Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN JIWA II

Autism Pada Anak

Oleh : Kelompok 1

UTHARI CHINTYA DEWI (1711311007)

REFFY ANYATI (17113110021)

SRI DINDA ANDRIFA (1711312009)

ULFHA PUTRI RAHMI (1711312021)

SITI RAHMA (1711312023)

NAFHANIA NUR EFNIYATI (1711313023)

DHEANA MUTIA (1711313025)

KRISTINA WANGGUAY (1711319001)

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG/ 2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah guna melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Jiwa II.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen
mata kuliah Keperawatan Medikal Jiwa II yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Padang, 23 September 2019

Penulis

DAFTAR ISI
ii
COVER.........................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
1.1 Latar Belakang.................................................................................
1.2 Rumusan Masalah............................................................................
1.3 Tujuan...............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................
2.1 Defenisi ...........................................................................................

2.2 Etiologi ...........................................................................................

2.3 Gejala Autis......................................................................................

2.4 Kriteria Autis....................................................................................

2.5 Diagnosa...........................................................................................

2.6 Penatalaksanaan dan Terapi Prilaku.................................................

2.7 Enam Kemampuan Dasar...........................................................


2.8 bentuk pelayanan pendidikan anak autism.......................................
2.9 Klasifikasi Anak Autis......................................................................
BAB III PENUTUP......................................................................................
3.1 Kesimpulan.......................................................................................
3.2 Saran.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah autisme dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada 1943. Ada banyak definisi yang
diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autisme merupakan cara berpikir yang
dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan
penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan
fantasi sendiri”.
Pakar lain mengatakan: “Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan yang sampai
yang sampai sekarang tidak ada penyembuhannya dan gangguannya tidak hanya
mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar dan berfungsi di dunia luar tetapi juga
kemampuannya untuk mengadakan hubungan dengan anggota keluarganya.”
Meskipun penyebab utama autisme hingga saat ini masih terus diteliti, beberapa faktor
yang sampai sekarang dianggap penyebab autisme adalah: faktor genetik, gangguan
pertumbuhan sel otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam berat, dan
gangguan auto-imun.
Gangguan perkembangan yang dialami anak autistik menyebabkan tidak belajar dengan
cara yang sama seperti anak lain seusianya dan belajar jauh lebih sedikit dari lingkungannya
bila dibandingkan dengan anak lain.
1.2 Rumusan masalah
 Apa itu autism?
 Apa etiologi dari autism?
 Apa gejala-gejala dari autism?
 Bagaimana dengan diagnose dari autism?
 Bagaimana penatalaksanaan dan terapi perilaku bagi penderita autism?
 Apa itu enam kemampuan dasar yang dimiliki penderita autism?
1.3 Tujuan
 Untuk mengetahui Apa itu autism
 Untuk mengetahui Apa etiologi dari autism

1
 Untuk mengetahui gejala-gejala dari autism
 Untuk mengetahui diagnose dari autism
 Untuk mengetahui penatalaksanaan dan terapi perilaku bagi penderita autism
 Untuk mengetahui Apa itu enam kemampuan dasar yang dimiliki penderita autism

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Defenisi

Gangguan autisme adalah salah satu defisit perkembangan pervasif pada awal
kehidupan anak yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak yang ditandai dengan
ciri pokok yaitu terganggunya perkembangan interaksi sosial, bahasa dan wicara, serta
munculnya perilaku yang bersifat repetitif, stereotipik, dan obsesif.

Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai olch adanya kelainan
atau kendala perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan ciri kelainan
fungsi dalam tiga bidang interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan
berulang.

Autisme merupakan gangguan perkembangan khususnya terjadi pada anak – anak, yang
membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam
dunianya sendiri. Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang komplek, yang
biasanya muncul pada usia 1-3 tahun. Tanda-tanda autisme biasanya muncul pada tahun
pertama dan selalu sebelum berusia 3 tahun. Autisme 2-4 kali lebih sering ditemukan pada
anak laki-laki.

2.2. Etiologi
Penyebab yang pasti dari autisme tidak diketahui, yang pasti hal ini bukan
discbabkan oleh pola asuh yang salah. Penelitian lerbaru menitikberatkan pada kelainan
biologis dan neurologis di otak termasuk ketidakseimbangan biokimia, faktor genetik, dan
gangguan kekebalan. Beberapa kasus mungkin berhubungan dengan infeksi virus (rubella
congenital atau cytomegalic inclusion disease), fenilketonuria (salah kekurangan enzim yang
diturunkan), dan sindroma X yang rapuh (kesalahan kromosom). Sedangkan penyebab
utama dari autisme belum diketahui dengan pasti, autisme diduga disebabkan oleh gangguan
neurobiologis pada susunan syaraf pusat terkait faktor genetik, gangguan pertumbuhan sel
otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam dan gangguan auto imun.

