Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ZAKAT PERTANIAN

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Dan Manajemen Zakat

Dosen pembimbing : Dr. Dzulfikar Rodafi, Lc

kelompok 9

Nuril Ika Fajriyah (21801012043)

Robit Haris Sauqi (21801012059)

Rifki Zaenul Fawwas (21801012096)

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

FAKULTAS AGAMA ISLAM

AHWAL AS SYAKSHIYYAH

2019
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas ridho
dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan penuh
keyakinan serta usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat
memberi pelajaran positif bagi kita semua.Selanjutnya penulis juga ucapkan terima kasih
kepada bapak dosen Dr. Dzulfikar Rodafi, Lc selagu dosen pembimbing mata kuliah Fiqih
Dan Manajemen Zakat yang telah memberikan tugas makalah ini kepada kami sehingga
dapat memicu motifasi kami untuk senantiasa belajar lebih giat dan menggali ilmu lebih
dalam khususnya mengenai “zakat pertanian ” sehingga dengan ini kami dapat
menemukan hal-hal baru yang belum kami ketahui.

Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga kami
dapat menyelasaikan tugas makalah ini dengan usaha semaksimal mungkin.Terima kasih
pula atas dukungan para pihak yang turut membantu terselesaikannya laporan ini, teman-
teman serta semua pihak yang penuh kebaikan dan telah membantu penulis.Terakhir kali
sebagai seorang manusia biasa yang mencoba berusaha sekuat tenaga dalam penyelesaian
Makalah ini, tetapi tetap saja tak luput dari sifat manusiawi yang penuh khilaf dan salah,
oleh karena itu segenap saran penulis harapkan dari semua pihak guna perbaikan tugas-
tugas serupa di masa datang

Malang, oktober 2019

penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii


BAB 1............................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................................ 2
BAB II .......................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................................................... 3
A. Defenisi Zakat Pertanian ................................................................................................... 3
B. Dalil Hukum Zakat Pertanian ........................................................................................... 3
C. Syarat Wajib Zakat Pertanian .......................................................................................... 4
D. Kadar dan Sasaran Zakat Pertanian................................................................................ 6
E. Contoh Kasus ...................................................................................................................... 7
BAB III ......................................................................................................................................... 9
PENUTUP .................................................................................................................................... 9
A. KESIMPULAN ................................................................................................................... 9
B. SARAN ................................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 10

iii
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT mewajibkan zakat kepada individu yang mampu dengan tujuan
mengetahui seberapa besar cinta hamba kepada Penciptanya dari pada dengan
hartanya. Di antara nikmat Allah yang di anugrahkan kepada hambanya ialah di
hamparkannya bumi yang dapat dimanfaatkan untuk menanam tumbuh-tumbuhan dan
buah-buahan. Allah menjadikan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan tersebut sebagai
sumber rezeki dan kehidupan bagi manusia serta kekuatan tubuhnya, sehingga
sebagian ahli ekonomi di Barat menyerukan satu-satunya wajib pajak pada hasil
pertanian, tidak pada yang lain karena mereka menganggap ia merupakan sumber
utama bagi kehidupan manusia.
Zakat hasil pertanian ini berbeda dengan zakat harta lainnya. Pada zakat
pertanian ini tidak disyaratkan terpenuhinya satu tahun (haul), melainkan hanya
disyaratkan setelah panen, sebab ia merupakan hasil bumi atau hasil pengolahan bumi.
Zakat merupakan salah satu kewajiban yang disyariatkan Allah SWT kepada
umat islam, sebagai salah satu perbuatan ibadah setara dengan shalat, puasa, dan
ibadah haji. Akan tetapi, zakat tergolong ibadah maliah, yaitu ibadah melalui harta
kekayaan dan bukan ibadah badaniah yang pelaksanaannya dengan fisik. Hal inilah
yang membedakan zakat dengan ibadah lainnya, seperti ibadah shalat, puasa, dan haji,
yang manfaatnya hanya terkena kepada individu tersebut, melainkan bermanfaat pula
bagi orang lain.
Salah satu jenis zakat mal adalah zakat pertanian, yaitu zakat yang dikeluarkan
dari hasil pertanian berupa tumbuh-tumbuhan, atau tanaman yang bernilai ekonomis
seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-
rumputan dll. Pada kesempatan kali ini pemakalah akan mencoba membahas apa
defenisi Zakat Pertanian, dalil hukum, syarat wajib, kadar dan sasaran disertai contoh
kasusnya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Defenisi Zakat Pertanian
2. Apa Dalil Hukum Zakat Pertanian
3. Apa Syarat Wajib Zakat Pertanian
4. Apa Kadar dan Sasaran Zakat Pertanian
5. Apa Contoh Kasus Zakat Pertanian

