Anda di halaman 1dari 32

MATA KULIAH

TECNNOPRENEURSHIP
KODE EL 271 DAN EE 208

DOSEN : BAMBANG TRISNO

Program Studi : Pendidikan Teknik Elektro


Departemen Pendidikan Teknik Elektro – Fakultas Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


2019
Peta Materi Pembelajaran Technopreneurship

PAGE 1
Pertemuan 1 Technopreneurship

Tujuan Pembelajaran

PAGE 2
PENDAHULUAN
1. Mengenal Identitas Diri dan Tujuan Hidup

Pada awal pembahasan materi sebelum mengkaji konsep dan definisi


Technopreneurship lebih jauh, terlebih dahulu perlu memahami diri khususnya identitas diri
sesungguhnya peserta kuliah dalam mengarungi kehidupan ini dan menatap kehidupan di
masa depan dengan mencoba menata pola kehidupan menuju kondisi yang lebih baik.

Mengenal Identitas Diri


Pernahkah anda berfikir kemudian bertafakur dan bermuhasabah ketika dalam kesendirian
hatinya melakukan perenungan secara mendalam dan bertanya apa sih tujuan dari hidup ini?
Apakah hidup menjadi orang sukses selamanya? Kaya? Punya rumah dan mewah? Menjadi
Konsultan populer?Jadi Insinyur yang ahli pada satu bidang dan serba bisa? Atau menjadi
Kontraktor?
Semuanya ini sepintas akan tersirat pada jalan pikiran anda. Jika itu cita-cita anda apakah
saat ini sudah masuk perguruan tinggi yang tepat? Jika ya! Jawabannya, apakah bidang
keahlian yang kupilih saat ini sudah pas? Persiapan apa yang harus dilakukan ? Apakah
dengan pendidikan saat ini yakin telah menjamin akan tercapai cita-cita dan harapannya
kelak?
Untuk memahami semua ini, marilah kita lihat proses kehidupan yang telah anda lalui hingga
kini, apakah sudah benar-benar memahami ? Apakah telah sesuai dengan rencana yang telah
dibuat sebelumnya? Atau anda berprinsip mengalir saja dalam kehidupan tampa rencana dan
program. Sampai sejauh mana ikhtiar yang dilakukan?
Tujuan Hidup

Dalam pandangan muslim tujuan dalam kehidupan ini adalah diawali segalanya dengan
niat. Niat merupakan suatu hal yang sangat sering kita dengar. Sederhana, akan tetapi
memiliki makna yang dalam. Seseorang yang akan melakukan suatu perbuatan tentunya
berdasarkan pada niat. Sebaliknya, apabila seseorang menunaikan amal perbuatan baik

PAGE 3
“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang
diniatkannya.” (Muttafaq ‘Alaih)

karena kepentingan bisnis atau kepentingan dunia yang dominan, bahkan untuk berbuat ria,
maka ia justru akan mendapatkan dosa. Lalu, bagaimana bila niat ibadah karena kahirat dan
beramal dunia yang seimbang? Lanjut imam Al-Suyuti keduanya saling berguguran yakni
tidak mendapatkan dosa dan pahala, dan ini adalah orang yang sangat merugi. Allah
Subhanahu wa Ta'ala, berfiman dalam Al-Quran surat Hud (15 – 16) ;

Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan


kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia
itu tidak akan dirugikan. (QS. 11:15) Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat,
kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan
sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (QS. 11:16)” (Huud: 15-16)
Dari sini telah digambarkan oleh imam Al-Suyuti rahimahullah telah memberi penjelasan
kepada kita bahwa pahala seseorang dilihat dari niatnya, mana yang paling dominan.
Seseorang melakukan perbuatan karena Allah atau karena kecintaannya kepada dunia. Rasul
Saw., bersabda yang diriwayatkan oleh an-Nasai; Ada seorang datang menghadap
Rasulullah SAW dan berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda tentang
seseorang yang berperang dijalan Allah untuk mencari pahala dan juga agar (namanya)
dikenang manusia lainnya, apa yang akan ia peroleh? Nabi SAW menjawab: Ia tidak
mendapatkan apa-apa. Lalu orang tersebut mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, dan

PAGE 4
semua jawaban dari Nabi juga sama: Ia tidak mendapatkan apa-apa. Kemudian Rasulullah
SAW bersabda: Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali dengan niat ikhlas dan
hanya mengharapkan balasan dari-Nya semata. (HR. An Nasai) Sederhananya dapat
dipahami bahwa, seseorang mendapat pahala diawali karena niatnya, begitu pula yang
mendapatkan dosa juga diawali karena niatnya. Maka, wajar bila ada perkataan bijak yang
mengatakan; niat amalan dunia seseorang untuk dunianya dan niat amalan akhirat untuk
akhiratnya. Oleh sebab itu, mari sama-sama kita memperbaiki niat agar niat kita sejalan
dengan apa yang kita kerjakan.
Dari Umar bin Khathab, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:

“Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat; dan sesungguhnya tiap-
tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari) apa yang diniatkannya. Barangsiapa
hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu ke arah (keridhaan)
Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena (harta atau kemegahan) dunia yang dia
harapkan, atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah
yang ditujunya.”
(Hadits ini diriwayatkan oleh: Bukhari dalam kitab Shahih-nya (hadits no. 1, 54, 2529,
3898, 5070, 6689, 6953, dengan lafazh yang berbeda-beda) dan Muslim dalam kitab Shahih-
nya hadits no. 1907. Dan lafazh hadits yang tersebut di atas dicantumkan oleh An-Nawawi
dalam kitab Riyadhus Shalihin dan kitab Arba’in dan Ibnu Rajab dalam kitab Jami’ul ‘Ulum
Wal Hikam).

