Anda di halaman 1dari 28

DAKWAH AMAR MA’ RUF NAHI MUNKAR

DISUSUN OLEH :

 AULIA JILAN ASCA


 PUTRI SARMILA PURNAMA

KELAS : B

DOSEN PENGAMPU : DRS. CANDRA R MALIN KAYO

PKUB UMT SERANG

PRODI MANAJEMEN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG


2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam menempatkan manusia itu tidak saja dalam dimensi individu, akan tetapi
juga dalam dimensi sosial sebagai anggota masyarakat. Manusia pula diciptakan
bukan untuk berjalan sendiri melainkan diciptakan untuk hidup secara damai dan
berdampingan dengan makhluk hidup yang ada di sekelilingnya. Manusia pada
hakekatnya adalah cipataan Allah yang hampir sempurna, terlebih lagi manusia
mulia yang telah diutus oleh Allah SWT ke muka bumi, yaitu Nabi Agung
Muhammad SAW. Beliau adalah manusia mulia yang mengemban tugas penting
bagi seluruh alam. Beliau lah seseorang yang diutus untuk menyampaikan risalah-
Nya kepada seluruh manusia di muka bumi. Terebih risalah Allah yang memuat
esensi perintah dan larangan Allah SWT. Salah satunya, adalah risalah perintah
untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran. Inilah yang
nantinya menjadi kewajiban bagi seluruh manusia untuk melaksanakannya.
Kewajiban ini pun mutlak harus dikerjakan oleh seluruh manuisa khususnya umat
Islam. Dimanapun dan kapanpun perintah ini akan tetap eksis dan menjadi salah
satu tugas umat Islam dalam menegakkan tiang agama. Memerintahkan hal yang
baik dan mencegah hal yang mungkar (amar ma'ruf nahi munkar) merupakan
kewajiban yang harus dilakukan oleh semua orang. Karena hal ini telah menjadi
salah satu syi'ar dakwah agama Islam yang harus selalu dijunjung dan ditegakkan.

Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis akan membahas konsep amar ma'ruf
nahi munkar itu sendiri beserta hukum, rukun, bentuk, dan macamnya menurut
beberapa pakar ilmuan muslim. Dalam makalah ini pula akan dipaparkan
beberapa contoh yang dapat dijadikan bahan refleksi untuk implementasi amar
ma'ruf nahi munkar dalam era kehidupan modern.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep amar ma'ruf nahi munnkar?

2. Apa hukum dan rukun amar ma'ruf nahi munkar?

3. Apa bentuk dan macam amar ma'ruf nahi munkar?

4. Bagaimana penjelasan amar ma'ruf nahi munkar menurut Al-Qur'an dan


Hadits?

5. Apa contoh amar ma'ruf nahi munkar dalam era modern?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami konsep amar ma'ruf nahi munkar dengan
benar.

2. Untuk mengetahui hukum dan rukun amar ma'ruf nahi munkar dengan benar.

3. Untuk mengetahui berbagai bentuk dan macam amar ma'ruf nahi munkar.

4. Untuk memahami penjelasan amar ma'ruf nahi munkar menurut Al-Qur'an dan
Hadits.

5. Untuk mengetahui, memahami, dan mengaplikasikan contoh amar ma'ruf nahi


munkar dalam era kehidupan modern.

1.4 Manfaat

1. Memperoleh wawasan yang luas dan pemahaman yang dalam mengenai amar
ma'ruf nahi munkar beserta rukun, bentuk, dan macamnya.

2. Dapat mengimplementasikan konsep amar ma'ruf nahi munkar dalam era


kehidupan modern.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Makna Amar Makruf Nahi Munkar artinya memerintahkan yang ma’ruf


dan melarang munkar. Ma’ruf artinya diketahui, dikenal, disadari. Munkar artinya
ditolak, diingkari, dibantah. Kamus menjelaskan ma’ruf sebagai apasaja diketahui
dan dikenal baik oleh setiap orang sebagai kebaikan. Dalam Hadits, ma’ruf adalah
adalah segala hal yang diketahui orang berupa ketaatan kepada Allah, mendekati-
Nya, berbuat baik kepada manusia, dan semua yang dianjurkan syarak. Ma’ruf
diketahui oleh semua orang, bila mereka melihatnya mereka tidak menolaknya.
Munkar adalah apa saja yang dipandang buruk , diharamkan dan dibenci oleh
syarak .

Abul A’la al-Maududi menjelaskan: bahwa tujuan yang utama dari syariat ialah
untuk membangun kehidupan manusia di atas dasar ma’rifat (kebaikan-kebaikan)
dan membersihkannya dari hal-hal yang maksiat dan kejahatan-kejahatan.

Al-Ma'ruf – menurut Mufradat ar-Raghib dan lainnya – adalah nama


setiap perbuatan yang dipandang baik menurut akal atau agama (syara').
Sedangkan al-Munkar berarti setiap perbuatan yang oleh akal sehat dipandang
jelek, atau akal tidak memandang jelek atau baik, tetapi agama (syariat)
memandangnya jelek .

Ada yang berpendapat, al-Ma'ruf adalah suatu nama yang mencakup setiap
perbuatan dikenal sebagai suatu ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah dan
berbuat baik (ihsan) kepada manusia. Sedangkan al-Munkar sebaliknya.

2.2 Hukum Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Mengajak kepada al-Ma'ruf dan melarang dari al-Munkar, termasuk di antara


fardhu-fardhu kifayah. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa kewajiban ini adalah
kewajiban atas keseluruhan umat, dan ini yang oleh para ulama disebut fardhu
kifayah. Apabila segelongan dari umat melakssanakannya, gugurlah kewajiban itu
dari yang lain. Seluruh umat dikenai kewajiban itu, tetapi bila segolongan umat
telah ada yang melaksanakannya, maka tertunaikan kewajiban itu dari yang lain.
Sufyan Ats-Tsauri – rahimahullah – pernah menjawab ketika ada pertanyaan:
Apakah seseorang masih harus menyeru (amar ma'ruf nahi munkar) kepada orang
lain yang diketahui bahwa dia tak akan menerima seruan itu? Jawab beliau itu:
"Ya, agar seruan itu nanti menjadi asalan di sisi Allah bagi si penyeru itu."

2.3 Ruang Lingkup Amar Ma'ruf Nahi Mungkar

Ruang lingkup amar ma’ruf dan nahi munkar sangat luas sekali, baik dalam aspek
aqidah, ibadah, akhlaq maupun mu’amalat (sosial, politik, ekonomi, ilmu
pengetahuan, teknologi, seni budaya, dsb.

Tauhidullah, mendirikan shalat, mambayar zakat, amanah, toleransi beragama,


membantu kaum dhu’afa dan mustadh’afin, disiplin, transparan dan lain
sebagainya adalah beberapa contoh sikap dan perbuatan yang ma’ruf. Sebaliknya,
kebalikan dari sikap-sikap itu adalah hal-hal yang munkar.

2.4 Rukun-Rukun Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Imam Al-Ghazali mengatakan dalam kitabnya Ihya Ulumuddin bahwa ada


beberapa rukun yang harus dipenuhi ketika proses amar ma'ruf dan nahi mungkar
dilaksanakan. Berikut empat rukun yang harus dipenuhi :

1. Al-Muhtashib

Yaitu pelaksana amar ma'ruf nahi mungkar. Ia adalah orang mukallaf, muslim dan
orang yang sanggup. Maka keluar dari padanya anak kecil, orang kafir, dan orag
yang lemah.

