Anda di halaman 1dari 24

HAMA-HAMA TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA, DAN

PERKEBUNAN
(Laporan Prakikum Pengendalian Penyakit Tumbuhan)

Oleh

Adelia Pradita
1614121150
Kelompok 2

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hama merupakan binatang perusak tanaman budidaya yang berguna untuk


kesejahteraan manusia. Tanaman yang dirusak meliputi tanaman pangan,
hortikultura, dan tanaman perkebunan. Sementara itu, binatang yang merusak
atau hama, misalnya belalang katu, walang sangit, keong mas, kutu putih,
kumbang daun, kepik penghisap buah, kumbang badak, Helopeltis sp, dan
Hypothenemus hampeii (Agus, 2008).

Binatang piaraan pun juga bisa menjadi hama, seperti kelinci, ayam, babi, sapi,
kambing, dan kerbau. Jika dilepas bebas dan tidak dikandangkan, binatang
tersebut akan merusak kebun pertanian dan memakan semua sayuran hingga
habis. Binatang liar di hutan, seperti gajah, kera, dan babi hutan pun bisa menjadi
hama jika hutan banyak ditebangi. Penyebabnya adalah tempat tinggal binatang
liar tersebut menjadi sempit atau habis dan cadangan makanan pun habis sehingga
mereka kelaparan. Akibatnya adalah binatang masuk ke dalam desa di sekitar
hutan merusak tanaman dan memakan hasil pertanian (Surahman, 2007).

Hama dari jenis serangga dan penyakit merupakan kendala yang dihadapi oleh
setiap para petani yang selalu mengganggu perkembangan tanaman budidaya dan
hasil produksi pertanian. Hama dan penyakit tersebut merusak bagian suatu
tanaman, sehingga tanaman akan layu dan bahkan mati. Dalam kegiatan
pengendalian hama, pengenalan terhadap jenis-jenis hama (nama umum, siklus
hidup, dan karakteristik), inang yang diserang, gejala serangan, mekanisme
penyerangan termasuk tipe alat makan serta gejala kerusakan tanaman menjadi
sangat penting agar tidak melakukan kesalahan dalam mengambil
langkah/tindakan pengendalian (Surahman, 2007).

Serangan hama pada suatu tanaman akan menimbulkan gejala yang khas, hal ini
terkait dengan alat mulut serta perilaku yang dimiliki oleh masing-masing
serangga yang juga memiliki ciri khas tersendiri. Oleh karena itu dilakukan
praktikum ini untuk mengetahui jenis hama penting tanaman pangan, hortikultura
dan perkebunan.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari diadakannya prakikum ini sebagai berikut :


1. Mengetahui jenis hama penting pada tanaman pangan (padi, kedelai, jagung),
horikultura (kubis/sawi, nenas, pisang), perkebunan (kelapa/sawit, kakao,
kopi).
2. Mengetahui gejala kerusakan, bioekologi dan cara pengendalian hama tanaman
pangan, hortikultura, dan perkebunan.
II. METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 6 April 2018 di


Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, pada
pukul 15.30-17.30 WIB.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu alat tulis, mikroskop dan
nampan/baki.

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu specimen hama Locusta
migratoria manilensis, Epilacna sp., Phenacoccus sp., Leptocorisa acuta,
Pomacea canaliculata, Valanga nigricornis, Orycetes rhinocorus, Bactrocera
dorsalis, dan Hypothenemus hampeii.

3.3 Cara Kerja

Cara kerja dari praktikum kali ini diantaranya sebagai berikut.

1. mengamati dan memperhaikan tipe atau cirri hama dari masing-masing


komoditas.
2. Membedakan antara satu hama dengan hama yang lain.
3. Menulis nama hama, bioekologi, cara pengendaliannya, dan lain sebagainnya
seperti tertera pada table lembar kerja.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil yang didapatkan dari praktikum ini sebagai berikut:

No Gambar Gejala
1
Belalang Kumbara
Tipe mulut : Mandibulata
Tanaman inang: Kelapa
Sawit
Sumber : https://ternakpedia.com/40/
2

Kumbang Daun
Tipe mulut : Mandibulata
Tanaman inang: Solanasae
dan Cucurbitae

Sumber : http://cybex.pertanian.go.id/
3

Kutu Putih
Tipe mulut : Haustelata
Tanaman inang: Singkong

Sumber : https://nasa88.wordpress.com/
4

Walang Sangit
Tipe mulut : Haustelata
Tanaman inang: Padi dan

Sumber : Gulma Rumput

http://agrokomplekskita.com/pedoman-
budidaya/
5

Keong
Tipe mulut : Mandibulata
Tanaman inang: Padi dan
Gulma Air
Sumber :
http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/
6
Belalang Kayu
Tipe mulut : Mandibulata
Tanaman inang:. Jagung,
Padi, Pisang, Jati Dan
Tebu.
Sumber : http://cingdoland.blogspot.co.id/
7