3
Menunt Lumbantobing (2001), penyebab dari autisme dapat dipakai oleh sebagai
berikut :

1. Faktor keluarga dan psikodinamik

Mulanya diperkirakan gangguan ini akibat kurangnya perhatian orang tua,


tetapi penelitian terakhir tidak menemukan adanva perbedaan dalam
membesarkan anak pada orang tua anak normal dari orang tua anak yang
mengalami autisme merespons terhadap stresor psikososial seperti lahirnya
saudara kandung atau pindah tempat tinggal berupa eksaserbasi gejala.

2. Kelainan organo – biologi- neurologi

Berhubungan dengan lesi neurologi, rubella kongenital. cytomegalovinus,


ensefalitis, meningitis, fenilketonuria, tuberous sclerosis, epilepsi, dan sindrom
fragile X. Penelitian neuroanatomi menunjukkan bahwa autisme akibat
berhentinya perkembangan otak kecil, otak besar, dan sistem limbik. Pada MRI,
ditemukan hipoplasi vermis otak kecil lobus VI dan VIL. Sekitar 10-30% anak
dengan autisme dapat didentifikasi faktor penyebabnya.

3. Faktor Genetik

Pada survei autisme ditemukan 2-4% saudara kandung juga menderita


gangguan autisme. Pada kembar monozygot angka tersebut mencapai 90%,
sedangkan kembar dizigot 0%.

4. Faktor Imunologi

Terdapat beberapa bukti mengenai inkompatibilitas antar ibu dan fetus,


dimana limfosit fetus bereaksi terhadap antibody ibu sehingga kemungkinan
menyebabkan kerusakan jaringan ayaraf embryonal selama masa gestasi.

5. Faktor perinatal

Tingginaya penggunaan obat pada selama kehamilan, respiratory distress


syndrome, anemia neonates.

4
6. Penemuan biokimia

Pada sepertiga dari penderita autism ditemukan peninggian serotomin plasma. Selain itu
terdapat peninggian asam hemovamilik pada cairan liquir cerebrospinal.

Penyebab autisme sampai sekarang belum dapat ditemukan pasti. Banyak sekali yang
pendapat yang bertentangan antara ahli dengan satu sama lain. Ada pendapat bahwa terlalu
banyak vaksin hepatitis B yang termasuk dalam MMR bisa berakibat anak mengidap
penyakit autism. Hal ini dikarenakan vaksin ini mengandung zat pengawet Thimerosal, yan
terdiri dari etilkumerkuri yang mejadi penyebab utama terjadinya autis.tapi hal ini masih
diperdebatkan oleh para ahli, karena tidak adanya banyak bukti imunisasi ini penyebab
terjadinya autis.

2.3.Gejala-Gejala Gangguan Autisme

Gejala pada anak autisme sudah tampak sebelum anak berusia 3 tahun,yaitu antara lain
dengan tidak adanya kontak mata dan tidak menunjukkan responsif terhadap lingkungan.
Jika kemudian tidak diadakan upaya terapi, maka setelah usia 3 tahun perkembangan anak
terhenti atau mundur, seperti tidak mengenal suara orang tuanya dan tidak mengenali
namanya, penderita autisme klasik memiliki 3 gejala yaitu: 1) hambatan dalam komunikasi
verbal dan non, 2) kegiatan,dan 3) minat yang aneh atau sangat terbatas. Sifat-sifat lainnya
yang biasa ditemukan pada anak autisme menurut

Lumban Tobing (2000) adalah sebagai berikut:

1. Sulit bergabung dengan anak-anak yang lain


2. Tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya
3. Menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata
4. Menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri
5. Lebih senang menyendiri,menarik diri dari pergaulan tidak membentuk hubungan
pribadi yang terbuka
6. Jarang memainkan permainan khayalan
7. Memutar benda,terpaku pada benda tertentu
8. Sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik,secara fisik
terlalu aktif atau sama sekali kurang aktif
9. Tidak memberikan respon terhadap cara pengajaran yang normal
10. Tertarik pada hal-hal yang serupa,tidak mau menerima atau mengalami perubahan