2. Hisbah

Yaitu setiap perbuatan yang ada sekarang yang terang bagi muhtasib (pelaku
hisbah) dengan tanpa mengintai serta diketahui adanya perbuatan munkar tanpa
ijtihad. Maka ini ada empat syarat:

1. Adanya perbuatan munkar

2. Kemungkaran itu ada pada keadaan itu


3. Bahwa perbuatan munkar itu terang bagi muhtasib dengan tanpa mengintai

4. Bahwa ia adalah perbuatan munkar yang diketahui dengan tanpa ijtihad

3. Orang yang menjadi obyek hisbah

Syaratnya adalah bahwa muhtasab alaih dengan sifat yang menjadikan perbuatan
yang dilarang daripadanya itu munkar dan sedikit-sedikitnya apa yang mencukupi
dalam hal itu adalah bahwa ia adalah manusia dan tidak disyaratkan bahwa ia
seorang mukallaf.

4. Hakikat Ihtisab

Yaitu pelaksanaan hisbah. Dan hisbah mempunyai tingkat-tingkat dan sopan


santun. Diantaranya adalah:

1. Ta'arruf

Yaitu tingkat untuk mencari pengertian dengan berlakunya perbuatan munkar.

2. Ta'rif (Pemberitahuan)

Dalam kandungan pemberitahuan adalah penyadaran atas kebodohan dan


kednguan. Karena pembodohan itu menyakitkan.

3. Larangan dengan pengajaran dan nasihat serta menakuti terhadap Allah SWT.

4. Memaki, menggunakan kekerasan dengan ucapan yang keras dan kasar.

5. Merubah dengan tangan

6. Memberikan ancaman dan menakut-nakuti.

7. Langsung memukul dengan tangan, kaki dan lainnya dari apa saja yang tidak
ada padanya penggunaan senjata .

2.5 Bentuk dan Macam Amar Ma'ruf Nahi Mungkar

2.5.1 Bentuk Amar Ma'ruf Nahi Munkar


Aplikasi dari hal ini ada banyak bentuknya, ada yang bersifat nonformal maupun
formal. Dari yang bersifat nonformal contohnya: saat kita melalui suatu tempat
lalu menjumpai seorang yang akan mencuri, dan kewajiban kita adalah mencegah
dari hal itu dan mengarahkan kepada hal yang ma’ruf karena mencuri merupakan
hal yang bersifat munkar. Dan bersifat formal dapat kita analisa bahwa bentuk
amar ma’ruf nahi munkar bisa merambah kepada berbagai hal seperti halnya
Pendidikan. Islam sebagai petunjuk Ilahi mengandung implikasi kependidikan
yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia menjadi seorang mukmin,
muslim, muhsin dan muttaqin melalui proses tahap demi tahap.

2.5.2 Macam-Macam Kemunkaran

1. Kemunkaran-kemunkaran Masjid

Kemungkaran-kemungkaran masjid terbagi kepada makruh dan terlarang.


Diantara apa yang terlihat di masjid-masjid ialah memburukkan shalat dengan
meninggalkan thuma'ninah pada ruku' dan sujud dan itu adalah kemungkaran yang
membatalkan shalat dengan nash hadits, maka wajib melarangnya kecuali
menurut madzhab Hanafi yang berkeyakinan bahwa demikian itu tidak mencegah
sahnya shalat. Kemungkaran-kemungkara masjid yang lain adalah masuknya
orang gila, anak-anak kecil dan orang-orang mabuk di masjid. Dan tidak apa-apa
dengan masuknya anak kecil ke dalam masjid apabila ia tidak bermain dan
baginya tidak diharamkan .

2. Kemunkaran-kemunkaran Pasar

Di antara kemungkaran-kemungkaran yang biasa terjadi di pasar adalah berdusta


dalam mencari keuntungan dan menyembunyikan cacat. Kemunkaran-
kemunkaran yang lain adalah menjual alat-alat permainan (alat-alat music) dan
menjual bentuk-bentuk binatang yang bergambar pada hari-hari raya untuk anak-
anak .

3. Kemunkaran-kemukaran di Jalan Raya

Di antara kemunkaran-kemunkaran jalan di Jalan Raya adalah mengikat binatang


di atas jalan di mana dapat menyempitkan jalan dan menajiskan orang-orang yang
lewat. Ini karena jalan raya itu bersekutu manfaatnya dan tidak boleh seseorang
mengkhususkannya untuk dirinya selain sekedar keperluan. Begitu pula
membuang sampah di pinggir jalan dan mencerai-beraikan kulit semangka atau
menyiram air di mana dikhawatirkan tergelinciir dan terjatuh .

4. Kemunkaran-kemunkaran di Kamar Mandi

Di antara kemunkaran-kemunkaran kamar mandi adalah membuka aurat dan


memandangnya. Begitu pula membenamkan tangan dan bejana-bejana yang najis
pada air yang sedikit dan mencuci sarung dan cambung yang najis di telaga yang
airnya sedikit. Karena hal itu menajiskan air kecuali madzhab Maliki .

5. Kemunkaran-kemunkaran Pertamuan

Di antaranya adalah menghemparkan kain sutra bagi laki-laki, maka itu haram.
Begitu pula berkumpulnya wanita di bagian atas rumah untuk melihat laki-laki
manakala di kalangan laki-laki itu ada pemuda-pemuda yang dikhawatirkan
timbul fitnah dari mereka. Begitu pula kalau ada orang laki-laki yang memakai
pakaian sutera atau cincin emas. Maka ini orang fasiq, tidak boleh duduk
bersamanya tanpa dharurat. Begitu pula jika pada perjamuan terdapat orang
pembuat tertawa dengan cerita-cerita dan bermacam-macam kelangkaan maka
kalau ia membuat tertawa dengan perkataan keji dan dusta, maka tidak datang dan
pada saat itu wajib inkar kepadanya .

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Perintah Amar Ma'ruf Nahi Munkar dalam Al-Qur'an dan Hadits

3.1.1 Ayat Al-Qur'an yang Menjadi Landasan


1. Surat Ali Imran : 104

‫نوُفلتنحكفن لمفنحكفم أحممةة ينفدحعوُنن إلنلىَ افلنخفيلر نوُينأفحمحروُنن لباِفلنمفعحروُ ل‬


‫ف نوُينفنهنفوُنن نعلن افلحمفننكلر نوُحأوُلنئل ن‬
‫ك هححم افلحمففللححوُنن‬

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung"

Tafsir dan Penjelasan

Adh-dhahhak berkata: “Mereka itu adalah khusus para sahabat, khusus para
mujahidin dan ulama.”