Kumbang Tanduk
Tipe mulut : Mandibulata
Tanaman inang: Kelapa
Sawit
Sumber :
http://tanamanbawangmerah.blogspot.co.id/
8
Penghisap Buah
Tipe mulut : Haustelata
Tanaman inang: Jeruk,
Belimbing, Jambu Air,
Sumber : Jambu Biji, dll.
http://tanamanbawangmerah.blogspot.co.id
9

Penggerek Buah Kopi


Tipe mulut : Mandibulata
Tanaman inang: Kopi

Sumber : https://ternakpedia.com/40/

4.2 Pembahasan

Dalam praktikum ini dikenalkan beberapa jenis hama dari tanaman pangan,
hortikultura, dan perkebunan dengan penjelasan sebagai berikut:

4.2.1 Belalang Kembara (Locusta migratoria manilensis)

Belalang kembara merupakan salah satu anggota dari famili Acrididae yang
terpenting. Serangga herbivora ini dikenal sangat rakus dan dapat menyebabkan
kerusakan ekonomi yang sangat besar. Belalang kembara (Locusta migratoria)
memiliki sifat khas sering bermigrasi dalam kelompok yang besar dari areal
pertanaman yang satu ke areal pertanaman yang lain (Surahman, 2007).

Klasifikasi belalang kembara adalah sebagai berikut :


Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Orthoptera
Famili : Acrididae
Genus : Locusta
Species : Locusta migratoria (Surachman dan Suryanto, 2007).

Tubuh belalang kembara terbagi atas kepala, toraks, dan abdomen. Kepala
belalang kembara memiliki sepasang antena, mata tunggal dan majemuk, serta
alat mulut mandibulata. Toraksnya memiliki tiga pasang kaki dan dua pasang
sayap. Abdomen bersegmen dan memiliki lubang-lubang kecil, atau spirakel
yang menyebabkan udara dapat masuk ke dalam tubuh (Surahman, 2007).

Metode kultur teknis, yaitu mengatur pola tanam. Menanam tanaman yang tidak
disukai oleh belalang seperti kacang tanah dan ubi kayu. Juga melakukan
pengolahan tanah tempat belalang bertelur, kemudian telur yang terlihat
dimusnahkan. Metode ini bersifat antisipatif dan dilaksanakan pada saat musim
tanam. Kondisi sekarang ini belum merupakan musim tanam (Sudarsono, 2003).

Metode mekanis / fisik yaitu pemusnahan belalang dengan cara penangkapan


langsung oleh masyarakat di lapangan dengan menggunakan kayu, ranting, sapu
dan jaring. Metode ini memang efektif dan ramah lingkungan namun kurang
efesien karena membutuhkan partisipasi aktif seluruh masyarakat dan memakan
waktu yang lama (Sudarsono, 2003).

Metode kimiawi yaitu pemusnahan belalang dengan penyemprotan obat-obatan


kimiawi atau insektisida. Metode ini memang dianggap tidak ramah lingkungan
namun sangat efektif dan efisien dalam membasmi hama belalang secara cepat
dan tuntas (Surahman, 2007).

Dan metode biologis adalah pemusnahan belalang dengan menggunakan pestisida


alami atau hayati seperti cairan dari ekstrak cendawan dan tuba. Metode ini
memang ramah lingkungan dan cukup efektif namun kurang/tidak efisien karena
membutuhkan keahlian khusus dan bahan dasar dalam jumlah yang memadai dan
memakan waktu cukup lama (Surahman, 2007).
4.2.2 Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros (L))

Diklasifikasikan ke dalam ordo Coleoptera, famili Scarabidae dan subfamili


Dynastinae. Kumbang ini merupakan hama utama yang menyerang kelapa sawit
dan sangat merugikan di Indonesia, khususnya di areal replanting yang saat ini
sedang dilakukan secara besar-besaran di Indonesia. Hal ini disebabkan karena
pada areal replanting, banyak tumpukan bahan organik yang sedang mengalami
proses pembusukan sebagai tempat berkembang biak hama ini (Sulistyo, 2009).
.
Biologi dan Ekologi
Kumbang akan meletakkan telur pada sisa-sisa bahan organik yang telah melapuk.
Misalnya batang kelapa sawit yang masih berdiri dan telah melapuk, rumpukan
batang kelapa sawit, batang kelapa sawit yang telah dicacah, serbuk gergaji,
tunggul-tunggul karet serta tumpukan tandan kosong kelapa sawit. Adanya
tanaman kacangan penutup tanah akan menghalangi pergerakan kumbang dalam
menemukan tempat berkembang biak. Mengamati bahwa tanaman penutup tanah
setinggi 0,6-0,8 m mengurangi perkembangbiakan kumbang tanduk (Sulistyo,
2009).