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Defenisi Zakat Pertanian
2. Untuk mengetahui Dalil Hukum Zakat Pertanian
3. Untuk mengetahui Syarat Wajib Zakat Pertanian
4. Untuk Mengetahui Kadar dan Sasaran Zakat Pertanian
5. Untuk Mengetahui Contoh Kasus Zakat Pertanian

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Zakat Pertanian


Zakat pertanian adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil pertanian berupa
tumbuh-tumbuhan, atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-
umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dll yang
merupakan makanan pokok dan dapat disimpan. Kriteria/syarat dari zakat pertanian
yaitu:
1. Menjadi makanan pokok manusia pada kondisi normal mereka.
2. Memungkinkan untuk disimpan dan tidak mudah rusak atau membusuk.
3. Dapat ditanam oleh manusia.
Adapun alasan adanya syarat makanan pokok ialah makanan pokok merupakan
sesuatu yang vital, yang apabila tanpa makanan tersebut, kehidupan tidak akan dapat
berlangsung. Selain itu, makan pokok adalah tumbuhan yang paling mulia dan dapat
membuat badan manusia berdiri tegak serta mampu bergerak.

B. Dalil Hukum Zakat Pertanian

Zakat hasil-hasil pertanian ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah. Dalil


yang dapat diambil dari Al-Qur’an antara lain firman Allah (Q.S. Al-An’am (6) :141)

ُّ ‫ٱلز ۡيتُونَ َو‬


َ‫ٱلر َّمان‬ َّ ‫ع ُم ۡخت َ ِلفًا أ ُ ُكلُ ۥهُ َو‬ َّ ‫ت َوٱلنَّ ۡخ َل َو‬
َ ‫ٱلز ۡر‬ ٖ ‫ش‬ َ َّٰ ‫ت َوغ َۡي َر َمعۡ ُرو‬ ٖ ‫ش‬ ٖ َّ‫ِي أَنشَأ َ َج َّٰن‬
َ َّٰ ‫ت َّمعۡ ُرو‬ ٓ ‫۞و ُه َو ٱلَّذ‬
َ
ُّ‫صا ِد ِۖۦه َو ََل ت ُ ۡس ِرفُ ٓو ٖۚاْ إِنَّ ۥهُ ََل ي ُِحب‬ َ ‫شبِ ٖ ٖۚه ُكلُواْ ِمن ث َ َم ِر ِٓۦه ِإذَآ أ َ ۡث َم َر َو َءاتُواْ َحقَّ ۥهُ يَ ۡو َم َح‬ َ َّٰ َ ‫شبِ ٗها َوغ َۡي َر ُمت‬َ َّٰ َ ‫ُمت‬
١٤١ َ‫ۡٱل ُم ۡس ِرفِين‬

141. Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun
dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah
dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya
di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah

3
kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-
lebihan.