Abu Ja’far al-baqir berkata: “Rasulullah pernah membaca ayat ‫وُلتكن منكم أمة يدعوُن‬
‫ إلىَ الخير‬. Lalubeliau bersabda:

( َ‫ اتباِع القران وُسنتى‬, ‫) الخير‬

Kebajikan itu adalah mengikuti al-Qur’an dan Sunnahku. (HR.Ibnu Mardawih)

Maksud dari ayat ini, hendaklah ada segolongan dari ummat yang siap memegang
peran ini, meskipun hal itu merupakan kewajiban bagi setiap individu ummat
sesuai dengan kapasitasnya, sebagaimana ditegaskan dalam kitab Shahih Muslim,
dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubah dengan


tangannya, jika tidak mampu, maka hendaklah ia merubah dengan lisannya dan
jika tidak mampu juga, maka hendaklah ia merubah dengan hatinya dari yang
demikian itu merupakan selemah-lemah iman.” (HR.Muslim)

‫ وُلتكن منكم أمة يدعوُن إلىَ الخير‬Dan hendaklahada di antara kamu segolongan ummat
yang menyeru kepada kebajikan, maksud nya disini adalah agama islam, ‫وُيأمروُن‬
‫ باِلمعروُف وُينهوُن عن المنكر‬Menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada dari
yang munkar, Mereka itu yakni orang orang yang menyeru, menyuruh, dan
mencegah. ‫هم المفلحوُن‬mereka adalah orang-orang yang beruntung.Yaitu orang-
orang yang memperoleh kemenangan.
Kata ‫من‬mengandung makna ‫التبعيض‬sebagian. Karena apa yang disebutkan di sini
merupakan fardhu kifayah yang tidak mengikat seluruh umat dan tidak patut
dilakukan oleh semua orang seperti orang yang bodoh (tidakberilmu). Namun ada
yang berpendapat bahwa kata ‫ مممن‬itu berstatus zaidah (tambahan). Maksudnya
hendaklah kamu semua menjadi umat.

Amar ma’ruf nahi munkar merupakan kewajiban yang dibebankan Allah


Subhanahu wata’ala kepada umat islam sesuai kemampuannya. Ditegaskan oleh
dalil Al-Qur’an dan As Sunnah serta ijma’ para Ulama .

2. Surat al-A’raf : 157

‫يِ الممملذيِ ينلجممحدوُننهح نمفكحتوُببمماِ لعفنممندهحفم فلمميِ التمممفوُنرالة نوُا ف للفنلجيمملل ينممأفحمحرهحفم بلمماِفلنمفعحروُ ل‬
‫ف‬ ‫يِ افلحمممم م‬
‫الملذينن ينتمبلحعوُنن المرحسوُنل النمبل م‬
‫ت‬‫صممنرهحفم نوُافلنفغنلنل المتلمميِ نكمماِنن ف‬ ‫ضممحع نعفنهحممفم إل ف‬ ‫ث نوُين ن‬ ‫ت نوُيحنحمرحم نعلنفيلهممحم افلنخبنمماِئل ن‬
‫نوُينفننهاِهحفم نعلن افلحمفننكلر نوُيحلحلِل لنهححم الطميمنباِ ل‬
‫صحروُهح نوُاتمبنحعوُا اللِنوُنر الملذيِ أحفنلزنل نمنعهح حأوُلنئل ن‬
‫ك هححم افلحمففللححوُنن‬ ‫نعلنفيلهفم نفاِلملذينن نءانمحنوُا بلله نوُنعمزحروُهح نوُنن ن‬

"(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang
menyuruh mereka mengerjakan yang ma`ruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang
yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya
yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang
yang beruntung"

Tafsir dan penjelasan

‫يِ افلحمم م‬
‫يِ الملذيِ ينلجحدوُننهح نمفكحتوُبباِ لعفنندهحفم لفيِ التمفوُنرالة نوُا ف للفنلجيلل‬ ‫))الملذينن ينتمبلحعوُنن المرحسوُنل النمبل م‬

Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Isma’il menceritakan kepada kami,


dari al-Jurairi, dari Abu Shakhr al-‘Uqaili, dari seseorang Badui, ia berkata: “Aku
pernah membawa kambing perahan ke Madinah pada masa Rasulullah saw.
Setelah selesai menjualnya, aku katakan: ‘Akan aku temui orang ini, lalu akan
kudengar petuah darinya.’ Kemudian beliau bertemu denganku, sedang (beliau)
berada di antara Abu Bakar dan ‘Umar. Mereka semua berjalan, lalu aku
mengikuti mereka sehingga melewati seseorang dari kaum Yahudi yang sedang
membuka Taurat. la membacanya untuk menghibur dirinya karena puteranya yang
paling bagus dan paling tampan akan meninggal dunia. Lalu Rasulullah bertanya:
‘Aku bertanya kepadamu, demi Yang menurunkan Taurat, apakah kau
mendapatkan di dalam kitabmu ini sifat dan tempat kemunculanku?’ la menjawab
dengan memberikan isyarat gelengan kepala, yang berarti tidak. Tetapi puteranya
(yang akan mati itu) berkata: ‘Demi Yang menurunkan Taurat, sesungguhnya kami
mendapati di dalam kitab kami sifat dan tempat kemunculanmu. Dan
sesungguhnya aku bersaksi bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi)
selain Allah dan aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasul Allah. Kemudian
Rasulullah bersabda: ‘Hindarkan orang-orang Yahudi itu dari saudaramu ini.’
Setelah itu, beliau mengkafani dan menshalatkannya. (Hadits ini jayyid qawiyy
[baik dan kuat] serta mempunyai bukti yang memperkuatnya dalam kitab shahih,
dari Anas).

Ibnu Jarir meriwayatkan dari `Atha’ bin Yasar, ia mengatakan, aku pernah bertemu
dengan ‘Abdullah bin ‘Amr, lalu kukatakan: “Beritahukan kepadaku mengenai
sifat Rasulullah saw. yang terdapat di dalam Taurat!” la menjawab: “Baiklah, demi
Allah, beliau disifati di dalam Taurat sama dengan sifat beliau di dalam al-Qur’an:
‘Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pembawa berita
gembira, dan pemberi peringatan, juga sebagai pelindung bagi kaum ummiyyin
(orang-orang yang tidak dapat membaca dan menulis). Engkau adalah hamba dan
Rasul-Ku. Sebutanmu al-Mutawakkil (yang berserah diri), tidak berperangai jahat
dan kasar, serta tidak diwafatkan Allah sehingga (sebelum) ia dapat menegakkan
agama yang telah menyimpang dengan mengajak mereka mengucapkan, bahwa
tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) melainkan hanya Allah semata. Yang
dengannya ia membuka quluuban ghulfan wa adzanan shumman wa a’yanan
‘amiyyan (hati yang tertutup, telinga yang tuli dan mata yang buta)

Selanjutnya `Atha’ berkata: “Lalu kutemui Ka’ab dan kutanyakan hal tersebut
kepadanya, namun jawabannya tidak berbeda, hanya saja ia meIjawab: “Telah
datang kepadaku,” lalu ia berkata: ” quluuban ghuluufiyan wa adzanan
shumuumiyan wa a’yanan ‘amuumiyan (hati yang tertutup, telinga yang tuli dan
mata yang buta).”

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab Shahihnya, dari Muhammad
bin Sinan, Fulaih, dari Hilal bin ‘Ali. Dan ia menyebutkan hadits yang sama
dengan isnadnya. Dan setelah ungkapannya: “Tidak berperangai jahat dan kasar,”
ia menambahkan: “Dan tidak suka berteriak-teriak di pasar dan tidak membalas
keburukan dengan keburukan, akan tetapi ia suka memaafkan dan mengampuni.”