Batang kelapa sawit yang diracun dan masih berdiri sampai pembusukan pada
sistem underplantingmerupakan tempat berkembangbiak yang paling baik bagi
kumbang tanduk. Selama lebih dari 2 tahun masa dekomposisi, batang yang masih
berdiri memberikan perkembangbiakan 39.000 larva perhektar dibandingkan
dengan batang yang telah dicacah dan dibakar (500 larva perhektar) (Sulistyo,
2009).
Kerusakan Dan Pengaruhnya Di Lapangan
Kumbang O. rhinoceros menyerang tanaman kelapa sawit yang baru ditanam di
lapangan sampai berumur 2,5 tahun. Kumbang ini jarang sekali dijumpai
menyerang kelapa sawit yang sudah menghasilkan (TM). Namun demikian,
dengan dilakukannya pemberian mulsa tandan kosong kelapa sawit (TKS) yang
lebih dari satu lapis, maka masalah hama ini sekarang juga dijumpai pada areal
TM (Sulistyo, 2009).
Pengendalian
Pengendalian Biologi
Pengendalian kumbang tanduk O. rhinoceros secara biologi menggunakan
beberapa agensia hayati diantaranya jamur Metarhizium
anisopliae dan Baculovirus oryctes. Jamur M. anisopliae merupakan jamur parasit
yang telah lama digunakan untuk mengendalikan hama O. rhinoceros. Jamur ini
efektif menyebabkan kematian pada stadia larva dengan gejala mumifikasi yang
tampak 2-4 minggu setelah aplikasi. Jamur diaplikasikan dengan menaburkan 20
g/m2 (dalam medium jagung) pada tumpukan tandan kosong kelapa sawit dan 1
kg/batang kelapa sawit yang telah ditumbang. Baculovirus oryctes juga efektif
mengendalikan larva maupun kumbang O. rhinoceros (Sulistyo, 2009).

Pengendalian Kimia
Pengendalian menggunakan insektisida kimia masih banyak dilakukan.
Insektisida kimia yang dahulu efektif di lapangan adalah organoklorin. Karena
toksisisitas organoklorin yang tinggi, maka insektisida tersebut diganti dengan
karbofuran yang penggunaannya pada interval 4-6 minggu untuk mengendalikan
kumbang dewasa (Sulistyo, 2009).

Tercatat beberapa jenis insektisida yang digunakan untuk mengendalikan


kumbang di pembibitan maupun stadia TBM kelapa sawit. Insektisida tersebut
adalah lambda sihalothrin, sipermetrin, venvalerate, monocrotophos dan
chorphyrifos yang secara signifikan mengurangi kerusakan O. rhinoceros setelah
11 minggu. Insektisida kimia yang paling efektif untuk mengurangi kerusakan
adalah lambda sihalothrin. Dilaporkan bahwa dengan populasi hama yang tinggi,
karbofuran semakin lama semakin tidak efektif (Sulistyo, 2009).

Perangkap Feromon.
Upaya terkini dalam mengendalikan kumbang tanduk adalah penggunaan
perangkap feromon. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) saat ini telah berhasil
mensintesa feromon agregat untuk menarik kumbang jantan maupun betina.
Feromon agregat iniberguna sebagai alat kendali populasi hama dan sebagai
perangkap massal. Rekomendasi untuk perangkap massal adalah meletakkan satu
perangkap untuk 2 hektar. Pada harga komersial Rp. 60.000,- per sachet,
penggunaan feromon lebih menghemat dibanding dengan karbofuran dan manual
sekitar Rp. 117.200,-/ha/tahun. Pada populasi kumbang yang tinggi, aplikasi
feromon diterapkan satu perangkap untuk satu hektar (Sulistyo, 2009).

4.2.3 Kumbang Daun (Epilacna sp.)

Bioekologi hama: Serangga hama ini dikenal dengan kumbang daun kentang atau
potato leaf beetle, termasuk ordo Coleptera, famili Coccinellidae dan mempunyai
daerah penyebaran di Indonesia. Telur E. sparsa diletakkan pada daun yang masih
much. Larva berukuran panjang 10 mm den mullah terlillat karena pada bagian
dorsal terdapat driri-duri lunak. Larva ini memakan daun kentang. Kumbangnnya
berukuran panjang 10 mm, berwarna merah dengan spot hitam. Banyaknya spot
hiram ini membedakan species yang satu dengan yang lainnya. Daur hidup
kumbang 7-10 rninggu (Pracaya, 2007).

