untuk mencapai tumbuh
kembang optimal. Setelah enam bulan, bayi mendapat makanan pendamping
yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan. Menyusui
yang berkelanjutan selama dua tahun memberikan kontribusi signifikan
terhadap asupan nutrisi penting pada bayi.
4. Infeksi
Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi enterik seperti diare,
enteropati, dan cacing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernafasan (ISPA),
malaria, berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi, dan inflamasi.
5. Kelainan endokrin
Batubara (2010) menyebutkan terdapat beberapa penyebab perawakan pendek
diantaranya dapat berupa variasi normal, penyakit endokrin, displasia skeletal,
sindrom tertentu, penyakit kronis dan malnutrisi. Pada dasarnya perawakan
pendek dibagi menjadi dua yaitu variasi normal dan keadaan patologis.
Kelainan endokrin dalam faktor penyebab terjadinya stunting berhubungan
dengan defisiensi GH, IGF- 1, hipotiroidisme, kelebihan glukokortikoid,
diabetes melitus, diabetes insipidus, rickets hipopostamemia. Pada referensi
lain dikatakan bahwa tinggi badan merupakan hasil proses dari faktor genetik
(biologik), kebiasaan makan (psikologik) dan terpenuhinya makanan yang
bergizi pada anak (sosial). Stunting dapat disebabkan karena kelainan endokrin
dan non endokrin. Penyebab terbanyak adalah adalah kelainan non endokrin
yaitu penyakit infeksi kronis, gangguan nutrisi, kelainan gastrointestinal,
penyakit jantung bawaan dan faktor sosial ekonomi.

D. Upaya upaya yang di lakukan pemerintah

Secara nasional status gizi balita berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi
(PSG) tahun 2017 terlihat pada grafik berikut: Komitmen pemerintah dalam
upaya percepatan perbaikan gizi telah dinyatakan melalui Perpres Nomor 42
Tahun 2013, tanggal 23 Mei 2013, tentang Gerakan Nasional (Gernas)
Percepatan Perbaikan Gizi yang merupakan upaya bersama antara pemerintah
dan masyarakat melalui penggalangan partisipasi dan kepedulian pemangku
kepentingan secara terencana dan terkoordinasi untuk percepatan perbaikan gizi
masyarakat dengan prioritas pada Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK).
Melalui penetapan strategi utama Gernas Percepatan Perbaikan Gizi yaitu:
a) Menjadikan perbaikan gizi sebagai arus utama pembangunan sumber
daya 6manusia, sosial budaya, dan perekonomian
b) Peningkatan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia di semua
sektor baik, pemerintah maupun swasta.
c) Peningkatan intervensi berbasis bukti yang efektif pada berbagai tatanan
yang ada di masyarakat.
d) Peningkatan partisipasi masyarakat untuk penerapan norma-norma sosial
yang mendukung perilaku sadar gizi.
Dalam mengatasi permasalahan gizi terdapat dua solusi yang dapat dilakukan,
yaitu dengan intervensi spesifik dan sensitif. Intervensi spesifik diarahkan untuk
mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung masalah gizi, sedangkan
intervensi sensitif diarahkan untuk mengatasi akar masalahnya dan sifatnya
jangka panjang. Intervensi sensitif salah satunya meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan dari orang tua atau keluarga tentang hal-hal yang berkaitan
dengan gizi, serta kurangnya pengetahuan masyarakat dalam pengolahan bahan
makanan, misalnya ikan. Ikan di sekitar mereka banyak, tetapi tidak mereka
konsumsi. Karena kebanyakan dari mereka hanya bisa memasak ikan dengan
digoreng dan dibakar saja, sehingga anak-anak merasa lebih cepat bosan makan
menu ikan. Kegiatan intervensi spesifik yang dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan dalam penanggulangan masalah gizi antara lain:
 Pemberian Tablet Tambah Darah untuk remaja putri, calon pengantin, ibu
hamil
 Promosi ASI Eksklusif
 Promosi Makanan Pendamping-ASI
 Promosi makanan berfortifikasi termasuk garam beryodium
 Promosi dan kampanye Tablet Tambah Darah
 Suplemen gizi mikro (Taburia)
 Suplemen gizi makro (PMT)
 Promosi dan kampanye gizi seimbang dan perubahan perilaku

