PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit
yang menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat di Indonesia
maupun di dunia. Diperkirakan kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang mengalami peningkatan 80% pada tahun 2025, dari jumlah 639
juta kasus akan meningkat menjadi 1,15 miliar kasus. Prediksi ini didasarkan
pada angka penderita hipertensi serta jumlah pertambahan penduduk saat ini.
Paling sedikit, sepertiga orang dengan penyakit hipertensi tidak ditangani
dengan benar. Hal ini masih ditambah dengan tidak adanya keluhan dari
sebagian besar penderita hipertensi, sehingga jutaan orang berisiko mengalami
serangan jantung dan stroke (Kowalski, 2010).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi
masalah kesehatan penting di seluruh dunia karena prevalensinya yang tinggi
dan terus meningkat. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang. Tekanan
darah pada orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan
menderita hipertensi stadium I apabila tekanan sistoliknya 140 – 159 mmHg
dan tekanan diastoliknya 90 – 99 mmHg. Penderita diklasifikasikan menderita
hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan
diastoliknya lebih dari 100 mmHg (Aziza, 2008). Pada hipertensi banyak
faktor yang berperan meliputi faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan dan
faktor risiko yang dapat dikendalikan. Faktor risiko yang tidak dapat
dikendalikan meliputi keturunan, usia, jenis kelamin, dan ras. Faktor risiko
yang dapat dikendalikan, yaitu stres, olahraga, makanan (kebiasaan makan
garam), kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan, dan alkohol (Udjianti,
2011).
1
Di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% dari seluruh
manusia di bumi mengidap hipertensi. Angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi,
333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara sedang
berkembang, temasuk Indonesia (WHO, 2015). Hipertensi di Indonesia
merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar
25,8%, sesuai dengan Depkes pada tahun 2013. Di wilayah provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2013 angka kejadian hipertensi untuk umur ≥18 tahun
yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan dan atau sedang minum obat
hipertensi sebesar 9,5% dengan data riset hasil pengukuran untuk kejadian
hipertensi di Jawa Tengah pada umur ≥18 tahun sebesar 26,4%. Menurut data
profil kesehatan kabupaten banyumas tahun 2015 jumlah penderita hipertensi
laki-laki 34.355 orang dan perempuan 5.899 orang. Hipertensi menjadi 10
besar kasus penyakit terbanyak di Puskesmas I Kemranjen pada tahun 2018.
Tingginya angka kejadian hipertensi mendorong penulis untuk mengetahui
lebih lanjut terkait faktor resiko prevalensi hipertensi di wilayah cakupan
Puskesmas I Kemranjen.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas tentang faktor risiko
hipertensi di Puskesmas I Kemranjen, Banyumas.
2. Tujuan Khusus
a. Menentukan faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian
hipertensi di Puskesmas I Kemranjen, Banyumas.
b. Menentukan alternatif pemecahan masalah untuk kasus hipertensi di
Desa Puskesmas I Kemranjen, Banyumas.
c. Memberikan informasi mengenai faktor risiko hipertensi sebagai upaya
promotif dan preventif terhadap komplikasi hipertensi di Puskesmas I
Kemranjen, Banyumas.
2
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah ilmu dan pengetahuan di bidang kesehatan dalam
mencegah penyakit hipertensi, terutama faktor risiko yang dapat
menimbulkan terjadi nya penyakit hipertensi.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Masyarakat
Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit
hipertensi, faktor risiko dan cara untuk mencegah penyakit tersebut
sehingga diharapkan dapat mengontrol tekanan darah dan mengurangi
komplikasi hipertensi.
b. Manfaat bagi Puskesmas
Membantu mempromosikan program yang berkaitan dengan
pengurangan penyakit hipertensi di Puskesmas I Kemranjen.
c. Manfaat bagi mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen, Banyumas.
3
II. ANALISIS SITUASI
A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografis
Puskesmas I Kemranjen merupakan salah satu bagian dari wilayah
Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas Propinsi Jawa Tengah,
dengan luas wilayah total 3.571,293 Ha. Wilayah kerja Puskesmas I
Kemranjen terdiri dari 8 desa binaan: Desa Sibalung + 452,223 Ha (5.497
jiwa ); Desa Kecila + 417,517 Ha ( 5.777 jiwa ); Desa Kedungpring +
272,672 Ha ( 2.907 jiwa ); Desa Sibrama + 278,421 Ha ( 2.700 jiwa );
Desa Karangjati + 172,324 Ha ( 1.956 jiwa ); Desa Petarangan + 603,601
Ha ( 4.590 jiwa ); Desa Karanggintung + 480,725 Ha ( 3.273 jiwa ); Desa
Karangsalam + 893,800 Ha ( 4.999 jiwa ).
Batas Wilayah Kerja Puskesmas I Kemranjen meliputi :
Utara : Kec. Somagede Kab. Banyumas.
Selatan : Kec. Nusawunggu Kab. Cilacap
Barat : Kec. Kebasen Kab. Banyumas
Timur : Kec. Sumpiuh Kab. Banyumas
4
Desa binaan dalam wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen memiliki
luas total sebesar +3.571,293 Ha. Desa terluas di wilayah kerja Puskesmas
I Kemranjen adalah Desa Karangsalam. Desa terkecil adalah Desa
Karangjati dan yang memiliki kepadatan penduduk terbanyak adalah Desa
Kecila sebesar 1.358,75 per km 2.
Topografi kecamatan Kemranjen dalam wilayah kerja Puskesmas I
Kemranjen sekitar 40 % merupakan daerah dataran tinggi/pegunungan.
Transportasi dan Komunikasi:
1. Jarak Puskesmas ke Kabupaten : 100 % Aspal 32 Km.
2. Jarak Puskesmas ke Desa : 0.5 km s.d. 7 km
3. Jarak Puskesmas ke desa (8 desa) : Dapat dijangkau kendaraan
roda 2 atau mobil
4. Komunikasi berita : Kantor Pos, Telephone,
Radio, Telepon Genggam / selular, Televisi dan Surat Kabar.
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data Kecamatan dalam Angka Tahun 2018
didapatkan hasil registrasi Penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas I
Kemranjen terdiri dari 31.699 yang terdiri dari 16.106 jiwa laki-laki
(50,81%) dan 15.593 jiwa Perempuan (49,19%) tergabung dalam 3.37
Rumah Tangga / Kepala Keluarga. Jumlah penduduk terbesar adalah
Desa Kecila sebanyak 5.777 jiwa dan desa yang terendah adalah desa
Karangjati sebanyak 1.956 jiwa.
b. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur
Jumlah penduduk menurut golongan umur di Wilayah kerja
Puskesmas I Kemranjen Kabupaten Banyumas tahun 2018 dapat
dilihat pada tabel berikut :
5
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk menurut Golongan Umur di Wilayah Kerja
Puskesmas I Kemranjen tahun 2018
c. Kepadatan Penduduk.