Tanaman inang: Daun kentang, terong, tomat, jagung, padi, dan kacang tanah.
Pengendalian hayati: Menggunakan predator dan parasitoid telur dan larva.
Pengendalian teknis: Telur, larva, dan lembing ditangkap dengan menggunakan
tangan, lalu dimatikan (Pracaya, 2007).

Pengendalian kimiawi: Hama disemprot dengan insektisida yang berbahan aktif


karbaril, karbofenation, asepat, dan triklorfon (Pracaya, 2007).

Kerugian yang ditimbulkan: Di Sumatera bagian Selatan, Jawa Tengah, Jawa


Timur, dan Sulawesi Utara. Rerata luas serangan kumbang daun selama kurun
waktu 10 tahun (1978 - 1987) 3.309 ha/tahun dengan daerah serangan utamanya
adalah Lampung, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara. Ketiga propinsi tersebut
merupakan daerah penghasil utama kedelai sehingga memungkinkan teriadinya
serangan yang lebih luas daripada propinsi lain (Pracaya, 2007).

4.2.4 Kutu Putih (Phenacoccus sp.)

Salah satu hama terpenting dalam tanaman singkong adalah kutu putih
(Phenacoccus sp.) atau kutu dompolan.selain menyerang tanaman singkong juga
menyerang tanaman pepaya,mangga,bunga mawar , jeruk , alpukat, jambu biji,
terong dan sirsak. Kutu putih ini selalu bergerobol pada pucuk-pucuk daun,anak
daun dan tulang daun karena hama ini dalam merusak tanamanya dengan
menghisap cairan yang ada pada tanaman. Serangan berat serangga ini dapat
menyebabkan tanaman mati seperti terbakar,selain pada daun muda pada serangan
berat serangga ini juga menyerang daun tua,batang,buah (Nurzaizi H, 1986).

Dampak dari serangan hama ini juga akan menimbulkan penyakit lain dari
golongan cendawan karena kutu putih mengeluarkan cairan sekresi seperti madu
sehinngga mengundang cendawan jelaga (Nurzaizi H, 1986).

Kutu putih meningkat populasinya pada musim kemarau apabila kelembaban


rendah populasinya akan meningkat dengan sangat cepat. Ciri utama kutu putih
dalam tubuhnya di selimuti lapisan tepung lilin yang tebal untuk memproteksi
dirinya dari serangga pemangsa dan pestisida.karena tepung lilinya yg tebal
menyebabkan hama ini sgt sulit di kendalikan tidak semua pestisida mampu
mengikis dan menembus tepung lilin ini (Nurzaizi H, 1986).

Pengendalian dapat menggunakan insektisida botanik natucide 100 ec karena


selain ramah lingkungan juga aman tanpa meninggalkan residu pada buah dan
daun bila di konsumsi . Penyemprotan untuk mengendalikan sebaiknya pada pagi
atau sore hari , bila seranga berat penyemprotan dapat di lakukan 3 hari sekali
sebanyak 3 kali berturut-turut tanpa jeda supaya kutu putih benar-benar bersih dan
musnah dari taaman, bila kondisi sudah aman pengendalian berikutnya bisa secara
preventif dengan melihat kondisi lapangan (Nurzaizi H, 1986).

4.2.5 Walang Sangit (Leptocorisa acuta)

Bioekolgi hama: Walang sangit mengalami metamorfosis sederhana yang


perkembangannya dimulai dari stadia telur, nimfa dan imago. Walang sangit
bertelur pada permukaan daun bagian atas padi dan rumput-rumputan lainnya
secara kelompok dalam satu sampai dua baris. Telur berbentuk seperti cakram
(bulat pipih) berwarna merah coklat gelap dan diletakkan secara berkelompok.
Kelompok telur biasanya terdiri dari 10 - 20 butir. Telur- telur tersebut biasanya
diletakkan pada permukaan atas daun di dekat ibu tulang daun. Peletakan telur
umumnya dilakukan pada saat padi berbunga. Telur akan menetas 5 – 8 hari
setelah diletakkan sampai nimfa pertama muncul. Nimfa berukuran lebih kecil
dari dewasa dan tidak bersayap. Stadium nimfa 17 – 27 hari yang terdiri dari 5
instar. Nimfa berwarna kekuningan, kadang-kadang nimfa tidak terlihat karena
warnanya sama dengan warna daun Imago berbentuk seperti kepik, bertubuh
ramping, antena dan tungkai relatif panjang. Warna tubuh hijau kuning kecoklatan
dan panjangnya berkisar antara 15 – 30 mm. Serangga dewasa berbentuk ramping
dan berwarna coklat, berukuran panjang sekitar 14-17 mm dan lebar 3-4 mm
dengan tungkai dan antenna yang panjang (Harahap dan Tjahyono, 1997).