Karena saat ini anda berada pada bidang dan minat konsentrasi yang berhubungan teknologi.
Sebagaimana aktivitas muslim pada umumnya seperti beri’tikaf di masjid, ketika qiyamul
lail, atau kapan pun saja, Pada saat itu ia bertafakur tentang keagungan ciptaan Allah
berupa malam, atau sesuai yang anda dapati ketika itu yang semua adalah ciptaan Allah.
Manfaatnya di masa masa yang akan datang kita akan lebih mengerti keagungan Allah
menciptakan malam oleh karena akan dipergunakan sebaik-baiknya untuk ibadah. Selain
bertafakur juga bertadabur yaitu dalam hatinya berkata ”Seorang hamba di malam hari

PAGE 5
memiliki waktu untuk shalat tahajud sesuai perintah Allah dalam Al-Quran”. Dengannya
seorang hamba akan memiliki kesadaran penuh bahwa di dalam malam ada hak untuk
beribadah sholat malam (tahajud) Juga bermuhasabah “sudahkah diri ini termasuk hamba
yang bersyukur sedangkan Allah perintahkan bersyukur dalam Al-Qur’an.” Dengan
bermuhasabah amal ibadah seseorang intensitasnya akan bertambah, dan grafiknya
perlahan-lahan akan naik.
Untuk pertanyaan kedua saya sengaja mengambil sebuah hadis dengan maksud mengambil
makna secara bahasa berdasarkan teks hadis yaitu berpikir, "berpikirlah kamu tentang
ciptaan Allah, dan janganlah kamu berpikir tentang Dzat Allah" untuk penjelasan hadis ini
bahwa kita sebagai makhluk berpikir makhluk yang dilengkapi karunia pikiran
diperintahkan untuk berpikir, namun bukan berpikir yang bebas tanpa batas, ranah berpikir
manusia dibatasi dalam agama Islam ini, yaitu kita diberi ranah berpikir pada zona makhluk,
dan dilarang berpikir pada zona zat ketuhanan. Kenapa rasul mengajarkan demikian
? pertama ; akal kita ini untuk memikirkan pada area makhluk ini saja tidak akan pernah
habis untuk dilakukan, di dalamnya terkandung ilmu-ilmu Allah yang Maha
Luas. “Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat
Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)". Kedua ; Allah telah menetapkan
area berpikir makhluk sedemikian rupa itu adalah untuk kemaslahatan dan keselamatan
makhluk itu sendiri. Akal manusia tidak pernah akan sampai jika memikirkan dzatnya Allah,
kita berfikir tentang Allah hanya sebatas pada sebutan-sebutan yang baik untuk-Nya
(asma’ul husna) dan hanya pada mengenal sifat-sifat Allah yang wajib, mustahil maupun
jaiz. Kalau manusia tetap memaksakan diri berpikir pada ranah yang dilarang, maka akan
menyebabkan dua kerusakan: pertama, kerusakan secara fisik, akalnya bisa jadi rusak (jadi
gila) kedua, kerusakan nun fisik yaitu kerusakan aqidah, berfikir tentang dzatnya Allah
SWT, karena kapasitas akal tidak mampu, maka orang yang beriman akan berpaling menjadi
ingkar (kafir). Naudzubillahi min dzalik.
Kemudian tentang masalah Tadabur: mengangan-angan Al-Qur’an, bentuk angan-angan
apa yang dimaksud? Mengangan-angan Al-Quran (tadabburil qur’an) mempunyai dua
pengertian, pertama mengangan-angan teks Al-Qur’an atau ayat-ayat Al-Qur’an untuk