5
11. Tidak takut akan bahaya
12. Terpaku pada permainan yang ganjil
13. Ekolalia (mengulang kata-kata atau suku kata)
14. Tidak mau dipeluk
15. Tidak memberikan respon terhadap kata-kata,bersikap seolah-olah tuli
16. Mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kebutuhannya melalui kata kata,lebih
senang meminta melalui isyarat tangan atau menunjuk
17. Jengkel atau kesal membabi buta
18. Melakukan gerakan atau ritual tertentu secara berulang-ulang
Anak autisme biasanya mengalami keterlambatan bicara,mungkin menggunakan bahasa
dengan cara yang aneh atau tidak mampu bahkan tidak mau berbicara jika seseorang
berbicara dengannya, dan dia akan sulit memahami apa yang dikatakan kepadanya. Anak
autis tidak mau menggunakan kata ganti yang normal (terutama menyebut dirinya sebagai
kamu,bukan sebagai saya) . Pada beberapa kasus,mungkin ditemukan perilaku agresif atau
melukai diri sendiri. Kemampuan Motorik kasar atau halusnya ganjil (tidak ingin
menendang bola,tetapi dapat menyusun balok) . Gejala-gejala tersebut bervariasi, bisa
ringan maupun berat, selain itu perilaku autisme biasanya berlawanan dengan berbagai
keadaan yang terjadi dan tidak sesuai dengan usianya. Sedangkan tanda-tanda autis menurut
Lumban Tobing (2000) yang sering dijumpai antara lain: tidak bisa menguasai atau sangat
lamban dalam penguasaan bahasa sehari-hari,hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata,
mata yang tidak jernih atau tidak bersinar,tidak suka atau tidak bisa atau tidak mau melihat
mata orang lain, hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu mainan itu saja
yang dimainkan),serasa dia punya dunianya sendiri,tidak suka berbicara dengan orang lain,
tidak suka atau tidak bisa menggoda orang lain. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya
keterlambatan atau gangguan dalam bidang : 1) Interaksi sosial, 2) Bicara dan berbahasa, 3)
Cara bermain yang monoton,kurang variatif . Bukan disebabkan oleh gangguan disintegrasi
masa kanak,namun kemungkinan kesalahan diagnosis selalu ada,terutama pada autisme
ringan. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya gangguan atau penyakit lain yang
menyertai gangguan autis yang ada,seperti retardasi mental yang berat atau hiperaktifitas.
Autisme memiliki kemungkinan untuk dapat disembuhkan, tergantung dari berat tidaknya
gangguan yang ada (Lumban Tobing 2001).

2.4. Kriteria Autisme

6
Untuk memeriksa apakah seorang anak menderita autisme atau tidak, digunakan standar
international tentang autisme. ICD-10 (Inter national Classification of Diseases) 1993 dan
DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994 merumuskan kriteria diagnosis untuk
autisme infantil yang isinya sama, yang saat ini dipakai di seluruh dunia. Krite- ria tersebut
adalah: harus ada sedikitnya gejala dari (1), (2), dan (3) seperti di bawah ini, dengan minimal
2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2) dan (3) :

1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik, mini mal harus ada 2 dari
gejala di bawah ini (Newson, 1998):

a) Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata sangat
kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak- gerik kurang tertuju, apabila dipanggil
tidak menengok. Perilaku anak autistik sering menunjukkan emosi yang tidak sesuai.
Beberapa anak menjerit atau tertawa dengan sedikit atau tanpa provokasi, tetapi dapat
pula terlihat gejala perilaku lain seperti hiperkinesis yang sering berganti-ganti
dengan hiperaktivitas, agresifitas, dan temperamen perilaku melukai diri sendiri
seper- ti mencakar, menggigit, dan menarik rambut (Kaplan & Sadock dkk, 1994).
Penderita austistik hampir tidak menunjukkan perilaku emosional, yang terlihat hanya
duduk dan memandang ke ruang kosong (Newson, 1998). Mereka tidak menunjukkan
rasa kecewa atau tidak senang bila berpisah dengan orang tuanya atau tidak gembira
bila orang tua mereka datang kembali ke dekatnya, hal ini dikarenakan terdapatnya
gangguan kedekatan (attachment).