Tanaman inang: Padi, famili Poaceae, famili Cyperaceae.

Pengendalian hayati: Untuk mengurangi intensitas serangan walang sangit dapat


digunakan Beauviria sp dan metharizum sp, yang menyerang walang sangit pada
stadia nimfa dan dewasa. Pengendalian hayati dengan cara melepaskan predator
alami berupa laba – laba dan menanam jamur yang dapat menginfeksi walang
sangit (Harahap dan Tjahyono, 1997).

Pengendalian kimiawi: Pestisida yang di gunakan harus yang terdaftar dan di


ijinkan untuk pertanaman padi, di aplikasikan pada saat periode masak susu dan
tetap mengacu pada 6 tepat penggunaan pestisida (tepat jenis, dosis/konsentrasi,
sasaran, waktu, tempat dan cara aplikasinya) (Harahap dan Tjahyono, 1997).

Kerugian yang ditimbulkan: Datangnya musim hujan yang dibarengi dengan


tingkat kelembaban tinggi menjadi kondisi yang nyaman bagi perkembangbiakan
sejumlah hama pada tanaman padi, terlebih wereng dan walang sangit. Namun
dengan pengendalian terpadu dan penggunaan insektisida yang tepat, maka
intensitas serangan hama utama padi tersebut bisa diatasi dengan tuntas (Harahap
dan Tjahyono, 1997).

4.2.6 Keong Mas (Pomacea caniculata)

Bioekologi hama: Keong mas dewasa meletakkan telur pada tempat-tempat yang
tidak tergenang air (tempat yang kering) dan melakukan bertelur pada malam hari
pada rumpun tanaman, tonggak, saluran pengairan bagian atas dan rumput-
rumputan. Telur keong mas diletakkan secara berkelompok berwarna merah
jambu seperti buah murbei sehingga disebut juga keong murbei. Keong mas
selama hidupnya mampu menghasilkan telur sebanyak15-20kelompok, yang tiap
kelompok berjumlah kurang lebih 500 butir, dengan persentase penetasan lebih
dari 85%. Waktu yang dibutuhkan pada fase telur yaitu 1 - 2 minggu, pada
pertumbuhan awal membutuhkan waktu 2 - 4 minggu lalu menjadi siap kawin
pada umur 2 bulan. Keong mas dewasa berwarna kuning kemasan. Dalam satu
kali siklus hidupnya memerlukan waktu antara 2 - 2,5 bulan. Keong mas dapat
mencapai umur kurang lebih 3 tahun (Elzinga, 2004).

Mekanisme serangan: Keong mas menyerang tanaman padi yaitu tanaman padi
yang baru ditanam sampai 15 hari setelah tanam mudah dirusak keong mas, untuk
padi tanam benih langsung (tabela) ketika 4 sampai 30 hari setelah tebar. Keong
mas melahap pangkal bibit (Elzinga, 2004).

Tanaman inang: Padi, semi tembakau, kol, sawi

Pengendalian hayati: Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai


moluskisida yaitu daun sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.), akar tuba
(Derris elliptica (Roxb.) Bth.) dan patah tulang (Euphorbia tirucalli L.). Pestisida
nabati tersebut dapat digunakan secara semprot atau disebar langsung di areal
perwasahan pada daerahyangendemiskeongmas. Pengendalian teknis:
Mengumpulkan telur dan keong mas, memasang penghalang plastik pada
persemaian, dan memasang saringan pada saluran masuk. Pengendalian kimiawi:
Bahan kimia metaldehyde dengan nama dagang Metadek dan Metacol merupakan
racun kontak yang bisa mematikan bekicot dan siput. Bahan kimia lain, seperti
methiocarb, nama dagang Mesuro juga dapat digunakan (Elzinga, 2004).

4.2.7 Belalang Kayu (Valanga nigricornis)

Belalang adalah salah satu jenis hewan herbivora yang termasuk dalam ordo
orthoptera dengan famili Acrididae. Hewan ini memiliki dua antena dibagian
kepala yang jauh lebih pendek dari bentuk tubuh. belalang ini juga memiliki
femor belakang yang panjang dan kuat sehingga dapat lompat dengan baik, dan
bahkan juga memiliki kebiasan – kebiasan mengerik atau mengeluarkan suara
pada malam hari (Ma’rufah,dkk, 2008).