Penduduk di wilayah kerja Puskemas I Kemranjen untuk tahun
2018 belum menyebar dan merata.Pada Umumnya penduduk banyak
menumpuk di daerah perkotaan dan didataran rendah. Rata-rata
kepadatan penduduk di Kecamatan Kemranjen sebesar 988 jiwa setiap
kilometer persegi. Desa terpadat adalah desa Kecila dengan tingkat
kepadatan sebesar 1477 setiap kilometer persegi, sedangkan kepadatan
terendah pada desa Karangsalam sebesar 623 setiap kilometer persegi
dikarenakan desa terluas serta daerahnya pegunungan.
6
3. Keadaan Sosial Ekonomi
a. Tingkat Pendidikan.
Data Kemranjen dalam Angka tahun 2018 menunjukan jumlah
penduduk laki-laki dan perempuan usia 10 tahun keatas menurut
pendidikan yang tidak / belum pernah sekolah sebesar 3.617 (10,62%),
tidak belum tamat SD sebesar 9712 (28,49%) tamat SD/MI sebesar
13.315 (39,06%) tamat SLTP / MTs sederajat sebesar 4433 (13%),
tamat SMU/ MA/SMK sebesar 2562 (7,51%),tamat Akademi/
Diploma sebesar 258 (7,57%) dan tamat Universitas sebesar 187
(5,49%).
3.000 700
600
2.500
500
2.000
SD/MI
400
300
SLTA/ MA
1.000
200
AK/ DIPLO MA
500
100
UNIVERSITAS
- 0
G A G A TI N N
G M
N M IN IL JA A
LA
LU A
PR EC G G TU
A IB
R
G K N A
N IN SA
IB S N A R G G
S U AR A G N
ED K ET N A
P A AR
K AR K
K
7
b. Mata Pencaharian Penduduk
Data Kecamatan Kemranjen dalam Angka tahun 2018 mata
pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen terdiri
dari : Petani (31,54 %); Buruh Tani (23,96 %); Nelayan (0,04 %);
Pengusaha (1,66 %); Buruh Industri (3,39 %); Buruh Bangunan
(4,67 %); Pedagang (6,63 %); PNS / TNI / POLRI (2,76 %); Jasa
Angkutan (1,16 %); Pensiunan (1,26 %); Lain – lain (22,84 %). Mata
pencaharian penduduk masih didominasi oleh Kaum Petani dan kaum
buruh petani sebesar 57,5% setengah dari mata pencaharian yang ada.
B. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat
Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa
indikator yang dapat digunakan. Indikator-indikator tersebut pada umumnya
tercermin dalam kondisi angka kematian, angka kesakitan dan status gizi.
Pada bagian ini, derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas I
Kemranjen digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB), Angka
Kematian balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI), angka morbiditas
beberapa penyakit dan status gizi. Derajat kesehatan masyarakat juga
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berasal dari
sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan
prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan,
lingkungan sosial, keturunan dan faktor lainnya.
1. Angka Kematian
a. Angka Kematian Neonatal
Angka Kematian Neonatal (AKN) merupakan jumlah kematian
bayi umur kurang dari 28 hari (0-28 hari) per 1.000 kelahiran hidup
dalam kurun waktu satu tahun. Tahun 2018 terdapat 1 kasus kematian
neonatal, hal ini menggambarkan tingkat pelayanan kesehatan ibu dan
anak termasuk antenatal care, pertolongan persalinan, dan postnatal ibu
hamil di Puskesmas I Kemranjen sudah baik,
b. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian
bayi (0-59 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu
8
tahun. AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan
masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi,
tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan
program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi.
Apabila AKB di suatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan di
wilayah tersebut rendah. Jumlah Kematian Bayi sebanyak 3 kasus dari
513 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi di wilayah Puskesmas I
Kemranjen tahun 2018 sebesar 5,8/1000 kelahiran hidup, penyebab
kematian karena kelainan kongenital dan infeksi pada bayi. Apabila
dibandingkan dengan target program KIA tahun 2018 sebesar 9/1000
kelahiran hidup, angka ini sudah cukup baik,karena berbagai upaya
yang sudah dilaksanakan.
c. Angka Kematian Balita (AKABA) per 1.000 Kelahiran Hidup
Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah kematian
balita 0–4 tahun per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu
tahun. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan
balita, tingkat pelayanan KIA/Posyandu, tingkat keberhasilan program
KIA/Posyandu dan kondisi sanitasi lingkungan. Kasus kematian balita
di Puskesmas I Kemranjen pada tahun 2018 sebanyak 5 kasus dari 513
kelahiran hidup atau 9,7/1000 KH.
d. Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 Kelahiran Hidup
Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan risiko yang
dihadapi ibu-ibu selama kehamilan sampai dengan paska persalinan
yang dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaan sosial ekonomi,
keadaan kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan, kejadian
berbagai komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, tersedianya dan
penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan ternasuk pelayanan prenatal
dan obstetri. Tingginya angka kematian ibu menunjukkan keadaan
sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan prenatal dan obstetri yang rendah pula.
Kematian ibu biasanya terjadi karena tidak mempunyai akses
ke pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, terutama pelayanan
9
kegawat daruratan tepat waktu yang dilatar belakangi oleh terlambat
mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai
fasilitas kesehatan, serta terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas
kesehatan. Selain itu penyebab kematian maternal juga tidak terlepas
dari kondisi ibu itu sendiri dan merupakan salah satu dari kriteria 4
“terlalu”, yaitu terlalu tua pada saat melahirkan (>35 tahun), terlalu
muda pada saat melahirkan (<20 tahun), terlalu banyak anak (>4 anak),
terlalu rapat jarak kelahiran/paritas (<2 tahun).Pada tahun 2018 tidak
ada kasus kematian ibu di Puskesmas I Kemranjen.
2. Angka Kesakitan
a. Malaria
Pada tahun 2018 tidak ditemukan kasus Malaria. Hal ini karena
didukung partisipasi penuh oleh petugas dan masyarakat, dengan
mengatifkan survailen migrasi di masing-masing desa.
b. TB Paru
Jumlah kasus penderita BTA Positif tahun 2018 sebanyak 18
kasus dan telah ditangani. Angka kematian 0 kasus. Dengan demikian
penemuan kasus dipengaruhi oleh meningkatnya sosialisasi dan
penyebaran informasi tentang penyakit TB Paru kepada masyarakat
disamping adanya partisipasi aktif dari tokoh masyarakat dalam hal
penemuan TB Paru serta aktifnya petugas Miskoskopik di Puskesmas
I Kemranjen.
c. HIV
Jumlah kasus penderita HIV/AIDS tahun 2018 sebanyak 4
kasus dan telah ditangani. Angka kematian 0 kasus. Dengan demikian
penemuan kasus dipengaruhi oleh meningkatnya sosialisasi dan
penyebaran informasi tentang HIV/AIDS kepada masyarakat dan
adanya partisipasi aktif dari tokoh masyarakat dalam hal penemuan
HIV/AIDS serta aktifnya petugas di Puskesmas I Kemranjen.
d. Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Tahun 2018 Penemuan Kasus AFP tidak diketemukan.
e. Demam Berdarah Dengue (DBD)
10
Tahun 2018 Penemuan Kasus DBD tidak diketemukan.
f. Persentase Balita dengan Pneumonia Ditangani
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru
(alveoli). Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur.
Pneumonia juga dapat terjadi akibat kecelakaan karena menghirup
cairan atau bahan kimia. Populasi yang rentan terserang Pneumonia
adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65
tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi,
gangguan imunologi). Sasaran pnemoni adalah jumlah balita ( L+P ) =
2.521 X 10% = 252, Penemuan dan penanganan penderita pneumonia
pada balita tahun 2018 sebanyak 35 kasus dan ditangani sebanyak 35
kasus (100%), dengan persentase 35: 252 X 100 = 13,89%.Target
Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2018 (100%).
g. Kasus Diare Ditemukan dan Ditangani
Proporsi kasus diare di Kemranjen tahun 2018 sebesar 114,3%.
Hal ini menunjukkan penemuan dan pelaporan masih perlu
ditingkatkan. Untuk kasus berdasarkan gender antara laki-laki dan
perempuan lebih banyak perempuan, hal ini disebabkan bahwa
perempuan lebih banyak berhubungan dengan faktor risiko diare, yang
penularannya melalui vekal oral, terutama berhubungan dengan sarana
air bersih, cara penyajian makanan dan PHBS.
h. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) per 100.000
Penduduk
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus Dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypty.
Penyakit ini sebagian besar menyerang anak berumur <15 tahun,
namun dapat juga menyerang orang dewasa.
C. Situasi Upaya Kesehatan
1. Pelayanan Kesehatan Dasar
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang
sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat.
Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara lebih cepat , tepat
11
dan lebih baik, diharapkan sebagaian besar masalah kesehatan sudah dapat
diatasi. Berbagai pelayan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas
pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Kehamilan adalah anugrah yang didambakan oleh pasangan
suami istri dengan harapan mendapatkan keturunan yang sehat dan
cerdas. Setiap ibu hamil diharapkan dapat menjalankan kehamilannya
dengan sehat, bersalin dengan selamat serta melahirkan bayi yang
sehat. Oleh karena itu, setiap ibu hamil harus dapat dengan mudah
mengakses fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan sesuai
standar, termasuk kemungkinan adanya masalah/penyakit yang dapat
berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janinnya. Pelayanan
kesehatan ibu hamil diwujudkan melalui pemberian pelayanan
antenatal sekurang-kurangnya 4 kali selama masa kehamilan dengan
distribusi waktu minimal 1 kali pada trimester pertama (usia kehamilan
0-12 minggu), minimal 1 kali pada trimester kedua (usia kehamilan
12-24 minggu) dan minimal 2 kali pada trimester ketiga (usia
kehamilan 24 minggu – lahir).
Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin
perlindungan terhadap ibu hamil dan atau janin, berupa deteksi dini
faktor risiko, pencegahan dan penanganan dini komplikasi kebidanan.
Pengertian Pelayanan Antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh
tenaga kesehatan ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar
Pelayanan Kebidanan. Pelayanan antenatal terpadu adalah pelayanan
antenatal komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua
ibu hamil. Setiap kehamilan dalam perkembangannya mempunyai
risiko mengalami penyulit dan komplikasi oleh karena itu pelayanan
antenatal harus dilakukan secara rutin, terpadu dan sesuai standar
pelayanan antenatal yang berkualitas. Pelayanan antenatal diupayakan
agar memenuhi standar kualitas, yaitu;
1) Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan;
12
2) Pengukuran tekanan darah;
3) Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA);
4) Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri);
5) Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi
tetanustoxoid sesuai status imunisasi;
6) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama
kehamilan;
7) Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ);
8) Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan
konseling, termasuk Keluarga Berencana);
9) Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin
darah (Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan
darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya);
10) Tatalaksana kasus
Capaian pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan
menggunakan indikator cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah
jumlah ibuhamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal pertama
kali oleh tenaga kesehatan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator ini
digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta
kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.
Jumlah Ibu Hamil / K1 di Wilayah Kerja Puskesmas I
Kemranjen pada tahun 2018 sebanyak 570 ibu hamil, adapun ibu hamil
yang mendapat pelayanan K-4 adalah sebesar 517 atau 90,7% ibu
hamil. Dibandingkan tahun 2017 ibu hamil sebanyak 548 dan yang
mendapatkan pelayanan K-4 sejumlah 501 atau 91,4%. Jumlah ibu
hamil dengan komplikasi yang ditangani sebanyak 113 dan
mendapatkan pelayanan 113 jadi hasil pencapaian 100 %. Secara
estimasi kasus resiko tinggi sebanyak 20 % dari total kehamilan,
namun di Puskesmas I Kemranjen lebih tinggi dan semuanya
tertangani.
13
Upaya – upaya telah dilakukan oleh Puskemas I Kemranjen
yang dibantu bidan-bidan didesa, namun hal itu menunjukan bahwa
kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan pada
waktu hamil belum maksimal dalam memberikan motivasi kepada ibu
hamil. Standart Pelayanan Minimal untuk cakupan kunjungan K – 4
sebesar 100 %. Dengan demikian Puskesmas I Kemranjen masih perlu
meningkatkan penyuluhan tentang kehamilan yang sehat dan
persalinan yang aman kepada masyarakat, jadi belum memenuhi
standar pelayanan minimal..
b. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Nakes)
Jumlah sasaran ibu yang bersalin tahun 2018 sebanyak 514
orang. Jumlah Ibu nifas tahun 2018 sebanyak 514 orang dan Jumlah
yang ditolong nakes 514 atau sebesar 100%. Standart Pelayanan
Minimal untuk pertolongan persalinan oleh nakes tahun 2018 sebesar
100 %. Dengan demikian cakupan persalinan nakes di wilayah
Puskesmas I Kemranjen tahun 2018 telah memenuhi standart
pelayanan minimal.
c. Bayi dan Bayi BBLR
Jumlah bayi lahir hidup tahun 2018 sebanyak 513 bayi dan
yang memiliki Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 25 bayi
atau sebesar 4,8 % dari bayi yang lahir. Bayi BBLR yang ditangani
sebanyak 25 atau 100 % ditangani. Penanganan kasus BBLR
berdasarkan standart Dinas Kesehatan Kabupaten sudah memenuhi
target yang diharapkan. Target program kasus BBLR adalah 3 %.
Dengan demikian kasus BBLR di Puskesmas I Kemranjen lebih tinggi
dari target yang ditetapkan.Tingginya kasus BBLR disebabkan oleh
tingginya kasus anemia pada ibu hamil, KEK dan banyaknya kasus
kehamilan diusia kurang dari 20 tahun.
d. Pelayanan Keluarga Berencana
Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) tahun 2018 berdasarkan
sumber Badan Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana
Kecamatan Kemranjen sebesar 5.577. Jumlah PUS tertinggi di Desa
14
Kecila sebesar 1.001 PUS atau sebesar 17.94 % dari jumlah PUS yang
ada dan untuk cakupan peserta KB juga tertinggi di puskesmas yaitu
untuk MKJP 44,5 % dan non MKJP 30 %.. Pencapaian MKJP di desa
kecila sebes 50 % dan non MKJP sebesar 22 %, Cakupan KB MKJP
terendah yaitu desa Kedungpring 28 % sedangkan cakupan KB non
MKJP terendah desa karangjati 15 %.
e. Pelayanan Imunisasi
Jumlah desa dalam wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen
sebanyak 8 desa. Desa Universal Child Immunization (UCI) sebanyak
8 atau memenuhi Standart Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 100 %.
Dengan Demikian Puskesmas I Kemranjen pada tahun 2018 telah
memenuhi target SPM tersebut.
f. Cakupan Pelayanan Nifas
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan
sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari paska persalinan
oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas
diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan
melakukan kunjungan nifas minimal 3 kali dengan ketentuan waktu;
1) Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari
setelah persalinan.
2) Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan
(8-14 hari)
3) Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah persalinan
(36- 2 hari)
Target cakupan ibu nifas yang mendapat pelayanan kesehatan
nifas tahun 2018 adalah 100%. Standart Pelayanan Minimal telah
memenuhi sebesar 100%.
g. Cakupan Pelayanan Anak Balita
Anak balita adalah anak berumur 12–59 bulan. Setiap anak
umur 12–59 bulan memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan
setiap bulan, minimal 8 x dalam setahun yang tercatat di Kohort Anak
Balita dan Prasekolah, Buku KIA/KMS atau buku pencatatan dan
15
pelaporan lainnya. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat
badan per tinggi/panjang badan (BB/TB). Di tingkat masyarakat
pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan per umur
(BB/U) setiap bulan di Posyandu, Taman Bermain, Pos PAUD, Taman
Penitipan Anak dan Taman Kanak-Kanak, serta Raudatul Athfal dll.
Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat
badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana
pelayanan kesehatan untuk menentukan status gizinya dan upaya
tindak lanjut. Pemantauan perkembangan meliputi penilaian
perkembangan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian, pemeriksaan daya dengar, daya lihat. Jika
ada keluhan atau kecurigaan terhadap anak, dilakukan pemeriksaan
untuk gangguan mental emosional, autisme serta gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktifitas. Bila ditemukan penyimpangan atau
gangguan perkembangan harus dilakukan rujukan kepada tenaga
kesehatan yang lebih memiliki kompetensi.
Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan setiap anak usia
12-59 bulan dilaksanakan melalui pelayanan Stimulasi Deteksi
Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali pertahun
(setiap 6 bulan) dan tercatat pada Kohort Anak Balita dan Prasekolah
atau pencatatan pelaporan lainnya. Pelayanan SDIDTK dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan
petugas sektor lain yang dalam menjalankan tugasnya melakukan
stimulasi dan deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang anak.
Suplementasi Vitamin A dosis tinggi yaitu dosis 100.000 IU berwarna
biru diberikan pada anak usia 6-11 bulan dan 200.000 IU berwana
merah diberikan pada anak usia 12–59 bulan, diberikan 2 kali per
tahun (bulan Februari dan Agustus).
Persentase anak balita yang mendapat pelayanan kesehatan
(minimal 8 kali) di Puskesmas I Kemranjen beserta jaringannya
sebesar 100%. Standar Pelayanan Minimal Tahun 2018 sebesar
100 %,hal ini sudah mencapai target yang diharapkan.
16
h. Cakupan Balita Ditimbang
Jumlah balita ditimbang di Posyandu merupakan data
indikator terpantaunya pertumbuhan balita melalui pengukuran
perubahan berat badan setiap bulan sesuai umur. Balita yang rutin
menimbang adalah balita yang selalu terpantau pertumbuhannya.
Secara kuantitatif indikator balita ditimbang menjadi indikator
pantauan sasaran (monitoring covered), sedangkan secara kualitatif
merupakan indikator cakupan deteksi dini (surveillance covered).
Semakin besar persentase balita ditimbang semakin tinggi capaian
sasaran balita yang terpantau pertumbuhannya, dan semakin besar
peluang masalah gizi bisa ditemukan secara dini. Dalam ruang lingkup
yang lebih luas balita di timbang atau D/S merupakan gambaran dari
keterlibatan masyarakat dalam mendukung kegiatan pemantauan
pertumbuhan di Posyandu. Kehadiran balita di Posyandu merupakan
hasil dari akumulasi peran serta ibu, keluarga, kader,dan seluruh
komponen masyarakat dalam mendorong, mengajak, memfasilitasi,
dan mendukung balita agar ditimbang di Posyandu untuk dipantau
pertumbuhannya. Dengan demikian indikator D/S dapat dikatakan
sebagai indikator partisipasi masyarakat dalam kegiatan Posyandu.
Berdasarkan data yang ada penimbangan balita (F/III/Gizi)
selama tahun 2018 adalah sebagai berikut :
1) Jumlah seluruh balita (S) = 2.486 anak
2) Jumlah balita yang terdaftar dan punya KMS (K) = 2.486 anak
3) Jumlah Balita yang ditimbang (D) = 2.072 anak
4) Jumlah balita yang naik berat badannya (N) = 1.289 anak
5) KEP Total (Gizi kurang + Gizi buruk) = 16 anak
Berdasarkan data diatas, maka jangkauan program
penimbangan (K/S) mencapai 100% Tingkat partisipasi masyarakat
(D/S) = 83,34%. Efek penyuluhan (N/D) = 62,21%. Tingkat
partisipasi masyarakat dan efek penyuluhan bila dibandingkan dengan
SPM sudah sesuai standart. Upaya yang ditempuh antara lain
17
meningkatkan penyuluhan fungsi Kelompok Kerja (Pokja) Posyandu
Desa untuk mendapatkan peran serta masyarakat.
i. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan
Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui
intensifikasi pemantauan tumbuh kembang balita di posyandu,
dilanjutkan dengan penentuan status gizi oleh bidan di desa atau
petugas kesehatan lainnya. Penemuan kasus gizi buruk harus segera
ditindak lanjuti dengan rencana tindak yang jelas, sehingga
penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal.
Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan pada 2
kategori yaitu dengan indikator membandingkan berat badan dengan
umur (BB/U) dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan
dengan tinggi badan (BB/TB). Skrining pertama dilakukan di
posyandu dengan membandingkan berat badan dengan umur melalui
kegiatan penimbangan, jika ditemukan balita yang berada di bawah
garis merah (BGM) atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan
konfirmasi status gizi dengan menggunakan indikator berat badan
menurut tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus
buruk, maka segeradilakukan perawatan gizi buruk sesuai pedoman di
posyandu dan puskesmas.Jika ternyata terdapat penyakit penyerta yang
berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas maka segera dirujuk ke
rumah sakit.Kasus gizi buruk selama tahun 2018 tidak ada atau dapat
dikatakan semua sudah mendapat perawatan. Pada tahun 2018 angka
kejadian balita gizi buruk menurut indikator BB/TB ada 8 anak dan
semuanya sudah mendapatkan perawatan melalui pemeriksaan
kesehatan dan pemberian PMT Balita.
j. Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat
Penjaringan kesehatan siswa Sekolah Dasar (SD) dan
setingkat adalah pemeriksaan kesehatan terhadap murid baru kelas 1
SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang meliputi pengukuran tinggi
badan, berat badan, pemeriksaan ketajaman mata, ketajaman
pendengaran, kesehatan gigi, kelainan mental emosional dan
18
kebugaran jasmani. Pelaksanaan penjaringan kesehatan dikoordinir
oleh puskesmas bersama dengan guru sekolah dan kader
kesehatan/konselor kesehatan.Setiap puskesmas mempunyai tugas
melakukan penjaringan kesehatan siswa SD/MI di wilayah kerjanya
dan dilakukan satu kali pada setiap awal tahun ajaran baru sekolah.
Siswa SD dan setingkat ditargetkan 100% mendapatkan
pemantauan kesehatan melalui penjaringan kesehatan. Melalui
penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat diharapkan dapat
menapis atau menjaring anak yang sakit dan melakukan tindakan
intervensi secara dini, sehingga anak yang sakit menjadi sembuh dan
anak yang sehat tidak tertular menjadi sakit. Target cakupan
penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga
kesehatan/guru UKS/kader kesehatan sekolah tahun 2018 sebesar
100%. Jumlah siswa kelas satu SD/MI sebanyak 512 siswa dan yang
dijaring sebanyak 512 siswa, hal ini sudah memenuhi Standar
Pelayanan Minimal tahun 2018 sebesar 100%.
2. Pelayanan Pengobatan atau Perawatan
Jumlah kunjungan rawat jalan yang ada di Puskesmas I Kemranjen
sebesar 55.776 di tahun 2018 Cakupan kunjungan baru dan pasien lama.
Jumlah kunjungan pasien rawat inap sebanyak 911 dari jumlah penduduk.
Penyakit tertinggi di Puskesmas I Kemranjen adalah penyakit Acute Upper
Respiratory Infection, unspecified sebanyak 6.615 penderita pada tahun
2018 dengan perincian sbb :
Tabel 2.2 Sepuluh Penyakit Terbanyak Tahun 2018
No Nama Penyakit Jumlah
1 Acute Upper Respiratory Infection, unspecified 6615
2 Fever, unspecified 6417
3 Dyspepsia 5010
4 Essential (Primary) Hypertension 1914
5 Arthritis, unspecified 1617
Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus without
6 1418
Complications
19
7 Dermatitis, unspecified 1200
8 Myalgia 1152
9 Headache 1083
Diarrhoea and Gastroenteritis of presumed infectious
10 924
origin
20
yaitu (a). Peningkatan surveilance penyakit dan vektor, (b). Diagnosis
dini dan pengobatan dini, (c). Peningkatan upaya pemberantasan vektor
penuranan DBD. Dalam rangka pemberantasan penyakit DBD
Puskesmas I Kemranjen beserta lintas sektor telah melaksanakan
langkah-langkah kongkrit antara lain: abatisasi selektif, penggerakan
PSN dan Penyuluhan kesehatan yang dilaksanakan disetiap desa.
f. Pengendalian Penyakit Malaria
Kasus penyakit Malaria tahun 2018 tidak diketemukan. Malaria
sebagai salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan yang berdampak pada penurunan kualitas sumber daya
manusia yang dapat menimbulkan berbagai masalah sosial-ekonomi.
Penegakan diagnosis penderita secara tepat, lebih cepat dan lebih baik
dalam pengobatan sesuai fakta yang ada merupakan hal penting dalam
pemberantasan penyakit Malaria untuk tahun 2018.
g. Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB
(Kejadian Luar Biasa)
Kasus KLB tahun 2018 tidak ada dan tidak diketemukan,
Penanganan dan penyuluhan selalu dilakukan antara lain tentang
perilaku hidup bersih dan sehat menuju Indonesia 2018.
4. Pembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar
a. Pelayanan Kesehatan Lingkungan.
Cakupan rumah sehat di tahun 2018 sebanyak 52.9 % atau
4918 rumah dari 9283 rumah. Untuk tahun 2018 jumlah rumah yang
dilakukan pemantauan 240 rumah dan yang memenuhi syarat ada 211
rumah atau sekitar 87,9 %.Cakupan rumah sehat ini tidak dapat
menggambarkan kondisi rumah sehat seluruh wilayah binaan kami,
mengingat hasil cakupan hanya berdasarkan pada jumlah rumah yang
diperiksa (tidak seluruh rumah diperiksa).
b. Pelayanan Hygiene Sanitasi Tempat Tempat Umum
Cakupan TTU yang memenuhi syarat ada 60 % atau 24 TTU
dari 40 TTU. Untuk tahun 2018 TTU yang dilakukan pemeriksaan ada
20 dan yang memenuhi syarat ada 18 atau sejumlah 90 %. Dari TTU
21
yang diperiksa kebanyakan masalah yang ada adalah berhubungan
dengan pengelolaan sampah.Untuk beberapa sekolah, puskesmas
sudah memberikan saran untuk bekerjasama dengan DLH/Dinas
Lingkungan Hidup tetapi sampai akhir tahun ternyata belum semua
merespon atau menindaklanjuti. Untuk itu perlu peningkatan
kerjasama lintas program untuk melakukan upaya promosi kesehatan
tentang pengelolaan sampah yang baik.
5. Perbaikan Gizi Masyarakat
Berdasarkan data yang ada penimbangan balita (F/III/Gizi)
selama tahun 2018 adalah sebagai berikut :
a. Jumlah seluruh balita (S) = 2.486 anak
b. Jumlah balita yang terdaftar dan punya KMS (K) = 2.486 anak
c. Jumlah Balita yang ditimbang (D) = 2.072 anak
d. Jumlah balita yang naik berat badannya (N) = 1.289 anak
e. KEP Total (Gizi kurang + Gizi buruk) = 16 anak
Berdasarkan data diatas, maka jangkauan program penimbangan
(K/S) mencapai 100% Tingkat partisipasi masyarakat ((D/S) = 83,34%.
Efek penyuluhan (N/D) = 62,21%.
22
6. Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Tabel 2.3 Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang
Kesehatan 12 Indikator Puskesmas I Kemranjen
REALISASI REALISASI REALISASI REALISASI
SASARAN SAMPAI SAMPAI SAMPAI PROSEN TASE
NO JENIS PELAYANAN DASAR TARGET 2018 KET
2018 OKTOBER NOVEMBER DESEMBER (%)
PEMBILANG PENYEBUT
2018 2018 2018
1 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Pelayanan kesehatan ibu hamil 100% 576 428 466 517 517 576 89,76
2 Pelayanan kesehatan ibu bersalin 100% 551 440 478 514 514 551 93,28
3 Pelayanan kesehatan bayi baru lahir 100% 524 432 472 506 506 524 96,56
4 Pelayanan kesehatan balita 100% 2.521 1.859 1.987 2.160 2.160 2.521 85,68
5 Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar 100% 963 963 963 963 963 963 100,00
6 Pelayanan kesehatan pada usia produktif 100% 19.319 395 528 610 610 19.319 3,16
7 Pelayanan kesehatan pada usia lanjut 100% 4.200 2.138 2.178 2.218 2.218 4.200 52,81
8 Pelayanan kesehatan pada penderita hipertensi 100% 8.527 533 575 668 668 8.527 7,83
9 Pelayanan kesehatan pada penderita Diabetus Mellitus 100% 2.187 282 297 352 352 2.187 16,10
10 Pelayanan kesehatan pada orang dengan gangguan jiwa berat 100% 77 10 10 10 10 77 12,99
12 Pelayanan kesehatan pada orang dengan risiko terinfeksi HIV 100% 624 434 445 488 488 624 78,21
23
pembinaan karier seluruh tenaga kesehatan (c) tersedianya peralalatan
kesehatan baik medik maupun non medik yang benar-benar sesuai dengan
kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan.
Tenaga kesehatan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk
memacu keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan. Secara Keseluruhan
jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas I Kemranjen tahun 2018 menurut
jenisnya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4 Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas menurut jenis, status Tahun
2018
STATUS
NO JENIS TENAGA JUMLAH
PNS CPNS PTT Kontrak
1 Tenaga Dokter Umum 2 0 0 1 3
2 Tenaga Dokter Gigi 1 0 0 0 1
3 Tenaga Kefarmasian 1 0 0 1 2
4 Tenaga Bidan 9 4 1 2 16
5 Tenaga Perawat 9 0 0 4 13
6 Tenaga Perawat Gigi 1 0 0 0 1
7 Tenaga Gizi 1 0 0 0 1
Tenaga Kesehatan
8 1 0 0 0 1
Lingkungan
9 Tenaga Kesehatan Lainnya 1 0 0 3 4
10 Tenaga Strategis Lainnya 4 0 0 3 7
11 Penjaga malam, cs, dll 0 0 0 5 5
Jumlah 30 4 1 19 54
Berdasarkandata tersebut jumlah tenaga yang ada untuk saat ini secara
umum tenaga kesehatan yang ada sudah mencukupi, kecuali tenaga dokter
umum dan petugas gizi.
24
III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS
MASALAH
25
Kelompok : ketersediaan solusi yang efektif menyelesaikan
kriteria C masalah.
Kelompok : kriteria PEARL, yaitu penilaian terhadap
kriteria D propriety, economic, acceptability, resources
availability, legality.
Perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di
Puskesmas 1 Kemranjen dapat dipaparkan sebagai berikut.
1. Kriteria A
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya
penduduk yang terkena efek langsung.
Tabel 3.2 Indikator Penilaian Kriteria A
Besarnya Masalah Skor
≥ 25 % 10
10 -24,9 % 8
1 – 9,9 % 6
0,1 – 0,9 % 4
< 0,1 % 2
2. Kriteria B
a. Kegawatan (paling cepat mengakibatkan kematian), terdiri dari:
1) Tidak gawat
2) Kurang gawat
3) Cukup gawat
4) Gawat
26
b. Urgensi (harus segera ditangani, apabila tidak ditangani dapat
menyebabkan kematian), terdiri dari:
1) Tidak urgen
2) Kurang urgen
3) Cukup urgen
4) Urgen
5) Sangat urgen
c. Biaya (biaya penanggulangan), terdiri dari:
1) Sangat murah
2) Murah
3) Cukup mahal
4) Mahal
5) Sangat mahal
Tabel 3.4 Indikator Penilaian Kriteria B
Urgency Skor Severity Skor Cost Skor
Very urgent 10 Very Severe 10 Very costly 10
Urgent 8 Severe 8 Costly 8
Some urgent 6 Moderate 6 Moderate cost 6
Little urgent 4 Minimal 4 Minimal cast 4
Not urgent 2 None 2 No cost 2
27
mampu menyelesaikan masalah, jika makin sulit dalam penanggulangan,
maka skor yang diberikan makin kecil.
Tabel 3.6 Indikator Penilaian Kriteria C
Ketersediaan Solusi Skor
Sangat efektif ( 80-100%) 10
Efektif (60-80%) 8
Cukup efektif (40-60 %) 6
Kurang efektif (20-40%) 4
Tidak efektif (0-20%) 2
4. Kriteria D
Komponen D menggunakan kriteria PEARL, berupa jawaban ya atau
tidak. Apabila ya diberikan skor 1 dan tidak diberikan skor 0 (Mulyanto,
2014). Jika ada jawaban tidak pada salah satu komponen saja, maka
nilainya 0. Jika ingin memperoleh skor 1 maka semua komponen harus
‘ya’. Kriteria PEARL, yaitu :
a. Propriety: kesesuaian program dengan masalah
b. Economic: besar manfaat secara ekonomi
c. Acceptability: bisa diterima masyarakat
d. Resources: ketersediaan sumber daya untuk menyelesaikan masalah
28
e. Legality: ada atau tidaknya pertentangan dengan hokum
Contoh: P ya, E ya, A ya, R ya, L ya maka skor 1, P ya, E ya, A tidak, R ya,
L ya maka skor 0, P tidak, E tidak, A ya, R tidak, L tidak maka skor 0
Berikut adalah kriteria PEARL untuk sepuluh penyakit terbanyak di
Puskesmas 1 Kemranjen
Tabel 3.8 Kriteria PEARL
Masalah P E A R L Hasil
ISPA 1 1 1 1 1 1
Febris 1 1 1 1 1 1
Dispepsia 1 1 1 1 1 1
Hipertensi Primer 1 1 1 1 1 1
Arthritis 1 1 1 1 1 1
Diabetes Melitus tipe 2 tanpa 1 1 1 1 1 1
komplikasi
Dermatitis 1 1 1 1 1 1
Myalgia 1 1 1 1 1 1
Headache 1 1 1 1 1 1
Diare dan Gastroenteritis 1 1 1 1 1 1
29
Berdasarkan hasil perhitungan penentuan prioritas masalah dengan
metode Hanlon kuantitatif, didapatkan urutan prioritas masalahnya adalah
sebagai berikut:
30
IV. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan
abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut
darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ
tubuh secara terus–menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2014). Hal ini
terjadi bila arteriol–arteriol konstriksi. Konstriksi arterioli membuat darah
sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri.
Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut
dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti,
2010). Menurut America Society of Hypertension (ASH) hipertensi adalah
suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progesif sebagai
akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan. WHO
menyatakan hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar
atau sama dengan 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih
besar 90 mmHg (JNC VIII, 2014). Hipertensi merupakan penyebab utama
gagal jantung, stroke, infak miokard, diabetes dan gagal ginjal (Corwin,
2009).
B. Etiologi dan Faktor Risiko
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan
menurut Corwin (2009), Irianto (2014), Padila (2013), Price dan Wilson
(2013), Syamsudin (2011), Udjianti (2010) :
1. Hipertensi Primer
Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial
yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak
diketahui penyebabnya (Idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan
dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini:
a) Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor
genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga
yang memliki tekanan darah tinggi (Corwin, 2009).
31
b) Jenis kelamin dan usia: laki – laki berusia 35- 50 tahun dan wanita
menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia
bertambah maka tekanan darah meningkat faktor ini tidak dapat
dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki lebih tinggi dari pada
perempuan (Irianto, 2014).
c) Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini dapat
dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya karena
dengan mengkonsumsi banyak garam dapat meningkatkan tekanan
darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya dengan penderita
hipertensi, diabetes, serta orang dengan usia yang tua karena jika
garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk
mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak dari pada yang
seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan
menyebabkan peningkatan pada volume darah seseorang atau dengan
kata lain pembuluh darah membawa lebih banyak cairan. Beban
ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah inilah yang menyebabkan
pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya peningkatan tekanan
darah didalam dinding pembuluh darah (Padila, 2013).
d) Berat badan: Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat
badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB
ideal) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah
atau hipertensi (Irianto, 2014).
e) Gaya hidup: Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup
dengan pola hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi
itu terjadi yaitu merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah
rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan
berapa putung rokok dan lama merokok berpengaruh dengan tekanan
darah pasien (Corwin, 2009).
f) Konsumsi alkohol yang sering, atau berlebihan dan terus menerus
dapat meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki
tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol agar
32
tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat
penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi (Padila, 2013).
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus
hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada
sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid, hipertensi
endokrin, hipertensi renal, kelainan saraf pusat yang dapat
mengakibatkan hipertensi dari penyakit tersebut karena hipertensi
sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal
hypertension) (Syamsudin, 2011).
Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan tekanan
darah tinggi karena adanya penyempitan pada arteri ginjal, yang
merupakan pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua organ
ginjal. Bila pasokan darah menurun maka ginjal akan memproduksi
berbagai zat yang meningkatkan tekanan darah serta gangguan yang
terjadi pada tiroid juga merangsang aktivitas jantung, meningkatkan
produksi darah yang mengakibtkan meningkatnya resistensi pembuluh
darah sehingga mengakibatkan hipertensi. Faktor pencetus munculnya
hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral,
coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan
psikiatris), kehamilan, peningkatan volume intravaskuler, luka bakar,
dan stress karena stres bisa memicu sistem saraf simapatis sehingga
meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan pada pembuluh darah
(Udjianti, 2010).
C. Klasifikasi
Menurut WHO (2013), batas normal tekanan darah adalah tekanan
darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang
dari 80 mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Berdasarkan The Joint National Commite VIII (2014) tekanan darah dapat
diklasifikasikan berdasarkan usia dan penyakit tertentu. Diantaranya adalah:
33
Tabel 4.1 Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint National Commite
VIII Tahun 2014
Batasan tekanan darah Kategori
(mmHg)
Usia ≥60 tahun tanpa penyakit diabetes
≥150/90 mmHg dan
cronic kidney disease
Usia 19-59 tahun tanpa penyakit
≥140/90 mmHg penyerta
≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal
≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit diabetes
D. Patogenesis
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output
(curah jantung) dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung)
diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut
jantung). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf
otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam
mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri,
pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi
vaskular (Udjianti, 2010).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di vasomotor, pada medulla di otak. Pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
34
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus
yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Titik neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah
(Padila, 2013).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Padila,
2013). Meski etiologi hipertensi masih belum jelas, banyak faktor diduga
memegang peranan dalam genesis hiepertensi seperti yang sudah dijelaskan
dan faktor psikis, sistem saraf, ginjal, jantung pembuluh darah,
kortikosteroid, katekolamin, angiotensin, sodium, dan air (Syamsudin,
2011).
Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh
darah (Padila, 2013). Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran
keginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua
faktor ini cendrung mencetuskan keadaan hipertensi (Padila, 2013).
E. Penegakan Diagnosis
35
Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat
menggunakan sphygmomanometer air raksa. Sebaiknya dilakukan lebih dari
satu kali pengukuran dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di
atas meja dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas dan posisi
lengan sebaiknya setinggi jantung. Pengukuran dilakukan dalam keadaan
tenang. Pasien diharapkan tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang
dapat mempengaruhi tekanan darah misalnya kopi, soda, makanan tinggi
kolesterol, alkohol dan sebagainya (Udjianti, 2010).
Pasien yang terdiagnosa hipertensi dapat dilakukan tindakan lebih
lanjut yakni :
1) Menentukan sejauh mana penyakit hipertansi yang diderita
Tujuan pertama program diagnosis adalah menentukan dengan tepat
sejauh mana penyakit ini telah berkembang, apakah hipertensinya ganas
atau tidak, apakah arteri dan organ-organ internal terpengaruh, dan lain-
lain.
2) Mengisolasi penyebabnya
Tujuan kedua dari program diagnosis adalah mengisolasi penyebab
spesifiknya.
3) Pencarian faktor risiko tambahan
Aspek lain yang penting dalam pemeriksaan, yaitu pencarian faktor
faktor risiko tambahan yang tidak boleh diabaikan.
4) Pemeriksaan dasar
Setelah terdiagnosis hipertensi maka akan dilakukan pemeriksaan dasar,
seperti kardiologis, radiologis, tes laboratorium, EKG
(electrocardiography) dan rontgen.
5) Tes khusus
Tes yang dilakukan antara lain adalah :
a. X- ray khusus (angiografi) yang mencakup penyuntikan suatu zat
warna yang digunakan untuk memvisualisasi jaringan arteri aorta,
renal dan adrenal.
36
b. Memeriksa saraf sensoris dan perifer dengan suatu alat
electroencefalografi (EEG), alat ini menyerupai electrocardiography
(ECG atau EKG).
F. Penatalaksanaan
1. Nonfarmakologis
Menurut ACC (2017), tatalaksana nonfarmakologis yang paling baik
untuk hipertensi ialah:
a. Penurunan berat badan
Dapat terjadi penurunan tekanan darah 1 mmHg setiap penurunan 1
kg berat badan pada individu yang memiliki kelebihan berat badan.
Berat badan yang menjadi tujuan utama yaitu berat badan ideal.
b. Diet sehat
Konsumsi makanan yang beragam seperti buah, sayur, gandum utuh,
serta produk susu rendah lemak dapat menurunkan jumlah lemak
jenuh dalam darah yang akan berakibat pada penurunan tekanan
darah.
c. Mengurangi diet garam natrium
Dosis ideal dari konsumsi natrium yaitu <1500 mg per hari.
d. Meningkatkan konsumsi kalium
Konsumsi kalium dapat ditingkatkan menjadi 3500-5000 mg per hari.
e. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang dapat dilakukan yaitu latihan aerobik atau
anaerobik dengan durasi minimal 90-150 menit perminggu yang
terbagi dalam 5 hari.
f. Mengurangi atau menghentikan konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol sebaiknya dihentikan sama sekali atau dikurangi
secara perlahan dan tidak menjadi konsumsi harian.
2. Farmakologis
Pengobatan hipertensi dapat menggunakan obat antihipertensi oral (OHO)
yang penggunaannya dapat dikombinasikan sesuai kebutuhan, dengan
rincian (ACC, 2017):
a. Primary Agents
37
1) Tiazid : HCT, Indapamide, Metolazone
2) ACE Inhibitor : Captopril, Ramipril, Enalapril
3) ARB : Losartan, Irbesartan, Valsartan
4) CCB dihidropiridin: Amlodipin, Nifedipin, Nikardipin
5) CCB nondihidropiridin : Verapamil, Diltiazem
b. Secondary Agents
1) Loop diuretic : Furosemid, Torsemid, Bumetanid
2) Diuretik hemat kalium : Amilorid, Triamteren
3) Antagonis aldosteron : Eplerenon, Spironolakton
4) Beta-blocker kardioselektif : Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol
5) Beta-blocker nonkardioselektif dan vasodilator : Nebivolol
6) Beta-blocker nonkardioselektif : Nadolol, Propanolol
7) Direct vasodilator : Hidralazin, Minoxidil.
Adapun sesuai pernyataan sebelumnya, OHO dapat diberikan secara
monoterapi maupun dikombinasikan berdasarkan indikasi pemberiannya,
yang tertera dalam Gambar 2.1 berikut.
38
Aktivitas Rokok Stres Alkohol Obesitas Konsumsi
fisik s garam
katekolamin
Volume Darah
Pelepasan renin
Angiotensin I
Angiotensin
II
Kontraktilitas Volume
jantung sekuncup
vasokontriksi
Resistensi
tahanan perifer Curah jantung
Hipertensi
I. Kerangka Konsep
39
Tekanan Darah Hipertensi
40
V. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penelitian ini adalah penelitian
analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional. Pendekatan dengan
cross-sectional melakukan satu pengamatan atau pengukuran terhadap
variabel penelitiannya pada satu saat tertentu. Rancangan cross-sectional
digunakan untuk meneliti banyak variabel sekaligus dan tidak ada subjek yang
terancam drop out (Sastroasmoro, 2011).
B. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Pasien hipertensi primer di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen, Banyumas
2. Sampel
a. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
non probability sampling: consecutive sampling. Semua subjek yang
dating secara berurutan dan memenuhi criteria inklusi dimasukkan dalam
penelitian hingga memenuhi besar sampel minimal (Sastroasmoro, 2011).
b. Besar Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan mewakili keseluruhan populasi. Besar sampel dalam
penelitian ini ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Sastroasmoro &
Ismael, 2014) :
𝑍𝛼 2 𝑃𝑄
𝑛=
𝑑
1,962 × 0,263 × 0,737
𝑛=
0,12
𝑛 = 75 orang
Zα: tingkat kemaknaan = 1,96
P`: Prevalensi hipertensi di Banyumas tahun 2016 = 0,263
(Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2016)
Q : 1 - P = 1 – 0,263 = 0,737
41
d : tingkat ketepatan absolut = 0,1
3. Kriteria Inklusi dan Ekslusi
a. Kriteria Inklusi
1) Penderita hipertensi primer dan bukan penderita hipertensi primer di
wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen, Banyumas
2) Keadaan sadar penuh.
3) Bersedia menjadi responden pada penelitian ini.
b. Kriteria Eksklusi
Tidak mengisi kuisioner secara lengkap
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang diduga mempengaruhi
nilai variabel tergantung (Sastroasmoro, 2011). Variabel bebas pada
penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, obesitas,
konsumsi garam, aktivitas fisik, alkohol, merokok, stress, dan riwayat
keluarga
2. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang nilainya akan
dipengaruhi dengan perubahan variabel bebas (Sastroasmoro, 2011). Pada
penelitian ini variabel terikat adalah hipertensi
D. Definisi Operasional
Tabel 5.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi operasional Jenis –
skala
1 Usia Usia responden dalam bentuk tahun. Usia Kategorik
dikategorikan menjadi 2, yaitu (Sustrani, 2004): –
1= <40 tahun Nominal
2= >=40 tahun
2 Jenis Varian laki-laki dan perempuan yang dibedakan Kategorik
Kelamin berdasarkan bentuk fisiknya. –
1 = laki-laki Nominal
2 = perempuan
3 Tingkat Riwayat Pendidikan terakhir responden. Tingkat Kategorik
Pendidikan pendidikan dikategorikan sebagai berikut: – Ordinal
1= tidak sekolah atau tidak tamat SD
2 = pendidikan dasar (tamat SD atau SLTP)
3= Pendidikan Lanjutan (Tamat SLTA atau
42
PT/Akademi)
4 Obesitas Suatu keadaan yang merupakan hasil masukan Kategorik
zat gizi dalam tubuh yang dapat digambarkan –
dengan pertumbuhan fisik yang ditetapkan. Nilai Nominal
dari hasil penghitungan berat badan dalam
kilogram dibagi kuadrat dari tinggi badan dalam
meter; IMT = BB (kg) / TB2 (m2).
Obesitas dikategorikan menjadi 2, yaitu
(Sustrani, 2004):
1= Obesitas (jika IMT >25 kg/m2)
2= Tidak Obesitas (jika IMT <25 kg/m2)
43
2= tidak
11 Hipertensi Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya Kategorik
peningkatan tekanan darah yang memberi gejala –
berlanjut pada suatu target organ tubuh. Nominal
Berdasarkan JNC VII (2003), dikategorikan
menjadi:
1= Hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mmHg)
2= Tidak hipertensi (tekanan darah <140/90
mmHg).
44
DAFTAR PUSTAKA
American College of Cardiology (ACC). 2017. 2017 Guideline for the Prevention,
Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults.
Gregson, Looker. 2005. Managing Stress: Mengatasi Stres secara Mandiri. BACA,
Yogyakarta.
JNC-8. 2014. The Eight Report of the Joint National Committee. Hypertension
Guidelines: An In-Depth Guide. Am J Manag Care.
45