PAGE 6
diambil pelajaran. Kedua mengangan-angan diri yang merupakan subyek dari Risalah Nabi
(Al-Qur’an), sudah sejalan dengan Al-Qur’an atau belum.
Selanjutnya penjelasan makna tadabur secara istilah : “Berpikir dengan menggunakan
seluruh kemampuan akal dan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang logis untuk
mencapai pengertian yang baru.” Ini maksudnya adalah ijtihad seseorang dalam
memperoleh sebuah hikmah dari setiap kejadian sesuai dengan kondisi, situasi serta
perkembangan zaman dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai rujukan utama. Obyek tadabur
adalah Al-Qur’an atau bisa apa saja yang merupakan makhluk atau semua ciptaan-Nya. Itu
semua karena kita diperintahkan untuk menemukan hikmah-hikmah dari setiap sesuatu,
karena setiap hikmah itu ada kebaikan yang sangat banyak.
Istilah technopreneurship muncul tatkala teknologi menjadi kehidupan manusia yang tidak
lepas dari perkembangan ílmu pengetahuan (Knowledge) manusia kemudian
menerapkannya (Application) dalam aspek aktivitas kehidupan manusia sehari-hari ketika
bekerja (Work) terutama aspek tatanan dunia usaha.
Istilah technopreneur baru muncul di akhir tahun 1990-an dan mulai booming di tahun 2000-
an semenjak teknologi Internet sudah mulai merambah ke pelosok-pelosok negara.
Ditambah lagi dengan eksisnya perusahaan-perusahaan Information Technology (IT)
raksasa seperti Microsoft, Yahoo, Google, Apple dan sebagainya yang income
perusahaannya mencapai milyaran dolar per bulan. Hingga muncul seorang technopreneur
sejati bernama Bill Gates sebagai orang terkaya nomor satu di dunia versi majalah Forbes.
Amerika Serikat merupakan negara yang berperan penting dalam sejarah technopreneurship
dunia. Silicon Valley, lembah yang terletak di negara bagian California, AS, menyimpan
banyak cerita sukses tentang technopreneurship.
Budaya inovasi dan technopreneurship yang berkembang di lembah yang menjadi markas
bagi kampus-kampus ternama dan perusahaan-perusahaan teknologi kelas dunia itu tak
hanya menginspirasi anak-anak muda di negeri Paman Sam, tetapi juga anak-anak muda di
seluruh dunia.
Memiliki bisnis sendiri sudah menjadi sebuah “American dream” - mimpi orang Amerika.
Belum lama ini, perusahaan software Intuit mengumumkan hasil studinya. Pada tahun 2020,

PAGE 7
lebih dari 40 persen tenaga kerja produktif di AS atau sekitar 60 juta orang akan bekerja
sendiri.
Dikutip dari BusinessInsider, menurut hasil studi tersebut, kebanyakan penduduk di AS lebih
memilih untuk bekerja sebagai freelancer, kontraktor, atau pengusaha. Studi itu pun
menyimpulkan bahwa dalam tujuh tahun mendatang, jumlah usaha kecil di AS akan
meningkat lebih dari 7 juta.
Sejarah technopreneurship di Tanah Air sudah dimulai pada era tahun 1990-an, dan geliatnya
semakin terasa terutama pada akhir tahun 2000-an hingga 3-5 tahun belakangan ini.
Semakin banyak anak muda Indonesia bercita-cita ingin menjadi pengusaha, tidak bekerja
untuk orang lain atau perusahaan alias bekerja untuk diri sendiri, sesuai dengan passion
mereka, dan dengan jadwal kerja yang fleksibel.
Dalam buku Startup, Indonesia! dipaparkan bahwa perkembangan technopreneurship dan
industri digital di Indonesia didorong oleh beberapa faktor. Di antaranya, banyak anak muda
terinspirasi oleh kesuksesan perusahaan-perusahaan rintisan (startup) di luar negeri, serta
semakin majunya infrastruktur dan teknologi di dalam negeri.

Perbedaan Negara Maju dengan Negara Berkembang

Ada perbedaan antara negara maju dengan negara yang belum maju maupun berkembang.
Negara maju mengembangkan strategi bersaingnya melalui keunggulan teknologi yang
dimilikinya. Mereka “terpaksa” mampu menguasai teknologi karena rendahnya kuantitas
Sumber Daya Alamnya (SDA).

Focus negara yang maju teknologinya adalah pada penguasaan R&D teknologi, Desain
Produk, dan Pemasaran, sedangkan manufaktur yang melibatkan permasalahan buruh
mereka subkontrakkan kenegara berkembang.

PAGE 8
Basis pengembangan ekonomi negara maju adalah berbasis Pengetahuan (Knowledge
based Economic), sehingga mereka cenderung mencari partner – partner yang SDA nya
melimpah, tetapi Knowledgenya rendah.

Pendidikan pada negara maju ternyata mendasarkan basisnya pada kemampuan anak
bangsa untuk mandiri dan berinovasi berbasiskan penciptaan teknologi sebagai
keunggulan bersaingnnya yang disebut dengan pendidikan berbasis entrepreneurship
ataupun Technopreneurship.

1.1 Perbedaan antara Enterpreneurship dan Technopreneurship

Ada sedikit perbedaan antara entrepreneur dengan technopreneur, meskipun esensinya


adalah sama, Seseorang disebut “Enterpreneurship Sukses” adalah apabila secara ekonomi
ia mampu menciptakan kesejahteraan bagi dirinya.

Dengan demikian, maka mereka yang digolongkan sebagai entrepreneur sukses adalah
termasuk pensuplai produk bagi kebutuhan pasar pemerintah (supplier pemerintah),
pensuplai kebutuhan pasar masyarakat (pedagang), ataupun pengusaha yang bergerak di
sector jasa yang sifat persaingan pasarnya dari cenderung monopolistic hingga persaingan
bebas (komoditi). Pendidikan dan keahlian bagi mereka bukanlah hal yang utama dalam
mengembangkan bisnisnya, tetapi unsur jaringan, lobi, dan pemilihan demografi pasar
sasaran lebih menentukan kesuksesannya.