Secara umum, belalang ini memiliki beberapa jenis seperti belalang kayu,
belalang daun, belalang sembah dan lainnya. Belalang kayu secara umumnya
memiliki sayap untuk terbang, namun jarang sekali digunakan untuk terbang.
Berdasarkan sebuah penelitian, dan pengamatan belalang kayu ini dapat
diklasifikasikan dan morfologikan berdasarkan tingkatan taksonomi diantaranya
yaitu :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Sub filum : Mandibulata
Class : Insecta
Ordo : Orthoptera
Family : Acrididae
Genus : Valanga
Spesies : Valanga nigricornis
Belalang kayu ini memiliki bentuk tubuh yang terdiri dari 3 bagian utama, yaitu
kepala, dada ( thorak ) dan perut ( abdomen ). Belalang kayu juga memiliki 6
kaki yang bersendi, 2 pasang sayap, dan 2 antena. Kaki bagian belakang panjang
yang digunakan untuk melompat dengan jauh dan tinggi, sedangkan kaki bagian
depan pendek digunakan untuk berjalan (Ma’rufah,dkk, 2008).

Belalang juga memiliki pendengaran yang tajam, meskipun tidak memiliki


telinga. Alat pendengar belalang ini hampir disebut dengan nama tympanum dan
terletak pada abdmon ( perut ) dekat bagian sayap. Typnpanum ini berbentuk
sebuah disk bulat besar yang terdiri dari beberapa bagian prosesor dan memiliki
syaraf uang digunakan untuk memantau getaran dari udara (Ma’rufah,dkk, 2008).

Belalang kayu juga memiliki 5 mata ( 2 compound eye dan 3 ecelli ). Belalang
kayu ini termasuk hewan serangga yang bernafas menggunakan trakea, dan masuk
kedalam kelompok hewa berkerangka luas ( exoskeleton ). Belalang kayu dewasa
betina memiliki ukuran lebih besar dibandingkan dengan belalang jantan dewasa
yaitu berkisar 58-71 mm sedangkan belalang jantan dewasa berkisar 49-63 mm
dengan berat tubuh rata – rata mencapai 2-3 gram (Ma’rufah,dkk, 2008).

Siklus Hidup:Telur belalang menetas menjadi nimfa, dengan tampilan belalang


dewasa versi mini tanpa sayap dan organ reproduksi. Nimfa belalang yang baru
menetas biasanya berwarna putih, namun setelah terekspos sinar matahari, warna
khas mereka akan segera muncul.Selama masa pertumbuhan, nimfa belalang akan
mengalami ganti kulit berkali kali (sekitar 4-6 kali) hingga menjadi belalang
dewasa dengan tambahan sayap fungsional. Masa hidup belalang sebagai nimfa
adalah 25-40 hari. Setelah melewati tahap nimfa, dibutuhkan 14 hari bagi mereka
untuk menjadi dewasa secara seksual. Setelah itu hidup mereka hanya tersisa 2-3
minggu, dimana sisa waktu itu digunakan untuk reproduksi dan meletakkan telur
mereka. Total masa hidup belalang setelah menetas adalah sekitar 2 bulan (1
bulan sebagai nimfa, 1 bulan sebagai belalang dewasa) (Ma’rufah,dkk, 2008).

Tipe alat mulut: penggigit dan penguyah

Tanaman yang diserang: jagung, kapas, jati, kelapa, kopi, cokelat, jarak, wijen,
ketela, waru, kapuk, nangka, karet, jagung, dan pisang.

Gejala : merusak tanaman pada bagian daun dan pucuk.Daun yang dimakan
menjadi berlubang-lubang, tulang daun dan urat-urat daun tidak dimakan. Lubang
akibat serangan belalang tepinya bergerigi kasar tidak beraturan, sedangkan akibat
serangan ulat lebih halus (Triharso, 1996).

4.2.8 Penghisap Buah (Bactocera dorsalis)

Bioekologi
1. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, diletakkan berkelompok 2 - 15
butir dan diletakkan dibawah kulit buah, dalam waktu ± 2 hari telurakan menetas
menjadi 1arva yang akan membuat terowongan kedalam buah dan memakan
dagingnya kurang lebih 2 minggu. Seekor lalat betina mampu menghasilkan telur
1200 - 1500 butir.
2. Larva berwarna putih keruh atau putih kekuning-kuningan, berbentuk bulat
panjang dengan salah satu ujungnya runcing. Larva terdiri atas tiga instar, dengan
lama stadium larva 6 - 9 hari. Larva setelah berkembang maksimum akan
membuat lubang keluar untuk meloncat dan melenting dari buah dan masuk ke
dalam tanah untuk menjadi pupa.