‫“( ) )ينأفحمحرهحفم لبماِفلنمفعحروُ ل‬Yang menyuruh mereka


Dan firman Allah: ‫ف نوُينفنهنمماِهحفم نعمملن افلحمفننكمملر‬
mengerjakan yang baik dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar.”)
Demikian itulah sifat Rasulullah saw yang tertulis dalam kitab-kitab yang turun
sebelum al-Qur’an. Dan demikian itu pula keadaan Rasulullah saw., beliau tidak
menyuruh melainkan kebaikan dan tidak mencegah melainkan kejahatan.
Sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Abdullah bin Masud. “Jika engkau mendengar
Allah berfirman: yaa ayyuHal ladziina aamanuu (“Hai orang-orang yang
beriman,”) maka hendaklah engkau memasang pendengaranmu, karena seperti itu
merupakan kebaikan yang engkau diperintahkan untuk mengerjakannya, atau
keburukan yang engkau diperintahkan untuk menghindarinya.”

Di antara yang terpenting dan paling agung dari pengutusan beliau adalah perintah
untuk beribadah kepada-Nya semata, yang tiada sekutu bagi-Nya serta larangan
untuk beribadah kepada selain-Nya. Sebagaimana hal itu telah diemban oleh
seluruh Rasul sebelum beliau. Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat [untuk
menyerukan]: Beribadahlah kepada Allah saja dan jauhilah thaghut.” (an-Nahl:
36)

Dari Abu Humaid dan Abu Usaid ra. bahwasannya Rasulullah saw. telah bersabda:

“Jika kalian mendengar hadits dariku, sedang hati kalian dapat mengenalnya,
perasaan dan kulit kalian pun dapat menerimanya dan kalian memandang bahwa
ia (hadits) itu sangat dekat dari kalian, maka aku adalah orang yang paling
pertama dekat dengannya daripada kalian. Dan jika kalian mendengar sebuah
hadits dariku, sedang hati kalian menolaknya, serta perasaan dan kulit kalian pun
menjauhinya dan kalian memandang bahwa ia (hadits) itu sangat jauh dari kalian,
maka aku adalah orang yang paling jauh darinya daripada kalian.” (HR. Imam
Ahmad, dengan isnad jayyid, tetapi tidak dikeluarkan oleh seorang pun dari
penulis kitab hadits lainnya)

‫ت نوُيحنحمرحم نعلنفيلهمحم افلنخنبماِئل ن‬


Dan firman-Nya: (‫ث‬ ‫“( )نوُيحلحلِل لنهححم الطميمنباِ ل‬Serta menghalalkan bagi
mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.”)
Artinya, la menghalalkan bagi mereka apa-apa yang sebelumnya mereka
haramkan terhadap diri mereka sendiri, seperti binatang; bahiirah, saa-ibah,
washiilah, ham (Lihat tafsir surat al-Maa-idah, ayat 103) dan lain sebagainya,
yang karenanya mereka telah mempersempit diri mereka sendiri. Juga
mengharamkan bagi mereka semua hal yang buruk.

‘Ali bin Abi Thalhah menuturkan, dari Ibnu ‘Abbas: Misalnya; daging babi, riba
dan berbagai makanan haram yang mereka halalkan, yang telah diharamkan oleh
Allah Ta’ala. Sebagian ulama mengatakan, setiap makanan yang dihalalkan Allah
adalah baik dan bermanfaat dalam badan dan agama. Dan setiap makanan yang
diharamkan Allah Ta’ala, adalah buruk dan berbahaya dalam badan dan agama.

‫صممنرهحفم نوُافلنفغنلنل الملتمميِ نكمماِنن ف‬


Firman-Nya: (‫ت نعلنفيلهممفم‬ ‫ضممحع نعفنحهممفم إل ف‬
‫“( )نوُين ن‬Dan membuang dari
mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.”)
Maksudnya, bahwa ia datang dengan membawa kemudahan. Sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan melalui beberapa jalan, dari
Rasulullah saw. beliau bersabda: “Aku diutus dengan (agama yang) haniifiyyatis
samhah (lures, bersih dari syirik, yang penuh kemudahan).” (HR Ahmad)

Dan Rasulullah pernah berpesan kepada kedua amirnya, Mu’adz bin Jabal dan
Abu Musa al-Asy’ari, ketika beliau mengutus keduanya ke Yaman: “Sampaikanlah
berita gembira dan janganlah kalian membuat orang lari. Berikanlah kemudahan
dan jangan mempersulit, serta hendaklah kalian saling bersepakat dan janganlah
berselisih.” (Muttafaq’alaih)

Salah seorang Sahabat Rasulullah saw, Abu Barzah al-Aslami berkata: “Aku
pernah menemani Rasulullah saw. dan aku pernah menyaksikan kemudahan yang
disampaikannya.” Umat-umat terdahulu sebelum kita merasa sempit atas syariat
yang diberikan kepada mereka. lalu Allah mempermudah dan memperluas urusan
umat ini. Oleh karena itu Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah memberi
maaf bagi umatku yang terbersit dalam dirinya, selama ia belum mengucapkan
atau mengerjakannya.”

Beliau juga bersabda: “Dimaafkan atas umatku kesalahan, kelupaan dan apa yang
dipaksakan kepada mereka.” (HR Ibnu Majah, Baihaqi dll)

Oleh karena itu, Allah telah membimbing umat ini untuk berdo’a:

“Ya Rabb kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau bersalah.
Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Rabb
kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami
memikulnya. Berikanlah maaf kepada kami, ampunilah kami, dan berilah rahmat
kepada kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap orang-
orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Dan dalam Shahih Muslim ditegaskan, bahwa Allah Ta’ala menjawab setiap
permohonan tersebut, “Qad fa’altu, qad fa’altu” (“Sungguh, Aku telah
melakukannya. Sungguh, Aku telah melakukannya.”)

‫“( نفاِلملذينن نءانمحنوُا بلله نوُنعمزحروُهح نوُنن ن‬Maka orang-orang yang


Firman Allah selanjutnya:( (‫صحروُحه‬
beriman kepadanya, memuliakannya, dan menolongnya.”) Maksudnya,
mengagungkan dan menghormatinya.

‫“( نوُاتمبنحعوُا اللِنوُنر الملذيِ أحفنلزنل نمنعهح حأوُلنئل ن‬Dan mengikuti


Sedangkan firman-Nya: ((‫ك هححم افلحمففللححموُنن‬
cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya.”) Yaitu, al-Qur’an dan wahyu
yang dibawanya untuk disampaikan kepada umat manusia.

Ulaa-ika Humul muflihuun (“Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”) Yakni


di dunia dan di akhirat .

3. Surat Al-Hajj : 41
‫ف نوُننهنممفوُا نعمملن افلحمفننكمملر ِ نوُلمللمم نعاِقلبنممةح‬
‫صنلةن نوُآَتنحوُا المزنكاِةن نوُأننمممحروُا بلمماِفلنمفعحروُ ل‬
‫ض أننقاِحموُا ال م‬
‫الملذينن إلفن نممكمناِهحفم لفيِ افلنفر ل‬
‫افلححموُلر‬

“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi,
niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf
dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.”

Tafsir dan Penjelasan

Ayat diatas menyatakan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang jika Kami
anugerahkan kepada kemenangan dan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka
bumi, yakni Kami berikan mereka kekuasaan mengelola satu wilayah dalam
keadaan mereka merdeka dan berdaulat niscaya mereka yakni masyarakat itu
melaksanakan shalat secara sempurna rukun, syarat dan sunnah-sunnahnya dan
mereka juga menunaikan zakat sesuai kadar waktu, sasaran dan cara penyaluran
yang ditetapkan Allah, serta mereka menyuruh anggota-anggota masyarakat agar
berbuat yang ma’ruf, yakni nilai-nilai luhur serta adat istiadat yang diakui baik
dalam masyarakat itu, lagi tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiah dan
mereka mencegah dari yang munkar; yakni yang dinilai buruk lagi diingkari oleh
akal sehat masyarakat, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. Dialah yang
memenangkan siapa yang hendak dimenangkan-Nya dan Dia pula yang
menjatuhkan kekalahan bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dia juga yang
menentukan masa kemenangan dan kekalahan itu.