Berbeda dengan entrepreneur diatas, maka ada entrepreneur yang mendasarkan ke


“enterpreneuran – nya” berdasarkan keahlian yang berbasis pendidikan dan pelatihan yang
didapatkannya di bangku perkuliahan ataupun percobaan pribadi. Mereka menggunakan
teknologi sebagai unsur utama pengembangan produk suksesnya, bukan sekedar jaringan,

PAGE 9
lobi, dan pemilihan pasar secara demografis. Mereka ini disebut sebagai technopreneur,
yaitu “entrepreneur modern” yang berbasis teknologi. Inovasi dan kreativitas sangat
mendominasi mereka untuk menghasilkan produk unggulan sebagai dasar dari
pembangunan ekonomi bangsa berbasis pengetahuan (Knowledge Based Economic)

Webster Dictionary (2005) membedakan definisi entrepreneur dengan technopreneur


dalam bidangnya yang lebih spesifik kearah teknologi tinggi. Bila entrepreneur
didefinisiskan sebagai seorang yang mengorganisasikan, memanajemen, dan mengambil
resiko dari suatu bisnis atau suatu perusahaan, maka Webster Dictionary mendefinisikan
Technopreneur sebagai seorang entrepreneur dimana bisnisnya melibatkan teknologi
tinggi.

Amir Sambodo (2006) membedakan antara pelaku Usaha Kecil, Enterpreneur tradisional,
dan Technopreneur dalam atribut motivasi, gaya kepemimpinan, tingkatan inovasi hingga
penguasaan pasar sebagai berikut :

− ENTERPRE
− USAHA NEUR − TECHNOPR

KECIL TRADISIO ENEUR
NAL

 Sumber  Motivasi  Pola pikir


hidup mendominasi revolusioner

 Tingkat  Ide dan  Kompetisi dan


keamanan konsep resiko
− Motivasi

 Bekerja  Eksploitasi  Sukses dengan


sendiri kesempatan teknologi baru

 Ide khusus  Akumulasi  Finansial,nama

PAGE 10
kekayaan harum
 Personaliti
pemilik

 Penguasaan
pasar
 Saham
pengendali  Saham kecil
− Kepemili  Pendiri/rek dari kue besar
kan an bisnis  Maksimalisa
si  Nilai
keuntungan perusahaan
terus
bertambah

 Trial and
error
 Pengalaman
 Lebih  Mengikuti terbatas
personal pengalaman
 Fleksibel
− Gaya
 Orientasi  Profesionalis
manajeri
local me  Target strategi
al
global
 Menghinda  Resiko pada
ri resiko manajemen  Inovasi produk
berkelanjutan
 Arus kas
stabil

− Kepemim  Jalan hidup  Otoritas  Perjuangan

PAGE 11
pinan tinggi kolektif
 Hubungan
baik  Kekuatan  Sukses masa
lobi depan visioner
 Dengan
contoh  Imbalan  Membagi
untuk kemajuan
 Kolaborasi kontribusi bisnis

 Kemenanga  Manajemen  Menghargai


n kecil baru kontribusi dan
pencapaian

 Multikultural
kualitas tinggi
 Merekrut
 Jaminan
lokal dan  Berasal dari PT
rendah
global ternama dan
lembaga riset
− Tenaga  Kekeluarga
 Kompensasi
Kerja an
menarik  Insinyur muda
tertarik IPO,
 Resiko
 Mobilitas M&A
tinggi
rendah
 Finansial,nama
harum

 Buka  Meimpin
 Mempertah
− R&D dan prioritas dalam riset dan
ankan
Inovasi utama, inovasi, IT,
Bisnis
kesulitan biotek global

PAGE 12
mendapatkan
 Pemilik peneliti  Akses ke
bertanggun sumber
gjawab  Mengandalka teknologi
n franchise,
 Siklus lisensi  Bakat sangat
waktu yang tinggi
lama
 Kecepatan
 Akumulasi peluncuran
teknologi produk ke
sangat kecil pasar

 Penting tapi
sulit  Pengembangan
mendapatkan bersama tim
tenaga ahli outsourcing
− Outsourc  Sederhana
ing dan  Kemampuan  Banyak
Jaringan  Lobi bisnis umum penawaran
Kerja langsung
 Tidak selalu  Science and
tersedia pada technology
tingkat park
global

 Pasar berubah
 Siklus  Penetrasi
− Potensial dengan
ekonomi nasional
Pertumb teknologi baru
cepat, global
uhan
 Stabil lambat
 Akusisi

PAGE 13
teknologi
 Pemimpin
pasar dalam  Aliansi global
waktu untuk
singkat mempertahank
dengan an
proteksi, pertumbuhan
monopoli,
oligopoli

 Pasar global
sejak awal
 Penguasaan
pasar
 Jaringan
 Lokal nasional
science anh
technology
 Kompetisi  Penetrasi
park
dengan pasar
− Target
produk di memakan
Pasar  Penekanan
pasar waktu lama
time to market,
presale dan
 Penekanan  Produk baru
postsale
biaya untuk
pelanggan
 Mendidik
baru
konsumen
teknologi baru

Sumber : Amir Sambodo, Makalah Seminar Pengembangan Technopreneurship, Jakarta


10 Agustus 2006.

PAGE 14
Technopreneurship sudah seharusnya didorong pengembangannya oleh pemerintah.
Hanya dengan bertambahnya jumlah mereka inilah, maka bangsa Indonesia akan mampu
menjadi bangsa yang “berdaya saing” pada tataran persaingan global. Technopreneur tidak
sekedar “menjual” barang komoditas ataupun barang industry yang persaingan pasarnya
relatif sangat ketat. Mereka menjual produk inovatif yang mampu menjadi substitusi
maupun komplemen dalam kemajuan peradaban manusia.

