Anda di halaman 1dari 6

Perbandingan Penerapan Model CAPM dan APT Dalam Memprediksi Return dan Risk di

Bursa Efek Indonesia

Santi, Nurlita Tri Laras

Universitas Trilogi

Latar Belakang Masalah

Harga saham selalu menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan karena
menyangkut mengenai potensi kenaikan dan ketepatan prediksinya di masa depan. Banyak
analisa yang dilakukan untuk memperkirakan harga saham tersebut, apa faktor-faktor yang
mempengaruhi harga suatu saham. Ketidakstabilan kondisi ekonomi saat ini juga sangat
mempengaruhi pergerakan harga saham suatu perusahaan. Ketidakstabilan ekonomi pada masa
krisis membuat para pelaku pasar modal terutama para investor mengalami kesulitan dalam
menganalisis dan memprediksi pendapatan saham perusahaan. Namun bukan saja faktor
ekonomi yang berpengaruh, faktor non ekonomi yang lainnya seperti politik, sosial, keamanan,
dll juga memberikan andil terhadap ketidakstabilan harga saham perusahaan–perusahaan,
sehingga analisis dan prediksi pendapatan saham perusahaan yang dilakukan oleh para investor
pada masa krisis jauh lebih susah dibandingkan pada masa sebelum krisis (kondisi perekonomian
stabil).

Dalam memprediksi pendapatan saham yang diharapkan, ada dua model utama yang
sering kali digunakan para investor, yaitu Capital Assets Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage
Pricing Theory (APT), walaupun kedua model ini sampai saat ini masih menjadi perdebatan para
ahli manajemen keuangan, terutama tentang tingkat keakuratan model tersebut dalam
memprediksi tingkat pendapatan suatu saham.

Capital Assets Pricing Model yang diperkenalkan oleh Sharp (1964) dan Lintner (1965)
merupakan model untuk menentukan harga suatu assets pada kondisi equilibrium. Dalam
keadaan equilibrium tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal untuk suatu saham akan
dipengaruhi oleh risiko saham tersebut (Tande Lilin, 2001: 90). Dalam hal ini risiko yang
diperhitungkan adalah risiko sistematis yang diwakili oleh beta, karena risiko yang tidak
sistematik bisa dihilangkan dengan cara diversifikasi.

Kelemahan-kelemahan empiris yang terjadi pada model CAPM mendorong para ahli
manajemen keuangan untuk mencari model alternatif yang menerangkan hubungan pendapatan
dengan risiko saham. Pada tahun 1976 Stephen A. Ross merumuskan sebuah teori yang disebut
dengan Arbitrage Pricing Theory (APT). Meskipun model ini tidak bisa secara keseluruhan
memecahkan kekurangan yang terjadi pada model CAPM, tetapi model inilah yang pertama kali
dikembangkan untuk dapat lebih tepat memperkirakan tingkat pendapatan saham

Pasar modal, baik pasar modal konvensional maupun pasar modal syariah
memperdagangkan beberapa jenis sekuritas yang mempunyai tingkat risiko yang berbeda.
Saham merupakan salah satu sekuritas diantara sekuritas‐sekuritas lainnya yang mempunyai
tingkat risiko yang relative tinggi. Risiko tinggi tercermin dari ketidakpastian return yang akan
diterima oleh investor di masa datang. Hal ini sejalan dengan definisi investasi menurut Sharpe
dalam (Tandelilin, 2010), bahwa investasi merupakan komitmen dana dengan jumlah yang pasti
untuk mendapatkan return yang tidak pasti di masa depan.

Pada model CAPM, hubungan risiko dan return belum cukup dapat dijelaskan oleh beta,
perlu adanya variabel lain yang mampu menjelaskan hubungan risiko dan return (Eduardo dan
Rodrigo, 2004). Menurut Dhankar (2005) bahwa model APT sangat akurat dalam memprediksi
pendapatan saham. Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis tertarik meneliti mengenai
perbandingan CAPM dan APT.