b) Tidak bisa bermain dengan teman sebaya, senang menyendiri. Yang dimaksud adalah
kegagalan untuk mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sesuai
menurut tingkat perkembangannya (Kaplan & Sadock dkk, 1994). Secara hisik
mereka akan menjaga jarak dengan teman lain, tidak pernan memulai dan hanya
sedikit berespon terhadap interaksi sosial.Eungsi luhur penyandang akustik dewasa
muda cenderung memperlihatkan kurang kooperatif di dalam kelompoknya ber- main
(Newson, 1998).

c) Kurangnya hubungan timbal balik sosial dan emosional. Yang dimaksud dengan
istilahhubungan sosial yang timbal balikadalah kapasitas yang dinamis untuk

7
mempertahankan interaksi yang cocok. Hubungan sosial yang timbal balik bukanlah
ketrampilan tunggal, tetapi lebih pada hasil dari gabungan ketrampilan, hanya
beberapa yang sudah diketahui. Interaksi verbal merupakan hal yang dimaksud
dengan hubungan emosional yang timbal balik yaitu kondisi yang menunjukkan
keakraban yang lazimnya terhadap orang tua mereka dan orang lain, pada penderita
austistik gagal menjalani hubungan ini. Kegagalan dalam membuat persahabatan,
kejanggalan dan ketidaksesuaian sosial terutama kegagalan untuk mengembangkan
empati. Pada masa remaja akhir, orang austik tersebut yang paling berkembang
seringkali memiliki keinginan untuk bersahabat, tetapi kecanggungan pendekatan
mereka dan ketidakmampuan utuk berespon terhadap minat, emosi, dan perasaan
orang lain adalah hambatan yang utama dalam mengembangkan persahabatan
Kesulitan ini dideskripsikan sebagai kegagalan dalam hubungan timbal balik dan
memberikan disorganisasi yang sifat dan perkembangan yang tidak seimbang dari
ketrampilan sosial.

d) Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. Yang dimaksud adalah tidak
adanya keinginan spontan untuk berbagi asa, kesenangan minat atau pencapaian
dengan orang lain, misalnya tidak memamerkan, membawa atau menunjukkan Denda
yang menarik minat. Penderita austistik juga mengalami kegagalan mengenali perasan
orang lain. Anak austik tidak dapat menggunakan ketrampilannya dengan efektif
karena tidak mampu menunjukkan dan memperlihatkan sesuatu hal yang dimaksud.
Anak austistik seringkali menggunakan isyarat, meraba, dan mengambil barang bukan
dengan jarinya tapi menganggap orang lain sebagai benda misalnya dengan
memegang tangan orang itu dan menempatkan pada suatu barang yang diinginkan.
Setelah tujuan tercapai, anak austistilk kurang mampu untuk melanjutkan pada
aktifitas lain, tetapi biasanya mengulang kembali aktivitas yang semula.

e) Kurangnya kemampuan untuk bisa membagi kegembiraan dan kesenangan pada


orang lain (Newson, 1998).

2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi, minimal harus adal dari gejala di bawah
ini:

8
a) Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tidak berkem- bang. Anak tidak
berusaha untuk berkomunikasi secara non- verbal.

b) Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi.

c) Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang

d) Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurans dapat meniru

3. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat, dan
kegiatan.

a) Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang khas dan berlebihan

b) Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas vane tidak ada gunanya.

c) Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang

d) Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda (IQ-EQ. 2001)

4. Adanya gangguan emosi

a) Tertawa, menangis, marah-marah tanpa sebab

b) Emosi tidak terkendali

c) Rasa takut yang tidak wajar

5. Adanya gangguan persepsi sensorik

a) Menjilat-jilat dan mencium-cium benda

b) Menutup telinga bila mendengar suara keras dengan nada ter tentu

c) Tidak suka memakai baju dengan bahan yang kasar dSangat tahan terhadap sakit
(Newson, 1998).

2.5. Diagnosis Autisme

9
Autisme tidak dapat langsung diketahui pada saat anak lahir atau pada skrining prenatal
(tes penyaringan yang dilakukan ketika anak masih berada didalam kandungan). tidak ada
tes medis untuk mendiagnosis autisme. Suatu diagnosis yang akurat harus berdasarkan
kepada hasil pengamatan terhadap kemampuan berkomunikasi, prilaku, dan tingkat
perkembangan anak. Karakteristik dari kelainan ini beragam, maka sebaiknya anak
dievaluasi oleh tim multidisipliner yang terdiri dari ahli syaraf, psikolog anak-anak,ahli
perkembangan anak-anak, terapis bahasa,dan ahli lainnya yang berpengalaman dibidang
autisme.