BOLEH PINTAR TAPI INTEGRITAS DAN KEJUJURAN LEBIH PENTING

DUA belas tahun silam, seorang wanita dari Asia (tak usah sebut nama negaranya) datang
ke Prancis untuk kuliah di salah satu universitas terkenal di Paris.

Dia memang cerdas, bahasa Prancis dan Inggris-nya juga sangat baik sehingga lulus
seleksi.

Sejak mulai kuliah di hari pertama, dia perhatikan bahwa sistem transportasi di Paris
menggunakan sistem otomatis.

Artinya, Anda beli tiket sesuai dengan tujuan melalui mesin.

Setiap perhentian kendaraan umum, memakai cara self-service dan jarang sekali diperiksa
petugas.

Bahkan pemeriksaan insidentil oleh petugas pun hampir tidak ada, bukan karena

PAGE 15
manajemennya buruk tapi unsur _trust_ dan tertib sosial di sistem transportasi Kota Paris
memang sudah baik.

Akhirnya lama kelamaan dia temukan kelemahan sistem ini, dan dengan kelihaiannya itu
dia bisa naik transportasi umum tanpa harus beli tiket dan dia sudah memperhitungkan
kemungkinan tertangkap petugas karena tidak beli tiket, sangat kecil.

Sejak itu, dia selalu naik kendaraan umum dengan tidak membayar tiket.

Ia justru menganggapnya sebagai salah satu cara penghematan sebagai mahasiswa miskin
yang dengan cara apapun kalau bisa irit, ya diirit.

Dia bahkan merasa bangga karena dianggapnya itu sebagai kehebatan yang tidak bisa
dilakukan oleh sembarang orang.

Empat tahun berlalu, perempuan muda itu pun tamat dengan cum laude dari fakultas favorit
dan universitas ternama di Paris dengan angka indeks prestasi kumulatif (IPK) yang sangat
bagus.

Hal itu membuat dirinya penuh percaya diri.

Setelah wisuda, gadis itu pun mulai mengajukan aplikasi surat lamaran kerja ke beberapa

PAGE 16
perusahan ternama di Paris.

Pada mulanya, semua perusahan yang dikirimi surat lamaran via email merespon dengan
karena IPK-nya yang tinggi dan lulusan universitas top di Paris.

Tapi beberapa hari kemudian, semuanya menolaknya dengan berbagai alasan.

Hal ini terus terjadi berulang kali sampai akhirnya membuatnya merasa jengkel dan marah.

Dia bahkan sampai menuding perusahaan-perusahaan itu rasis karena tidak mau menerima
warga negara asing meski lulus cum laude dari universitas ternama di Paris.

Akhirnya, pada suatu hari karena penasaran bercampur dongkol ia memutuskan untuk
mengadukannya ke Departemen Tenaga Kerja Prancis di Paris.

Dia ingin melapor sekaligus ingin tahu kenapa perusahaan-perusahaan tersebut


menolaknya.

Tapi, ketika bertemu dengan salah satu manager di kantor Depnaker Paris tersebut, ia
mendapat penjelasan yang ia dapat di luar perkiraannya.

Berikut adalah dialog mereka.

Manager:

PAGE 17
Nona, kami tidak rasis, sebaliknya kami sangat mementingkan Anda.

Pada saat anda mengajukan aplikasi pekerjaan di perusahan, kami sangat terkesan dengan
nilai akademis dan pencapaian Anda.

Sesungguhnya, berdasarkan kemampuan, Anda sebenarnya adalah golongan pekerja yang


kami cari-cari."

Nona:

Kalau begitu, kenapa perusahan-perusahaan tersebut tidak menerima saya bekerja?

Manager:

Jadi begini, setelah kami periksa di _database,_ kami menemukan data bahwa Nona pernah
tiga kali kena sanksi tidak membayar tiket saat naik kendaraan umum.

Nona

(kaget): Ya, saya mengakuinya. Tapi, apakah karena perkara kecil tersebut semua
perusahaan boleh menolak saya?

Manager:

PAGE 18
Perkara kecil?

Kami tidak menganggap itu perkara kecil, Nona.

Kami lihat di database, Anda pertama kali melanggar hukum terjadi di minggu pertama
Anda masuk di negara ini.

Saat itu petugas percaya dengan penjelasan yang Anda bahwa Anda masih belum mengerti
sistem transportasi umum di sini. Itu sebabnya kesalahan tersebut diampuni. Namun Anda
tertangkap dua kali lagi setelah itu.

Nona:

Ohh, waktu itu karena tidak ada uang kecil saja.

Manager:

Tidak, tidak. Kami tidak bisa terima penjelasan Anda.

Jangan anggap kami bodoh. Kami yakin Anda telah melakukannya ratusan kali sebelum
tertangkap.

Nona:

Well, baiklah. Tapi, itu kan bukan kesalahan mematikan ..'? Kenapa harus begitu serius?
Lain kali saya perbaiki dan berubah kan masih bisa?

PAGE 19
Manager:

Maaf, kami tidak menganggap demikian, Nona.