Tujuan Penulisan

Penulis bertujuan untuk menganalisis perbedaan antara model CAPM terhadap risk &
return dengan model APT terhadap risk & return yang terdapat pada Bursa Efek Indonesia.
Literatur

CAPM

Capital Asset Pricing Model (CAPM) merupakan model untuk menentukan harga suatu
asset. Model ini mendasarkan diri pada kondisi ekuilibrium. Dalam keadaan ekuilibrium tingkat
keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal untuk suatu saham akan dipengaruhi oleh risiko
tersebut

Berikut adalah beberapa pengertian lain mengenai CAPM

CAPM yang diperkenalkan oleh Sharpe (1964) dan Lintner (1965) merupakan model
untuk menentukan harga suatu assets pada kondisi equilibrium.

Capital Asset Pricing Model (CAPM) merupakan suatu model yang menghubungkan
tingkat return harapan dari suatu asset berisiko dengan risiko oleh teori portofolio pada kondisi
pasar yang seimbang.

Definisi CAPM (Jack Clark Francis adalah “ Teori penilaian resiko dan keuntungan aset
yang didasarkan koeefisien beta (indeks resiko yang tidak dapat didiversifikasi)” (Kamarudin
Ahmad, 2004:134)

APT

Arbitrage Pricing Theory [APT] adalah sebuah model asset pricing yang didasarkan pada
sebuah gagasan bahwa pengembalian sebuah aset dapat diprediksi dengan menggunakan
hubungan yang terdapat diantara aset yang sama dan faktor-faktor resiko secara umum. Teori ini
dibuat oleh Stephen Ross pada tahun 1976. Teori ini memprediksi hubungan tingkat
pengembalian sebuah portofolio dan pengembalian dari aset tunggal melalui kombinasi linear
dari banyak variabel makro ekonomi yang mandiri.

Dibawah ini adalah beberapa pendapat lain mengenai definisi dari APT
Menurut Robert Ang (1997 : 214) APT (Arbritage Pricing Theory) menggunakan return
dari suatu aset (sekuritas) yang dikaitkan dengan beberapa faktor yang mempengaruhi pasar.
APT ini digunakan untuk memprediksi harga suatu saham dimasa yang akan datang.

Kemudian Stephen A. Ross pada tahun 1976 merumuskan Arbitrage Pricing Theory
(APT) dengan dasar dua kesempatan investasi yang mempunyai karakteristik yang identik sama
tidak bisa dijual dengan harga yang berbeda. APT mengasumsikan bahwa expected return
dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam perekonomian dan industri.

APT menggambarkan hubungan antara risiko dan pendapatan, tetapi dengan


menggunakan asumsi dan prosedur yang berbeda. Tiga asumsi yang mendasari model Arbitrage
Pricing Theory (APT) adalah: (Reilly, 2000); (1) Pasar Modal dalam kondisi persaingan
sempurna, (2) Para Investor selalu lebih menyukai kekayaan yang lebih daripada kurang dengan
kepastian, (3) Hasil dari proses stochastic artinya bahwa pendapatan asset dapat dianggap
sebagai K model faktor.

Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga
merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang
dilakukannya (Tendelilin 2010 : 102). Risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return
aktual yang diterima dengan return yang diharapkan. Semakin besar kemungkinan perbedaannya,
berarti semakin besar risiko investasi tersebut (Tendelilin 2010 : 102). Besaran risiko investasi
diukur dari besaran standar deviasi dari return yang diharapkan.