Ayat diatas mencerminkan sekelumit dari ciri-ciri masyarakat yang diidamkan


Islam, kapan dan dimanapun, dan yang telah terbukti dalam sejarah melalui
masyarakat Nabi Muhammad saw. dan para sahabat beliau.

Masyarakat itu adalah yang pemimpin-pemimin dan anggota-anggotanya secara


kolektif dinilai bertakwa, sehingga hubungan mereka dengan Allah swt. sangat
baik dan jauh dari kekejian dan kemunkaran, sebagaimana dicerminkan oleh sikap
mereka yang selalu melaksanakan shalat dan harmonis pula hubungan anggota
masyarakat, termasuk antar kaum berpunya dan kaum lemah yang dicerminkan
oleh ayat diatas dengan menunaikan zakat. Disamping itu mereka juga
menegakkan niali-niai yang dianut masyarakat, yaitu nilai-nilai ma’ruf dan
mencegah perbuatan yang munkar. Pelaksanaan kedua hal tersebut menjadikan
masyarakat melaksanakan kontrol sosial, sehingga mereka saling ingat
mengingatkan dalam hal kebajikan, dan saling mencegah terjadinya pelanggaran.

Dalam hal kependidikan kita tahu bahwa penanaman nilai ketakwaan sangatlah
penting untuk menumbuhkan moral bangsa yang baik. Penanaman sikap
ketakwaan dapat dilaksanakan apabila pendidikan itu dilandaskan pada
pembelajaran yang berpondasikan Islam.

Dari situlah kita sebagai calon tenaga pendidik haruslah mengerti bagaimana
menanamkan sikap ketakwaan sebagai cerminan dari surat Al-Hajj ayat 41. Yaitu
dengan cara mengajarkan sikap untuk selalu mendirikan shalat, menunaikan zakat,
dan berlomba-lomba dalam kebaikan.

Tujuan pendidikan yang utama dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar
terbentuk insan-insan yang sadar akan tugas utamanya di dunia ini sesuai dengan
asal mula penciptaannya. Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik
dari sisi pendidik atau anak didik, harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah
SWT semata.

Saatnya kita kembali kepada rujukan yang tidak ada cacatnya yaitu Al-Qur’an.
Al-Quran ternyata lebih memiliki system yang komprehensif dan integritas
dibandingkan system pendidikan dunia barat. Islam mempunyai tujuan utama
yaitu “mendapatkan ridho Allah SWT”, diharapkan dengan diterapkan tujuan ini
di dalam pendidikan, manusia bisa menjadi orang-orang yang bermoral,
mempunyai kualitas, dan bermanfaat, tidak hanya buat diri sendiri tetapi juga buat
keluarga, masyarakat, Negara, bahkan buat ummat manusia sedunia dengan
landasan mendapatkan ridho Allah SWT.

Abdul Fatah Jalal menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang dapat dilihat dari
ayat ini yaitu mengemukakan tentang tujuan pendidikan yang membentuk
masyarakat yang diidam-idamkan, yaitu mempunyai pemimpin dan anggota-
anggota yang bertakwa, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, menegakkan
nilai-nilai ma’ruf (perkembangan positif) dalam masyarakat dan mencegah
perbuatan yang munkar.

Untuk itu hendaklah kita benahi pendidikan kita yang telah terpedaya dengan
system yang dibuat oleh dunia barat. Dari sekarang hendaklah kita pada umumnya
dan pendidik pada khususnya merubah tujuan pendidikan kita, yaitu untuk
“mendapatkan ridho Allah S.W.T. dan menjadi hamba Allah yang patuh terhadap
perintah-Nya”. apabila tujuan kita berlandaskan dengan ini, maka dunia akan
terjamin keselamatannya, dan manusia akan mempunyai moral yang berakhlak
mulia. Sehingga dapat kita capai tujuan akhir dari pendidikan seperti yang
dikatakan oleh Muhammad Athiyah al- Abrasyi, yaitu: Terbinanya akhlak
manusia. Manusia benar-benar siap untuk hidup didunia dan diakhirat. Ilmu dapat
benar-benar dikuasai dengan moral manusia yang mantap dan manusia benar-
benar terampil bekerja di dalam masyarakat .

3.1.2 Hadits yang Menjadi Landasan

1. Hadis pertama

2686 - ‫ُّ أننمهح نسلمنع اللِنفعنماِنن‬،ِ‫ نحمدثنلنيِ المشفعبللِي‬:‫ُّ نقاِنل‬،‫ش‬ ‫ُّ نحمدثننناِ النفعنم ح‬،ِ‫ُّ نحمدثننناِ أنلبي‬،‫ث‬
‫ص فبلن لغنياِ ث‬ ‫نحمدثننناِ حعنمحر فبحن نحفف ل‬
‫ " نمثنحل الحمفدلهلن لفيِ حححدوُلد م ل‬:‫صملىَ اح نعلنفيله نوُنسلمنم‬
ُّ،ِ‫ُّ نوُالنوُاقلمملع لفيهنمما‬،‫ا‬ ‫ضنيِ م‬
‫ نقاِنل النمبللِيِ ن‬:‫ُّ ينحقوُحل‬،ِ‫اح نعفنهحنما‬ ‫فبنن بنلشيثر نر ل‬
‫ُّ فننكاِنن الملذيِ فلمميِ أنفسممفنللنهاِ ينحممملِروُنن‬،ِ‫ضهحفم لفيِ أنفعلننها‬ ‫صاِنر بنفع ح‬ ‫ضهحفم لفيِ أنفسفنللنهاِ نوُ ن‬ ‫صاِنر بنفع ح‬ ‫ُّ فن ن‬،‫نمثنحل قنفوُثم افستنهنحموُا نسلفيننبة‬
‫ نماِ لنمم ن‬:‫ُّ فنأ نتنفوُهح فننقاِحلوُا‬،‫ُّ فنأ ننخنذ فنأفبساِ فننجنعنل ينفنقححر أنفسفننل المسلفيننلة‬،‫ُّ فنتنأ نمذفوُا بلله‬،ِ‫لباِفلنماِلء نعنلىَ الملذينن لفيِ أنفعلننها‬
‫ تنممأ نمذفيتحفم‬:‫ُّ قنمماِنل‬،‫ك‬
‫ُّ نوُإلفن تننرحكوُهح أنفهلنحكوُهح نوُأنفهلنحكوُا أنفنفحنسممهحفم " روُاه‬،‫ُّ فنإ لفن أننخحذوُا نعنلىَ ينندفيله أنفننجفوُهح نوُننمجفوُا أنفنفحنسهحفم‬،‫لبيِ نوُلن بحمد لليِ لمنن النماِلء‬
ِ‫البخاِري‬

“ Diriwayatkan dari Nu’man bin basyir r.a dari nabi SAW, beliau bersabda,
“perumpamaan orang yang selalu melaksanakan hukum-hukum Allah dan orang
yang terjerumus di dalamnya, bagaikan orang yang membagi tempat di dalam
kapal, sebagian mendapat bagian di atas dan sebagian di bawah. Ketika orang-
orang yang di bawah membutuhkan air, mereka harus naik ke atas, tentunya akan
mengganggu orang yang di atas. Oleh karena itu, (yang di bawah) berkata, “kami
akan melubangi kapal ini agar tidak mengganggu orang-orang yang berada di atas.
Jika yang di atas membiarkan hal itu, niscaya semua akan binasa, tetapi jika yang
di atas menyadari dan mencegah mereka yang di bawah, maka semua akan
selamat. “(HR.Bukhari).