Pengamatan singkat dalam satu kali pertemuan tidak dapat menampilkan gambaran
kemampuan dan prilaku anak. Masukan dari orang tua dan riwayat perkembangan anak
merupakan komponen yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis yang akurat
(Newson,1998).

2.6. Penatalaksanaan Autisme

Orang tua memainkan peran yang sangat penting dalam membantu perkembangan anak.
Seperti anak-anak yang lainnya, anak autis terutama belajar melalui permainan,
bergabunglah dengan anak ketika dia sedang bermain, tariklah anak dari ritualnya yang
sering diulang-ulang, dan tuntunlah mereka menuju kegiatan yang lebih beragam. Misalnya
orang tua mengajak anak mengitari kamarnya, kemudian tuntun mereka ke ruang yang lain.
Orang tua perlu memasuki dunia mereka untu membantu mereka masuk ke dunia luar. Kata-
kata pujian karena telah menyelesaikan tugasnya dengan baik kadang tidak berarti apa-apa
bagi bagi anak autis. Tentukan cara lain untuk mendorong perilaku baik dan untuk
mengangkat harga dirinya. Misalnya berikan waktu lebih untuk bermain dengan mainan
kesukaannya jika anak lelah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Anak autis belajar lebih
baik jika informasi disampaikan secara visual (melalui gambar) dan verbal (melalui kata-
kata). masukkan komunikasi augmentatif dalam kegiatan rutin sehari-hari dengan
menggabungkan kata-kata dan foto-foto, lambang atau isyarat tangan untuk membantu anak
mengutarakan kebutuhan , perasaan, dan gagasannya. Tujuan dari pengobatan adalah
membuat anak autis berbicara, tetapi sebagian anak autis tidak dapat bermain dengan baik,
padahal anak-anak mempelajari kata baru dalam permainan.

10
1. Intensitas penatalaksanaan

Intensitas penatalaksanaan harus mempertimbangkan pada beberapa level, termasuk


durasi (beberapa jam per minggu, perbulan atau per tahun) dan rasio pegawai yang
tersedia. Anak-anak dengan autisme memerlukan metode pengajaran yang intensif, yaitu
diberikan secara baik ketika siswa mempunyai seorang guru yang perhatiannya tidak
terbagi(Giangreco dkk,1997).

2. Penatalaksanaan Menyeluruh

a) Terapi psikofarmaka, kerusakan sel di otak di sitem limbik, yaitu pusat emosi akan
menimbulkan gangguan emosi dan prilaku temper tantrum, agresifitas, baik terhadap
diri sendiri maupun pada orang-orang disekitarnya, serta hiperaktifitas dan
stereotipik. Untuk mengendalikan gangguan emosi ini, diperlukan obat yang
mempengaruhi berfungsinya sel-sel otak.

Obat yang digunakan antara lain :

 Haloperidol, suatu obat antiseptik yang mempunyai efek meredam psikomotor,


biasanya digunakan pada anak yang menampakkan prilaku temper tantrum yang
tidak terkendali

 Fenfluramin, suatu obat yang mempunyai efek mengurangi kadar serotonin darah.

 Naltrexone, obat atagonis opiat yang dapat menghambat opioed endogen sehingga
mengurangi gejala autisme hiperaktifitas.

b) Terapi prilaku, dalam tatalaksana gangguan autisme, terapi perilaku merupakan


tatalaksana yang paling penting. Metode yang digunakan adalah metode lovass, yaitu
metode modifikasi tingkah laku yang disebut dengan applied behavioral analysis
(ABA).

Prinsip dasar ABA

Dasar metode ABA adalah semua tingkah laku dipelajari, baik yang sedehana,
hingga yang kompleks. Untuk membantu anak belajar, harus diketahui hal apa saja
11
yang dapat meningkatkan kemungkinan anak untuk menunjukan respon yang
diinginkannya.

Metode pengajaran ABA

Metode yang digunakan adalah DDT (Discrete Trial Training) yaitu metode yang
berstruktur menuruti pola tertentu dan bisa ditentukan awal dan akhirnya. DDT
terdiri dari instruktur,prompt, respon, konsekuensi dan interval waktu antara intsruksi
yang satu dengan instruksi yang lain. Instruksi yang baik adalah yang jelas
pengucapannya, sedikit kata dan dalam nada netral atau datar. Prompt dimaksudkan
agar anak dapat mengetahui respon yang diharapkan darinya.