Firman Allah lainnya dalam (Q.S. Al-Baqarah(2) : 267)

َ ‫ض َو ََل تَيَ َّم ُمواْ ۡٱل َخبِي‬


ُ‫ث ِم ۡنه‬ ۖ ِ ‫س ۡبت ُ ۡم َو ِم َّما ٓ أ َ ۡخ َر ۡجنَا لَ ُكم ِمنَ ۡٱۡل َ ۡر‬
َ ‫ت َما َك‬ َ ‫َّٰيَٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُ ٓواْ أَن ِفقُواْ ِمن‬
ِ َ‫طيِ َّٰب‬
٢٦٧ ٌ‫ي َح ِميد‬ َّ ‫ٱعلَ ُم ٓواْ أ َ َّن‬
َ َ‫ٱَّلل‬
ٌّ ِ‫غن‬ ۡ ‫ضواْ فِي ٖۚ ِه َو‬ ُ ‫َل أَن ت ُ ۡغ ِم‬ ٓ َّ ِ‫اخذِي ِه إ‬
ِ َٔٔ‫ب‬ِ ‫تُن ِفقُونَ َولَ ۡستُم‬

267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.

Adapun dalil dari sunnah di antaranya adalah hadis yang di riwayatkan dari Ibnu
Umar dari Nabi beliau bersabda :

(zakat penghasilan) dalam segala hal yang diairi (hujan dari) langit dan mata air,
atau rawa-rawa adalah sepuluh persen (Sepersepuluh), sedangkan yang disiram
(dengan menggunakan unta dan sejenisnya), maka (zakatnya) adalah lima persen
(seperduapuluh).

Berdasarkan dalil di atas, para ahli fiqh mewajibkan penunaian zakat hasil
pertanian, namun mereka lebih lanjut berbeda pandangan mengenai jenis hasil
pertanian yang wajib dikeluarkan zakatnya dan yang tidak wajib dikeluarkan zakatnya.

C. Syarat Wajib Zakat Pertanian


Pertama, hasil pertanian tersebut ditanam oleh manusia. Jika hasil pertanian itu
tumbuh sendiri karena perantaraan air atau udara maka tidak wajib dizakati. Oleh
karna itu, tidak ada kewajiban mengeluarkan zakat pada segala sesuatu yang tumbuh
dengan sendiri nya di lembah lembah padang pasir/pegunungan, atau yang terbawa
oleh air dan udara dari negeri musuh dan tumbuh di tanah yang halal, misal nya kurma
yang tumbuh di padang pasir. Begitu juga buah-buah perkebunan dan kurma desa yang

4
diwakafkan pada masjid dan kaum fakir-miskin. Menurut pendapat yang shahih, hasil-
hasil tanaman ini tidk wajib dikeluarkan zakatnya karna ia tidak memiliki pemilik
definitif. Seandainya ada yang memilikinya secara definitif,dalam artian ia memang
tumbuh di tanah wakaf namun ditanam oleh seseorang dan benihnya berasal dari si
penanam tersebut maka hasilnya wajib dikeluarkan zakatnya (jika memang memenuhi
syarat orang lain).

Kedua, hasil pertanian tersebut merupakan jenis makanan pokok manusia yang
dapat disimpan dan jika disimpan tidak rusak.

Ketiga, sudah mencapai nishab. Dalam hal ini, nishab masing-masing jenis hasil
pertanian dihitung sendiri-sendiri, bukan gabungan dari jenis yang satu dengan jenis
yang lainnya , misanya gandum dengan gandum barley. Beda halnya dengan varietas
lain, sebab ia masih satu jenis. Pemilik boleh mengeluarkan zakat dari masing-masing
vaietas tersebut sesuai bagiannya, namun jauh lebih baik jika zakatnya di keluarkan
dari jenis lainnya.

Hasil Pertanian yang Wajib Zakat

Pada uraian terdahulu sudah dijelaskan, bahwa hasil pertanian dikenakan zakat,
apabila telah memenuhi syarat. Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat mengenai
jenis hasil bumi yang dikenakan zakat. Penjelasannya sebagai berikut:

1. Ibnu Umar dan Sebagian Ulama Salaf

Ibnu Umar dan sebagian ulama salaf berpendapat, bahwa zakat hanya wajib atas
empat jenis tanaman saja, yaitu hintah (gandum), syair (sejenis gandum), kurma, dan
anggur.