Perbuatan Anda membuktikan dua hal:

Pertama, Anda tidak mau mengikuti peraturan yang ada. Anda pintar mencari kelemahan
dalam peraturan dan memanfaatkannya untuk diri sendiri.

Kedua, Anda tidak bisa dipercaya !

Nona, banyak pekerjaan di berbagai perusahaan di negara Prancis ini bergantung pada
kepercayaan atau _trust

Jika Anda diberikan tanggung jawab atas tugas di sebuah wilayah, maka Anda akan
diberikan kuasa yang besar.

Karena efisiensi biaya, kami tidak akan memakai sistem kontrol untuk mengawasi
pekerjaanmu.

Hampir semua perusahan besar di Prancis ini mirip dengan sistem transportasi di negeri
ini.

Oleh sebab itu, kami tidak bisa menerima Anda, Nona.

Dan saya berani katakan, di negara kami bahkan seluruh Eropa, tidak akan ada perusahan
yang mau menggunakan jasa Anda.

PAGE 20
Pada saat itu, wanita ini seperti tertampar dan terbangun dari mimpinya dan merasa sangat
menyesal.

Tapi, penyesalan selalu datang terlambat ketika nasi sudah jadi bubur atau peristiwa buruk
telah terjadi.

Perkataan manager yang terakhir membuat hatinya bergetar dan sangat menyesal.

Ia akhirnya terdiam seribu bahasa tidak bisa berkata apapun.

Sahabatku,

Ada pesan moral yang sangat berharga yang bisa kita petik dari kisah nyata mahasiswi
pintar tersebut.

Moral dan etika (attitude) itu amat sangat penting, bahkan ditempatkan di atas kepintaran,
kecerdasan atau kegeniusan.

Dalam kehidupan sosial, moral dan etika (attitude) seseorang bisa menutupi kekurangan
IQ atau kepintaran intelektual.

Tetapi IQ atau kepintaran, bagaimanapun tingginya, tidak akan bisa menolong etika moral
dan integritas yang buruk.

PAGE 21
Samuel Johnson (1709-1784), sastrawan Inggris mengatakan:

Knowledge without integrity is dangerous and dreadful.

(Pengetahuan tanpa integritas pasti berbahaya dan mengerikan).

Clive S Lewis (1898-1963), profesor di Universitas Oxford dan penulis novel terkenal
Inggris

mengatakan:

Integritas adalah melakukan hal yang benar, ketika tidak ada yang melihat. Integritas dan
kejujuran adalah kekayaan paling jarang dimiliki manusia.

Marilah kita renungkan

PAGE 22
Bab 2

Hakekat Technopreneurship

2.1 Kepribadian Technopreneur

McClelland mengajukan konsep need for achievement (selanjutnya disingkat N-Ach) yang
diartikan sebagai virus kepribadian yang menyebabkan seseorang ingin selalu berbuat
lebih baik dan terus maju, selalu berpikir untuk berbuat lebih baik, dan memiliki tujuan
yang realistic dengan mengambil resiko yang benar – benar telah diperhitungkan.

Seseorang yang memiliki N-Ach tinggi biasanya lebih menyukai situasi – situasi kerja
yang dapat mereka ketahui apakah akan mengalami peningkatan/kemajuan atau tidak,
uang bagi mereka bukanlah tujuan. McClelland memberikan gambaran tentang hal itu
sebagai berikut :

“Agaknya mengherankan bila ditinjau dari sudut teori ekonomi dan perniagaan Amerika
tradisional bahwa yang mendorong entrepreneur mengadakan kegiatan bukanlah harapan
untuk memperoleh keuntungan, orang yang kecil keinginannya untuk berprestasilah yang
membutuhkan perangsang uang agar dapat bekerja lebih keras. Orang yang keinginan
berprestasinya tinggi akan bekerja lebih keras dalam keadaan bagaimana pun, asalkan ada
kesempatan untuk mencapai sesuatu. Dia tertarik kepada imbalan uang atau keuntungan
terutama karena merupakan umpan balik yang dapat mengukur pencapaian hasil
pekerjaannya. Uang bagi entrepreneur yang sejati bukanlah sebagai perangsang berusaha,
tetapi lebih merupakan ukuran keberhasilannya “(Sumber kutipan : Krisna R. Purnomo,
1994, hal 11).

PAGE 23
McClelland merinci karakteristik mereka yang memiliki N-Ach yang tinggi, sebagai
berikut :

 Lebih menyukai pekerjaan dengan resiko yang realistic

 Bekerja lebih giat pada tugas – tugas yang memerlukan kemampuan mental

 Tidak menjadi bekerja lebih giat dengan adanya imbalan uang

 Ingin bekerja pada situasi yang dapat diperoleh pencapaian pribadi (personal
achievement)

 Menunjukan kinerja yang lebih baik dalam kondisi yang memberikan umpan-balik
yang jelas dan positif

 Cenderung untuk berpikir ke masa depan dan memiliki pemikiran untuk jangka
panjang.

Ukuran N-Ach dapat menunjukan bagaimana jiwa entrepreneur seseorang, makin


besar/tinggi nilai N-Ach seseorang, maka akan makin besar pula bakat potensialnya untuk
menjadi entrepreneur yang sukses

2.2 Karakter Pembentuk Technopreneur

PAGE 24
Spirit dan karakter Technopreneurship dibentuk oleh 3 (tiga) komponen utama pembentuk,
yaitu Intrapersonal, Interpersonal, dan Extrapersonal. Interpersonal dan Intrapersonal
adalah merupakan komponen dari factor Soft Skill, sedangkan Extrapersonal adalah
berhubungan dengan kemampuan untuk mampu memberdayakan kedua komponen soft
skill tersebut agar mampu diimplementasikan secara lebih meluas dampaknya

2.3 Manfaat Pengembangan Technopreneur

Singapura adalah salah satu contoh negara yang berhasil dalam membuat kebijakan
menumbuhkan basis technopreneurnya. Empat puluh lima tahun yang lalu (era 1960 an),
Singapura adalah negara kecil di Asia yang miskin.

Dua puluh tahun kemudian, pemerintah mulai berkampanya untuk menarik perusahaan
MNC berteknologi tinggi, dengan intensif pajak, tenaga kerja terdidik, dan program
infrastruktur yang mengagumkan. Dimotori oleh kebijakan inventasi besar – besaran oleh
pemerintah yang diambil dari tabungan pensuin wajib, proyek infrasturktur bernama
“Singapore One” bernilai ratusan juta dollar, telah menghubungkan setiap rumah, sekolah,

PAGE 25
dan kantor ke Internet pada akhir 1999. Dan negara kecil Singapura ini telah melakukan
investasi di bidang teknologi informasi di sekolah - sekolah dengan nilai yang lebih besar
daripada negara manapun.

Contoh lainnya tentang pentingnya peran pemerintah dalam mendorong


Technopreneurship adalah sejarah negara kecil di Eropa, yaitu Finlandia dalam
membangun ekonominya yang berbasis pengetahuan dan teknolgi. Pada tahun 1980 – an,
industry utama dari Finlandia adalah kertas dan Pulp. NOKIA, perusahaan terbesar
dinegara itu yang bermarkas di Helsinki, waktu itu dikenal sebagai perusahaan sepatu
karet.

Ketika krisis ekonomi menghantam pada tahun 1990 – an, Finlandia mengubah “Grand
Strategy” negaranya, yaitu beralih ke teknologi tinggi untuk menyelamatkan diri.
Pemerintah Finlandia menganggarkan 2,9 persen dari PDB (Produk Domestik Brutto)
untuk riset dan pengembangan teknologi. Berbagai perusahaan menjalin kerjasama
Internasional untuk mulai membangun industry ekeltronik, dan NOKIA menemukan pasar
yang tapernah jenuh berupa telepon seluler. Dalam waktu singkat, NOKIA meraup
keuntungan USD 32 Milyar dalam setahun, dan keberhasilannya memicu ledakan
teknologi di Finlandia.

Setelah berkembang, perusahaan ini juga berinvestasi dalam pengembangan ilmu


pengetahuan di berbagai universitas di seluruh negeri, bekerjasama dengan BUMN milik
pemerintah Finlandia. Kini Finlandia memiliki 400 perusahaan berteknologi tinggi.
Penduduknya hanya lima juta orang, tetapi hamper separohnya menggengga, telepon
seluler. Dan negara yang tekenal dengan danau dan saunanya ini juga membanggakan diri
sebagai negara dengan koneksi Internet terbanya di Eropa.

2.4 Peranan Pemerintah dan Perguruan Tinggi dalam Mengembangkan Spirit


Technopreneur.

PAGE 26
Mengingat bahwa Technopreneur adalah merupakan solusi untuk meningkatkan daya
saing bangsa sebagaimana diamanatkan dalam HELTS (Higher Education Long Term
Strategy), maka sudah seharusnya muatan Technopreneur ini dimasukkan dalam
kurikulum Pendidikan Tinggi. Masuknya muatan Technopreneur dalam kurikulum
Pendidikan Tinggi ini dapat berupa mata kuliah dengan SKS tersendiri maupun
dengan penguatan berikutnya dalam bentuk “hidden curriculum” dan project akhir.
Untuk mengaplikasikan muatan Technopreneur yang bersifat hidden curriculum, maka
model Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah model kurikulum yang tepat untuk
diimplementasikan.

Dalam KBK ini, maka unsur – unsur penunjang Technopreneur yang penting untuk
dimasukkan adalah faktor – faktor soft skill yang dianggap penting bagi seseorang untuk
berhasil dalam melewati fase start - up bisnis. Fase start – up bisnis dianggap sebagai fase
awal yang sangat menentukan keberanian calon lulusan Perguruan Tinggi dalam
mengimplementasikan spirit technopreneur yang telah diprogramkan.

Hasil survey dan benchmark yang dilakukan King Fahd University (2006) terhadap
lulusannya dan lulusan Universitas di Singapura menunjukkan bahwa pendidikan
membantu seseorang dalam melakukan start - up bisnis. Adapun ketrampilan soft skill
dan hard skill yang dibutuhkan (urutan menunjukkan prioritas) dalam melakukan start -
up bisnis adalah :

1. Kemampuan Komunikasi

2. Aspek Keteknikan

3. Pembuatan Bisnis Plan

4. Ketrampilan Teknis

PAGE 27
5. Memanajemen dan Memotivasi Orang

Dengan demikian, maka ada 2 (dua) hal faktor soft skill yang dianggap penting, yaitu
Kemampuan Komunikasi dan Kemampuan Memotivasi Orang (melalui pendekatan non
sistemik).

Adapun pengalaman yang membantu mereka dalam melakukan set up bisnis (urutan
menunjukkan prioritas) adalah :

1. Mengikuti proyek bisnis (magang)

2. Mengikuti training

3. Public Speaking

4. Mengorganisasi Event

Hasil survey juga menunjukkan bahwa kualitas yang diperlukan untuk membantu mereka
sebagai lulusan Perguruan Tinggi dalam melakukan set – up bisnis (urutan menunjukkan
prioritas) adalah :

1. Team work

2. Leadership

3. Etika bisnis

4. Inovasi

Dari hasil survey diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor soft skill yang
perlu dikembangkan dalam KBK adalah :

PAGE 28
1. Kemampuan komunikasi, termasuk kemampuan menuliskan ide dan
mempresentasikan rasionalitas dari ide tersebut secara kriteria ekonomis.

2. Kemampuan untuk memimpin, memotivasi orang lain, dan bekerjasama dalam


tim yang tangguh.

3. Kemampuan untuk berinovasi dengan pola pikir yang kreatif.

4. Kemampuan memahami etika bisnis.

2.5 Peranan Pemerintah dan Perguruan Tinggi Dalam Mengembangkan Spirit


Technopreneur.

Pemerintah sebagai regulator diharapkan mempunyai peran untuk menumbuhkan dan


mendukung kultur technopreneur dalam aktivitas pemerintahan, sebagaimana yang
dilakukan oleh negara Finlandia, Taiwan, dan Singapura pada contoh Bab1 sebelumnya.
Pemerintah dalam hal ini adalah penentu Grand Strategy tentang ”Hendak Kemana
Knowledge Based Economic (KBE) Indonesia ini akan diarahkan untuk mencapai daya
saing”. Sedangkan Perguruan Tinggi harus mampu menterjemahkan Grand Strategy
tersebut kedalam Renstra dan Renop yang tepat, termasuk penciptaan kultur akademis
yang mendukung berkembangnya spirit technopreneur. Sebagai contoh, kultur yang
ditanamkan oleh Perguruan Tinggi di Singapore adalah :

1. Membangun pendidikan technopreneur sebagai topik yang tidak diujikan dan


dikayakan sebagai aktivitas ekstra kurikuler.

2. Memasukkan proyek bisnis kedalam kurikulum, misalkan mahasiswa


dilibatkan dalam proyek kajian kebijakan ekonomis pemerintah.

PAGE 29
3. Memasukkan kriteria keteknopreneran sebagai bagian dari akreditasi (ranking)
Perguruan Tinggi.

4. Mengadopsi kebijakan manajemen untuk mendorong komersialisasi


Intelektual Property (IP).

5. Meningkatkan kapabilitas pengelola PT dalam memanajemen operasi internal.

6. Memilih jalur kendaraan Internasional Recognition PT yang bernilai ekonomis,


dengan menyeimbangkan antara pengajaran, penelitian, dan komersialisasinya.
Contohnya : Kunci ekonomi dari negara Israil ternyata berasal dari dukungan 7
(tujuh) universitas nasionalnya.

PAGE 30
Pendidikan Manusia yang Berjiwa Kreatif, Inovatif, Sportif dan Wirausaha

Pengembangan Metodologi Pendidikan yang Membangun Manusia yang Berjiwa


Kreatif, Inovatif, Sportif dan Wirausaha

Dalam mendukung Pengembangan Ekonomi Kreatif (PEK) tahun 2010-2014, yakni


pengembangan kegiatan ekonomi berdasarkan pada kreativitas, keterampilan, dan bakat
individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan
berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat Indonesia perlu dirumuskan kebijakan
pengintergrasian aspek yang menumbuhkan jiwa kreatif, inovatif, sportif dan wirausaha
dalam metodologi pendidikan. Pengembangan metodologi pendidikan ini dilakukan
melalui kebijakan-kebijakan sebagai berikut.

(1) Melakukan kajian dan penyempurnaan kurikulum pendidikan dan pelatihan agar lebih
berorientasi pada pembentukan kreativitas dan kewirausahaan peserta didik sedini
mungkin;

(2) Meningkatkan kualitas pendidikan nasional yang mendukung penciptaan kreativitas dan
kewirausahaan pada peserta didik sedini mungkin;

(3) Menciptakan akses pertukaran informasi dan pengetahuan ekonomi kreatif antar
penyelenggara pendidikan;

(4) Peningkatan jumlah dan perbaikan kualitas dan lembaga pendidikan dan pelatihan
formal dan informal yang mendukung penciptaan insan kreatif dalam pengembangan
ekonomi kreatif;

(5) Menciptakan keterhubungan dan keterpaduan antara lulusan pendidikan tinggi dan
sekolah menengah kejuruan yang terkait dengan kebutuhan pengembangan ekonomi
kreatif;

(6) Mendorong para wirausahawan sukses untuk berbagi pengalaman dan keahlian di
institusi pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi dalam pengembangan ekonomi
kreatif;

(7) Fasilitasi pengembangan jejaring dan mendorong kerja sama antar insan kreatif
Indonesia di dalam dan luar negeri.

PAGE 31

Anda mungkin juga menyukai