3. Pupa terbentuk dari larva yang telah dewasa yang meninggalkan buah dan jatuh
di atas tanah, kemudian masuk kedalam tanah dan membentuk pupa
didalamnya. Pupa berwarna coklat, dengan bentuk oval, panjang ± 5 mm dan
lama stadium pupa 4 - 10 hari.

4. Imago rata-rata berukuran panjang ± 7 mm, lebar ± 3 mm. Lalat buah dewasa
berwarna kuning, sayapnya datar dan transparan dengan bercak-bercak pita
(band) yang bervariasi merupakan ciri masing-masing spesies lalat buah. Pada
ujung sayap ada bercak coklat kekuningan. Pada abdomen terdapat pita-pita hitam
pada thoraxnya ada bercak-bercak kekuningan. Ovipositornya terdiri dari 3 ruas
dengan bahan seperti tanduk keras. Pada lalat betina ujung abdomennya lebih
runcing dan mempunyai alat peletak telur, sedangkan abdomen lalat jantan lebih
bulat. Secara keseluruhan daur hidup lalat buah berkisar ± 25 hari (Surahman,
2007).

Gejala serangan
Hama ini menyerang pada fase larva. Batang menjadi bisul. buah yang terserang
kecil dan warnanya kuning. Serangan berat buah menjadi busuk.Gejala awal pada
permukaan kulit buah ditandai dengan adanya noda/titik bekas tusukan ovipositor
(alat peletak telur) lalat betina saat meletakkan telurnya ke dalam buah.
Selanjutnya akibat gangguan larva yang menetas dari telur di dalam buah, maka
noda-noda tersebut berkembang menjadi bercak coklat di sekitar titik tersebut.
Larva memakan daging buah, dan akhirnya buah menjadi busuk dan gugur
sebelum matang (Surahman, 2007).

Tanaman inang
Menyerang lebih dari 20 jenis buah-buahan, diantaranya belimbing, pepaya, jeruk,
jambu, pisang, dan cabai merah.
Pengendalian
Cara Peraturan
Menerapkan peraturan karantina antar area/wilayah/negara yang ketat untuk tidak
memasukkan buah yang terserang dari daerah endemis (Surahman, 2007).

Cara Kultur Teknis


- Pencacahan tanah di bawah tajuk pohon yang agak dalam dan merata agar pupa
yang terdapat di dalam tanah akan terkena sinar matahari dan akhirnya mati.
- Pembungkusan buah saat masih muda dengan kantong plastik, kertas semen,
kertas koran, atau daun pisang (Surahman, 2007).

Cara Fisik/Mekanis
- Mengumpulkan buah yang terserang baik yang masih berada pada pohon
maupun yang gugur, kemudian dibakar atau dibenamkan 60 – 70 cm dalam tanah
agar larvanya terbunuh.
- Pengasapan di sekitar pohon dengan membakar serasah/jerami sampai menjadi
bara yang cukup besar untuk mengusir lalat. Pengasapan dilakukan 3 – 4 hari
sekali dimulai pada saat pembentukan buah dan diakhiri 1 –2 minggu sebelum
panen (Surahman, 2007).

Cara Biologi
- Penggunaan perangkap yang diberi umpan atau atraktan (misalnya Methyl
Eugenol)
- Menurunkan populasi lalat dengan melepas serangga jantan mandul (steril)
dalam jumlah yang banyak, agar kemungkinan berhasilnya perkawinan dengan
lalat fertile di lapang menjadi berkurang.
- Pemanfaatan musuh alami antara lain Biosteres sp., Opius sp., (Braconidae),
semut (Formicidae), laba-laba (Arachnidae), kumbang (Staphylinidae) dan
cocopet (Dermaptera).
- Penanaman tanaman selasih di sekitar kebun (Surahman, 2007).

Cara Kimiawi
- Dilakukan apabila dijumpai lalat buah dalam perangkap dan diulang setiap 4–7
hari sampai populasi turun
- Pemberian umpan semprot (bait spray), yaitu umpan protein yang mengandung
ammonia dicampur dengan insektisida khlorfirifos atau malation (Surahman,
2007).