12
2.7. Enam Kemampuan Dasar

berbagai kemampuan yang ajarkan melalui program ABA dapat di bedakan menjadi
enam kemampuan dasar ( Nakita, 2001) Yaitu:

Kemampuan memperjatikan Pada program ini terdapat dua prosedur.


Pertama melatih anak untuk bisa
( Attending Skill )
memfokuskan padaangan mata pada orang
yang ada di depannya atau disebut dengan
kontak mata. Yang kedua melatih anak
untuk memperhatikan keadaan objek yang
ada di sekelilingnya

( Lovass dkk,1996)

Kemampuan Menirukan (Imitattion Pada kemampuan imitasi, anak diajarkan


Skill) untuk meniru gerakana motorik kasar dan
halus. Selanjutnya urutan gerakan meniru
gambar sederhana atau meniru tindakan
yang disertai bunyi-bunyian.

( Lovass dkk, 1996; Hardiono & Nakita.


2002)

Bahasa Reseptif Bahasa Reseptif, melatih anak agar


mempunyai kemampuan mengenal dan
beraksi terhadap seseorang , terhadap
kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti
maksud mimik dan nada suaradan akhirnya
mengerti kata-kata (Hardiono,2002)

Bahasa Ekspresif Melatih kemampuan anak untuk


mengutarakan pikirannya, dinulai dari

13
komunikasi preverbal (sebelum anak dapat
biacara) , komunikasi dengan ekspresi
wajah, gerakan tubuh, dan akhirnyadengan
menggunakan kata-kata atau komunikasi
verbal ( Hardiono, 2002)

Kemampuan Praakademik Melatih anak untuk dapat bermain dengan


benar , membeeikan permainan yang
mengajarkan anak tentang emosi, hubungan
ketidakteraturan ( irregularities)dan,
stimulus-stimulus di lingkungannya seperti
bunyi-bunyian serta melatih anak untuk
mengembangkan imajinasinya lewat media
seni seprti menggambar benda-benda yang
ada disekitarnya ( Lovasss dkk,1996)

Kemampuan Mengurus diri Sendiri Program ini bertujuan untuk melatih anak
agar bisa memenuhi kebutuhan dirinys
(Self Help Skill)
sendiri, umumnya pada anak yang normal
dia dapat mempelajarinyadengan mudah.
Tetapi untuk pemderita autisme
inimembutuhkan waktu yang lama dan
bertahap. Yang kedua anak dilatih untuk
bisa buang air kecilatau yang disebut Toilet
training. Kemudian tahapan selanjutnya
adalah dressing, brushing atau combing hair
dan tooth brushing. Pelatihan ini dilakukan
secara pelan-pelan dan bertahap (Azrin &
Fox , 1971)

 Teknik Pengajaran

14
untuk dapat mengajarakan keterampilan yang kompleks pada anak autistik dapat
digunakan teknik shaping dan prompting. Teknik ini biasanya digunakan karena respon yang
mau diajarakan belum dapat di muculkan oleh si anak atau tidak cukup sering muncul
sehingga bisa digunakan reinforcer saja

Teknik Shapping Teknik ini digunakan bila kemampuan


yang seharusnya dimiliki anak belum
ada sebelum anak dapat munculkan
respon yang tepat. Pada teknik ini,
terapis akan memberi reinforcer pada
respon-respon yang dimiliki oleh anak
, yang mirip dengan respon yang
tepat. Reinforcer akan diberikan pada
respon yang semakin lama semakin
mirip dengan respon target. Sampai
akhirnya anak mampu memunculkan
respon yang merupakan tergetawal.

Teknik Prompting Pada teknik ini, anak akan diberikan


pada bantuan ekstra karena belum
mampu memberikan respon yang
belum tepat. Prompt bisa berupa
verbal prompt(terapis menyebutkan
kata-kata yang tepat), Modelling
prompt (Terapis mendemostarikan
kepada anak respon yang tepat) dan
physical prompt ( terapis
membimbing secara fisik agar mempu
menunjukan respon yang tepat). Yang
harus dihindari dari teknik ini adalah
ketergantungan anak pada prompt
15
dimana anak tidak bisa memunculkan
respon yang tepat bila tidak diberikan
prompt (Nakita, 2002)

 Teknik Jembatan (Shadowing)


bila anak kesulitan di sekolah umumnya, biasanya akan dilakukan teknik inklusi atau
integrasi dan dan teknik shadowing .Teknik tersebut umunya dilakukan di masa-masa
awal anak mengikuti kegiatan di sekolah umum. Caranya, terapi (Shadow) yang selama
ini membantu anak di rumah, ikut hadir dikelas bersama anak. Ia berfungsi untuk
menjebatani atau membantu anak mengerti instruksi-instruksi atau stimulus –stimulus
dari lingkungan. Kalau perlu, shadowakan melakukan prompt oleh Shadow , akan
melakukan prompt terhadap anak . Namun penggunaan prompt, oleh shadow memang
dibatasi supaya anak belajar mandiri ( Nakita , 2002).