Takhrij Hadis

Hadis ini secara lafdziyah diriwayatkan oleh Bukhari (Shahih al-Bukhari, 3:237)
dengan mata rantai sanad: ‘Umar ibn Hafs ibn Ghayyats dari ayahnya (Hafs ibn
Ghayyats) dari A’masy dari Sya’bi dari Nu’man ibn Basyir. Hadis semakna dengan
lafal sedikit berbeda diriwayatkan juga oleh Bukhari (Shahih al-Bukhari, 3: 182)
dengan mata rantai sanad: Abu Nu’aim – Zakaria – A’masy – Sya’bi – Nu’man ibn
Basyir. Juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan mata rantai sanad: Ahmad ibn
Muni’ – Abu Mu’awiyah – A’masy – Sya’bi – Nukman ibn Basyir. Selain itu hadis
ini juga diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal (Musnad Ahmad, 4: 268, 269), dan
oleh al-Humaidi (Musnad al-Humaidi, 3:919). Hadis ini berkualitas shahih
sebagaimana yang dikemukakan oleh imam Bukhari.

Penjelasan Hadis

Penulis An-Nawawi – menyitir hadits Nu’man bin Basyir Al-Anshari r.a ini ke
dalam bab “amar ma;ruf nahi munkar”. Dari nabi SAW, bahwasanya beliau
bersabda , “perumpamaan orang yang selalu melaksanakan hukum-hukum Allah
dan orang yang terjerumus di dalamnya,”.

Melaksanakan perintah maksudnya istiqomah dalam menjalankan perintah allah,


lalu melakanakan kewajiban lalu meninggalkan keharaman. Sedangkan orang
yang terjerumus di dalamnya maksudnya yang terjerumus dalam had allah, yaitu
orang yang mengerjakan perbuatan haram dan meninggalkan kewajiban. Mereka
bagaikan orang yang membagi tempat di kapal, sebagian mendapat bagian di atas
dan sebagian di bawah. Ketika orang orang-orang yang di bawah membutuhkan
air,mereka harus ke atas, tentunya mereka akan menganggu orang yang di
atas.Sehingga (yang di bawah) berkata, “ kami akan melubangi kapal ini sehingga
tidak mengganggu orangoramg yang berada di atas”. Begitulah yang mereka
inginkan.
Nabi bersabda,” Jika yang di atas membiarkan hal itu, niscaya semuanya
akan binasa” karena jika yang di bawah melubangi perahu, air akan masuk
kemudian perahu akan tenggelam.”tetapi jika yang di atas menyadari dan
mencegah mereka yang di bawah,maka mereka akan selamat”. Yaitu baik yang di
bawah atau yang di atas akan selamat.

Perumpamaan yang dibuat Nabi SAW ini memiliki makna dan


hikmah yang sangat tinggi. Manusia yang memeluk agama allah seperti orang
yang berada di dalam perahu, yang berlayar di atas laut dan diterpa oleh
gelombang. Jika jumlah mereka banyak maka sebagian mereka harus ada di
bawah dan sebagian harus ada di atas sehingga beban perahu seimbang dan
mereka tidak berdesak-desakan. Keselamatan perahu itu menjadi tanggung jawab
bersama. Oleh karena itu, jika ada seorang penumpang perahu itu yang ingin
merusaknya, mereka harus memegang kedua tangannya agar tidak melakukan
pengerusakan. Jika itu tidak mereka lakukan maka mereka semua akan binasa.
Begitulah agama allah. Jika orang-orang rasionalis, ilmuan, dan agamawan
mampu mengeliminir orang-orang bodoh maka akan selamat. Akan tetapi, jika
mereka membiarkan apa yang mereka inginkan niscaya mereka akan binasa
seluruhnya .

2. Hadis Kedua

(49) ‫ُّ نحممدثننناِ حمنحممممحد فبممحن‬،َ‫ُّ ح نوُنحمممدثننناِ حمنحممممحد فبممحن افلحمثننمممى‬،‫ُّ نعفن حسمففنياِنن‬،‫ُّ نحمدثننناِ نوُلكيةع‬،‫نحمدثننناِ أنحبوُ بنفكلر فبحن أنلبيِ نشفيبننة‬
‫ أنموُحل نممفن‬:‫ نقماِنل‬- ‫ث أنلبيِ بنفكمثر‬
‫ نوُهننذا نحلدي ح‬- ‫ب‬
‫ق فبلن لشنهاِ ث‬ ‫ُّ نعفن قنفي ل‬،ِ‫ُّ نحمدثننناِ حشفعبنةح لكنلهحنما‬،‫نجفعفنثر‬
‫ُّ نعفن ن‬،‫س فبلن حمفسللثم‬
‫طاِلر ل‬
‫صنلةح قنفبنل افلحخ ف‬
‫ قنفد تحلر ن‬:‫ُّ فننقاِنل‬،‫طبنلة‬
‫ك نماِ هحنناِللمم ن‬
ُّ،‫ك‬ ‫ ال م‬:‫ُّ فننقاِنل‬،‫ فننقاِنم إللنفيله نرحجةل‬.‫صنللة نمفرنوُاحن‬ ‫بنندأن لباِفلحخ ف‬
‫طبنلة ينفوُنم افللعيلد قنفبنل ال م‬
‫ »نمفن نرنأىَ لمفنحكفم حمفننكبرا‬:‫صملىَ اح نعلنفيله نوُنسلمنم ينحقوُحل‬ ‫ت نرحسوُنل ال ن‬ ‫ضىَ نماِ نعلنفيله نسلمفع ح‬ ‫ أنمماِ هننذا فنقنفد قن ن‬:‫فننقاِنل أنحبوُ نسلعيثد‬
‫ روُاه مسلم‬.ِ«‫ف ا ف للينماِلن‬ ‫ك أن ف‬
‫ضنع ح‬ ‫ُّ نوُنذلل ن‬،‫ُّ فنإ لفن لنفم ينفستنلطفع فنبلقنفلبلله‬،‫ُّ فنإ لفن لنفم ينفستنلطفع فنبلللنساِنلله‬،‫فنفليحنغيمفرهح بلينلدله‬

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda: “Barangsiapa di antara kamu


melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya.
jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga,
hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.”

Takhrij Hadis
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitab Shahihnya (1: 167) dengan
mata rantai sanadnya dari:

1. Muslim – Abu Bakar ibn Abi Syaibah – Waki’ – Sufyan – Qays ibn
Muslim – Thariq ibn Syihab – Abu Sa’id al-Khudriy – Rasulullah;

2. Muslim – Muhammad ibn Mutsanna – Muhammad ibn Ja’far – Syu’bah –


Qays ibn Muslim – Thariq ibn Syihab – Abu Sa’id al-Khudriy – Rasulullah.

3. Muslim- Abu Kuraib Muhammad ibn ‘Allai – Abu Mu’awiyah – A’masy –


Ismail ibn Roja’ – Ayahnya (Roja’) – Abu Sa’id al-Khudriy – Rasulullah.