Menurut Gumanti (2011:21) return merupakan jumlah pendapatam ditambah dengan


kelebihan keuntungan (capital gain) atau kerugian (capital loss) yang diperoleh oleh investor atas
suatu investasi pada suatu aset atau sekuritas.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa return adalah salah
satu motivasi investor untuk berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor
menanggung risiko atas investasi yang dilakukan. Return merupakan jumlah pendapatan
ditambah dengan kelebihan keuntungan (capital gain) atau kerugian (capital loss) yang diperoleh
dari investor atas investasi pada satu sekuritas. Terdapat dua return, yaitu return yang diharapkan
oleh investor atau return ekspektasi dan juga return yang terelisasi.
Rekomendasi

Banyak hal yang harus diperhatikan oleh investor sebelum mereka menanamkan investasi
mereka ke pasar saham dan mengharapkan tingkat pengembalian (return) yang menjanjikan, ada
faktor ekonomi dan non ekonomi yang mempengaruhi dan juga harus dipertimbangkan oleh
mereka

Beberapa pendekatan analisa, termasuk didalamnya model CAPM dan APT dapat
digunakan oleh para investor untuk memperkirakan return Saham. Untuk para akademisi, hal
ini perlu dikaji kembali mengenai perbandingan model CAPM dengan APT dalam memprediksi
return saham, pada perusahaan yang berbeda atau tahun berbeda sehingga dapat dijadikan
pegangan yang pasti untuk menentukan model mana yang lebih akurat dalam memprediksi return
saham.

Sedangkan dari faktor-faktor makro ekonomi (Inflasi, SBI, dan Kurs) yang diteliti, hanya
Inflasi yang mampu menjelaskan variasi dari pendapatan saham industri. Maka disarankan bagi
penelitian selanjutnya untuk meneliti faktor penyebab apa variabel-variabel (SBI dan Kurs)
tersebut yang membentuk model APT tidak mampu menjelaskan prediksi return saham
perusahaan.

Kesimpulan

Kesimpulan utama dari CAPM adalah tingkat harga dari suatu saham secara relevan
terkait dengan kontribusi yang diberikannya kepada portofolio yang terdiversifikai dengan baik.
Penerapan model CAPM maupun model APT (yang dibentuk pada saat sebelum krisis ekonomi)
dalam memprediksi pendapatan saham industri manufaktur pada saat krisis ekonomi
menghasilkan prediksi yang tidak akurat, hal ini dapat dilihat dari MAD model CAPM maupun
MAD model APT yang sangat tinggi, terutama MAD model APT yang mendekati angka 1.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Kamaruddin. 2004. Dasar-dasar Manajemen Investasi. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka
Cipta.

Ang, Robert (1997), Buku Pintar Pasar Modal Indonesia, Jakarta, Mediasoft Indonesia.

Dhankar, Raj S.,et al. 2005. APT and CAPM- Evidence From The Indian Stock Market. Journal
of Financial Management and Analysis, 18, pp:14-27.

Eduardo.S.A., and Rodrigo.S.N. 2004. The Conditional Relationship Between Portofolio Beta
and Return: Evidence From Latin America. Journal Cuadernos de Economia, 41, pp:65-89.

Gumanti, Tatang Ary. 2013. Kebijakan Dividen Teori, Empiris, dan Implikasi. Jakarta: UPP
STIM YKPN.

Jack Clark Francis. (1991). Investment, South Western Publishing company.

Lintner, John.(1965). The Valuation of Risk Assets and the Selection of Risky Investment in
Stock Portfolio and Capital Budgets, The Review of Economics and Statistics, Vol. 47,
No. 1

Reilly Frank K., Brown, Keith C., 2000, Investment Analysis and Portfolio Management, Fifth
Edition, The Dryden Press.

Ross, Stephen A. 1976. The Arbitrage Theory of Capital Asset Pricing. Journal of Economic
Theory vol 13 No 2

Sharpe, WF., and Cooper, G.M. (1972). Risk – Return Class of New York Stock Exchange
Common Stocks 1931-1967, Financial Analysts Journal, March – April.

Tandelilin, Eduardus. (2010). Portofolio dan Investasi Teori dan Aplikasi, Edisi pertama
Yogyakarta: Penerbit Kanisius : 102 – 105.

Anda mungkin juga menyukai