 Terapi Bicara
gangguan bicara dan berbahasa diderita oleh hampir semua anak autisme. Tatalaksana
melatih bicara dan berbahasa harus dilakukan oleh ahlinya karena merupakan gangguan
yang spesifik pada anak autisme. Anak di paksa untuk berbacara sekata demi sekata, cara
ucapakan harus diperhatikan , kemudian diajarkan berdialog setelah mampu berbicara .
Anak di paksa untuk mamandang terapis, seperti diketahui anak autistik tidak mau adu
pandang dengan orang lain. Dengan adanya kontak mata, diharapkan anak dapat meniru
gerakan bibir terapis (Soemarno,1992)
 Terapi Okupasional
Melatih anak untuk menghilangkan gangguan perkembangan motorik halusnya
dengan memperkuat otot-otot jari anak supaya anak dapat menulis atau melakukan
keterampilan lainnya.
 Pendidikan Khusus
anak autisme mudah sekali teralih perhatiannya, karena itu pada pendidikan khusus
satu guru menghadapi satu-satu anak dalam ruangan yang tidak luas dan tidak ada
gambar-gambar di dinding atau benda-benda yang perlu , yang dapat mengaklihkan
perhatian anak. Setelah ada perkembangan mulai dilibatkan dalam lingkungan kelompok
kecil, kemudian baru kelompok yang lebih besar. Bila telah mampu bergaul dan

16
berkomunkasi , mulai dimasukan pendidikan biasa di TK dan SD untuk anak normal
(Soemarno, 1992)
 Terapi Alternatif
yang digolongkan terapi alternatif adalah semua terapi baru yang masih berlanjut
dengan penelitian. Terapi detoksifikasi menggunakan nutrisi dan toksikologi. Terapi ini
bertujuan untuk menghilangkan atau menurunkan kadar bahan-bahan beracun yang lebih
tinggi dalam tubuh anak autisme dibanding dengan anak normal agar tidak mengacam
perkembangan otak, terutama bahan beracun merkuri atau air raksa dan timah yang
mempengaruhisistem kerja otak. Terapi ini meliputi mandi sauna, pemijatan dan shower,
diikuti olahraga, konsumsi vitamin dosis tinggi , serta air putih minimal 2 liter sehari .
Tujuannya untuk mengeluarkan racun yang menumpuk dalam tubuh (Edelson, 1997)
 The Option Method
tujuan dari metode ini adalah meningkatkan kebahagiaan penyandang autisme
dengan membantu mereka menemukan sistem kepercayaan diri masing-masing. Dasar
pemikirannya adalah pandangan bahwa anak autisme cenderung menutup diri terhadap
dunia luar atau hidup dalam dunianya sendiri. Dengan adanya sikap menutup diri,
kemampuan interaksi sosial anak tidak berkembang sehingga sesuatu yang tidak
menyenangkan dan justru membuat anak semakin menarik diri. Proses terapi ini
menekankan penerimaan orang tua terhadap perilaku anaknya. Sebagai sesuatu yang
tidaka menyinggung , melainkan cara untuk mengerti dan mengontrol dunianya . Orang
tua harus terlibat kuat pada kegiatan obsesif anaknya ( Suzi & Kaufman, 1998)
 Sensory integration therapy kemampuan integrasi sensoris
adalah kemapuan untuk memproses implus yang diterima dari berbagai indera secara
stimulan. Banyak anak autis yang diketahui mengalami kesulitaan dalam meproses
stimulus sensoris yang kompleks. Anak autis yang masuk golongan ini umumnya
menujukan ketidakpekaan sensoris tertentu. Terapi ini bertujuan meningkatkan kesadaran
sensoris dan kemampuan berespon terhadap stimulus sensoris tersebut.

2.8. Bentuk Pelayanan Pendidikan Anak Autisme


pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan,
berbagai model antara lain :

1. Kelas transisi

17
Kelas ini diperuntukan bagi anak austistik yang telah diterapi memerlukan layanan
khusus termasuk anak austistik yang telah diterap secara terpadu atau struktur. Kelas
transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat
bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan
pengajaran dengan acua kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.