2. Malik dan Syafi’i

Imam Malik dan Syafi’i berpendapat, bahwa jenis tanaman yang wajib zakat
adalah makanan pokok sehari-hari anggota masyarakat, seperti beras, jagung, sagu.

5
Selain dari makanan yang pokok itu, tidak dikenakan zakatnya. Oleh Syafi’i dikatakan
juga, bahwa kurma dan anggur wajib dikeluarkan zakatnya.

3. Imam Ahmad

Imam Ahmad berpendapat, bahwa biji-bijian yang kering dan dapat ditimbang
(ditakar), seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau dikenakan
zakatnya. Begitu juga seperti buah kurma dan anggur dikeluarkan zakatnya. Tetapi
buah-buahan dan sayur tidak wajib zakatnya.

Pendapat Imam Ahmad, sejalan juga dengan Abu Yusuf dan Muhammad (murid
dan sahabat Imam Hanafi).

4. Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah berpendapat, bahwa semua hasil bumi yang bertujuan untuk
mendapatkan penghasilan, diwajibkan mengeluarkan zakatnya, walaupun bukan
menjadi makanan pokok. Abu Hanifah tidak membedakan, tanaman yang tidak bisa
dikeringkan dan tahan lama, atau tidak sama, seperti sayur mayur, mentimun labu dan
lain-lain.

Sebagai landasan yang dipergunakan Abu Hanifah adalah ayat 267 surat al-
Baqarah sebagaimana telah dikemukakan di atas. Beliau berpegang kepada keumuman
bunyi ayat tersebut sedangkan orang yang tidak memasukkan sayur-mayur beralasan,
bahwa ayat yang bersifat umum itu, ditakhsiskan dengan hadis Rasulullah.

Di samping ayat 267 surat al-Baqarah, beliau perkuat dengan ayat 141 surat al-
An’am yang sudah disebutkan terdahulu. Abu Hanifah juga berpedoman kepada sabda
Rasulullah yang artinya “Yang diairi air hujan, zakatnya 10% dan yang disirami,
zakatnya 5% tanpa membedakan jenis tanamannya, dan apakah makanan pokok atau
bukan, semuanya sama.”

D. Kadar dan Sasaran Zakat Pertanian


Hasil pertanian tidak wajib dikeluarkan zakatnya sebelum mencapai nishab,
yaitu 5 wasaq adalah 60 Sha’, sedangkan 1 Sha’ setara 4 mud, 1 mud setara 0,6 kg.

6
Jadi 1 wasaq lebih kurang 144 kg. Jadi, kadar nishab hasil pertanian adalah 5 wasaq x
144 kg = 720 kg.

Inilah ketentuan nishab wajib zakat hasil pertanian. Kadar nishab ini sebenarnya
tidak banyak mengurangi hasil panen. Namun banyak manusia sekarang yang kikir
untuk mengeluarkan zakat, karena kebodohan dan ketamakannya sehingga Allah
mencabut keberkahan dari harta mereka.

Dengan demikian jelaslah bahwa harta yang kurang dari ukuran nishab tersebut
tidak wajib zakat. Namun, harus diperhatikan bahwa jenis biji-bijian, sebagian ada
yang berat, misalnya padi (beras), ada pula yang ringan seperti gandum. Apabila kita
mengambil ukuran berat sebagai ukuran standarnya, maka akan ada perbedaan pada
takaran. Oleh karena itu, dalam hal ini kita harus mempertimbangkan takaran.

E. Contoh Kasus
Untuk volume zakat pertanian dan perkebunan ditentukan dengan sistem
pengairan yang diterapkan untuk pertanian maupun perkebunan tersebut, sebagai
berikut:

1. Apabila lahan yang irigasinya ditentukan dengan curah hujan, sungai-sungai, mata
air, atau lainnya (lahan tadah hujan) yang diperoleh tanpa mengalami kesulitan, maka
persentase zakatnya 10% (1/10) dari hasil pertanian.