Selain Muslim, periwayat hadis ini adalah Ibn Majah (Sunan ibn Majah, 12: 17),
Ahmad ibn Hanbal (Musnad Ahmad, 22: 96, 23:79), Baihaqi Ial-Sunan al-Kubra,
5: 1366) dan Ibn Hibban (Shahih ibn Hibban, 2: 103). Hadis ini berkualitas
shahih.

Penjelasan Hadis

1. Memberantas kemunkaran

Semua ulama’ sepakat bahwa memberantas kemunkaran hukumnya wajib.


Karenanya, setiapmuslim wajib memberantas kemunkaran yang ada sesuai dengan
kemampuan masing-masing, baik dengan tangan, lisan, atau hatinya.

a. Memberantas kemunkaran dengan hati.

Mampu mengetahui hal-halyang ma’ruf dan mengingkari kemunkaran melalui hati


merupakan fardlu ‘ain bagi setiap individu muslim dalam kondisi apapun.
Barangsiapa yang tidak dapat membedakan antara kebaikan dan kemunkaran
maka ia akan celaka. Dan Barangsiapa yang mengetahui kemunkaran tapi tidak
mengingkarinya maka ini pertanda hilangnya iman dari hati.

Ali ra.pernah berkata, “jihad yang menjadi kunci pertama kemenangan kalian,
adalah jihad dengan tangan, lalu lisan,lalu dengan hati. Barangsiapa yang tidak
mengetahui yang baik, dan tidak mengingkari dengan hatinya, kemunkaran yang
terjadi, maka ia akan kalah. Sehingga kondisi pun berbalik yang di atas menjadi
bawah.

Mengingkari kemunkaran dengan hati hanya dilakukan dalam kondisi lemah.

Ibnu Mas’ud ra. Berkata,”Mungkin di antara kalian ini ada yang akan mengetahui
kemunkaran, tapi tidak mampu memberantasnya dan hanya bisa mengadu kepada
Allah bahwa ia benci kemunkaran itu.”

Adapun yang dikatakan lemah atau tidak mampu adalah kondisi di mana
dimungkinkan (jika ia mengingkari kemunkaran dengan tangan atau lisan) adanya
suatu bahaya yang akan menimpa dirinnya dan tidak bisa menanggung itu semua.

b. Memberantas kemunkaran dengan tangan dan lisan.

Dalam masalah ini terdapat 2 hukum :

1. Fardlu kifayah

Jika suatu kemunkaran diketahui oleh lebih dari satu orang, dari masyarakat
muslim, maka hukum memberantas kemumkaran tersebut adalah fardlu kifayah.

2. Fardlu ‘Ain

Hukum ini berlaku bagi individual yang mengetahui kemunkaran dan mampu
untuk memberantasnya.

2. Pemahaman yang harus diubah.

Ada sebagian masyarakat yang mempunyai pemahaman salah terhadap amar


ma’ruf nahi munkar. Ketika mereka tidak mampu/ enggan melaksanakannya,
mereka berdalih dengan ayat ini.

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu, orang yang sesat ini tidak akan
member mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapatkan petunjuk.”(Al-
Ma’idah : 105).

Imam Nawawi berkata, “Yang benar dalam memahami ayat di atas adalah
sesungguhnya jika kalian menunaikan apa yang telah diwajibkan kepada
kalian,maka orang-orang selain kalian, yang tidak mau menunaikannya tidak akan
mencelakakan kalian.”

Ini senada dengan firman Allah,”Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul
dosa orang lain.” (Al-An’am : 164).

Jika demikian, maka yang diwajibkan adalah amar ma’ruf nahi munkar.

3. Amar Ma’ruf nahi munkar terhadap orang yang diyakini tidak akan
menerimanya.

Para ulama berpendapat, bahwa Amar Ma’ruf nahi munkar terhadap orang yang
diyakini tidak akan menerimanya itu wajib,karena yang diwajibkan hanyalah
menyampaikan, sedang menerima atau tidak bukan tanggung jawab kita.

4. Cara melakukan amar ma’ruf nahi munkar

Melakukan amar ma’ruf nahi munkar haruslah dengan sabar, ikhlas, saling
menasihati dan bukan malah membuat kekacauan dan tidak dengan paksaan. Dan
hendaklah melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan lemah lembut. Imam
syafi’I berkata, “ Barangsiapa yang menasihati saudaranya secara sembunyi-
sembunyi maka ia benar-benar telah memberi nasehat. Sedangkan barangsiapa
yang menasihati saudaranya di hadapan orang banyak,maka ia telah membuka
aibnya.”

3.2 Refleksi Contoh Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Di antara contoh yang bisa kita telaah dan pahami adaah sebagai berikut:

1. Diriwayatkan, bahwa Muawiyah r.a pernah menahan gaji. Berdirilah Abu


Muslim al Khaulani seraya berkata padanya, "wahai Muawiyah, sesungguhnya
harta itu bukan hasil jerih payahmu, bukan pula hasil jerih payah ayahmu, dan
bukan pula hasil jerih payah ibumu." Perawi (Abu Nuaim) berkata, 'Makanakum
(tetaplah ditempatmu sekalian). 'Lalu dia menghilang dari pandangan orang-orang
yang hadir beberapa saat, kemudia datang lagi di depan mereka sementara dia
telah mandi, seraya berkata, 'Sesungguhnya Abu Muslim telah berbicara kepadaku
yang menimbulkan kemaharanku dan sesungguhnya aku pernah mendengar
Rasulullah SAW bersabda,

‫ روُاه‬.‫ُّ فمإذا غضممب أحممدكم فليغتسممل‬،‫ُّ وُإنماِ تطفأ الناِر باِلممماِء‬،‫ُّ وُالشيطاِن خلق من الناِر‬،‫الغضب من الشيطاِن‬
‫أبوُ داوُد‬

"Marah itu dari pengaruh setan. Setan diciptakan dari api dan api dapat
dipadamkan dengan air, maka jika salah seorang di antara kamu marah, hendaklah
ia mandi. (H.R. Abu Dawud)

2. Diantara yang pernah dijadikan dalil (alasan) oleh al Makmun al Abbasi (salah
seorang Khalifah Abbasiyah) ketika ada yang menasihatinya dengan kasar dank
eras. Dia berkata, "Wahai laki-laki, berlemahlembutlah, sebab Allah SWT telah
mengutus rasul yang baik darimu (yaitu Nabi Musa a.s) kepada orang yang lebih
jahat dariku (Fir'aun), tetapi Allah menyuruhnya bersikap lembut. Dia berfirman,
(Q.S. Thaahaa: 44)

(44:‫فقوُل له قوُل ليناِ لعله يتذكر أوُ يخشىَ )طه‬

"Maka katakanlah olehmu berdua (hai Musa dan Harun) padanya (Fir'aun) dengan
perkataan yang lemah lembut, semoga dia ingat (sadar) atau merasa takut."

3. Hamad bin Salmah berkata, "Sesungguhnya Shilat bin Usyaim pernah dilewati
oleh seorang laki-laki yang memakai kain sampai menjulur ke bawah (melewati
mata kakinya). Ketika melihat itu, para sahabat Shilat ingin menangkapnya
dengan cara kekerasan, tetapi Shilat berkata, 'Biarkan aku yang menghadapinya.
'Lalu dia berkata, 'Wahai putra saudaraku, sesungguhnya kau mempunyai
keperluan padamu. 'Dia berkata, 'Apa keperluanmu wahai paman!' Dia berkata,
'Aku senang jika kamu menaikkan kainmu. 'Maka dia menjawab, 'Baiklah,
semoga engkau mulia. 'Maka dia pun menaikkan kainnya. Selanjutnya Shilat
berkata pada teman-temannya, 'Jika mereka mencacinya, dia akan menjawab tidak
dan kamu tidak mulia serta menelamu semua."