4.2.9 Penggerek buah kopi (Hypothenemus hampeii)

Bioekologi hama: Hypothenemus hampei merupakan kumbang kecil berwarna


gelap hampir hitam. Daur hidupnya menunjukkan keragaman yang cukup besar
tergantung daerah dimana ia hidup. Stadia imago betina sekitar 67 hari. Jumlah
telur yang dihasilkan 37 butir. Stadia telur 5 hari, stadia larva 10 - 26 hari, stadia
prepupa 2 hari, stadia pupa 5 - 11 hari, stadia pra kawin 2 - 3 hari, stadia pra
oviposisi 4 - 14 hari, sehingga dalam satu generasi 25 - 35 hari. Imago biasanya
muncul dan terbang dari buah ke buah antara jam 16.00 - 18.00 untuk makan
galleries pada buah, terutama pada buah yang telah masak. Kemampuan terbang
imago sekitar 350 m (Elzinga, 2004).

Tanaman inang: Kopi

Pengendalian hayati: Dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alami yang


menyerang penggerek buah. Salah satu musuh alami yang digunakan adalah
Beauveria bassiana (Bb) yaitu dengan: (1) memetik buah masak pertama
yang terserang, dikumpulkan, dicampur dengan Bb, dan dibiarkan selama
satu malam, kumbangnya akan keluar dan dilepas sehingga dapat
menularkan Bb kepada pasangannya di kebun: (2) Pemakaian Bb
dilakukan pada saat kulit tanduk buah sudah mengeras(Elzinga, 2004).

Pengendalian teknis: Dilakukan dengan memetik buah sehat yang tertinggal di


pohon kopi maupun pengumpulan buah yang jatuh. Cara ini dilakukan untuk
menghilangkan sumber makanan sehingga penggerek buah ini tidak dapat
berkembangbiak dan siklus hidupnya terputus. Selain itu juga dilakukan
dengan memetik buah yang terserang kemudian dijemur agar penggerek
buah yang ada di biji dalam bentuk telur, larva, pupa maupun dewasanya
mati. Cara ini diharapkan dapat mengurangi populasi yang ada di lapangan
(Elzinga, 2004).
Pengendalian kimiawi: Hasil penelitian dengan menggunakan insektisida
monokrotofos 150 g/l, metamidofos 200 g/l dan fosfamidon 500 g/l pada tanaman
kopi di kecamatan Modoinding, Sulawesi Utara menunjukkan bahwa jenis-janis
insektisida ini dapat menekan populasi hama bubuk buah kopi (Elzinga, 2004).
IV. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah sebagai berikut :


1. Hama penting pada tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan
diantaranya Locusta migratoria manilensis, Epilacna sp., Phenacoccus sp.,
Leptocorisa acuta, Pomacea canaliculata, Valanga nigricornis, Orycetes
rhinocorus, Bactrocera dorsalis, dan Hypothenemus hampeii.
2. Bentuk gejala kerusakan pada tanaman akibat serangan hama berbeda-beda
sesuai dengan cara dan tipe mulut hama masing-masing. Terdapat hama yang
menimbulkan bercaak pada daun dan terdapat hama yang mengakibatkan
bagian daun menghilang.
3. Pada praktikum ini dipelajari 3 cara pengendalian hama yaitu, pengendalian
teknis, pengendalian hayati, dan pengendalian kimiawi.
4. Tanaman inang dari setiap hama berbeda, ada yang berinang pada padi, kopi,
singkong, dll.
5. Pengendalian terhadap kerusakan hama dapat dilakukan dengan cara sanitasi,
penggunaan tanamana tahan, rotasi tanamanveromon seks, pengendalian
hayati (musuh alami), dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Agus, N. 2008. Identifikasi Hama Tanaman. Jurusan Hama dan Penyakit


Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Makasar.

Elzinga RJ. 2004. Fundamentals of Entomology 6th Edition. Perason Education


Inc. New Jersey.

Harahap, 1997. Pengenalan Dan Pengendalian Utama Penyakit Tanaman


Perkebunan. Pusat penelitian kopi dan kakao. Jawa barat.

Ma’rufah, D.,F. Selamat dan Karintus. 2008. Belalang Kayu. Fakultas pertanian,
universitas sebelas maret. Surakarta.

Nurzaizi H. 1986. Pengamatan hama Nacoleia octasema Meyrick (Lepidoptera:


Pyralidae) dan Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperidae) pada
tanaman pisang di Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon Jawa Barat
[Laporan Praktek Lapang]. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan,Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jawa Barat.

Sudarsono, H. 2003. Hama Belalang Kembara (Locusta migratoria manilensis


Meyen): Fakta dan Analisis Awal Ledakan Populasidi Provinsi Lampung.
JHPTTropika. Vol 3 (2):51-56

Sulistyo, 2009.Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi Aksara. Jakarta.

Triharso. 1996. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University


Press. Yogyakarta.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai