Hama-Hama Tanaman Pangan Hortikultura Da
Hama-Hama Tanaman Pangan Hortikultura Da
PERKEBUNAN
(Laporan Prakikum Pengendalian Penyakit Tumbuhan)
Oleh
Adelia Pradita
1614121150
Kelompok 2
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
I. PENDAHULUAN
Binatang piaraan pun juga bisa menjadi hama, seperti kelinci, ayam, babi, sapi,
kambing, dan kerbau. Jika dilepas bebas dan tidak dikandangkan, binatang
tersebut akan merusak kebun pertanian dan memakan semua sayuran hingga
habis. Binatang liar di hutan, seperti gajah, kera, dan babi hutan pun bisa menjadi
hama jika hutan banyak ditebangi. Penyebabnya adalah tempat tinggal binatang
liar tersebut menjadi sempit atau habis dan cadangan makanan pun habis sehingga
mereka kelaparan. Akibatnya adalah binatang masuk ke dalam desa di sekitar
hutan merusak tanaman dan memakan hasil pertanian (Surahman, 2007).
Hama dari jenis serangga dan penyakit merupakan kendala yang dihadapi oleh
setiap para petani yang selalu mengganggu perkembangan tanaman budidaya dan
hasil produksi pertanian. Hama dan penyakit tersebut merusak bagian suatu
tanaman, sehingga tanaman akan layu dan bahkan mati. Dalam kegiatan
pengendalian hama, pengenalan terhadap jenis-jenis hama (nama umum, siklus
hidup, dan karakteristik), inang yang diserang, gejala serangan, mekanisme
penyerangan termasuk tipe alat makan serta gejala kerusakan tanaman menjadi
sangat penting agar tidak melakukan kesalahan dalam mengambil
langkah/tindakan pengendalian (Surahman, 2007).
Serangan hama pada suatu tanaman akan menimbulkan gejala yang khas, hal ini
terkait dengan alat mulut serta perilaku yang dimiliki oleh masing-masing
serangga yang juga memiliki ciri khas tersendiri. Oleh karena itu dilakukan
praktikum ini untuk mengetahui jenis hama penting tanaman pangan, hortikultura
dan perkebunan.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu alat tulis, mikroskop dan
nampan/baki.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu specimen hama Locusta
migratoria manilensis, Epilacna sp., Phenacoccus sp., Leptocorisa acuta,
Pomacea canaliculata, Valanga nigricornis, Orycetes rhinocorus, Bactrocera
dorsalis, dan Hypothenemus hampeii.
3.1 Hasil
No Gambar Gejala
1
Belalang Kumbara
Tipe mulut : Mandibulata
Tanaman inang: Kelapa
Sawit
Sumber : https://ternakpedia.com/40/
2
Kumbang Daun
Tipe mulut : Mandibulata
Tanaman inang: Solanasae
dan Cucurbitae
Sumber : http://cybex.pertanian.go.id/
3
Kutu Putih
Tipe mulut : Haustelata
Tanaman inang: Singkong
Sumber : https://nasa88.wordpress.com/
4
Walang Sangit
Tipe mulut : Haustelata
Tanaman inang: Padi dan
http://agrokomplekskita.com/pedoman-
budidaya/
5
Keong
Tipe mulut : Mandibulata
Tanaman inang: Padi dan
Gulma Air
Sumber :
http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/
6
Belalang Kayu
Tipe mulut : Mandibulata
Tanaman inang:. Jagung,
Padi, Pisang, Jati Dan
Tebu.
Sumber : http://cingdoland.blogspot.co.id/
7
Kumbang Tanduk
Tipe mulut : Mandibulata
Tanaman inang: Kelapa
Sawit
Sumber :
http://tanamanbawangmerah.blogspot.co.id/
8
Penghisap Buah
Tipe mulut : Haustelata
Tanaman inang: Jeruk,
Belimbing, Jambu Air,
Sumber : Jambu Biji, dll.
http://tanamanbawangmerah.blogspot.co.id
9
Sumber : https://ternakpedia.com/40/
4.2 Pembahasan
Dalam praktikum ini dikenalkan beberapa jenis hama dari tanaman pangan,
hortikultura, dan perkebunan dengan penjelasan sebagai berikut:
Belalang kembara merupakan salah satu anggota dari famili Acrididae yang
terpenting. Serangga herbivora ini dikenal sangat rakus dan dapat menyebabkan
kerusakan ekonomi yang sangat besar. Belalang kembara (Locusta migratoria)
memiliki sifat khas sering bermigrasi dalam kelompok yang besar dari areal
pertanaman yang satu ke areal pertanaman yang lain (Surahman, 2007).
Tubuh belalang kembara terbagi atas kepala, toraks, dan abdomen. Kepala
belalang kembara memiliki sepasang antena, mata tunggal dan majemuk, serta
alat mulut mandibulata. Toraksnya memiliki tiga pasang kaki dan dua pasang
sayap. Abdomen bersegmen dan memiliki lubang-lubang kecil, atau spirakel
yang menyebabkan udara dapat masuk ke dalam tubuh (Surahman, 2007).
Metode kultur teknis, yaitu mengatur pola tanam. Menanam tanaman yang tidak
disukai oleh belalang seperti kacang tanah dan ubi kayu. Juga melakukan
pengolahan tanah tempat belalang bertelur, kemudian telur yang terlihat
dimusnahkan. Metode ini bersifat antisipatif dan dilaksanakan pada saat musim
tanam. Kondisi sekarang ini belum merupakan musim tanam (Sudarsono, 2003).
Batang kelapa sawit yang diracun dan masih berdiri sampai pembusukan pada
sistem underplantingmerupakan tempat berkembangbiak yang paling baik bagi
kumbang tanduk. Selama lebih dari 2 tahun masa dekomposisi, batang yang masih
berdiri memberikan perkembangbiakan 39.000 larva perhektar dibandingkan
dengan batang yang telah dicacah dan dibakar (500 larva perhektar) (Sulistyo,
2009).
Kerusakan Dan Pengaruhnya Di Lapangan
Kumbang O. rhinoceros menyerang tanaman kelapa sawit yang baru ditanam di
lapangan sampai berumur 2,5 tahun. Kumbang ini jarang sekali dijumpai
menyerang kelapa sawit yang sudah menghasilkan (TM). Namun demikian,
dengan dilakukannya pemberian mulsa tandan kosong kelapa sawit (TKS) yang
lebih dari satu lapis, maka masalah hama ini sekarang juga dijumpai pada areal
TM (Sulistyo, 2009).
Pengendalian
Pengendalian Biologi
Pengendalian kumbang tanduk O. rhinoceros secara biologi menggunakan
beberapa agensia hayati diantaranya jamur Metarhizium
anisopliae dan Baculovirus oryctes. Jamur M. anisopliae merupakan jamur parasit
yang telah lama digunakan untuk mengendalikan hama O. rhinoceros. Jamur ini
efektif menyebabkan kematian pada stadia larva dengan gejala mumifikasi yang
tampak 2-4 minggu setelah aplikasi. Jamur diaplikasikan dengan menaburkan 20
g/m2 (dalam medium jagung) pada tumpukan tandan kosong kelapa sawit dan 1
kg/batang kelapa sawit yang telah ditumbang. Baculovirus oryctes juga efektif
mengendalikan larva maupun kumbang O. rhinoceros (Sulistyo, 2009).
Pengendalian Kimia
Pengendalian menggunakan insektisida kimia masih banyak dilakukan.
Insektisida kimia yang dahulu efektif di lapangan adalah organoklorin. Karena
toksisisitas organoklorin yang tinggi, maka insektisida tersebut diganti dengan
karbofuran yang penggunaannya pada interval 4-6 minggu untuk mengendalikan
kumbang dewasa (Sulistyo, 2009).
Perangkap Feromon.
Upaya terkini dalam mengendalikan kumbang tanduk adalah penggunaan
perangkap feromon. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) saat ini telah berhasil
mensintesa feromon agregat untuk menarik kumbang jantan maupun betina.
Feromon agregat iniberguna sebagai alat kendali populasi hama dan sebagai
perangkap massal. Rekomendasi untuk perangkap massal adalah meletakkan satu
perangkap untuk 2 hektar. Pada harga komersial Rp. 60.000,- per sachet,
penggunaan feromon lebih menghemat dibanding dengan karbofuran dan manual
sekitar Rp. 117.200,-/ha/tahun. Pada populasi kumbang yang tinggi, aplikasi
feromon diterapkan satu perangkap untuk satu hektar (Sulistyo, 2009).
Bioekologi hama: Serangga hama ini dikenal dengan kumbang daun kentang atau
potato leaf beetle, termasuk ordo Coleptera, famili Coccinellidae dan mempunyai
daerah penyebaran di Indonesia. Telur E. sparsa diletakkan pada daun yang masih
much. Larva berukuran panjang 10 mm den mullah terlillat karena pada bagian
dorsal terdapat driri-duri lunak. Larva ini memakan daun kentang. Kumbangnnya
berukuran panjang 10 mm, berwarna merah dengan spot hitam. Banyaknya spot
hiram ini membedakan species yang satu dengan yang lainnya. Daur hidup
kumbang 7-10 rninggu (Pracaya, 2007).
Tanaman inang: Daun kentang, terong, tomat, jagung, padi, dan kacang tanah.
Pengendalian hayati: Menggunakan predator dan parasitoid telur dan larva.
Pengendalian teknis: Telur, larva, dan lembing ditangkap dengan menggunakan
tangan, lalu dimatikan (Pracaya, 2007).
Salah satu hama terpenting dalam tanaman singkong adalah kutu putih
(Phenacoccus sp.) atau kutu dompolan.selain menyerang tanaman singkong juga
menyerang tanaman pepaya,mangga,bunga mawar , jeruk , alpukat, jambu biji,
terong dan sirsak. Kutu putih ini selalu bergerobol pada pucuk-pucuk daun,anak
daun dan tulang daun karena hama ini dalam merusak tanamanya dengan
menghisap cairan yang ada pada tanaman. Serangan berat serangga ini dapat
menyebabkan tanaman mati seperti terbakar,selain pada daun muda pada serangan
berat serangga ini juga menyerang daun tua,batang,buah (Nurzaizi H, 1986).
Dampak dari serangan hama ini juga akan menimbulkan penyakit lain dari
golongan cendawan karena kutu putih mengeluarkan cairan sekresi seperti madu
sehinngga mengundang cendawan jelaga (Nurzaizi H, 1986).
Bioekologi hama: Keong mas dewasa meletakkan telur pada tempat-tempat yang
tidak tergenang air (tempat yang kering) dan melakukan bertelur pada malam hari
pada rumpun tanaman, tonggak, saluran pengairan bagian atas dan rumput-
rumputan. Telur keong mas diletakkan secara berkelompok berwarna merah
jambu seperti buah murbei sehingga disebut juga keong murbei. Keong mas
selama hidupnya mampu menghasilkan telur sebanyak15-20kelompok, yang tiap
kelompok berjumlah kurang lebih 500 butir, dengan persentase penetasan lebih
dari 85%. Waktu yang dibutuhkan pada fase telur yaitu 1 - 2 minggu, pada
pertumbuhan awal membutuhkan waktu 2 - 4 minggu lalu menjadi siap kawin
pada umur 2 bulan. Keong mas dewasa berwarna kuning kemasan. Dalam satu
kali siklus hidupnya memerlukan waktu antara 2 - 2,5 bulan. Keong mas dapat
mencapai umur kurang lebih 3 tahun (Elzinga, 2004).
Mekanisme serangan: Keong mas menyerang tanaman padi yaitu tanaman padi
yang baru ditanam sampai 15 hari setelah tanam mudah dirusak keong mas, untuk
padi tanam benih langsung (tabela) ketika 4 sampai 30 hari setelah tebar. Keong
mas melahap pangkal bibit (Elzinga, 2004).
Belalang adalah salah satu jenis hewan herbivora yang termasuk dalam ordo
orthoptera dengan famili Acrididae. Hewan ini memiliki dua antena dibagian
kepala yang jauh lebih pendek dari bentuk tubuh. belalang ini juga memiliki
femor belakang yang panjang dan kuat sehingga dapat lompat dengan baik, dan
bahkan juga memiliki kebiasan – kebiasan mengerik atau mengeluarkan suara
pada malam hari (Ma’rufah,dkk, 2008).
Secara umum, belalang ini memiliki beberapa jenis seperti belalang kayu,
belalang daun, belalang sembah dan lainnya. Belalang kayu secara umumnya
memiliki sayap untuk terbang, namun jarang sekali digunakan untuk terbang.
Berdasarkan sebuah penelitian, dan pengamatan belalang kayu ini dapat
diklasifikasikan dan morfologikan berdasarkan tingkatan taksonomi diantaranya
yaitu :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Sub filum : Mandibulata
Class : Insecta
Ordo : Orthoptera
Family : Acrididae
Genus : Valanga
Spesies : Valanga nigricornis
Belalang kayu ini memiliki bentuk tubuh yang terdiri dari 3 bagian utama, yaitu
kepala, dada ( thorak ) dan perut ( abdomen ). Belalang kayu juga memiliki 6
kaki yang bersendi, 2 pasang sayap, dan 2 antena. Kaki bagian belakang panjang
yang digunakan untuk melompat dengan jauh dan tinggi, sedangkan kaki bagian
depan pendek digunakan untuk berjalan (Ma’rufah,dkk, 2008).
Belalang kayu juga memiliki 5 mata ( 2 compound eye dan 3 ecelli ). Belalang
kayu ini termasuk hewan serangga yang bernafas menggunakan trakea, dan masuk
kedalam kelompok hewa berkerangka luas ( exoskeleton ). Belalang kayu dewasa
betina memiliki ukuran lebih besar dibandingkan dengan belalang jantan dewasa
yaitu berkisar 58-71 mm sedangkan belalang jantan dewasa berkisar 49-63 mm
dengan berat tubuh rata – rata mencapai 2-3 gram (Ma’rufah,dkk, 2008).
Tanaman yang diserang: jagung, kapas, jati, kelapa, kopi, cokelat, jarak, wijen,
ketela, waru, kapuk, nangka, karet, jagung, dan pisang.
Gejala : merusak tanaman pada bagian daun dan pucuk.Daun yang dimakan
menjadi berlubang-lubang, tulang daun dan urat-urat daun tidak dimakan. Lubang
akibat serangan belalang tepinya bergerigi kasar tidak beraturan, sedangkan akibat
serangan ulat lebih halus (Triharso, 1996).
Bioekologi
1. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, diletakkan berkelompok 2 - 15
butir dan diletakkan dibawah kulit buah, dalam waktu ± 2 hari telurakan menetas
menjadi 1arva yang akan membuat terowongan kedalam buah dan memakan
dagingnya kurang lebih 2 minggu. Seekor lalat betina mampu menghasilkan telur
1200 - 1500 butir.
2. Larva berwarna putih keruh atau putih kekuning-kuningan, berbentuk bulat
panjang dengan salah satu ujungnya runcing. Larva terdiri atas tiga instar, dengan
lama stadium larva 6 - 9 hari. Larva setelah berkembang maksimum akan
membuat lubang keluar untuk meloncat dan melenting dari buah dan masuk ke
dalam tanah untuk menjadi pupa.
3. Pupa terbentuk dari larva yang telah dewasa yang meninggalkan buah dan jatuh
di atas tanah, kemudian masuk kedalam tanah dan membentuk pupa
didalamnya. Pupa berwarna coklat, dengan bentuk oval, panjang ± 5 mm dan
lama stadium pupa 4 - 10 hari.
4. Imago rata-rata berukuran panjang ± 7 mm, lebar ± 3 mm. Lalat buah dewasa
berwarna kuning, sayapnya datar dan transparan dengan bercak-bercak pita
(band) yang bervariasi merupakan ciri masing-masing spesies lalat buah. Pada
ujung sayap ada bercak coklat kekuningan. Pada abdomen terdapat pita-pita hitam
pada thoraxnya ada bercak-bercak kekuningan. Ovipositornya terdiri dari 3 ruas
dengan bahan seperti tanduk keras. Pada lalat betina ujung abdomennya lebih
runcing dan mempunyai alat peletak telur, sedangkan abdomen lalat jantan lebih
bulat. Secara keseluruhan daur hidup lalat buah berkisar ± 25 hari (Surahman,
2007).
Gejala serangan
Hama ini menyerang pada fase larva. Batang menjadi bisul. buah yang terserang
kecil dan warnanya kuning. Serangan berat buah menjadi busuk.Gejala awal pada
permukaan kulit buah ditandai dengan adanya noda/titik bekas tusukan ovipositor
(alat peletak telur) lalat betina saat meletakkan telurnya ke dalam buah.
Selanjutnya akibat gangguan larva yang menetas dari telur di dalam buah, maka
noda-noda tersebut berkembang menjadi bercak coklat di sekitar titik tersebut.
Larva memakan daging buah, dan akhirnya buah menjadi busuk dan gugur
sebelum matang (Surahman, 2007).
Tanaman inang
Menyerang lebih dari 20 jenis buah-buahan, diantaranya belimbing, pepaya, jeruk,
jambu, pisang, dan cabai merah.
Pengendalian
Cara Peraturan
Menerapkan peraturan karantina antar area/wilayah/negara yang ketat untuk tidak
memasukkan buah yang terserang dari daerah endemis (Surahman, 2007).
Cara Fisik/Mekanis
- Mengumpulkan buah yang terserang baik yang masih berada pada pohon
maupun yang gugur, kemudian dibakar atau dibenamkan 60 – 70 cm dalam tanah
agar larvanya terbunuh.
- Pengasapan di sekitar pohon dengan membakar serasah/jerami sampai menjadi
bara yang cukup besar untuk mengusir lalat. Pengasapan dilakukan 3 – 4 hari
sekali dimulai pada saat pembentukan buah dan diakhiri 1 –2 minggu sebelum
panen (Surahman, 2007).
Cara Biologi
- Penggunaan perangkap yang diberi umpan atau atraktan (misalnya Methyl
Eugenol)
- Menurunkan populasi lalat dengan melepas serangga jantan mandul (steril)
dalam jumlah yang banyak, agar kemungkinan berhasilnya perkawinan dengan
lalat fertile di lapang menjadi berkurang.
- Pemanfaatan musuh alami antara lain Biosteres sp., Opius sp., (Braconidae),
semut (Formicidae), laba-laba (Arachnidae), kumbang (Staphylinidae) dan
cocopet (Dermaptera).
- Penanaman tanaman selasih di sekitar kebun (Surahman, 2007).
Cara Kimiawi
- Dilakukan apabila dijumpai lalat buah dalam perangkap dan diulang setiap 4–7
hari sampai populasi turun
- Pemberian umpan semprot (bait spray), yaitu umpan protein yang mengandung
ammonia dicampur dengan insektisida khlorfirifos atau malation (Surahman,
2007).
Ma’rufah, D.,F. Selamat dan Karintus. 2008. Belalang Kayu. Fakultas pertanian,
universitas sebelas maret. Surakarta.