2. Program pendidikan Inklusi

Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan layananan
bagi anak austistik. Untuk dapat membuka program ini sekolah harus memenui
persyaratan antara lain :

 Guru terkait telah siap menerima anak autistik


 Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan individual
 Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping
 Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 anak autistik
3. Program pendidikan Terpadu

Program ini dilaksanakan disekolah reguler. Dalam kasus/waktu tertentu, anak-anak


autistik di kelas khusus untuk remedial atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan
anak autistik di kelas khusu bisa sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung
kemampuan anak

4. Sekolah khusus autis

Sekolah ini diperuntukan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak memungkinkan
dapat mengikuti pendidikan disekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk
difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai
dengan potensi mereka.

5. Program Sekolah di Rumah

Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu mengikuti pendidikan
disekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non verbal, retardasi
mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya dapat mengikuti
program sekolah dirumah. Program dilaksanakan dirumah dengan mendatangkan guru
pembimbing atau terapis atas kerjasama sekolah, orangtu dan masyarakat.
18
6. Panti Rehabilitasi autis

Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah dapat
mngikuti program di panti (griya) sehabilitasi autistik. Program dipanti rehabilitasi lebih
terfokus pada pengembangan :

 Pengenalan diri
 Sensori motor dan persepsi
 Motorik kasar dan halus
 Kemampuan berbahasa dan komunikasi
 Bina diri, kemampuan sosial

Dari beberapa model layanan pendidikan diatas yang sudah eksis di lapangan
adalah kelas transisi, sekolah khusus autistik dan pasti rehabilitasi.’

2.9. klasifikasi Anak Autisme

Menurut Yatim (2002) klasifikasi anak autis dikelompokan menjadi 3, antara lain :

1. Autisme persepsi : dianggap autisme yang asli karena kelainan sudah tmbul sebelum
lahir. Ketidakmampuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan reaksi terhadap
rangsangan dari luar, begitu juga ketidakmampuan anak bekerjasama dengan orang
lain, sehingga anak bersikap masa bodoh.
2. Autisme reaksi : terjadi karena beberapa permasalahan yang menimbulkan kecemasan
seperti orang tua meninggal, sakit berat, pindah rumah/sekolah dan sebagainya.
Autisme ini akan memnculkan gerakan-gerakan tertentu berulang kadang-kadang
disertai keajng-kejang. Gejala ini muncul pada usia lebih besar 6-7 tahun sebelum
anak memasuki tahapan berpikir logis.
3. Autisme yang timbul kemudian : terjadi setelah anak agak besar. Dikarenakan
kelainan jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal akan mempersulit dalam
hal pemberian pelatihan dan pelayanan pendidikan untuk mengubah perilakunya yang
sudah melekat.’

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Autism dapat didefinisikan sebagai kondisiseseorang yang luar biasa asik dengan dirinya
sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthendkk, 1998). Penyebab terjadinya autisme adalah factor
genetic, gangguan pada system syaraf, ketidakseimbangan kimiawi, dan kemungkinan
lainya. Karakteristik menurut power (1989) yaitu adanya 6 gangguan dalam bidang interaksi
social, komunikasi ( bcara dan bahasa), prilaku emosi, pola bermain, gangguan sensorik –
motorik, dan perkembangan terlambat atau tidak normal.
Untuk mendidik anak autisme diperlukan kerjasama yang berkesinambungan antara guru,
orang tua dan pihak sekolah. Kontribusi yang perlu dilakukan oleh masyarakat pendidikan
ialah: memberikan kesempatan kepada anak autistik untuk bersosialisai atau diintegrasikan
keseolah umum sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Selain itu, masyarakat
juga perlu memberikan informasi secara jujur dan berimbang atau proporsional tentang dan
hasil dan segala sesuatu yang berkenaan dengan penanganan pendidikan autisme, dan
membantu usaha sosialisasi tentang autisme dan segala sesuatu yang berhubungan
dengannya bagi masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik.

20
DAFTAR PUSTAKA

Muhith, Abdul.2015. pendidikan keperewatan jiwa (teori dan aplikasi). Yogyakarta:Penerbit


Buku CV ANDI OFFSET
Yatim, Faisal. dr. 2007. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-anak. Jakarta: Pustaka
Populer Obor

Santrock, John. W.1995. Live – Span Development : Perkembangan Masa Hidup Jilid I. Jakarta:
Erlangga

21

Anda mungkin juga menyukai