E. Teknik analisis SWOT


 Teknik ini disebut juga teknik analisis KEKAPAN ( kekuatan,
kelemahan peluang dan ancaman). Dalam analisis SWOT ada 3 langkah
yang harus di laksanakan, yaitu :
1. Mngidentifikasi kekuatan dan kelemahan
2. Mengidentifiksai peluang dan ancaman
3. Analisis keterhubunganku kunci interna dan eksterna
 Strategi kerangka SWOT

S I III W

SO WO
ST WT

T II IV O

Kuadran I menggunakan strategi dengan menggunaan atau


mengembangkan kekuatan-kekuaan (streangths) untuk memanfaatkan

Kuadran KII menciptakan strategi dengan menggunakan dan


mengembangkan kekuatan (streangths) untuk meminimalkan atau
mengatasi ancaman (threats), dengan cara srategis ‘di “verifikasi”

Kuadran III menciptakan strategi untuk meminimalkan kelemahan


(weaknes) dan memanfaatkan peluang-peluang

Kuadran IV menciptakan strategi untuk meminimalkan kelemahan-


kelemahan (weaknes) dan meminimalkan atau menghindarkan ancaman-
ancaman ( threats ) dengan strategi.

 Aplikasi analisis SWOT dalam penanggulangan Masalah GIZI

F internal Streght /kekuatan Weaknes/ kelemahan


F eksternal
Oportunies  Setiap PKM  Mengadakan pelatihan
memiliki tenaga kader sebulan sekali
kesehatan bidan D3  Memberikan reword bagi
& memiliki STR, ahli kader yang di anggap
gizi D3, dan berhasil.
Kesehatan  Menggandeng perangkat
masyarakat SI. desa agar masyarakat
 PKM memiliki datang ke posyandu.
program posyandu,  Pemberian informasi 2 hari
kesling, dan sebelum pelaksaan. Jika ada
pemberian makanan warga yang tidak datang
tambahan (PMT) dan maka kader akan
TABURIAH. menjemput ke rumah
 Memiliki masyarakat warga. Sehingga kader dan
dalam meningkatkan masyarakat harus bersifat
peran serta masyarak. aktif

Threats/  Membentuk  Diadakan pertemuan setiap


ancaman kelompok gerakan bulan dengan kader,
sadar gizi remaja di perangkat desa untuk
setiap sekolah mengevaluasi kendala dan
 Melibatkan kader hasil kegiatan yang telah
dalam posyandu dilaksanakan dan serta
 Pemanfaatan halaman temuan yang di peroleh
rumah sebagai masyarakat.
pekarangan pangan  Melibatkan kader dalam
misalnya menanam pelaksanaan posyandu
sayurm mayur dll. keluarga. Tidak hanya pada
 Bekerjasama dengan saat pelaksanaan namun
ibu pkk untuk juga pada saat persiapan
menyediakan  Evaluasi dalam PKM
makanan sehat untuk terhadap hasil program.
anak balita, pra  Bidan dan tenaga kesehatan
sekolah dan sekolah. lainya harus diikutkan
 Seminggu sekali dalam pelatihan agar
diadakan pembagian pengetahuan up date
makanan sehat/ PMT
disekolah.
 Bekerjasama dengan
ahli gizi u pelatihan
pembuatan makanan
sehat bagi ibu yang
memiliki bayi,balita,
sampai anak sekolah
 Melakukan
demostrasi
dimasyarakat dimana
bekerjasama dengan
ahli gizi, keslng dan
perangkat desa
tentang pentingnya
gizi .
BAB III
PENUTUB

A. KESIMPULAN

1. Pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan pada ibu hamil perlu mendapat
perhatian untuk mencegah terjadinya stunting. Stunting akan
berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak dans tatus kesehatan pada
saat dewasa.
2. Analisisi SWOT adalah teknik analisis manajemen dengan cara
mengidentifikasi secara internal maupun eksternal. Dimana aspek
internal dan eksternal dipertimbangkan dalam kaitan dengan konsep
strategis dalam rangka menyusun program aksi.

B. SARAN

Dalam pembuatan makalah ini , masih banyak terdapat kekurangan. Oleh

karena itu, sangat diperlukan kritik dan saran yang membangun agar dalam

pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi. Selain itu, makalah ini

disarankan pula untuk dijadikan tolak ukur dalam pembuatan makalah-

makalah selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai