Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata


Mata adalah organ indra yang memiliki reseptor peka cahaya yang disebut
fotoreseptor. Setiap mata mempunyai lapisan reseptor, sisten lensa, dan sistem
saraf, indra penglihatan yang terletak pada mata (organ visus) yang terdiri dari
organ okuli assoria (alat bantu mata) dan okulus (bola mata). Saraf indra
penglihatan, saraf optikus (urat saraf kranial kedua), muncul dari sel-sel ganglion
dalam retina, bergabung untuk membentuk saraf optikus (Pearce, 1993).

Gambar 2.1 Anatomi Mata


2.1.1 Sklera
Sklera merupakan selaput jaringan ikat yang kuat dan berada pada lapisan
terluar mata yang berwarna putih. Sebagian besar sklera dibangun oleh jaringan
fibrosa yang elastis. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva.
Skelera berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan menjadi
tempat melakatnya otot mata (Pearce, 1993).
2.1.2 Iris
Iris merupakan diafragma yang terletak diantara kornea dan mata. Pada iris
terdapat dua perangkat otot polos yang tersusun sirkuler dan radial. Ketika mata
berakomodasi untuk melihat benda yang dekat atau cahaya yang terang otot
sirkuler berakomodasi sehingga pupil mengecil, begitu pula sebaiknya. Iris
berfungsi mengendalikan ukuran pupil, sedangkan pigmenya mengurangi
lewatnya cahaya (Pearce, 1993).
2.1.3 Kornea
Kornea merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita dapat
melihat membran pupil dan iris. Penampang kornea lebih tebal dari sklera, terdiri
dari 5 lapisan epitel kornea, 2 lamina elastika anterior bowmen, 3
substansi propia, 4 lamina elastika posterior, dan 5 endotelium. Kornea tidak
mengandung pembuluh darah peralihan, antara kornea ke sklera disebut selero
corneal junction. Kornea juga merupakan jalan masuk cahaya pada mata dengan
menempatkannya pada retina. Kornea berfungsi menerima cahaya yang masuk ke
bagian dalam mata dan membelokkan berkas cahaya sedemikian rupa sehingga
dapat difokuskan (memungkinkan lewatnya cahaya dan merefraksi cahaya)
(Pearce, 1993).
2.1.4 Pupil
Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan kuantitas
cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Diameter pupil normal kira-
kira 3 – 4 mm, dan pada anak-anak cenderung makin besar dan dengan
bertambahnya umur, pupil makin menciut. Pupil mata akan melebar jika kondisi
ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi ruangan terang. Lebar pupil
dipengaruhi oleh selaput pelangi di sekelilingnya. Selaput pelangi sebagai
diafragma. Selaput pelangi sebagai bagian berwarna pada mata (Pearce, 1993).
2.1.5 Lensa
Lensa berada tepat dibelakang iris dan tergantung pada ligamen suspensori.
Bentuk lensa dapat berubah-ubah, diatur oleh otot siliaris ruang yang terletak
diantara lensa mata dan retina disebut ruang viretus, berisi cairan yang lebih
kental (humor viterus), yang bersama dengan humor akueus berperandalam
memelihara bentuk bola mata. Lensa berfungsi memfokuskan pandangan dengan
mengubah bentuk lensa (Pearce, 1993).
2.1.6 Konjungtiva
Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva palpebra, merupakan
lapisan mukosa. Bagian yang membelok dan kemudian melekat pada bola mata
disebut konjungtiva bulbi. Pada konjungtiva ini banyak sekali kelenjar-kelenjar
limfe dan pembuluh darah. Konjungtiva berfungsi melindungi kornea dari
gesekan (Pearce, 1993).
2.1.7 Vitreous Humor (Humor Bening)
Badan bening ini terletak dibelakang lensa. Bentuknya berupa zat transparan
seperti jeli (agar-agar) yang jernih. Zat ini mengisi pada mata dan membuat bola
mata membulat. Vitreous humor (humor bening) berfungsi menyokong lensa dan
menolong dalam menjaga bentuk bola mata (Syaifuddin, 2006).
2.1.8 Aquaeous Humor (Humor Berair)
Aquaeous humor atau cairan berair terdapat dibalik kornea. Strukturnya
sama dengan cairan sel, mengandung nutrisi bagi kornea dan dapat melakukan
difusi gas dengan udara luar melalui kornea. Aqueous humor (humor berair) untuk
menjaga bentuk kantong depan bola mata (Syaifuddin, 2006).
2.1.9 Koroid
Koroid adalah lapisan yang dibangun oleh jaringan ikat yang memiliki
banyak pembuluh darah dan sejumlah sel pigmen. Letaknya disebelah dalam
sklera. Dibagian depan mata, lapisan koroid memisahkan diri dari sklera
membentuk iris yang tengahnya berlubang. Koroid berfungsi penyuplai retina
(mengandung pembuluh darah) dan melindungi refleksi cahaya dalam mata
(Syaifuddin, 2006).
2.1.10 Makula
Makula adalah daerah kecil yang berbentuk bulat, terletak di bagian
belakang retina dengan jarak sejauh 3,5 mm dari temporal dan 0,5 mm lebih
inferior terhadap diskus. Makula akan terlihat dengan mudah karena bebas dari
pembuluh darah retina. Di pusat makula terdapat daerah lekukan yang disebut
fovea. Fovea adalah daerah yang terdiri dari sel-sel konus. Sel konus adalah sel
berbentuk kerucut yang diperlukan untuk kemampuan melihat yang lebih rinci
dan untuk menerima persepsi warna. Daerah lain di sekitar fovea adalah bagian
dari retina mata yang mengandung sel-sel batang. Sel batang diperlukan untuk
sistem sensor saraf retina. Sel batang juga diperlukan untuk deteksi gerakan dan
kemampuan melihat pada waktu malam (Syaifuddin, 2006).
2.1.11 Retina
Retina merupakan lapisan bagian dalam yang sangat halus dan sangat
sensitif terhadap cahaya. Pada retina terdapat reseptor (fotoreseptor). Fotoreseptor
berhubungan dengan badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf
optik yang memanjang sampai ke otot. Bagian lapisan retina yang dilewati berkas
urat saraf yang menuju ke otot tidak memiliki reseptor dan tidak peka terhadap
sinar. Apabila sinar mencapai bagian ini kita tidak dapat mengenali cahaya. Oleh
karena itu, daerah ini disebut bintik buta. Pada bagian retina, terdapat sel batang
berjumlah sekitar 125 juta buah dalam setiap mata. Sel batang sangat peka
terhadap intensitas cahaya rendah, tetapi tidak mampu membedakan warna. Oleh
karena itu kita mampu melihat dimalam hari tetapi yang terlihat hanya warna
hitam dan putih saja. Bayangan yang dihasilkan dari sel ini tidak tajam. Sel
kerucut jumlahnya sekitar 5 juta pada setiap mata. Sel kerucut sangat peka
terhadap intensitas cahaya tinggi sehingga berperan untuk penglihatan siang hari
dan untuk membedakan warna (Syaifuddin, 2006).
Retina berfungsi untuk menerima cahaya, mengubahnya menjadi impuls
saraf dan menghantarkan impuls ke saraf optik (II). Pada bagian retina, terdapat
sel batang berjumlah sekitar 125 juta buah dalam setiap mata. Sel batang, sangat
peka terhadap intensitas cahaya rendah, tetapi tidak mampu membedakan warna.
Oleh karena itu, kita mampu melihat dimalam hari tetapi yang terlihat hanya
warna hitam dan putih saja. Bayangan yang dihasilkan dari sel ini tidak
tajam. Selain sel batang terdapat juga sel kerucut (sel konus) berjumlah sekitar 5
juta pada bagian mata. Sel kerucut sangat peka terhadap intensitas cahaya tinggi
sehingga berperan untuk penglihatan siang hari dan untuk membedakan warna
(Syaifuddin, 2006).

2.2 Persyaratan Produk Ophthalmic


Syarat-syarat produk ophthalmic antara lain :
1. Steril
Pemakaian tetes mata yang terkontaminasi mikroorganisme dapat
terjadi rangsangan berat yang dapat menyebabkan hilangnya daya
penglihatan atau tetap terlukanya mata sehingga sebaiknya dilakukan
sterilisasi akhir (sterilisasi uap) (Lachman, 1986)
2. Jernih (bebas bahan melayang)
Persyaratan ini dimaksudkan untuk menghindari rangsangan akibat
bahan padat. Sebagai material penyaring digunakan leburan gelas,
misalnya Jenaer Fritten dengan ukuran pori G 3 – G 5 (Lachman, 1986).
3. Tahan Lama
Dengan pengecualian sediaan yang digunakan pada mata luka atau
untuk tujuan pembedahan, dan dapat dibuat sebagai obat bertakaran
tunggal, maka obat tetes mata harus diawetkan. Pengawet yang sering
digunakan adalah thiomersal (0.002%), garam fenil merkuri (0,002%),
garam alkonium dan garam benzalkonium (0,002-0,01%), dalam
kombinasinya dengan natrium edetat (0,1%), klorheksidin (0,005-0,01%),
klorbutanol (0,5%), dan benzilalkohol (0,5-1%) (Turco, 1970).
4. Isotonis denga air mata
Sediaan tetes mata sebaiknya dibuat mendekati isotonis agar dapat
diterima tanpa rasa nyeri dan tidak dapat menyebabkan keluarnya air mata,
yang dapat mencuci keluar bahan obatnya. Untuk membuat larutan
mendekati isotonis, dapat digunakan medium isotonis atau sedikit
hipotonis, umumnya digunakan natrium-klorida (0,7-0,9%) atau asam
borat (1,5-1,9%) steril (Turco, 1970).
5. pH sesuai dengan pH mata
Mirip seperti darah. Cairan mata menunjukan kapasitas dapar tertentu.
Yang sedikit lebih rendah oleh karena system yang terdapat pada darah
seperti asam karbonat, plasma, protein amfoter dan fosfat primer –
sekunder, juga dimilikinya kecuali system – hemoglobin – oksi
hemoglobin. Harga pHnya juga seperti darah 7,4 akan tetapi hilangnya
karbondioksida dapat meningkatkannya smapai harga pH 8 – 9. pada
pemakain tetes biasa yang nyari tanpa rasa nyeri adalah larutan dengan
harga pH 7,3 – 9,7. daerah pH dari 5,5 – 11,4 masih dapat diterima. Tetes
mata didapar atas dasar beberapa alasan yang sangat berbeda. Misalnya
untuk memperbaiki daya tahan (penisilina), untuk mengoptimasikan kerja
(misalnya oksitetrasiklin) atau untuk mencapai kelarutan yang memuaskan
(misalnya kloromfenikol). Pengaturan larutan pada kondisi isohidri (pH =
7,4) adalah sangat berguna untuk mencapai rasa bebas nyeri yang
sempurna, meskipun hal ini sangat sulit direalisasikan. Oleh karena
kelarutan dan stabilitas bahan obat dan sebagian bahan pembantu juga
kerja optimum disamping aspek fisiologis (tersatukan) turut berpengaruh
(Parrot, 1971).
6. Kemudahan penggunaan
Tetes mata dalam air mempunyai kerugian, oleh karena mereka dapat
ditekan keluar dari saluran konjunktival oleh gerakan pelupuk mata. Oleh
karena itu waktu kontaknya pada mata menurun. Melalui peningkatan
viskositas dapat dicapai distribusi bahan aktif yang lebih baik didalam
cairan dan waktu kontak yang lebih panjang. Lagi pula sediaan tersebut
memiliki sifat lunak dan licin sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Oleh
Karena itu sediaan ini sering dipakai pada pengobatan keratokonjunktifitis.
Sebagai peningkat viskositas digunakan metal selulosa dan
polivinilpiroridon (PVP) (Parrot, 1971).

2.3 Kategori Terapetik Produk Ophthalmic


Ada tiga kategori terapeutik untuk pemberian obat pada mata yaitu rute
topikal, intraokular, dan sistemik.

Gambar 2.2 Kategori Terapeutik Produk Ophthalmic

1. Rute Topikal
Metode yang paling umum untuk obat mata. Obat langsung ditempatkan
ke kantung konjungtiva melokalisasi efek obat, memfasilitasi masuknya obat
tidak sulit untuk mencapai target dengan penghantaran sistemik dan
menghindari metabolisme lintas pertama. Produk ophthalmic yang digunakan
secara topikal adalah sediaan seperti salep, gel, tetes mata, dan larutan untuk
cuci mata (Wilhelm, 2007).
2. Intraokular
Pemberian obat intraokular lebih sulit dicapai. Penelitian, seperti yang
dijelaskan di bawah ini, berkonsentrasi pada pengembangan suntikan
intravitreal dan penggunaan implan intraokular untuk meningkatkan
penghantaran ke daerah ini. Produk ophthalmic yang digunakan secara
intraokular adalah sediaan seperti injeksi dan implan (Wilhelm, 2007).
3. Rute Sistemik
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa obat dapat
didistribusikan ke jaringan mata setelah pemberian sistemik. Oral inhibitor
anhydrase karbonat (CAIs, untuk pengobatan glaukoma), termasuk
acetazolamide, methazolamide dan dichlorphenamide, menunjukkan
kapasitas obat sistemik untuk didistribusikan ke dalam proses silia mata dan
memberikan konsentrasi yang cukup untuk menghambat karbonat anhidrase
isoenzim II, yang mengakibatkan penurunan efektifitas sekresi aqueous
humor. Pemberian sistemik CAIs telah digunakan dalam pengelolaan
glaukoma. Hal ini juga menunjukkan bahwa steroid dan antibiotik dapat
menembus ke dalam aqueous humor setelah pemberian sistemik. Terapi obat
sistemik sering dianggap sebagai pilihan pertama untuk penyakit mata
posterior melibatkan saraf optik, retina dan saluran
uveal. Hal ini karena distribusi obat ke posterior jaringan mata sulit
melalui rute topikal karena pembatasan anatomi yang ditimbulkan oleh mata.
Namun, rute sistemik memiliki kelemahan yang signifikan bahwa semua
organ tubuh yang mengalami aksi obat, ketika hanya volume yang sangat
kecil jaringan mata perlu pengobatan. Obat yang biasanya digunakan pada
rute sistemik ini adalah obat-obatan antiinflamasi dan antiinfeksi (Wilhelm,
2007).

2.4 Proses Absorpsi Pada Mata


2.5 Pertimbangan Dalam Proses Pembuatan Sediaan Ophthalmic
2.6 Komponen Nonterapetik Dalam Larutan Dan Suspensi Ophthalmic
a) Suspensi Mata
Pembuatan suspensi dapat dilakukan jika obat tidak larut dalam
peyangga yang cocok. Misalnya kortikosteroid. Syarat utama suspensi air
atau minyak adalah ukuran partikel yang sangat dibatasi. Pada dasarnya,
suspensi menggunakan serbuk yang telah dimikronisasi untuk menghindari
terjadinya rangsangan pada mata. Ukuran partikel pada mata <30 nm.
Untuk menstabilkan suspensi, kita tambahkan viskositas. Suspensi obat
mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau
penggumpalan. Suspensi opthalmic juga dengan mudah ditempatkan ke
dalam mata. Pada umumnya, suspensi menghasilkan efek lebih panjang
dibandingkan larutan. Suspensi mempunyai satu kerugian; yaitu sulit
untuk memastikan bahwa suspensi tidak mengandung partikel yang cukup
besar untuk menghasilkan iritasi mata. Suspensi mata memiliki kelebihan
dimana adanya partikel zat aktif dapat memperpanjang waktu tinggal pada
mata sehingga meningkatkan waktu terdisolusinya oleh air mata, sehingga
terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek terapinya (Soetopo.2002).
b) Larutan Mata
Larutan mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan
sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai
digunakan pada mata. Pembuatan larutan obat mata membutuhkan
perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas,
kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet (dan jika perlu pemilihan
pengawet) sterilisasi dan kemasan yang tepat. Perhatian yang sama juga
dilakukan untuk sediaan hidung dan telinga (Depkes. 1995).
Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan,
bioavailabilitas dan kemudahan penangananan. Volume larutan yang dapat
ditampung oleh mata sangat terbatas ( 7 L) maka larutan yang berlebih
dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur GI menghasilkan absorpsi
sistemik yang tidak diinginkan. Salah satunya seperti -bloker untuk
perawatan glaukoma dapat menjadi masalah bagi pasien gangguan jantung
atau asma bronchial (Depkes. 1995).
c) Komponen Non-Terapeutik Larutan dan Suspensi Mata
Berikut komponen non-terapeutik larutan dan suspensi mata menurut
(Voight. 1995), yaitu :
1) Buffer dan pH
Idealnya, sediaan mata sebaiknya pada pH yang ekuivalen dengan
cairan mata yaitu 7,4. Dalam prakteknya, ini jarang dicapai. mayoritas
bahan aktif dalam optalmologi adalah garam basa lemah dan paling
stabil pada pH asam. ini umumnya dapat dibuat dalam suspensi
kortikosteroid tidak larut suspensi biasanya paling stabil pada pH
asam.
pH optimum umumnya menginginkan kompromi pada formulator.
pH diseleksi jadi optimum untuk kestabilan. Sistem buffer diseleksi
agar mempunyai kapsitas adekuat untuk memperoleh pH dengan range
stabilitas untuk durasi umur produk. kapasitas buffer adalah kunci
utama, situasi ini.
2) Tonisitas
Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-
garam dalam larutan berair, larutan mata adalah isotonik dengan
larutan lain ketika magnefudosifat koligatif larutan adalah sama.
larutan mata dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama
dengan 0,9% laritan Na Cl (Lachman.1994).
Tonisitas (osmolaritas) penting pada produk obat mata cair untuk
meminimalkan potensi ketidaknyamanan selama penetesan ke dalam
mata.
 Untuk larutan Non Elektrolit:
 m Osm/liter = konsentrasi dalam gram/liter x 1000
 berat molekul dalam gr
 Untuk larutan Elektrolit kuat:
 m Osm/liter = konsentrasi dlm g/liter x jumlah ion yg
terbentuk x 1000
 berat molekul dalam gr
Hubungan osmolaritas (m osmole/liter) dengan tonisitas :
 Ø 350 Hipertonis
 329 – 350 Sedikit hipertonis
 270 – 328 Isotonis
 250 – 269 Sedikit hipotonis
 0 – 249 Hipotonis
Sebenarnya mata lebih toleran terhadap variasi tonisitas daripada
suatu waktu yang diusulkan. Maka biasanya dapat mentoleransi larutan
sama untuk range 0,5%-1,8% NaCl. Memberikan pilihan, isotonisitas
selalu dikehendaki dan khususnya penting dalam larutan intraokuler.
Namun demikian, ini tidak dibutuhkan ketika total stabilitas produk
dipertimbangkan. Komposisi tonisitas-adjusting agent biasanya
meliputi NaCl, KCl, garam2 buffer,dextrose, glycerin dan propylen
glycol.
3) Pengawet
Sebagaimana yang telah dikatakan, ada bahan untuk mencegah
perkembangan mikroorganisme yang mungkin terdapat selama penggunaan
tetes mata. Bahan pengawet yang paling banyak digunakan untuk tetes
mata seperti fenil merkuri nitrat, fenil etil alcohol dan benzalkonium klorida
biasanya dikombinasi dengan EDTA, timerosal, klorobutanol, metil dan
propil paraben, dan polikuat.
4) Viskositas
USP mengizinkan penggunaan bahan pengkhelat viskositas untuk
memperpanjang lama kontak dalam mata dan untuk absorpsi obat dan
aktivitasnya. Bahan-bahan seperti metilselulosa, polivinil alkohol dan
hidroksi metil selulosa ditambahkan secara berkala untuk
meningkatkan viskositas.
Peneliti telah mempelajari efek peningkatan viskositas dalam
waktu kontak dalam mata. umumnya viskositas meningkat 25-50 cps
range yang signifikan meningkat lama kontak dalam mata.
5) Additives/Tambahan
Penggunaan bahan tambahan dalam larutan mata diperbolehkan,
namun demikian pemilihan dalam jumlah tertentu. Antioksidan,
khususnya Natrium Bisulfat atau metabisulfat, digunakan dengan
konsentrasi sampai 0,3%, khususnya dalam larutan yang mengandung
garam epinefrin. Antioksidan lain seperti asam askorbat atau
asetilsistein juga digunakan. Antioksidan berefek sebagai penstabil
untuk meminimalkan oksidasi epinefrin.
Penggunaan surfaktan dalam sediaan mata dibatasi hal yang sama.
surfaktan nonionik, kelas toksis kecil seperti bahan campuran
digunakan dalam konsentrasi rendah khususnya suspensi dan
berhubungan dengan kejernihan larutan. Penggunaan surfaktan,
khususnya beberapa konsentrasi signifikan sebaiknya dengan
karakteristik bahan-bahah. Contohnya untuk surfaktan seperti
polysorbate 20 dan 80, polyoxyl 40 stearate. Surfaktan nonionik,
khususnya dapat bereaksi dengan adsorpsi dengan komponen
pengawet antimikroba dan inaktif sistem pengawet.
Surfaktan kationik digunakan secara bertahap dalam larutan mata
tetapi hampir invariabel sebagai pengawet antimikroba. benzalkonium
klorida dalam range 0,01-0,02% dengan toksisitas faktor pembatas
konsentrasi. Benzalkonium klorida sebagai pengawet digunakan dalam
jumlah besar dalam larutan dan suspensi mata komersial.

2.7 Komponen Nonterapetik Dalam Salep Ophthalmic


a) Sediaan Salep Mata
Salep mata adalah sediaan salep steril untuk pengobatan mata
dengan menggunakan dasar atau basis salep yang cocok. Pada pembuatan
salep mata harus diberikan perhatian khusus sediaan yang sudah di buat
dari bahan yang sudah di sterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat
serta memenuhi syarat uji sterilitas (Depkes, 1995). Berbeda dari salep
dermatologi, salep mata yang baik yaitu :
1. Steril.
2. Bebas hama atau bakteri.
3. Tidak mengiritasi mata.
4. Difusi bahan obat keseluruhan mata yang di basahi karena sekresi
cairan mata.
5. Dasar salep harus mempunyai titik lebut mendekati suhu tubuh
(Ansel, 1989).
Obat salep mata harus steril berisi zat antimicrobial preservative
antioxidant dan stabilizer. Batas ukuran partikel yaitu setiap 10 µg zat
aktif tidak boleh mengandung partikel >90 nm, tidak boleh lebih dari 2
partikel >50 nm dan tidak boleh lebih dari 20,25 nm (Lukas, 2006).
Dasar salep pilihan untuk salep mata harus tidak mengiritasi mata.
Dasar salep mata juga harus bertitik lebur yang mendekati suhu tubuh.
Campuran dari petroletum dan cairan petroletum di manfaatkan sebagai
dasar salep mata, terkadang di tambahkan zat yang bercampur dengan air
seperti lanolin. (Ansel, 1989).
Berikut syarat oculenta, antara lain :
a. Tidak boleh mengandung bagian-bagian kasar.
b. Dasar salep tidak boleh merangsang mata dan harus memberi
kemungkinan obat tersebar dengan perantaraan air mata.
c. Obat harus tetap berkhasiat selama penyimpanan.
d. Salep mata harus steril dan di simpan dalam tube yang steril
(Anief, 2008)
Keuntungan dan kerugian salep mata, sebagai berikut :
a. Keuntungan
1) Dapat memberikan bioavaibilitas lebih besar dari sediaan
larutan dalam air yang ekuivalen.
2) Onset dan waktu puncak absorbsi yang lebih lama.
3) Waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang
di absorbsi lebih tinggi.
b. Kerugian
1) Dapat mengganggu pengelihatan, kecuali jika di gunakan
pada saat akan tidur.
2) Dari tempat kerjanya yaitu, bekerja pada kelopak mata,
kelemjar sebasea, konjungtiva, kornea dan iris.
b) Komponen Non-Terapeutik Salep Mata
Berikut komponen non-terapeutik pada salep mata menurut
(Voight. 1995) yaitu :
1) Buffer dan pH
Idealnya, sediaan mata sebaiknya pada pH yang ekuivalen dengan
cairan mata yaitu 7,4. Dalam prakteknya, ini jarang dicapai. mayoritas
bahan aktif dalam optalmologi adalah garam basa lemah dan paling
stabil pada pH asam. ini umumnya dapat dibuat dalam suspensi
kortikosteroid tidak larut suspensi biasanya paling stabil pada pH
asam.
pH optimum umumnya menginginkan kompromi pada formulator.
pH diseleksi jadi optimum untuk kestabilan. Sistem buffer diseleksi
agar mempunyai kapsitas adekuat untuk memperoleh pH dengan range
stabilitas untuk durasi umur produk. kapasitas buffer adalah kunci
utama, situasi ini.
2) Pengawet
Sebagaimana yang telah dikatakan, ada bahan untuk mencegah
perkembangan mikroorganisme yang mungkin terdapat selama penggunaan
tetes mata. Bahan pengawet yang paling banyak digunakan untuk tetes
mata seperti fenil merkuri nitrat, fenil etil alcohol dan benzalkonium klorida
biasanya dikombinasi dengan EDTA, timerosal, klorobutanol, metil dan
propil paraben, dan polikuat.
3) Basis Salep
Dasar salep harus mempunyai titik lebur/titik leleh mendekati suhu
tubuh. Dasar salep pilihan untuk salep mata harus tidak mengiritasi
mata dan harus memungkinkan difusi bahan obat ke seluruh mata yang
dibasahi karena sekresi cairan mata. Dasar salep mata yang digunakan
juga harus bertitik lebur yang mendakati suhu tubuh. Dalam beberapa
hal campuran dari petroletum dan cairan petrolatum (minyak mineral)
dimanfaatkan sebagai dasar salep mata. Selain itu juga bisa
menggunakan campuran dari petrolatum, mengandung vaselin, dasar
absorpsi atau dasar salep larut air. Kadang-kadang zat yang bercampur
dengan air seprti lanolin ditambahkan kedalamnya. Hal in
memungkinkan air dan obat yang tidak larut dalam air bartahan selama
sistem penyampaian (Ansel. 1989).
Vaselin, setil alkohol, adeps lanae, dan parafin cair merupakan
basis salep yang sering digunakan. Semua bahan yang dipakai untuk
salep mata harus halus, tidak enak dalam mata. Salep mata terutama
untuk mata yang luka. Harus steril dan diperlukan syarat-syarat yang
lebih teliti maka harus dibuat saksama. Syarat oculenta adalah (Anief.
2008):
1. Tidak boleh mengandung bagian-bagian kasar.
2. Dasar salep tidak boleh merangsang mata dan harus memberi
kemungkinan obat tersebar dengan perantaraan air mata.
3. Obat harus tetap berkhasiat selama penyimpanan.
4. Salep mata harus steril dan disimpan dalam tube yang steril.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2008. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM Press.

Ansel, H.C. 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.

Depkes. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Lachman., L, et al. 1986. The Theory and Practise of Industrial Pharmacy Third
Edition. Philadelphia: Lea and Febiger.

Lukas, Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Parrot, L. E. 1971. Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics.


USA: Burgess Publishing Co.

Pearce, Evelyn C. 1993. Anatomi dan fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama.

Soetopo dkk. 2002. Ilmu Resep Teori. Jakarta : Departemen Kesehatan

Syaifuddin, Drs.H. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi


3. Jakarta: EGC.

Turco, S., et al. 1970. Sterile Dosage Forms. Philadelphia: Lea and Febiger.
Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press

Wilhelm H, Schiefer U, Zrenner E. 2007. Clinical Neuro Ophthalmology: A


Practical Guides. Berlin: Springer.

Anda mungkin juga menyukai