2. Adapun zakat yang irigasinya menggunakan alat yang beragam (bendungan irigasi),
maka persentase zakatnya adalah 5% (1/20), karena kewajiban petani/tanggungan
untuk biaya pengairan dapat mempengaruhi tingkat nilai kekayaan dari aset yang
berkembang.

3. Apabila pengairan pada setengah periode lahan melalui curah hujan dan setengah
periode lainnya melalui irigasi, maka persentase zakatnya 7,5% dari hasil pertanian.

Dengan demikian, syariat islam memberi batasan volume zakat untuk hasil
pertanian dan perkebunan berkisar antara 5%-10% menurut cara pengairannya dengan
maksud memberikan penyesuaian dan kemudahan bagi umat.

7
Untuk persentase zakat, ada ada pendapat yang menghubungkan antara potongan
biaya pengelolaan dengan persentase zakat:

1. Jika hasil biaya produksi menjadi pengurang dari hasil panen pertanian atau
perkebunan, maka sumber aset wajib zakatnya mengikuti persentase zakat lahan
tadah hujan yaitu sebesar 10%

2. Apabila biaya pengelolaan tidak menjadi faktor pengurang hasil panen, maka
persentase zakatnya disamakan dengan lahan irigasi yaitu sebesar 5%.7

Jadi, zakat yang dikeluarkan adalah:

1/10 x 750 = 75 kg atau 1/20 x 750 = 37,5 kg

1/10 x 930 = 93 liter atau 1/20 x 930 = 46,5 liter

Contoh:

Cengkeh dikeluarkan zakatnya 1/20 (5%) karena memerlukan biaya perawatan.


Dengan harga Rp 4.000/kg.

Jadi, 1/20 x 750 = 37,5 kg

37,5 kg x Rp 4.000 = Rp 140.000,-

8
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
dari penjelasan dia atas dapat kita simpulkan Zakat pertanian berlaku pada bahan
pangan yang dapat disimpan dalam waktu yang lama, baik itu dari jenis biji-bijian dan
buah-buahan yang dapat bertahan lama. Contoh biji-bijian adalah biji gandum, beras,
dan sejenisnya. Contoh buah-buahan adalah kurma, anggur kering (kismis), kacang-
kacangan, dan sejenisnya.

Dalam hal haul dan nishab, ada perbedaan antara zakat pertanian dengan zakat
harta. Pada zakat pertanian, tidak dikenal adanya perhitungan haul (tahun). Jika suda
sampai waktu panen dan mencapai nisabnya, maka langsung kita bayarkan zakatnya.

Adapun besarnya nishab minimal yang harus terpenuhi adalah 5 wasaq. Jika
satu wasaq setara dengan 60 sha’ dan satu sha’ adalah 2,5 kg, maka 5 wasaq adalah
setara dengan 750 kg. Inilah besaran nishab atau batas minimal yang harus terpenuhi
sehingga bisa terkena zakat. Perhitungan baru berlaku setelah hasil panen dibersihkan
dan telah kering agar bisa didapatkan berat yang asli.

B. SARAN
Dari beberapa penjelasan di atas tentang penulisan Zakat Pertanian tidak terlepas
dari kesalahan penulisan dan rangkaian kalimat dan penyusunan penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan oleh para
pembaca dalam khususnya pembimbing mata kuliah Fiqh Zakat, oleh karena itu
penulis makalah ini mengharap kepada para pembaca mahasiswa dan dosen
pembimbing mata kuliah ini terdapat kritik dan saran yang sifatnya konstruktif dalam
terselesainya makalah yang selanjutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam. 2009. Fiqh Ibadah. Jakarta : Amzah

El-Madani. 2013. Fiqih Zakat Lengkap. Jogjakarta : Diva Press

M. Ali Hasan. 2005. Zakat dan Infak. Jakarta : Kencana

M. Arief Mufraini. 2006. Akutansi dan Manajemen Zakat . Jakarta: Kencana

10

Anda mungkin juga menyukai