3.3 Analisis Penulis


Dalam kehidupan modernisasi sekarang ini banyak sekali kaum muslimin dan
muslimat yang terinfeksi akibat dampak perkembangan zaman era teknologi
canggih, sehingga kerap sekali mengabaikan nilai-nilai ketakwaan kita terhadap
Allah SWT, khususnya dalam ber-Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar. Kehidupan
yang serba hedonis yang dialami oleh manusia di abad ini dapat sekali memicu
terjadinya kemungkaran baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu kita sebagai generasi islami harus mengetahui hal-hal apa yang bersifat
Ma’ruf dan hal- hal apa saja yang bersifat Munkar. Berikut ini adalah keutamaan
dari Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar :

1. Amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan profesi dan tugas agung para rasul
‘alaihimus salam, Allah Ta’ala berfirman :

‫طاِحغوُ ن‬
‫﴾ سوُرة النحل‬٣٦﴿ ‫ت‬ ‫نوُلنقنفد بننعفثنناِ لفيِ حكمل أحممثة مرحسوُلب أنلن افعبححدوُفا ا‬
‫ان نوُافجتننلحبوُفا ال م‬

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu". (QS.16:36)

Maksud dan penjelasan dari keutamaan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar yang per-
tama adalah bahwasannya ini merupakan amanah yang di sampaikan oleh Allah
SWT agar para rasul dapat mengaplikasikan Amal Ma’ruf dan Nahi Munkar pada
masa itu, yang di yakini dengan ketetapan firman Allah dalam Al-quran surat
An-nahl ayat 36 yaitu Allah SWT menyuruh kaum muslim agar menjauhi
Thagut ( patung-patung ) berha-la karena itu merupakan bagian dari hal yang
Munkar dan agar menyembah Tuhan yang Ahad yaitu Allah SWT.

2. Termasuk sebagai ciri-ciri orang-orang beriman.

sebagaimana firman Allah Ta’ala :

‫ف نوُالنممماِحهوُنن نعمملن افلحمننكمملر‬


‫التممماِئلحبوُنن افلنعاِبلممحدوُنن افلنحاِلمممحدوُنن المسمماِئلححوُنن المرالكحعمموُنن المسمماِلجدوُنن اللمممحروُنن بلمماِفلنمفعحروُ ل‬
‫﴾ سوُرة التوُبة‬١١٢﴿ ‫ال نوُبنمشلر افلحمفؤلملنينن‬ ‫نوُافلنحاِفل ح‬
‫ظوُنن للحححدوُلد ا‬

Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji
(Allah), yang melawat, yang ruku`, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma`ruf
dan mencegah ber-buat mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan
gembirakanlah orang- orang mu'min itu. (QS.9:112)

Sebaliknya, orang-orang yang kerap berbuat kemungkaran dan kerusakan seperti


yang difirmankan-Nya :

‫ضموُنن أنفيملدينهحفم ننحسمموُفا ا‬


‫انمم‬ ‫ض ينأفحمحروُنن لباِفلحمننكلر نوُينفنهنفوُنن نعمملن افلنمفعمحروُ ل‬
‫ف نوُينفقبل ح‬ ‫ضحهم ممن بنفع ث‬ ‫افلحمنناِفلحقوُنن نوُافلحمنناِفلنقاِ ح‬
‫ت بنفع ح‬
‫﴾ سوُرة التوُبة‬٦٧﴿ ‫فنننلسينهحفم إلمن افلحمنناِفللقينن هححم افلنفاِلسحقوُنن‬

Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang


lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang
berbuat yang ma`-ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa
kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-
orangmunafik itulah orang-orang yang fasik. (QS.9:67)

Maksud dan penjelasan dari ayat tersebut ialah, nasihat dan rasa kasih sayang atas
orang-orang yang beriman, dan adanya harapan yang dapat menyelamatkan
mereka dari ke-terjerumusan diri mereka dalam ancaman dan murka Allah SWT
baik di dunia maupun di akhirat. Mengagumkan Allah SWT membesarkan dan
mencintainya, dan bahwa Dia lah Dzat yang pantas untuk ditaati maka Dia
tidak didurhakai, Dzat yang pantas untuk diingat maka Dia tidak dilupakan dan
Dzat yang pantas bagi tempat yang bersyukur maka Dia tidak diingkari.

3. Diantara bentuk dari kebaikan umat ini, adalah amar ma’ruf dan nahi munkar.

Allah Ta’ala berfirman :

‫س تنأفحمحروُنن لباِفلنمفعحروُ ل‬
‫﴾ سوُرة آَل عمران‬١١٠﴿ ‫ف نوُتنفنهنفوُنن نعلن افلحمننكلر نوُتحفؤلمحنوُنن لباِالل‬ ‫حكنتحفم نخفينر أحممثة أحفخلرنج ف‬
‫ت لللمناِ ل‬

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
(QS.Al-Imron :110)"

Maksudnya disini ialah umat manusia pada dasarnya dilahirkan ke dunia dalam
keadaan yang fitrah dan dalam keadaan yang baik, dan Allah SWT
memerintahkan agar umat manusia selalu berbuat kebaikan dan menjauhkan
kepada yang munkar.
Dari ayat suci Al-Quran diatas dapat dijelaskan bahwa sesungguhnya Allah SWT
Maha Kuat lagi Maha Perkasa dan Maha Mengetahui, serahkanlah urusan
permaslahatan didunia kepada Allah SWT karena hanya kepadaNYA kita berserah
diri.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dimana umat muslim, untuk itu mendapatkan perintah untuk berbuat baik dan
menjauhi perbuatan munkar. Untuk bagaimana dapat terciptanya kebaikan dan
dijauhinya kemunkaran tersebut, lahirlah perintah untuk melakukan anjuran untuk
berbuat baik dan meninggalkan kemunkaran yang dikenal sebagai amar ma'ruf
nahi munkar.

Dengan adanya peran amar ma’ruf nahi munkar yang dialamatkan kepada setiapin
divide maupun kepada masyarakat secara luas, maka keburukan, kerusakan dan
kemudharatan tersebut dapat ditiadakan atau diminimalisir serta sebaliknya
kebaikan dan kemaslahatan akan dapat diciptakan. Sehingga peran amar ma’ruf
nahi munkar ini sangatlah besar dirasakan manfaatnya bagi seluruh hamba Allah
Yang Maha Pemurah.

DAFTAR PUSTAKA

http://portal.tebyan.net/Portal/Cultcure/Indonesian/Site/www.shiehir/CategoryID/
9330/CaseID/39121/71243.aspx

https://almanhaj.or.id/2708-amar-maruf-nahi-mungkar-menurut-hukum-
islam.html
http://alhassanain.org/m/indonesian/?com=content&id=2960

https://m.facebook.com/permalink.php?
story_fbid=573277662723591&id=245749412143086

https://www.hisbah.net/dalil-disyariatkannya-amar-maruf-nahi-munkar-dalam-al-
quran-hadits-dan-ijma/

https://brainly.co.id/tugas/2536545

Anda mungkin juga menyukai